Laporan Studi
Dikerjakan Oleh:
Karissa Mayangsunda
15309008
15309016
Praditya Adhitama
15408047
Theodorus Bramantyo
15408065
Andias Wibisono
15409006
Anissa Yuniashaesa
15409022
Mahdi Karim
15409031
Dinar Suryandari
15409036
15409053
Daftar Isi
BAB I .................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
1.1
1.2
BAB II ................................................................................................................................... 8
HAZARD ASSESSMENT ...................................................................................................... 8
2.1
2.2
2.3
Pendahuluan......................................................................................................... 16
3.2
3.3
3.4
3.4.1
3.4.2
3.4.3
BAB IV ................................................................................................................................ 22
KESIMPULAN..................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23
BAB
I
PENDAHULU
AN
1.1
Fenomena Landslide
Landslide merupakan suatu fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut
dengan tanah longsor. Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran tersebut, bergerak ke bawah atau ke luar lereng. Pengertian lain tanah
longsor menurut Bakornas BPB adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan
penyusun lereng. Gangguan kestabilan lereng tersebut dapat dikontrol oleh kondisi
morfologi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan
kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Proses pemicu longsoran tersebut adalah
sebagai berikut.
Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser
tanah
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang
meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus
sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar
lereng. Terjadinya tanah longsor pun dapat dilihat dari gejala-gejala yang terlihat
sebelumnya.
Tabel 1.1
Kategori Bencana
Kategori Bencana
Jenis Bencana
Geohazard
Earthquake Eruption
Vulcanic Eruption
Tsunami
Land slide
Hydrometeorological Hazard
Avalanche
Drought
Flood
Forest Fire
Storms
Storm surges
Sumber: Slide Kuliah Aspek Kebencanaan
Dari tabel kategori bencana di atas, dapat dilihat bahwa tanah longsor memiliki
perbedaan dibandingkan dengan bencana-bencana lainnya. Khusus tanah longsor,
bencana
ini
termasuk
baik
ke
dalam
kategori
Geohazard
maupun
1.2
Tabel 1.2
Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005
Tabel 1.3
Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor Tahun 2007
Tanggal
Lokasi
Kejadian
Kejadian
4 Januari Dusun Dakah, Desa Karangsambung, Kecamatan
Karangsambung, Kabupaten Kebumen
8 Januari Perbukitan Rimbu Takuruan di Jorong Sungai
Sariak, Nagari
Kudu Babotin,
Gantiang,Kecamatan
KecamatanSasitamean,
V Koto Timur, Padang
9 Januari Desa
Kabupaten Belu, dan di Kabupaten Manggarai,
Nusa Tenggara
Timur ibu kota Kabupaten
11 Januari perbukitan
di Tahuna,
Sangihe, Sulawesi
22 Januari Utara
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara
23 Januari Desa Majalangu dan Jojogan di Kecamatan
Watukumpul,
Kabupaten
Pemalang
27 Januari Bukit
Ciarahan,
Kampung Cigintung, Desa
Sindanglaya,
Kecamatan
Sukatani,
Kabupaten Purwakarta
30 Januari Ruas
Parakan
Muncang-Nagreg
5 Februari Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
9 Februari Desa Bodag, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun,
Jawa
Timur
18
Klaten
19
Bukit Segebruk di Desa Tanjungsari, Kecamatan
Februari
Windusari,
Kabupaten
Jawa
Tengah
22
Desa
Mliwis,Magelang,
Kecamatan
Cepogo,
Kabupaten
Februari
Boyolali
4 Maret
Kecamatan
Cibal dan Lamba Leda, Kabupaten
Manggarai,
Flores, Nusa
Tenggara Poncol,
Timur Kabupaten
13 Maret Pulau
Desa Genilangit,
Kecamatan
Magetan
24 Maret Kecamatan
Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa
Timur Tegalrejo, Desa Tarubatang, Kecamatan
21 April
Dukuh
Selo,
Kabupaten Boyolali,
14 Mei
Kecamatan
NgadirojoJawa
danTengah
Sudimoro, Kabupaten
Pacitan
16 Mei
Kabupaten
Tanah Datar, Sumatera Barat
19 Mei
Lempongsari Gajahmungkur
20 Mei
Dusun Sendangboto, Desa Soko, Kecamatan Miri,
Kabupaten
Sragen,
Jawa Tengah
13 Juni
Desa
Padelok,
Kecamatan Mallawa, Makassar
23 Juni
Desa Jeruk, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali,
Jawa
Tengah
24 Juli
Kabupaten
Morowali, Sulawesi Tengah
2
Balikpapan, Kalimantan Timur, dan di Agawagon,
September
31 Oktober Papua
Kabupaten Garut, Jawa Barat
5
Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, dan
November Kecamatan
Banyumas Ayah, Kabupaten Kebumen
8
November
6
Kampung Pocol, Desa Gombong, Kecamatan
Desember Ciawi,
Kabupaten Tasikmalaya
26
Karanganyar,
Jawa Tengah
Desember Wonogori
26
Desember
Jumlah Korban
Jiwa dan
Kerusak
Tidak ada
korban jiwa
14 orang tewas
35 hektar lahan pertanian
dan
15 rumah
penduduk
20
orang tewas
1 orang tewas
1 orang tewas
2 orang tewas
1 orang tewas
8 orang tewas, 9 orang
lukaluka
2
orang tewas
21 orang tewas
6 hektar lahan rusak
3 orang tewas
1 orang tewas
5 rumah rusak
1 orang tewas
3 orang tewas
1 orang tewas
8 orang tewas
7 orang tewas
Rumah rusak
2 orang tewas
1 orang tewas
61 orang tewas
11 orang tewas
Tabel diatas menjelaskan data mengenai kejadian, korban serta kerusakan yang
terjadi akibat bencana tanah longsor di Indonesia sepanjang tahun 2007.
8
BAB II HAZARD
ASSESSMENT
Hazard assessment adalah mengevaluasi dan mengklasifikasikan potensial bahaya
sesuai tingkatannya dengan frekuensi dan intensitas yang terjadi. Hazard assessment
didasarkan pada beberapa asumsi awal, seperti kombinasi tertentu dari durasi dan kuantitas
curah hujan, hasil evaluasi dari seringnya tingkat kejadian tanah longsor disuatu daerah,
dan kesamaan tipologi antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Hazard assessment
perlu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan margin keselamatan. Dalam melakukan
hazard assessment, tentunya ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan diawali
oleh pengolahan data karakteristik masing-masing parameter yang dilakukan dengan cara
pengharkatan terhadap proses terjadi tanah longsor. Harkat tiap parameter dimulai dari nilai
1 hingga 5 yang menunjukkan besarnya pengaruh terhadap proses terjadinya tanah longsor.
Beberapa parameter tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
2.1
terjadinya
tanah
longsor.
Lereng
diukur
kemiringannya
dengan
10
11
2.2
daerah penelitian. semakin tinggi nilai curah hujannya, maka sudah dapat dipastikan
bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang mempunyai potensi tertinggi terjadi
bencana tanah longsor. Untuk lebih lengkapnya mengenai klasifikasi curah hujan dapat
dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.
Tabel 2.6
Klasifikasi Curah Hujan
Sumber: Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998, dalam Anggoro Sigit,
2010
12
Metoda Analisis
Dalam melakukan pembuatan hazard assessment, ada 2 pendekatan metoda
analisis, yakni kualitatif dan kuantitatif, seperti yang terlihat pada bagan di bawah ini.
Gambar 2.1
Bagan Pendekatan Metode Analisis
Namun secara teknis, metoda analisis dapat terbagi menjadi 3, yakni secara
langsung, tidak langsung dan gabungan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing
metode analisisnya.
1. Metoda Tidak Langsung
Metoda tidak langsung dalam membuat hazard assessment sendiri terbagi dalam
beberapa sub-metoda, yakni:
a) Metode Kuantitatif
Metoda kuantitatif menghasilkan hazard map. Hazard map sendiri didukung oleh
landslide susceptibility map yang didasarkan pada analisis statistic bivariasi dan
dilengkapi oleh analisis hubungan frekuensi-magnitude.
13
Gambar 2.2
Bagan Sistematika Overlay Peta
dimana:
Ki = interval kelas tanah longsor
Xt = jurnal, nilai tertinggi dari harkat (50)
Xr = jumlah nilai terendah dari harkat (10)
K = jumlah kelas bahaya tanah longsor
Jadi :
Dengan kelas interval (8) inilah maka klasifikasi tingkat bahaya tanah longsor dapat
dilihat pada Tabel 2.7 dibawah ini.
14
Tabel 2.7
Klasifikasi tingkat bahaya tanah longsor
2.3
15
akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan cara mengirimkan:
Poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat
dana aparatur pemerintah.
Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan
tatacara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah
longsor.
2.
Kondisi medan
Kondisi bencana
Peralatan
Informasi bencana
Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi,
dan saranatransportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan
teknik pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan
relokasi korban tanah longsor bilatanah longsor sulit dikendalikan.
3.
Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak
menjadipertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh
tanah longsor, karenakerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun
pada jalur tanah longsor hampir100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah
untuk tempat-tempat hunian, antara lain:
Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).
Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan).
Vegetasi kembali lereng-lereng.
Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi
hunian.
16
BAB III
STUDI
KASUS
(DESA KIDANG PANANJUNG, KECAMATAN
CILILIN)
3.1
Pendahuluan
Bencana alam gerakan tanah telah terjadi
Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung pada tanggal 21 April 2004. Lokasi bencana
gerakan tanah Bencana terjadi di Kp. Walahar, Desa Kidang Pananjung, Kecamatan
Cililin, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dapat dicapai
dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat dengan route Bandung
Cimareme Kidang Pananjung - Kp. Walahar
3.2
Metode Analisis
Metode pemeriksaan yang dilakukan adalah metode gabungan, yaitu metode
langsung yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada
April 2004 dan metode tidak langsung melalui analisis pembobotan dan scoring dari
parameter yang ditentukan.
Metode langsung, meliputi: pengamatan kondisi geologi setempat, jenis gerakan
tanah, dimensi gerakan tanah, faktor penyebab gerakan tanah, tataguna lahan,
kondisi keairan, pengamatan jenis serta sifat fisik
3.3
Lingkup Kajian
Lingkup kajian yang digunakan dalam menganalisis tingkat bahaya dalam
laporan ini ialah:
a. Pengumpulan data sekunder, didapat dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi
17
18
c. Penyusunan Laporan
3.4
Hazard Assessment
3.4.1
Kondisi Hidro-Geologi Kidang
Pananjung
Daerah bencana merupakan lereng perbukitan dengan kemiringan antara 15
- 45, dengan ketinggian tempat 1000 1100 meter di atas permukaan laut. Titik
longsor terletak pada lereng bagian atas dengan kemiringan lereng sekitar 35
termasuk pada zona kerentanan gerakan tanah tinggi, sedangkan permukiman
penduduk yang terlanda terletak pada lereng dan alur lembah yang termasuk zona
kerentanan gerakan tanah menengah.
Batuan penyusun daerah pemeriksaan berupa disusun batuan andesit yang
telah mengalami pelapukan menjadi lempung lanauan hingga lanau pasiran
berwarna merah kekuningan, bersifat gembur, dengan ketebalan antara 0,5 1,5
meter. Penyebaran batuan di daerah bencana ditunjukkan oleh gambar 3.1.
Air tanah sulit di dapat di sekitar lokasi bencana disebabkan oleh sifat fisik
batuannya yang kedap air. Air resapan pada tanah pelapukan mengalir melalui
bidang kontak dengan batuan dasar tidak terakumulasi karena bidangnya miring
19
searah dengan lereng, jika lerengnya terpotong seperti oleh longsoran akan muncul
mata air.
Curah hujan pada bulan April 2004 (Zadrach L. Dupe 2004, Dept. GM, ITB,
komunikasi pribadi, pada Purnomo, Herri: 2004) berkisar antara 0 24 mm/hari, ada
2 kejadian curah hujan yang cukup menonjol pada bulan April di daerah Cililin yaitu
pada tanggal 9 April 2004 sebesar 94 mm dan pada tanggal 21 April yaitu pada saat
kejadian sebesar 79 mm. Kondisi curah hujan April 2004 ditunjukkan oleh gambar
3.2.
Gambar 3.2 Curah Hujan Stasiun Cililin April
3.4.2
tanah
Gerakan
Jenis gerakan tanah merupakan longsoran (slide) dan aliran bahan rombakan
(debris flow). Gawir longsoran dengan panjang 35 meter, lebar 15 meter dan tinggi
gawir sekitar 1 (satu) meter berarah relatif ke timur. Sedangkan aliran bahan rombakan
menyabar sejauh 300 meter yang melanda permukiman ladang dan pesawahan yang
berada di tepi dan alur lembah.
Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Kabupaten Bandung (DVMBG
2003), daerah lokasi bencana dan sekitarnya termasuk zona kerentanan gerakan tanah
menengah tinggi, Zona kerentanan gerakan tanah menengah artinya dapat terjadi
gerakan tanah jika lereng mengalami gangguan atau dipicu oleh curah hujan yang
tinggi, sedangkan zona kerentanan gerakan tanah tinggi artinya zona ini sering terjadi
20
gerakan tanah, gerakan tanah lama maupun baru masih aktif bergerak akibat curah
hujan yang tinggi (Ggambar
33.3.3)
Mekanisme terjadinya gerakan tanah sebagai berikut: akibat curah hujan yang
tinggi, tanah pelapukan yang gembur dan mempunyai sifat meluluskan air,
menyebabkan tanah menjadi jenuh air. Air tidak dapat meresap ke dalam batuan
andesit, akhirnya mengalir pada bidang kontak sehingga merupakan bidang lemah dan
bertindak sebagai bidang gelincir. Akibat jenuhnya tanah pelapukan, bobot masa tanah
bertambah, sehingga keseimbangan lereng terganggu, diperkuat kemiringan lereng
yang
gerakan tanah.
3.4.3
Analisis Pembobotan
Tahap pertama pemetaan gerakan massa batuan dengan metode statistik
adalah membuat peta distribusi gerakan tanah dan peta-peta pengontrol seperti peta
geologi dan peta kelerengan. Tahap kedua adalah melakukan analisis dan
menyilangkan (overlay) peta distribusi gerakan tanah dengan peta-peta pengontrol
untuk menghitung nilai kerapatan (density) dan nilai bobot (weight) setiap unit pada
peta pengontrol (Effendi, 2000 dalam Wardhani, 2007):
21
parameter dan menjumlahkan nilai bobot dari setiap parameter yang didapat dari tabel
Established weighting for landslides susceptibility factors.
Data ini selanjutnya digunakan untuk pembuatan peta bahaya yang kemudian disilangkan
(overlay) dengan peta kerentanan sehingga didapat peta risiko bencana.
BAB IV
KESIMPUL
AN
Hazard assessment mengenai tanah longsor perlu dipelajari karena merupakan bagian
terpenting dalam merencanakan suatu kawasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan dari peristiwa tanah longsor. Beberapa
metode yang dapat dilakukan dalam hazard assessment ini adalah dengan cara penilaian
terhadap peristiwa tanah longsor yang telah terjadi sebelumnya dan dengan cara melihat
gejala-gejala yang sudah terjadi, sehingga gejala tersebut dapat dijadikan parameter
kemungkinan terjadinya tanah longsor. Hazard assessment ini selanjutnya dapat digunakan
untuk menghitung besarnya resiko dari peristiwa terjadinya tanah longsor ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Herry Purnomo, (2004). Bencana Alam GErakan Tanah di Daerah Cililin, Kabupaten
Bandung dan Rencana Relokasinya. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
2004
Leang Sopheap, Dwikorita Karnawati, Kenji Aoki, Teuku Faisal Fathani. (2007) Landslide
Risk Assesment at Piyungan Patuk Area, Yogyakarta Special Province, Indonesia
Proseedings Joint Convention Bali 2007.
Micu, M. (2011). Landslide assessment: from field mapping to risk management. A casestudy in the Buzau Subcarpathians. forum geographic. studii si cercetari de geografie si
protectia mediului , sect. 2.
Rudiyanto. (2010). ANALISIS POTENSI BAHAYA TANAH LONGSOR MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN SELO, KABUPATEN
BOYOLALI. Solo.
http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp
http://greenpressnetwork.blogspot.com/2007/12/daftar-tanah-longsor-di-indonesia.html
Slide Kuliah Aspek Kebencanaan, PL 3002
Wiyarti Wardhani, Efriyansyah, Ahmad Junaidi and Dwikorita Karnawati. (2007)
Landslide Susceptibility Analysis after the May 2006 Earthquake Around Pleret and
Pundong, Bantul Regency, Yogyakarta. PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
www.esdm.go.id
Lembar Pengerjaan
Nama
NIM
Keterangan
Karissa Mayangsunda
15309008
15309016
Praditya Adhitama
15408047
Presentasi , membuat
laporan presentasi
Theodorus Bramantyo
15408065
Menjawab pertanyaan,
membuat laporan
presentasi
Andias Wibisono
15409006
Menjawab pertanyaan,
membuat laporan
presentasi
Anissa Yuniashaesa
15409022
Presentasi, membuat
laporan presentasi
Mahdi Karim
15409031
Presentasi, membuat
laporan presentasi
Dinar Suryandari
15409036
Menjawab pertanyaan,
membuat laporan
presentasi
Titis Astri
15409053
Presentasi, membuat
laporan presentasi
24