II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya
semakin meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD merupakan penyakit
menular terutama menyerang anak-anak.
Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, setelah itu penyakit
DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan menjadi kejadian luar biasa (KLB). Profil
kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 1999 melaporkan kelompok tertinggi sekitar 42%
menyerang kelompok usia 5-14 tahun, sekitar 37% menyerang usia 15-44 tahun (Sutaryo,2004)
Menurut Soegeng (2006) awalnya KLB penyakit DBD setiap lima tahun, selanjutnya menjadi
tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun. Hal ini terjadi karena berhubungan erat dengan :
a) Perubahan iklim dan kelembaban
b) Terjadinya migrasi penduduk dari daerah yang jarang ditemukan infeksi virus dengue ke
daerah
endemis
PATOFISOLOGI
Menurut Sutaryo (2004) menyatakan bahwa banyak teori tentang patofisiologi dari DBD
yaitu
Teori Imunopatologi Teori Virologi Teori Hematopatologi
a. Aktivasi complement
Menurut
Soegeng
(2006)
secara
umum
patofisiologi
dari
DBD
adalah
Pada saat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menggigit orang yang demam berdarah,
maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh
nyamuk, virus berkembang biak selama 8-10 hari dan menyebar keseluruh bagian tubuh nyamuk,
yang sebagian besarnya berada di kelenjer air liur nyamuk. Saat nyamuk menggigit orang lain,
maka air liur bersama virus dengue dilepaskan kedalam tubuh manusia dan berkembang biak
dalam sistem retikuloendotelial.
Virus masuk ke dalam tubuh berkembang biak selama 4-6 hari, ditangkap oleh antigen
presenting cell (APC) untuk memakan organisme tersebut. Pada dengue ada dua macam APC
yaitu APC yang ada di kulit (sel langerhans, sel dendritik dan keratinosit) dan kedua APC yang
ada di peredaran darah (monosit dan makrofag) yang menyebabkan viremia, karena tidak mampu
membunuhnya APC meminta bantuan limfosit T melalui molekul MHC. Peptida virus dibawa
oleh MHC ke permungkaan sel, sehingga limfosit T dapat mengenal virus tersebut. Limfosit T
akan memberitahu limfosit B, dengan cara mengaktifasi limfosit B yang akan membentuk
komplek
virus-antibodi.
antara lain trombosit dan eritrosit, akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari
bercak sampai perdarahan hebat pada kulit dan saluran pencernaan (muntah darah dan berak
darah), saluran pernapasan (mimisan dan batuk darah) dan organ vital lainnya (jantung, hati,
ginjal).
penurunan demam hal ini berhubungan dengan viremia. Pada puncaknya kemudian akan
timbul demam yang tinggi lagi hal ini berhubungan dengan antibodi yang membunuh
virus yang menunjukan perusakan dari sel host yang mengandung virus (Widoyono,2008)
2) Terdapat manifestasi perdarahan ditunjukan dengan tes rumple leed (+), petekie (+)
dan perdarahan spontan (mimisan, muntah darah, atau berak darah) terbentuknya
antigen-antibodi menyebabkan terjadinya trombositopenia dan aktifasi dari system
koagulasi. Awalnya terjadi aktifasi faktor XII (hegemen) mengakibatkan :
XIIa aktif yang akan mengaktifasi faktor koagulasi lainnya, sehingga terbentuk fibrin
yang akan mengaktifasi fibrinolisis melalui enzimatis sehingga terjadi perubahan
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin bersifat proteolitik yang sasarannya adalah fibrin.
Aktivasi koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan mengakibatkan menurunnya
faktor koagulasi seperti fibrinogen II, V, VII, VIII, IX dan X serta plasminogen
Meningkatkan sistem kinin yang berperan dalam meningkatkan permeabilitas kapiler
Karena keadaan ini menyebabkan perdarahan pada pasien DBD ditambah lagi dengan
adanya trombositopenia (Soegeng,2006)
3) Hasil pemeriksaan trombosit menurun < 100 ribu terjadi karena
Peningkatan destruksi trombosit oleh sistem retikuloendotelial karena aktivasi
komplemen yaitu ikatan antara trombosit dan fragmen C3a. dimana fragmen C3a
berhubungan dengan berat ringannya penyakit
Agregrasi trombosit akibat dari kerusakan endotel vaskuler karena komplemen
bereaksi dengan epitop virus pada permungkaan endotel yang mengakibatkan waktu
paruh
trombosit
memendek
(Barrett,
2010)
Gangguan produksi pada keadaan normal trombosit di sirkulasi darah berumur 8-12
hari, pada fase akut DBD lama hidup trombosit berkurang dan trombosit dirusak di hepar,
lien
dan
terjadi
depresi
4)
sumsum
tulang
(Sutaryo,
Tanda
2004)
syok
Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki, tangan dan hidung dan kuku
menjadi biru karena kegagalan sirkulasi sehingga terjadi peningkatan aktifitas
simpatik
secara
reflek
Awalnya anak gelisah, rewel dan semakin lama kesadaran menurun menjadi apatis,
spoor
dan
koma
karena
kegagalan
sirkulasi
serebral
Nadi cepat dan lemah bahkan sampai tidak teraba karena kolap sirkulasi
Tekanan
Tekanan
nadi
sistolik
pada
turun
anak
menjadi
turun
menjadi
80
20
mmHg
mmHg
atau
kurang
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yaitu arteri renalis
(Sumarmo,
2010).
Jadi secara umum manifestasi klinis dari demam dengue dan demam berdarah dengue
hampir sama, hanya saja yang membedakannya adalah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diathesis hemoragik
(Sumarmo,
Herdiman
2010).
(2009)
terdapat
derajad
klinis
DBD
menurut
WHO
yaitu
Derajad 1 : demam disertai perdarahan yang tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan
adalah
uni
tourniquet
Derajad 2 : seperti derajad 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain
Derajad 3 : ditemukan adanya kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan darah
menurun 20mmHg atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab,
gelisah)
Derajad 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Infeksi sekunder sebagai akibat oleh tipe virus dengue yang berbeda, sehingga respon
amnestik antibody menjadi terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit
dan mengahasilkan IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit
juga menyebabkan peningkatan dari replikasi virus. Sehingga terbentuk kompleks virus
antibodi yang akan mengaktifasi system complement. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit,
penurunan
natrium
dan
terdapatnya
cairan
dalam
rongga
serosa.
Teori kedua yang menyatakan infeksi sekunder bisa terjadi karena adanya peningkatan
replikasi virus, dimana pengaruh dari antibody sebelumnya yaitu antibody dependent
enhancement (ADE). Pada waktu infeksi primer antibodi awalnya meningkat kemudian
mengalami penurunan sampai mencapai keadaan subnetralisasi. Saat infeksi sekunder
terjadi antigen-antibodi subnetralisasi membentuk ikatan yang mirip komplek imun
melalui bantuan reseptor Fc makrofag, sehingga virus lebih mudah masuk yang akan
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Semakin banyak jumlah virus yang masuk
maka semakin banyak virus yang bereplikasi dalam makrofag (Smith,2005).
Penegakkan
Diagnosis
Menurut Herdiman (2009) dalam bukunya mengatakan kriteria diagnosis menurut WHO,
diagnosis
1.
DBD
Demam
2.
ditegakan
atau
Terdapat
bila
riwayat
semua
hal
demam
minimal
berikut
akut,
terpenuhi
antara
manifestasi
2-7
:
hari
perdarahan
Minimal uji tourniquet (+), dinyatakan (+) jika ditemukan pada satu inci persegi (2.8x2.8 cm)
terdapat lebih dari 20 petekie dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekie, ekimosis, purpura,
epistaksis
dan
Perdarahan
3.
mukosa
Trombositopenia
4.
perdarahan
Terdapat
Peningkatan
(hematemesis
(jumlah
minimal
hematokrit
gusi)
>20%
dan
trombosit
tanda
dibandandingkan
melena)
<100.000/ml)
kebocoran
standard
an
plasma
jenis
kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan nilai hematokrit
sebelumnya
Ditemukan
Pemeriksaan
efusi
laboratorium
pleura,
yang
asites,
hipoproteinemia
dilakukan
pada
dan
DBD
hiponatremia
adalah
DBD
sudah
dapat
ditegakkan
2. Pemeriksaan hemostatis (PT, APTT dan fibrinogen) pada DBD yang disertai manifestasi
perdarahan
atau
kecurigaan
terjadinya
ganguan
koagulasi
3. Pemeriksaan serologi mendeteksi IgM dan IgG anti dengue. Pada infeksi primer IgM
terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari,
sedangkan IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14. Pada infeksi sekunder terdeteksi mulai hari ke-2