Infeksi virus selama kehamilan berdampak terhadap ibu dan neonatus. Demikian
pula infeksi virus dengue dalam kehamilan akan dapat menimbulkan gejala pada
neonatus, walaupun ibu tak menampakkan gejala. Di negara, dimana angka transmisi
virus dengue tinggi, akan banyak dijumpai wanita dengan dengue seropositif pada usia
subur.1
Saat ini, dengue menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di dunia, terutama
di negara tropis dan subtropis karena kondisi lingkungan yang ideal untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dengue. Dengue telah
menjadi endemi di lebih dari 100 negara di Afrika, the Americas, southern Europe, the
eastern Mediterranean Sea, Asia Tenggara, Australia, dan beberapa kepulauan di Lautan
India, Pasifik Barat dan daerah Karibia. Infeksi dengue menjadi masalah yang sangat
serius di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) sangat kompleks,
yaitu : (1) pertambahan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkontrol, (3) tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan
(4) peningkatan sarana transportasi.3
Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor
keganasan virus dan kondisi geografis setempat. 3
Pada awalnya, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak
berasal dari golongan anak umur < 15 tahun (86-95%). Namun pada dekade terakhir ini
jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat. 4-8 Peningkatan kasus pada
kelompok usia dewasa muda ini menyebabkan resiko infeksi dengue pada wanita
hamilpun meningkat, diikuti resiko transmisi vertikal pada neonatus.1,7,9-22
Makalah ini akan membahas tatalaksana neonatus lahir dari ibu DBD.
EPIDEMIOLOGI
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) secara epidemiologi di
dunia berubah secara cepat. World Health Organization (WHO) mengestimasi bahwa 2,5
milyard manusia tinggal di daerah virus dengue bersirkulasi, dan diperkirakan di seluruh
dunia terjadi lebih dari 50 juta kausus infeksi dengue setiap tahun. Penyebaran secara
geografi dari vektor nyamuk dan virus dengue menyebabkan munculnya epidemi demam
dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima tahun terakhir, sehingga
berkembang hiperendemisitas di perkotaan di negara tropis. Pada tahun 2007 di Asia
Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue sekitar 18% dan peningkatan kasus
dengue yang meninggal sekitar 15 % dibandingkan tahun 2006.2
Di Indonesia, pada periode 1968-1995 kasus DBD terutama menyerang kelompok
umur 5-14 tahun, tetapi setelah tahun 1984 insiden kelompok umur lebih dari 15 tahun
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 di provinsi DKI Jakarta, persentase
kasus DBD terbanyak merupakan kelompok umur 5-14 tahun (36%), diikuti kelompok
umur lebih dari 5 tahun (31%), kelompok 15-44 tahun (22%) dan lebih dari 45 tahun
(11%)5. Di Bangkok pada tahun 2003, 40% pasien demam dengue dan demam berdarah
dengue (3100 dari 7760) berusia 15-34 tahun.10
Ada beberapa publikasi laporan kasus dengue pada ibu hamil1,6,15,19,20, dan laporan
kasus transmisi vertikal virus dengue.1,7,9,10,12-22 Perret dkk. telah melakukan studi crosssectional prevalence terhadap 245 ibu hamil di Tahiland dan 6,9% dari mereka pada saat
melahirkan susceptible infeksi DBD primer atau sekunder.1 Ismail15 melaporkan 0,12%
(tahun 2003) dan 0,25% (tahun 2004), Tan22 melaporkan angka kejadian 2,5%. Tahiti
pertama kali melaporkan 5 kasus transmisi verttikal dengue pada neonatus (1989) 12,
disusul 6 laporan kasus yang sama dari Thailand 1,0,13,14, Malaysia (3)7,15,22, French Guinea
(2)19, Bangladesh (1)16, India (1)17, dan Brazil (13).9 India melaporkan 4 kasus DSS pada
masa neonatal.18 Sampai saat ini belum pernah dilaporkan malformasi kongenital pada
neonatus lahir dari ibu DBD.1,7,9,10,12-22
Dampak transmisi vertikal virus dengue terhadap neonatus bervariasi mulai dari
tanpa gejala, kelahiran prematur, DBD/DSS sampai kematian. 1,6,7,9,10,12-22 Bagaimana
keseluruhan dampak infeksi virus dengue pada ibu hamil terhadap neonatus masih
memerlukan penelitian lebih lanjut, dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 4,6,7,10-22
2
BATASAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue (4 serotipe), melalui perantara nyamuk Aedes Aegypti.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan membuat kekebalan seumur hidup, tetapi tidak
terjadi kekebalan silang antar serotipe. Spektrum klinis infeksi dengue bervariasi mulai
dari penyakit ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) sampai dengue disertai renjatan (dengue shock syndrome). 2,4
Dengue shock syndrome (DSS) merupakan keadaan dimana penderita DBD
mengalami perburukan (renjatan) demam pada hari ke 2-7. Perburukan terjadi pada
waktu atau tidak lama setelah suhu tubuh turun. DSS yang mengancam nyawa adalah
disfungsi sirkulasi atau syok hipovolemik yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan, sehingga terjadi plasma leakage, penurunan perfusi
organ, penurunan suplai oksigen dan nutrien untuk sel yang dapat berlanjut dengan gagal
organ multipel dan kematian.2,4
Transmisi vertikal didefinisikan bila pada pemeriksaan serologis didapatkan IgM
positif dari serum tali pusat.22
ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B arthropod borne disease (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan 4. Keempat jenis serotipe ini dapat ditemukan di
berbagai daerah karena DBD telah menyebar luas di daerah tropis dan subtropis. Serotipe
den-2 dan 3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat.2,4 Laporan kasus transmisi vertikal dengue pada neonatus umumnya disebabkan
serotipe den 2.7,10,13,17,21, walaupun ada yang disebabkan den114,21den 39, den 410. Hal ini
mungkin disebabkan karena tingginya sirkulasi serotipe den-2, atau karena kemampuan
serotipe ini melintasi atau merusak barrier plasenta.21
PATOGENESIS
Patogenesis DBD masih merupakan kontroversi, karena kesukaran mendapatkan
model binatang percobaan yang dapat digunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD
seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar ahli masih menganut hipotesis the
secondary heterologous infections hypothesis atau the sequential infection hypothesis
yang menyatakan bahwa infeksi primer dengan virus dengue akan menimbulkan gejala
ringan, sedangkan infeksi yang berat (DBD/DSS) dapat terjadi apabila seseorang
terinfeksi kembali dengan virus serotipe yang berbeda dalam jarak waktu 6 bulan sampai
5 tahun. Hipotesis ini berhubungan dengan telah adanya antibodi heterolog di dalam
tubuh sebelumnya akan mengenal virus lain yang menginfeksi kemudian dan membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor membran sel
lekosit terutama makrofag. Karena antibodi adalah heterolog, maka virus tidak
dinetralisir oleh tubuh dan bebas bereplikasi di dalam sel makrofag. Dasar utama
hipotesis ini adalah meningkatnya reaksi imunologis (imunological enhancement
hypothesis) suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di
dalam sel mononuklear. Keadaan ini akan menyebabkan sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah
sehingga
20
dengue, (2) aktifitas antibodi neutralizing kemudian menurun pada kadar yang tidak lagi
melindungi (biasanya 7-8 bulan), (3) ADE (antibody-dependent enhacement) den-2
mencapai kadar puncak pada 2 bulan sesudah titer DEN-2 PRNT50 menurun (1:10),
resiko DBD/DSS akan terjadi pada periode ini bila bayi terinfeksi virus den-2, (4)
setelah masa kritis (2 bulan), selanjutnya degradasi IgG menimbulkan penurunan IEA,
yang tidak mencukupi untuk enhanced infeksi. Tidak akan timbul gejala DBD bila bayi
terinfeksi virus den-2 pada masa ini. Neonatus masih mungkin juga menderita DBD/DSS
walaupun kadar antibodi dari ibu masih tinggi karena pengaruh kualitas dan komposisi
antibodi ibu. Bagaimana peran kualitas dan komposisi antibodi ibu tersebut masih belum
jelas. Selain itu faktor virus memegang peranan dalam terjadinya DBD/DSS pada
neonatus. Telah dilaporkan protipe virus dengue den-2 di Bangkok berbeda dengan di
New Guinea C.23
Phongsamart melakukan follow up 3 kasus transmisi vertikal dengue dan diikuti
selama 1 tahun, ketiga bayi tersebut perkembangan dan pertumbuhan normal.21
Air susu ibu juga mengandung antibodi dengue (neutralizing activity) yang
berperan sebagai proteksi terhadap infeksi, tetapi sampai seberapa tinggi ptoteksinya
belum diteliti.11
DIAGNOSIS
Patokan
diagnosis
DBD
berdasarkan
kriteria
klinis
dan
laboratorium
(WHO,1997). 2,4
Kriteria klinis
-
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
Pembesaran hati
Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
-
menurut
Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi, hipotensi, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah.
Derajat IV: syok berat dengan tekanan darah dan nadi tidak terdeteksi.
diagnosis) ditandai oleh titer antibodi 1:1280 pada masa akut, dan tidak
diperlukan kenaikan titer pada masa konvalesen.
Sedangkan pada pemeriksaan IgM MAC ELISA, interpretasinya sebagai berikut: 21
1. Pada infeksi sekunder akut dan atau baru (acut and/or recent dengue
infection), titer IgM 1 atau IgG > 3 ( bila 1 sampel serum)
2. Infeksi primer akut, bila ELISA IgM:IgG > 1,8:1.
IgM pada neonatus dapat dideteksi pada usia 5 hari.18
Diagnosis pasti infeksi dengue ditegakkan berdasarkan isolasi virus, deteksi
antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan.2,4,23
Diagnosis DBD klinis (WHO) masih belum dapat diterapkan sepenuhnya pada
neonatus lahir dari ibu DBD, karena gejalanya yang tidak khas (nonclassic).7 Oleh
karena itu sangat penting melakukan pemeriksaan serologis dan atau isolasi virus untuk
diagnosis DBD bila dijumpai kasus seperti ini. 7,9-11,13,16,17,19
Laporan kasus neonatus lahir dari ibu DBD mendapatkan gejala klinis sebagai
berikut :
-
ptekie7,10,13,14,17,21
hepatomegali6,7,10,1113,14,17,21
prematuritas9,15,19,20
intoleransi minum7,9,13,16
hipoglikemi7,13
pleural effusi10,11
hipoaktif 9
irritabel7
opisthotonus7
TATALAKSANA
Tidak ada tatalaksana spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD, disertai monitor ketat perubahan gejala klinis dan
status hemodinamik, terutama pada fase kritis (hari 3 5 sakit) 2,4,11
Tatalaksana yang dilakukan pada beberapa laporan kasus DBD/DSS pada neonatus
adalah sebagai berikut :
-
DBD pada ibu hamil belum aterm, tidak ada indikasi untuk mengakhiri
kehamilan. Ibu ditatalaksana sesuai tatalaksana ibu hamil dengan DBD dan
kehamilan dipertahankan sampai aterm dengan harapan akan terjadi transfer
pasif antibodi dari ibu. DBD pada ibu aterm merupakan indikasi untuk
mengakhiri kehamilan agar dapat dilakukan tatalaksana optimal terhadap ibu
dan neonatus.11
Pada neonatus lahir dari ibu DBD, tetapi tak menunjukkan gejala klinis DBD,
maka neonatus diobservasi ketat sampai paling tidak usia 15 hari. Observasi
ini dilakukan berdasarkan dugaan bahwa interval waktu antara onset demam
ibu dan demam pada neonatus adalah 5-13 hari (median 7 hari), tetapi masa
inkubasi infeksi vertikal tidak dapat ditentukan karena tidak diketahuinya
kapan virus mengakuisisi neonatus.10,14
penurun panas bila perlu, observasi ketat keadaan umum dan tanda vital,
perdarahan serta pemeriksaan laboratorium sesuai klinis.7,10,11,13-15,17,18,21
antibiotika diberikan sampai terbukti tidak ada infeksi lain selain infeksi
virus dengue (kultur darah/kultur cairan serebrospinal steril), karena
sulit membedakan gejala DBD dengan sepsis/meningitis. 7,10,11,13,14,16-18,21
transfusi komponen darah sesuai indikasi,7,13,15-18
pemeriksaan serologis yaitu HI dan atau IgM MAC-ELISA untuk
konfirmasi diagnosis. HI diperiksa 2 kali pada fase akut dan
konvalesen10,11,21, IgM MAC-ELISA biasanya diperiksa pada umur 6-10
hari.7,9,10,11,13,16-19,21 Akan lebih akurat bila dilakukan pemeriksaan PCR
atau isolasi virus. 9,10,13,14,17,19,21
PENCEGAHAN
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah infeksi dengue, tetapi
WHO terus melakukan uji coba untuk mendapatkan vaksin yang efektif mencegah
terjadinya infeksi dari keempat serotipe virus dengue. Saat ini satu-satunya metode untuk
mengontrol atau mencegah transmisi virus dengue adalah pemberantasan nyamuk sebagai
vektor virus, dengan pengelolaan lingkungan dan metode kimiawi. Pengelolaan
lingkungan dengan cara 3 M (menguras, menutup, mengubur), sedangkan metode
kimiawi antara lain dengan cara penyemprotan massal dan abatisasi. Tetapi efek
pemberantasan nyamuk secara kimiawi bersifat transien sehingga dibutuhkan
pemantauan secara berkala. Beberapa wilayah juga memanfaatkan ikan pemakan jentik
nyamuk untuk mengontrol transmisi vektor.2,4
Secara khusus, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah DBD/DSS
pada neonatus adalah sebagai berikut :
-
Dianjurkan ibu hamil terutama pada trimester terakhir untuk tidak bepergian
ke daerah endemis dengue. Bila kepergian tidak dapat dihindari, dianjurkan
ibu melakukan tindakan pencegahan terhadap gigitan nyamuk (seperti tidur
memakai kelambu, menggunakan repellent).11
10
Waspadai DBD bila ada demam disertai sakit kepala, nyeri otot, nyeri
abdomen, kebocoran plasma (misal hemokonsentrasi, pleural effusi atau
asites) pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemis dengue, terutama pada
masa epidemi DBD. Lakukan konfirmasi laboratorium untuk kepastian
diagnosis. Kewaspadaan ini akan berdampak positif terhadap tatalaksana
neonatus yang dilahirkan.7,9-11,14-18
Diagnosis dini dan tatalaksana yang cepat dan tepat akan menurunkan
mortalitas dan morbiditas.7,10,11
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada pengenalan kasus, pengobatan segera, tepat dan pemantauan
fase syok secara ketat.1,2,4,5
KESIMPULAN
Diagnosis DBD/DSS pada neonatus sulit karena gejala yang tidak khas dan sukar
dibedakan dengan sepsis. Kewaspadaan yang tinggi terhadap gejala DBD pada ibu hamil
terutama pada masa outbrek DBD, serta diagnosis tepat dan tatalaksana terpadu pada
neonatus merupakan langkah penting dalam mecapai tatalaksana optimal.5
Tindakan yang tidak kalah pentingnya adalah membasmi nyamuk Aedes Aegypti sebagai
vektor virus dengue.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Perret C, Chanthavanitch P, Pengsaa K, Limkittikul K, Hutajaroen P, Bunn JEG et
all. Dengue infection during pregnancy and transplacental antibody transfer in
Thai mothers. J of Infect 2005;51:287-93.
2. World Health Organization. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Fact sheet
No.117. March 2009. Diunduh dari www.who.int.
3. Gubler DJ. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin Microbiol Rev
1998;11:480-96.
4. Infeksi virus dengue. Dalam :Sudarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI.
Buku ajar infeksi & pediatri tropis, Badan Penerbit IDAI Jakarta 2008: 155-81.
5. Hadinegoro SR, Karyanti MR. Perubahan epidemiologi demam berdarah dengue
di Indonesia. Sari Pediatri 2009;10(6):424-32.
6. Phupong V. Dengue fever in pregnancy: a case report.BMC Pregnancy Chillbirth
2001;1(1):7.
7. Chye JK, Lim CT, Ng KB, Lim JM, George R, Lam SK. Vertical transmission of
dengue. Clin Infect Dis. 1997; 25:1374-7
8. Ong A, Sandar M, Chen MI, Sin LY. Fatal dengue hemorrhagic fever in adult
during a dengue epidemic in Singapore. Int J Infect Dis. 2007;11:263-7.
9. Alvarenga CF, Silami VG, Patricia, Boechat MEH, Coelho J, Ribeiro RT. Dengue
during pregnancy : a study of thirteen cases. Am. J. Infect Dis 2009;5(4): 298303.
10. Sirinavin S, Nuntnarumit P, Supapannachart S, Boonkasidecha S, Techasaensiri C,
Yoksarn S. Vertical dengue infection : case report and review. Pediatr Infect Dis J
2004;23(11):1042-7.
11. Carroll D, Toovey S, Gompel AV. Dengue fever and pregnancy a review and
comment. Travel Med and Infect Dis 2007;5:183-8.
12. Poli L,Chungue E, Soulignac O, Gestas P, Kuo P, Papouin-Rauzy M. Maternofetal dengue apropos of 5 cases observed during the epidemic in Tahiti (1989).
Bull Soc Pathol Exot 1991;85(5 pt 5):513-21.
12
13. Kerdpanich
A,
Watanaveeradej
V, Samakoses
R,
Chumnanvanakij
S,
13
REFRAT
TATALAKSANA
NEONATUS LAHIR DARI IBU DBD
OLEH
Virdayati, dr. SpA
14
15
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan
neutralizing antibodi. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok
mononuklear reaktif yang tidak mempunyai sifat netralisasi tetapi memacu replikasi virus
dan antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus. Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu
replikasi virus. Teori inilah yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus
dengue oleh serotipe yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat 1,9
Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis (the imunological
enhacement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut : 1
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai respetor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme ini disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi.
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
16
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah
jumlah sel yang terkena infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengakivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut makenisme efektor.
Neonatus
Hipotesis tentang peran antibodi dengue vertikal bahwa maternal dengue antibodies
mempunyai 2 peran yaitu mula-mula sebagai proteksi dan kemudian meningkatkan resiko
DBD/DSS pada neonatus yang terinfeksi virus den 2 (Bangkok Children Hospital,Mei
1980-Desember 1981).19
Neonatus dengan infeksi virus dengue intrauterin akan mempunyai antibodi IgM
selama 5-9 bulan. Keaadn ini menyebabkan This might suggest persistence of the virus
due to an immature fetal immune system that is unable to control the infection.1
Antibodi dengue yang ditransferkan transplasenta dari ibu kepada bayi akan menghilang
pada usia 12 bulan (94,5%) dan 100% pada usia 18 bulan. 19
Angka kejadian transmisi vertikal dari beberapa studi kasus berbeda-beda, Sharma
melaporkan 1 kasus transmisi vertikal dari 7 ibu hamil yang memberikan gejala
DBD15,Carles melaporkan angka10,5%17, Tan 1,6%20
Ibu hamil usia muda (14-20 tahun) mempunyai kadar antibodi dengue lebih rendah
dibandingkan ibu usia > 20 tahun, akibatnya kelompok umur ini lebih sering terinfeksi
dengue (15%) dan berpengaruh terhadap rate transmisi vertikal dengue.1,2
PENYEBAB
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang mempunyai 4
serotipe yaitu den 1, den 2,den 3 dan den 4.. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi dengue 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
17
serotipe ini dapat ditemukan di berbagai daerah karena DBD telah menyebar luas di
daerah tropis dan subtropis 1,2 Serotipe den 2 dan 3 merupakan serotipe yang dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat. Laporan kasus infeksi dengue vertikal pada
neonatus umumnya disebabkan serotipe den 2.3-5,7,8,10-15
Virus dengue termasuk dalam famili Flaviviridae dan terdiri dari 4 serotipe. Infeksi virus
dengue pada manusia ditularkan melalui gigitan nyamuk,
PATOFISOLOGI
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni serta diatesis
hemorahhagic. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD menggunakan 131 iodine
labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada
masa syok.1
Lima uji serologi yang dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis infeksi
dengue yaitu uji hemagglutination-inhibition (HI), uji fiksasi komplemen (complement
fixation=CF), uji neutralisasi (neutralization=NT), uji IgM capture enzyme-linked
immunosorbent (IgM MAC-ELISA) dan uji IgG Elisa indirek. Dari 5 pemeriksaan ini
yang merupakan baku emas adalah HI. Satu lagi uji yang cukup sederhana dan banyak
dipakai adalah IgM MAC-ELISA. Kedua uji ini dapat membedakan infeksi primer dan
sekunder. 1 Pada uji serologi dengan HI dikatakan infeksi primer bila titer HI pada masa
akut < 1:20 dan titer akan naik 4 x atau lebih pada masa konvalesen, tetapi tidak lebih
dari 1:1280. Pada infeksi sekunder titer antibodi HI pada masa akut < 1:20 dan pada masa
konvalesen 1:2560. Tanda lain infeksi sekunder adalah bila titer antibodi pada masa
akut 1;20 dan titer anik 4 x atau lebih pada masa konvelesen. Bila titer HI pada masa
akut 1:1280 tidak diperlukan lagi kenaikan titer pada masa konvalesen. 1
Pada uji IgM, bila rasio DEN IgM dengan DEN IgG 1,78, mengindikasikan
infeksi dengue primer akut. Keuntungan uji ini adalah cukup dengan spesimen tunggal
bila spesimen diperoleh pada hari ke 5 demam.
18
KEPUSTAKAAN
1. Infeksi virus dengue. Dalam :Sudarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI.
Buku ajar infeksi & pediatri tropis, Badan Penerbit IDAI Jakarta 2008: 155-81.
2. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, treatment,
prevention and control. 2nd ed. Geneva : World Health Oragnization; 1997:1-47.
3. Alvarenga CF, Silami VG, Patricia, Boechat MEH, Coelho J, Ribeiro RT. Dengue
during pregnancy : a study of thirteen cases. Am. J. Infect Dis 2009;5(4): 298303.
4. Sirinavin S, Nuntnarumit P, Supapannachart S, Boonkasidecha S, Techasaensiri C,
Yoksarn S. Vertical dengue infection : case report and review. Pediatr Infect Dis J
2004;23(11):1042-7.
5. Carroll D, Toovey S, Gompel AV. Dengue fever and pregnancy a review and
comment. Travel Med and Infect Dis 2007;5:183-8.
6. Hadinegoro SR, Karyanti MR. Perubahan epidemiologi demam berdarah dengue
di Indonesia. Sari Pediatri 2009;10(6):424-32.
7. Phupong V. Dengue fever in pregnancy: a case report.BMC Pregnancy Chillbirth
2001;1(1):7.
8. Chye JK, Lim CT, Ng KB, Lim JM, George R, Lam SK. Vertical transmission of
dengue. Clin Infect Dis. 1997; 25:1374-7
9. Ong A, Sandar M, Chen MI, Sin LY. Fatal dengue hemorrhagic fever in adult
during a dengue epidemic in Singapore. Int J Infect Dis. 2007;11:263-7.
10. Poli L,Chungue E, Soulignac O, Gestas P, Kuo P, Papouin-Rauzy M. Maternofetal dengue apropos of 5 cases observed during the epidemic in Tahiti (1989).
Bull Soc Pathol Exot 1991;85(5 pt 5):513-21.
11. Kerdpanich
A,
Watanaveeradej
V, Samakoses
R,
Chumnanvanakij
S,
19
13. Ismail NAM, Kampan N, Mahdy ZA, Jamil MA, Razi ZRM. Dengue in
pregnancy. Southeast Asian J Trop Med Public Haealth 2006;37(4):681-3.
14. Faumil LE, Mollah MMAN, Ahmed S, Rahman MM. Vertical transmission of
dengue : first report from Bangladesh. Southeast Asian J Trop Med Pulic Health
2003;34(4):800-3.
15. Sharma NS, Dadhwal V, Mittal S, Singh N SAS. A successfull management of
dengue fever in pregnancy: Report of two case. Indian J of Med Icrobiol 2008;
26(4):377-80
16. Coudhry SP, Gupta RK, Kishan J. Dengue shock syndrome in newborn- a case
series. Indian Pediatr 2004;41:397-9.
17. Charles G, Peiffer H, Talarmin A.Effect of dengue fever during pregnancy in
French Guinea. CID 1999;28:637-40
18. Waduge R, Malavige GN, Pradeepan M, Wijeyaratne CN, Fernando S,
Seneviratne SL. Dengue infectios during pregnancy : a case series from Srilangka
and review of the literature. J of Clin Virol 2006;37:27-33
19. Kliks SC, Nimmanitya S, Nisalak A, Burke DS. Evidence that maternal dengue
antibodies are important in the development of dengue hemrorrhagic fever in
infants. Am J Med Trop Hyg 1988;38(2):411-9.
20.
20