Konsep Diri
Konsep Diri
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Konsep
1. Lanjut Usia (Lansia)
a. Batasan Lanjut Usia (Lansia)
Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan
kemampuan
jaringan
untuk
memperbaiki
diri/mengganti
dan
umur untuk ini bagi pria atau wanita ialah 55 tahun), tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut (Depkes RI,
2003) dalam Maryam (2008):
1) Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia, yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia Resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5) Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Batasan-batasan lansia menurut WHO dalam Nugroho (2000), dikelompokkan
menjadi 4 meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 -59 tahun.
2) Usia lanjut (erderly), antara 60-70 tahun.
3) Usia lanjut tua (old), antara 70-75 tahun.
4) Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
c. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada kerakter, pengalaman hidup,
lingungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
penuaan
yang
dipercepat.
Ilmu
pengetahuan
baru
mulai
untuk
2) Teori Psikososial
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis. Yang termasuk dalam teori ini adalah :
a) Teori Kepribadian
Jun berteori bahwa keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah
penting bagi kesehatan. Dengan menurunnya tanggung jawab dan tuntunan
dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi di kalangan lansia. Jun
percaya bahwa orang akan menjadi lebih introvert. Didalam konsep
interioritas, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan
memiliki tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri
sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Tahap
pentingnya
berkesinambungan untuk
aktivitas
mental
mencegah kehilangan
f.
dan
fisik
yang
dan pemeliharaan
1) Perubahan-perubahan fisik
a) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan
cairan intraseluler menurun.
b) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh lansia menurun (hipotermi) secara fisiologik
350 C akibat kecepatan metabolisme yang menurun (Nugroho, 2000).
Lansia umumnya mengalami keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas
otot. Hurlock (1980) mengatakan bahwa orang yang sudah tua tidak tahan
terhadap temperatur yang sangat panas atau sangat dingin. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit,
berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan otot.
c) Sistem Neurologi
Terjadi penurunan berat, isi cairan dan aliran darah otak,
peningkatan ukuran ventrikel serta penebalan korteks otak. Pada spinal
cord terjadi penurunan fiber dan anterior horn yang menyebabkan
kelemahan otot, penurunan aliran darah pada spinal cord menyebabkan
terjadi penurunan reaksi dan peningkatan terjadinya perlambatan simpatik.
Berkurangnya berat otak sekitar 10 20%, berkurangnya sel
kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitif terhadap sentuhan,
bertambahnya waktu jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom (Mubarak, 2006 ).
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stres yang berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek.
d) Sistem pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e) Sistem penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
f) Sistem kardiovaskuler
Katup jentumg menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
g) Sistem respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.Paru-paru kehilangan
elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun
(Nugroho, 2000). Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunnya aktifitas silia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri
menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen uptake,
berkurangnya reflek batuk (Mubarak, 2006)
h) Sistem gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkuarngnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
i) Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, berat ginjal menurun 30 50% dan jumlah
nephron (unit terkecil ginjal) menurun, nephron menjadi atropi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50%, filtrasi glomerulus menurun sampai
50%, fungsi tubulus berkurang yang akibatnya ginjal kurang mampu
memekatkan urine, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh
ginjal menurun. Kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otototot yang melemah, frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan pada pria akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran
prostat 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun (Mubarak, 2006).
j) Sistem Integumen
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambur dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun,
rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh,
serta kuku kaki berlebihan seperti tanduk.
k) Sistem Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
l) Sistem Endokrin
2. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui
individu
mempengaruhi
individu
dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1995). Hal ini termasuk
persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya.
Sedangkan menurut Beck (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah
cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual.
Secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada sejak lahir, konsep
diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang
lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu
mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Keluarga merupakan peran
penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama pada pengalaman
masa kanak-kanak ( Stuart dan Sundeen, 1995).
Menurut Stuart, Gail W (2007), penilaian tentang konsep diri dapat dilihat
berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu :
Respon adaptif
Aktualisasi
Diri
Respon maladaptif
Konsep Diri
Positif
Harga Diri
Rendah
Kekacauan Depersonalisasi
Identitas
Skema 2.1
Rentang Respon Konsep Diri
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat hingga sakit berkisar dari
status aktualisasi diri yang adaptif sampai status kerancuan identitas yang lebih
maladaptif serta depersonalisasi (skema 2.1). Kerancuan identitas merupakan
suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak
kedalam
kepribadian
psikososial
dewasa
yang
harmonis.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan
diri sendiri, hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan
dalam uji realitas. Depersonalisasi juga ditunjukkan dengan adanya individu yang
mengalami kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya
sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya (Stuart, Gail W, 2007).
Konsep diri pada lansia dikatakan negatif bila lansia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak berbuat apa-apa, gagal,
tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik. Lansia dengan konsep diri
negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupannya dan
kesempatan yang dihadapinya, mereka juga akan mudah menyerah dan putus asa
(Rini, 2002).
Lansia dengan konsep diri positif akan lebih optimis dan percaya diri dan
selalu bersikap positif terhadap segala suatu kegagalan. Lansia dengan konsep diri
positif akan menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan
demi kelangsungan hidupnya dan bisa menerima keadaannya (Rini, 2002).
Harga diri tinggi pada lansia dapat dibangun melalui beberapa kondisi
antara lain:
a) Power
Seorang lansia memiliki perasaan kontrol terhadap setiap kejadian dalam
hidupnya dan kemampuan untuk menghargai orang lain.
b) Significance
Ketika seorang lansia merasa dicintai, menerima dan diperhatikan oleh
orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya.
c) Virtue
Seorang lansia merasa nyaman ketika prilakunya atau tindakannya
merefleksikan nilai-nilai moral dan kode etik.
d) Competence
Ketika seorang lansia mampu meraih kesuksesan atas apa yang diharapkan
dirinya dan orang lain.
e) Consistenty set limit
Gaya hidup seorang lansia menunjukkan penerimaan dan perhatian serta
memberikan rasa nyaman.
4) Fungsi peran
Peran adalah pola sikap. perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2000).
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan
dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan, misalnya sebagai
anak, istri, ibu, mahasiswa, perawat dan teman. Posisi dibutuhkan oleh
individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari
peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri (Keliat, 2000).
Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran yang
tidak sesuai dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan. Peran tidak
sesuai terjadi apabila individu dalam proses transisinya, merubah nilai dan
sikapnya, misalnya seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat
konflik antara nilai individu dan profesi. Peran berlebih terjadi jika seseorang
menerima banyak peran, misalnya sebagai istri, mahasiswa, ibu, perawat,
individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu untuk
menyelesaikannya (Keliat, 2000).
5) Identitas diri
Identitas diri merupakan prinsip pengorganisasian kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan
mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada
masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas
utama pada masa remaja (Stuart dan Sundeen, 1995).
Identitas diri merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber
dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sebagai suatu kesatuan yang utuh
(Keliat, 2000).
Seorang lansia yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan diri orang lain, unik dan tidak ada
duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respon pada diri sendiri),
kemampuan dan penguasaan diri, seorang lansia yang mandiri dapat mengatur
dan menerima dirinya.
Identitas diri berkembang dari masa kanak-kanan bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin, identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap,
dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis (Keliat,
2000).
pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti
terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan antar peran
yang diemban, keselarasan budaya dan harapan seseorang terhadap prilaku
peran, dan pemisahan situasi yang menciptakan ketidakseimbangan prilaku
peran.
3) Identitas diri
Banyak faktor yang mempengaruhi identitas diri menurut Stuart dan
Sundeen (1995), antara lain :
a) Ketidakpercayaan orang tua
Orang tua yang selalu curiga akan menyebabkan anak kurang percaya diri.
b) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial lebih berpengaruh pada stressor personal dalam
pembentukan identitas diri, terutama keberadaan orang yang berpengaruh
atau berarti dalam kehidupannya, seperti orang tua, teman dan lain-lain.
Menurut Potter dan Perry (2005), pembentukan konsep diri
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: pola asuh orang tua, lingkungan
sosial-budaya, adanya perubahan fisik, psikologis, dukungan orang yang
berarti atau kelompok sosial, penyakit, dan spiritual.
a) Dukungan sosial
Merupakan penilaian terhadap dukungan yang diberikan oleh
keluarga, orang lain dan lingkungan masyarakat terhadap lansia.
Dukungan keluarga dan masyarakat yang kurang akan membuat lansia
mengalami perubahan negatif terhadap kehidupannya, dan sebaliknya bila
dukungan keluarga dan masyarakat cukup baik maka akan membuat lansia
mengalami perubahan yang positif dalam kehidupannya.
b) Psikologis
Merupakan penilaian lansia terhadap stres dan ancaman dalam
kehidupannya, seperti kegagalan yang terjadi secara terus menerus akan
membuat lansia merasa tidak berguna, lemah dan menjadi sensitif serta
selalu memandang negatif terhadap sesuatu.
c) Fisik
Merupakan perubahan dari struktur dan fungsi tubuh serta
keterbatasan yang dirasakan oleh lansia yang merupakan evaluasi terhadap
dirinya secara fisik.
d) Spiritual
Merupakan keyakinan lansia tentang nilai-nilai yang berhubungan
dengan agama dan kepercayaan dalam menyikapi kondisi yang
dialaminya. Seorang lansia yang semakin taat dalam kehidupan beragama
dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya akan
cenderung berfikir dan bertindak positif dalam kehidupannya sehari-hari.
e) Lingkungan Sosial-budaya
Merupakan penilaian lansia terhadap lingkungan masyarakat dan
sosial budaya yang ada di lingkungan sekitar. Budaya memegang peranan
penting terhadap pembentukan kepribadian seseorang, apabila budaya
setempat memberikan pengaruh positif, maka prilaku lansia mengarah ke
hal-hal yang positif. Sebaliknya bila lingkungan budaya setempat
memandang negatif perilaku lansia akan mengarah ke hal-hal yang negatif.
f) Penyakit
4. Panti Werdha
Panti werdha merupakan institusi hunian bersama dari para lansia yang secara
fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi (terutama mempunyai keterbatasan di
bidang sosial ekonomi. Kebutuhan harian dari para penghuni biasanya disediakan
oleh pengurus panti, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta (Darmojo,
2006).
Panti werdha merupakan suatu institusi yang memungkinkan kelompok usia lanjut
melakukan kontak yang bersifat sementara yang biasanya tidak mereka miliki apabila
tinggal di rumah sendiri atau mereka yang tinggal dengan anak yang sudah dewasa.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh orang usia lanjut yang tinggal di panti
werdha atau lembaga penampungan orang usia lanjut yang berkaitan erat dengan
tugas perkembangan usia lanjut (penurunan minat sosial) adalah adanya kemungkinan
untuk berhubungan dengan teman seusia yang mempunyai minat dan kemampuan
sama, kesempatan besar untuk dapat diterima secara emporer oleh teman seusia dari
pada dengan orang yang lebih muda, menghilangkan kesepian karena orang-orang di
lingkungannya dapat dijadikan teman dan kesempatan berkarya berdasarkan prestasi
di masa lalu (DinKesSos, 2002).
B. Penelitian Terkait
1. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuniar (2005) dengan judul
Gambaran konsep diri lansia yang tinggal di daerah urban kecamatan Jetis kota
Yogyakarta penelitian ini menggunakan metode kualitatif, instrumen utama adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara dan tape recorder.
Hasilnya semua responden menunjukkan penerimaan terhadap perubahan yang terjadi
akibat proses penuaan. Lima responden dapat menentukan harapannya dimasa depan
sedangkan tiga responden tidak dapat menentukan harapannya dimasa depan. Tujuh
responden merasa puas dengan hidupnya. Semua responden diakui dan diterima
dengan baik oleh masyarakat. Semua responden masih aktif mengikuti kegiatan
ditempat tinggalnya. Secara umum responden memiliki konsep diri yang baik. Dari
penelitian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Gambaran Konsep Diri lansia
yang tinggal di daerah urban kecamatan Jetis kota Yogyakarta mayoritas memiliki
konsep diri positif.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Romdzati (2007) dengan judul
Gambaran konsep diri lansia di daerah pedesaan di kelurahan Balecatur Yogyakarta
penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif bersifat deskriptif eksploratif dengan
variabel konsep diri dan dan sub variabel gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran
dan identitas diri. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara
mendalam terhadap lansia yang berumur 75 tahun. Hasil penelitian terhadap lansia
yang tinggal di kelurahan Bale Catur diperoleh hasil seluruh responden memiliki
konsep diri positif. Lima responden memandang perubahan ditubuhnya secara
realistis, menetapkan ideal diri sesuai dengan kemampuan masing-masing, merasa
masih bisa mencapai keinginan dalam hidup, melakukan peran dengan baik dan
merasa sebagai individu yang unik.
3. Kurniasari (2004) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan konsep diri
penderita gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa di Rumah sakit dr. Sardjito
Yogyakarta jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat diskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Hasil penelitiannya adalah bahwa ada hubungan yang
saling mempengaruhi dan bermakna dari masing-masing faktor yaitu faktor fisik,
dukungan sosial, psikologis dan spiritual dengan konsep diri. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah subyek penelitian, tempat
penelitian dan fokus penelitiannya. Subyek penelitian yang akan dilakukan adalah
pada lansia, tempat penelitiannya dilakukan di Panti Sasana Tresna Werdha Karya
Bakti Ria Pembangunan dan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah mengenai
faktor-faktor yang berkontribusi pada konsep diri lansia.
C. Kerangka Teori
Dari tinjauan pustaka diatas maka dibuat kerangka teori dalam bentuk bagan di
bawah ini
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
LANJUT USIA
FUNGSI FISIK
YANG MANDIRI
KONSEP
DIRI
POSITIF
PERUBAHAN
FISIK
PERUBAHAN
MENTAL
TIDAK ADA
STRESSOR
PSIKOLOGIS
DUKUNGAN
SOSIAL TINGGI
KONSEP DIRI
LANSIA
PERUBAHAN
PSIKOSOSIAL
PERKEMBANGAN
SPIRITUAL
KARAKTERISTIK LANSIA
- USIA
- JENIS KELAMIN
- AGAMA
- PENDIDIKAN
- STATUS PERKAWINAN
KONSEP
DIRI
NEGATIF
ADANYA
STRESSOR
PSIKOLOGIS
TIDAK ADANYA
DUKUNGAN
SOSIAL
Skema 2.2
Skema Kerangka Teori Penelitian
Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh faktor antara lain: lingkungan sosialbudaya, adanya perubahan fisik, psikologis, dukungan orang yang berarti atau kelompok
sosial, penyakit dan spiritual.