Anda di halaman 1dari 4

Sindrom Stevens- Johnson dan TEN pada anak-anak Asia.

sumber
Departemen Dermatology , Rumah Sakit Umum Changi , Singapura .
Abstrak
LATAR BELAKANG :
Sindrom Stevens-Johnson ( SJS ) dan toksik epidermal toksik ( TEN ) merupakan
reaksi obat yang jarang namun parah . Ada beberapa review dari SJS dan TEN pada
anak-anak .
TUJUAN :
Untuk mengevaluasi profil dan hasil pengobatan klinis 15 pasien anak dengan SJS
atau TEN .
METODE :
Kami retrospektif meninjau catatan kasus semua pasien yang didiagnosis dengan SJS
atau TEN dirawat di rumah sakit anak perawatan tersier 2001-2006 .
HASIL :
Kami mengidentifikasi 13 kasus SJS , 1 kasus SJS / TEN tumpang tindih dan 1 kasus
TEN . Empat pasien diobati dengan imunoglobulin intravena ( IVIG ) , 5 pasien
diobati dengan kortikosteroid sistemik , dan 6 pasien diobati dengan terapi suportif
saja. Waktu untuk penghentian perkembangan penyakit tidak berbeda secara
signifikan dalam 3 kelompok pasien . Lamanya tinggal di rumah sakit lebih lama
untuk pasien yang diobati dengan IVIG dibandingkan dengan mereka yang diobati
dengan kortikosteroid sistemik atau terapi suportif . Satu-satunya kematian pasien
dengan SEPULUH diobati dengan IVIG .
BATASAN :
Ini merupakan studi retrospektif dengan jumlah yang sangat kecil pasien .
KESIMPULAN :
Penggunaan imunoglobulin intravena atau kortikosteroid sistemik tidak meningkatkan
hasil SJS dan TEN .

Pendahuluan
Sindrom stevens johnson dan toxic epidermal nekrolisis, karakteristik berdasarkan
luasnya kematian sel epidermis adalah salah satu reaksi pada mukokutaneus.
Dipertimbangkan sebagai tipe jenis yang sama yaitu berupa kelainan pelepasan
epidermal kurang 10 persen dari luas permukaan tubuh sebagai kriteria untuk SJS dan
lebih dari 30 persen pelepasan epidermal sebagai TEN. Dan antara 10 hingga 30
persen diklasifikasikan sebagai transitional SJS/TEN.
Angka kematian diperkirakan 5% dilaporkan pada kasus SJS, dan TEN menyebabkan
angka kematian yang lebih besar yaitu 30%. Terapi dari SJS dan TEN adalah
menghindari obat yang menyebabkan alergi dan suportif care yang baik. Pemberian
terapi kortikosteroid secara sistemik pada kasus TEN masih merupakan suatu
kontroversi karena efek samping seperti sepsis dan perdarahan gastrointestinal.
Terapi pada kasus SJS dan TEN dengan menggunakan intravena imuniglobulin telah
dilaporkan pada beberapa kasus tetapi karena hasil akhir kurang memuaskan hanya
dilaporkan pada beberapa kasus pediatric.
Penelitian dilakukan secara analisis retrospektif pada pasien SJS dan TEN
berdasarkan departemen kesehatan anak di kandang kerbau hospital di singapura
dalam waktu 5 tahun
Metode
Penelitian ini telah disetujui oleh komite pada kandang kerbau womens and childrens
hospital. Pasien yang masuk dalam penelitian antara 2001 hingga desember 2006
dengan diagnosis SJS atau TEN atau transititional SJS/TEN dari data computer. Data
epidemiologi yang termasuk adalah umur,jenis kelamin,grup etnik, riwayat kesehatan
Hasil
Karakteristik pasiaen
Pasien berumur 3 sampai 14 tahun dengan rata-rata umur 9 tahun. 11 laki-laki dan 4
perempuan. 9 pasien chineese, 5 malaysia, 1 indian.13 pasien didiagnosa menderita
SJS, 1 orang SJS/TEN dan 1 pasien sebagai TEN.

Penyebab
Alergi obat merupakan penyebab yang di alami pada banyak pasien disini,11 orang
dari 15 pasien. 3 pasien telahdikonfirmasi bahwa menderita mikoplasma infeksi. Dan
obat yang paling sering dilaporkan adalah obat antikonvulsan dan betalaktam
antibiotic. Onset harian setelah meminum obat hingga timbulnya gejala diperkirakan
berkisar 2- 18 hari.
Presentasi klinis
Kecuali satu anak yang hanya mengalami lesi oral mukosa saja. Pasien yang lain juga
melibatkan mukosa membrane dan cutaneous. Gejala pada kulit yang paling utama
adalah exentema erupsi(7 pasien) dan atipikal target lesi.(7 pasien)
6 pasien mengalami bula dengan erosi dan 3 pasien mengalami purpura lesi.semua
pasien memiliki minimal dua permukaan mukosa yang terlibat.dengan oral mukosa
pada 15 pasien, mata 11 pasien, lesi genital pada 10 pasien.
Penemuan laboratorium

Terapi dan outcome


3 pasien dengan diagnose SJS dan satu-satunya pasien dengan diagnose TEN diterapi
dengan menggunakan IVIG,2g/kb. 5 pasien dengan diagnose SJS mendapatkan terapi
dengan kortikosteroid sistemik. 3 pasien mendapatkan oral prednisolone.2 pasien
yang lain mendapatkan hidrokortison.dari sisa 6 pasien yang lain, mereka
mendapatkan terapi berupa terapi suportif saja.
Diskusi
Insidensi dari penyakit SJS atau TEN termasuk rendah dengan perbandingan @ kasus
dalam 1 juta penduduk. Jenis kelamin laki-laki lebih sering menderita SJS/TEN. Obat
yang paling sering dapat mencetus terjadinya reaksi pada kasus ini adalah

antikonvulsan dan beta lactam antibiotic. Mikoplasma infeksi juga menjadi penyebab
pada 3 pasien disini.
Mayoritas pasien berdasarkan ras adalah suku cina terdapat 9 dari 15 pasien, ini
menunjukan adanya keterikatan suku/ras terhadap penyakit SJS/ TEN. Penelitian
sebelumnya telah menggambarkan korelasi antara HLA-B1502 dengan kuat
berkorelasi dengan induksi dari obat carbamazepine. HLA B-5801 berhubungan
dengan induksi alulpurinol.
Pada penelitian ini 4 pasien diterapi dengan IVIG, 5 pasien diterapi dengan sistemik
kortikosteroid dan 6 pasien diterapi dengan suportif saja. Dari korelasi tersebut tidak
ada perbedaan yang signifikan dari waktu yang dibutuhkan untuk terapi. Pada pasien
dengan terapi IVIG lebih lama berada dirumah sakit untuk perawatan.

Anda mungkin juga menyukai