Anda di halaman 1dari 17

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

I.

Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) / pembesaran prostat jinak adalah suatu keadaan

histologis yang dialami oleh kebanyakan pria lanjut usia. Secara makroskopik ditandai
dengan pembesaran kelenjar prostat yang secara histologis disebabkan oleh hiperplasia
stroma dan kelenjar sel prostat yang progresif. BPH adalah proses patologik yang
berkontribusi terhadap timbulnya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) pada pria lanjut
usia. Meskipun BPH tidak mengancam jiwa, manifestasi klinis sebagai LUTS dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. LUTS terdiri dari gejala-gejala yang mengganggu seperti,
dysuria, frekuensi (berkemih lebih sering dari normal), urgensi (perasaan berkemih yang sulit
ditahan) ,serta nokturia (terbangun untuk berkemih beberapa kali pada malam hari), dan
gejala-gejala obstruksi berkemih seperti, aliran lambat, keragu-raguan (sulit untuk memulai
proses berkemih), intermitten, mengedan saat berkemih, rasa tidak puas berkemih, dan
menetesnya urine di akhir berkemih. Masalah seperti LUTS dapat terjadi pada lebih dari 30%
pria diatas 65 tahun.
Dalam perkembangannya, BPH dapat berkembang menjadi benign prostatic enlargement
(BPE), benign prostatic obstruction (BPO), dan lower urinary tract symptoms (LUTS).
II.

EPIDEMIOLOGI
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)/ pembesaran prostat jinak merupakan penyakit

pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang
mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan
sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada
pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan
ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di
Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria
Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk
Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang
berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki
Indonesia yang menderita BPH.
Di Amerika Serikat, hasil survei di kota Olmstead, pada sampel dari pria Kaukasia berumur
40-79 tahun, memperlihatkan gejala moderat-berat yang terjadi pada sekitar 13 % pada pria
berumur 40-49 tahun, dan sekitar 28%, pada pria yang berumur lebih dari 70 tahun.(3)
Di Kanada, 23 % dari hasil studi kohort memperlihatkan gejala moderat-berat. Prevalensi
LUTS di Eropa sama dengan prevalensi di Amerika Serikat. Di Skotland dan di area sekitar
Maastrict, Netherland, prevalensi berdasarkan gejala meningkat dari 14% pada pria saat
berumur 40 tahun menjadi 43% saat berumur 60 tahun.
III.

ETIOLOGI

Penyebab BPH masih belum diketahui. Tidak ada informasi pasti tentang keterlibatan faktor
resiko. Selama berabad-abad, telah diketahui bahwa BPH terjadi terutama pada pria tua dan
BPH tidak terjadi pada pria yang testisnya telah diangkat sebelum pubertas. Berdasarkan
alasan ini, para peneliti memahami bahwa penuaan dan perkembangan testis merupakan
faktor yang berhubungan dengan terjadinya BPH. Diduga adanya ketidak seimbangan
hormonal oleh karena proses penuaan. Salah satu teori adalah teori Testosteron (T) yaitu T
bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a reduktase (5AR) yang
merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT di dalam
sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk
kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat . Pada berbagai penelitian,
aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

IV.

ANATOMI
Kelenjar prostat berukuran seperti kacang kenari dan mengelilingi bagian leher vesika

urinaria dan uretra (saluran yang membawa urine dari vesika urinaria). Prostat terbentuk dari
otot dan kelenjar, dengan saluran yang terbuka menuju bagian prostat pada uretra. Prostat
terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus tengah dan 2 lobus pada tiap sisinya.

Gambar 1. Prostat

Gambar 2. Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat normal memiliki volume sekitar 20 gram, panjang 3 cm, lebar 4 cm,
dan kedalaman 2 cm. Semakin bertambahnya usia pada pria, kelenjar prostat akan memiliki
ukuran yang bervariasi, yang dapat mengarah ke pembesaran prostat jinak (BPH). Kelenjar
prostat terletak pada posterior dari os symphisis pubis, superior dari membran perineum,
inferior dari vesika urinaria, dan anterior rectum.
3

Menurut klassifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior,
medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona
perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat
normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20
buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,
kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selapis epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.
Prostat ditutupi oleh kapsul yang tersusun atas kolagen, elastin, dan sbagian besar otot
polos. Prostat diselimuti oleh 3 lapisan fascia yang berbeda pada aspek anterior, lateral, dan
posterior.
Kapsul prostat,terdiri atas tiga kapsul, 2 normal dan 1 patologis.
1. Kapsul sejati (True Capsule) Selubung fibrosa tipis yang mengelilingi kelenjar
2. Kapsul palsu (False Capsule) Fascia extraperitoneal terkondensasi yang terus ke
dalam fascia yang mengelilingi vesika urinaria dan fascia denonvillier posterior.
Antara lapisan 1 dan 2 yang terletak pada pleksus vena prostat.
3. Kapsul patologik (Pathological Capsule) Ketika hipertrofi prostat jinak
adenomatous terjadi, bagian perifer kelenjar normal akan terkompresi dan
V.

membentuk kapsul disekeliling massa yang membesar.


PATOFISIOLOGI
Patofisiologi BPH sangat kompleks. Hiperplasia prostat meningkatkan resistensi

uretra, sehingga menyebabkan perubahan kompensasi pada fungsi vesika urinaria. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Meskipun, peningkatan tekanan detrusor
dibutuhkan untuk mengatur aliran urine, sebagai kompensasi terhadap peningktan resistensi
aliran urine yang terjadi akibat perubahan fungsi penyimpanan vesika urinaria. Obstruksi
menginduksi perubahan pada fungsi detrusor, serta proses degenerasi dan gangguan fungsi
sistem saraf juga dapat menyebabkan gangguan pada vesika urinaria , yang menimbulkan
gangguan fekuensi, urgensi, dan nokturia, yang menjadi keluhan utama pada BPH. Oleh
karena itu, untuk mengetahui patofisiologi BPH membutuhkan penjabaran bahwa obstruksi
dapat menginduksi disfungsi vesika urinaria. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia
prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul
prostat, dan otot polos pada leher vesika urinaria. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Gambar 3 Patofisilogi BPH mencakup interaksi yang kompleks antara obstruksi


uretra, fungsi detrusor, dan produksi urine.

VI.

GAMBARAN KLINIS
Ukuran prostat tidak selalu menggambarkan beratnya obstruksi atau gejala yang akan

timbul. Beberapa orang dengan pembesaran kelenjar yang besar memiliki obstruksi yang
kecil dan beberapa gejala saja, sedangkan orang dengan pembesaran kelenjar yang kecil
memiliki lebih besar blokade dan permasalahan yang kompleks.
Pembesaran kelenjar prostat dapat terjadi asimtomatik baru terjadi kalau neoplasma telah
menekan lumen urethra prostatika, urethra menjadi panjang (elongasil), sedangkan kelenjar
prostat makin bertambah besar.
Sebagian besar gejala BPH yang berasal dari obstruksi uretra dan penurunan fungsi vesika
urinaria, yang berefek pada pengosongan vesika urinaria tidak sempurna. Gejala BPH sangat
bervariasi, tetapi gejala yang paling sering adalah masalah yang berhubungan dengan proses
berkemih, seperti;
Hesitansi, interupsi, pancaran urine lemah
Urgensi dan menetes setelah berkemih
Peningkatan frekuensi berkemih, terutama saat malam (nokturi).
Gejala klinik yang timbul disebabkan oleh karena dua hal:
5

1. Obstuksi.
2. Iritasi.
Gejala-gejala klinik ini dapat berupa (Brown, 1982; Blandy, 1983 ; Burkit, 1990;
Forrest,1990; Weinerth,1992 :
Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan pancaran
dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan di dalam
urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat, sehingga kandung kemih
harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urine.
Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten,
sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intra-vesika yang cukup tinggi.
Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika
kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih,
aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urin menetes setelah berkemih) bisa terjadi.
Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya melakukan valsava manouver
sewaktu berkemih.
Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkan
urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung kemih sehingga
menimbulkan sering berkemih (frequency) dan sering berkemih malam hari
(nocturia).
Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan
menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem. Residual urine juga dapat
sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih.
Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan pembuluh
darahnya menjadi rapuh.
Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat
menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang
akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis.
Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejalagejala uremia berupa mual, muntah.

Gambar 4. Perjalanan pembesaran prostat.

Tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan skor IPSS (Internasional
Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skor 0-7 penderita ringan, 8-19
penderita sedang dan 20-35 penderita berat. Sistem skoring IPPS terdiri atas tujuh
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan
yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setipa pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 sampai dengan 7.

International Prostatic Symptom Score


Pertanyaan

Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan terakhir


a.Adakah anda merasa buli-bul itidak kosong
setelah berkemih
b.Berapa kali anda berkemih lagi dalam waktu
2 menit
c.Berapa kali terjadi arus urin berhenti
sewaktu berkemih
d.Berapa kali anda tidak dapat menahan untuk
berkemih
e.Beraapa kali terjadi arus lemah sewaktu
memulai kencing
f.Berapa kali terjadi bangun tidur anda
kesulitan memulai untuk berkemih
g.Berapa kali anda bangun untuk berkemih di
malam hari

Jumlah nilai :
0 = baiksekali
1 = baik
2 = kurangbaik

Tidak

<20

<50

50

>50

Hampir

sekali

selalu

3 = kurang
4 = buruk
5 = buruksekali

Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat berdasarkan
gambaran klinis: (Sjamsuhidajat,1997)
Derajat I : Colok dubur ; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, dan sisa
volume urin <50 ml
Derajat II : Colok dubur: penonjolan prostat jelas,batas atas dapat dicapai, sisa
volume urin 50-100 ml
Derajat III : Colok dubur; batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume
urin>100 ml
Derajat IV : Terjadi retensi urin total.
8

Keluhan lain dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis). Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena
mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
VII.

DIAGNOSIS
Evaluasi awal pada semua pasien dengan gejala protatism harus mencakup riwayat

berkemih, pemeriksaan fisis, urinalysis, pengukuran serum kreatinin, dan pada banyak kasus,
serum tes prostate-spesific antigen (PSA) untuk skrining kanker prostat. Pemeriksaan lain
yang disesuaikan dengan kebutuhan meliputi diagnosis pencitraan (imaging), cystoscopy,
uroflowmetry, pengukuran urine sisa post-berkemih, digital rectal examination (DRE) dan
aliran tekanan.
Dokter harus menanyakan gejala obstruksi dan iritatif berkemih. Biasanya pasien
mengeluhkan menetesnya urin diakhir berkemih, pancaran urin lemah, dan nokturia. Pasien
sering mengeluhkan peningkatan frekuensi berkemih, urgensi, perasaan tidak puas setelah
berkemih, mengejan saat berkemih, dan intermitten sebagai perlangsungan proses obstruksi.(
Informasi tambahan yang dibutuhkan termasuk episode inkontinensia urine, retensi urin,
disuria, hematuria, infeksi saluran kemih, batu kerikil yang keluar bersama urine, dan
disfungsi erektil.
Riwayat pengobatan pasien juga penting, banyaknya resep pengobatan, serta
pengobatan tanpa resep mengandung anti kolinergik (contohnya; tricyclic antidepressan) atau
sympatomimetik (contohnya; phenylephrine yang terdapat pada obat flu) yang memiliki efek
samping.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen meliputi palpasi dan perkusi, jika vesika urinaria teraba
menunjukkan kemungkinan adanya retensi urin. Stenosis meatus dan massa uretra kadangkadang ditemukan pada pemeriksaan genital. Pemeriksaan colok dubur/ DRE dapat
menggambarkan ukuran, bentuk, simetris, dan konsostensi prostat.

Direct Rectal Examination (DRE)/ Colok Dubur

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pertama kali. Dokter memasukkan jarinya ke


dalam rectum dan meraba prostat serta rectum. Pemeriksaan ini memberikan gambaran
kepada dokter mengenai ukuran ,keadaan, dan konsistensi kelenjar prostat.
Prostate Spesific Antigen (PSA)
Skrining tes untuk menyingkarkan dugaan karsinoma prostat.
Pencitraan
Pencitraan prostat dilakukan untuk menilai; ukuran prostat, bentuk prostat, karsinoma,
dan karakterisasi jaringan.
Pilihan modalitas pencitraan prostat dapat menggunakan;

Foto Polos Abdomen


Intravenous Pielogram
Transabdominal Ultrasound
TRUS (Transrectal Ultrasonography)
CT (Computed Tomography)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Foto polos abdomen


Pada praktek rutin, pencitraan untuk prostat yang paling sering digunakan adalah TRUS
dan transabdominal ultrasound, Foto Polos Abdomen. Foto polos abdomen berguna untuk
mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin.
Intravenous Pyelogram
Intravenous pyelogram (IVP) adalah pemeriksaan x-ray ginjal, ureter dan kantung kemih
yang menggunakan material kontras iodine yang diinjeksi ke dalam vena. Pembesaran
signifikan dari kelenjar prostat dapat menyebabkan dasar vesika urinaria elevasi dengan
gambaran J-ing atau Fish hooking pada ureter distal

10

Gambar 5. Gambaran vesika urinaria yang mengalami peradangan (cystitis)


akibat retensi urin pada penderita BPH.

Gambar 6. Tampak gambaran J-ing atau fish hooking pada ureter distal dan
elevasi pada vesika urinaria

Transabdominal Ultrasound

Area inhomogen dari echodenicity tinggi dan rendah pada bagian tengah prostat
Accoustic shadow mengindikasikan kalsifikasi
Visualisasi terbatas pada anatomi zona prostat
Penonjolan dari pembesaran kelenjar prostat pada bagian bawah vesika urinaria

11

Gambar 7. (A) Longitudinal, (B) transversal. Gambaran Ultrasound dari buli-buli


yang memperlihatkan pembesaran prostat jinak lobulus moderat dengan
kalsifikasi.

Transrectal ultrasound (TRUS)


TRUS dapat menilai anatomi prostat, zona anatomy, dan perubahan internal. Volume prostat
dapat dengan mudah dinilai menggunakan TRUS. Secara umum, TRUS tidak diindikasikan
untuk pemeriksaan awal BPH. Pencitraan menggunakan TRUS direkomendasikan pada
beberapa pasien. Menyingkirkan kanker prostat pada pasien dengan peningkatan PSA (>4
ng/mL) merupakan indikasi pencitraan dengan TRUS untuk menentukan tindakan biopsi.

Gambar 8. Gambar TRUS prostat memperlihatkan batas antara zona transisi


dan zona perifer (Bidang cross-sectional).

12

Gambar 9. Gambar transrectal ultrasound prostat bidang axial, pada pasien berumur 64 thn. Pada
kelenjar sentral, nampak dua nodul besar hyperplasia prostat (panah putih).

Gambar 10. Transrectal ultrasound (gambar transversal) pada pasien


dengan

pembesaran

pembesaran

prostat.

prostat

jinak

Kelenjar

(BPH).

sentral

(A)

memperlihatkan

memperlihatkan

tanda

gambaran

multinoduler dengan kista jinak (panah) dan pembesaran yang nyata. Hal ini
telah

diganti

dan

kompresi

lebih

echogenic

pada

zona

perifer.

(B)

memperlihatkan penyakit yang lebih sederhana dengan pembesaran kelenjar

13

prostat yang kecil. Kista jinak (penunjuk panah)dan nodul adenomatous


(panah-panah) dapat teridentifikasi.

CT
Dengan CT, BPH nampak seperti area homogen yang luas dengan batas tegas. CT tidak
memiliki peran penting dalam mengevaluasi BPH, sebab resolusi jaringan interprostat
rendah, yang berakibat tidak dapat mengevaluasi rasio glandular ke jaringan stroma di dalam
prostat. Volume prostat dapat diukur dengan modalitas pencitraan ini.
Gambaran BPH pada CT yaitu;

Zona anatomi tidak nampak


Pembesaran keseluruhan kelenjar prostat
Lobus medial menonjol hingga ke dasar vesika urinaria
Tidak dapat dibedakan dengan kanker prostat

Gambar 11. Bidang Axial CT setelah kontras intravena memperlihatkan area


homogen pada nodul pembesaran prostat jinak pada kelenjar sentral prostat
(panah putih).

MRI

Zona anatomi tergambar jelas pada gambar T2


Pembesaran Zona Transisional terlihat jelas
Biasanya inhomogen dengan intensitas tinggi serta rendah
Penampakan halus zona periferal

14

Gambar 12. T2-W bidang transversal prostat pada pria 63 tahun. Pada kelenjar
prostat sentral, tampak dua nodul besar benign prostatic hyperplasia dengan
intensitas sinyal rendah ke tinggi (panah putih). Catatan; intensitas sinyal rendah
pada area sebelah kiri zona perifer menunjukkan karsinoma prostat (panah
hitam).

Gambar 13. Serial T2-W MRI . Visualisasi zona anatomi prostat baik. Zona
transisional ditandai dengan pembesaran dan penonjolan ke bagian dasar vesika
urinaria.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) yang terdapat pada BPH kemungkinan
berasal dari striktur uretra, kontraktur leher vesika urinaria (primer atau sekunder untuk
15

operasi prostat), meatal stenosis, karsinoma prostat lanjutan, batu vesika urinaria, dan
karsinoma vesika urinaria. Frekuensi dan urgensi kemungkinan berasal dari infeksi saluran
kemih, diabetes, execessive caffeine, obat-obat diuretik, atau konsumsi alkohol.
IX.

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi

Memperbaiki keluhan miksi


Meningkatkan kualitas hidup
Mengurangi obstruksi infravesika
Mengembalikan fungsi ginjal
Mengurangi volume residu urin setelah miksi
Mencegah progressivitas penyakit

1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan ringan yang
tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan edukasi mengenai hal-hal yang
dapat memperburuk keluhan :

Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol


Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi vesika urinaria (kopi, coklat)
Kurangi makanan pedas atau asin
Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Medikamentosa Tujuan:
Mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik blocker
Mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testosteron melalui
penghambat 5-reduktase.
3.Operasi
Operasi Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:

Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa


Mengalami retensi urin
Infeksi Saluran Kemih berulang
Hematuri
Gagal ginjal
Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah

Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:


Pembedahan terbuka (prostatektom iterbuka) Paling invasif dan dianjurkan untuk
prostat yang sangat besar (100 gram).
16

Pembedahan endourologi Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans


Urethral Resection of the Prostat/TURP), Insisi (Trans Urethral Incision of the
Prostate/TUIP) atau evaporasi.
Selain tindakan invasif tersebut diatas, sekarang dikembangkan tindakan invasif minimal,
terutama yang mempunya resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain:
termoterapi, Trans Urethral Needle Ablation of the Prostat/TUNA, pemasangan stent, High
Intensity Focused Ultrasound/HIFU serta dilatasi dengan balon (Transuethral Ballon
Dilatation/TUBD).
X.

PROGNOSIS
Prognosis secara umum baik jika dikelola dengan medikamentosa maupun

pembedahan. BPH yang tidak diobati dapat memicu timbulnya infeksi saluran kemih, batu
vesika urinaria, gagal ginjal, atau retensi urin yang merupakan akibat dari obstruksi.

17

Anda mungkin juga menyukai