Anda di halaman 1dari 91

RESUME BLOK 16

SKENARIO 1
PENYAKIT DEGENERATIF
Oleh:
KELOMPOK D
1. Putu Kristalina Witari 082010101023
2. Ayu Budhi Trisna

082010101026

3. Riska Ratwita Wibawa 082010101028


4. Alfa Miftahul Khoir

082010101033

5. Yuyun Muwaddatur R 082010101034


6. R.Anggi Dwi Putra

082010101035

7. Muhammad Yuda A

082010101036

8. Anindita Novia D.

082010101037

9. Raras Silvia Gama

082010101038

10. Anggun Puspita Dewi 082010101040


11. Mekania Tamarizki

082010101041

12. Achwana Sri A.

082010101043

13. Ina Soraya

082010101072

14. Wendy Yuhardika M

082010101077

15. Siti Riska R

072010101053

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
0

PENYAKIT DEGENERATIF
1. Fisiologi
a. Proses Aging
b. Teori Aging
2. Penyakit-penyakit degeneratif
a. Sistem Urologi
Inkontinesia Urin
BPH
b. Sistem Endokrin
Diabetes Melitus
c. Sistem Neurologi
Parkinson
Demensia
Alzaimer
Delirium
d. Vaskular
PJK
Hipertensi
3. Manajemen Lansia
Farmakologi
Nutrisi

PROSES PENUAAN
Fisiologi Proses Menua
-

Fisiologi proses penuaan tidak dapat dilepaskan dari pengenalan konsep


homeostenosis. Pengenalan terhadap konsep ini penting untuk memahami
berbagai perubahan yang terjadi pada proses penuaan.
1

Homeostenosis merupakan karakteristik fisiologi penuaan adalah keadaan


penyempitan (berkurangnya) cadangan homeostenosis yang terjadi seiring

meningkatnya usia pada setiap system organ.


Bahwa seiring bertambahnya usia jumlah cadangan fisiologis untuk
menghadapi berbagai perubahan (challenge) berkurang. Setiap challenge
terhadap homeostasis merupakan pergerakan menjauhi keadaan dasar
(baseline) dan semakin besar challenge yang terjadi maka semakin besar

cadangan fisiologis yang diperlukan untuk kembali ke homeostasis.


Di sisi lain dengan makin berkurangnya cadangan fisiologis, maka seorang
usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang (precipe), yang

dapat berupa keadaan sakit atau kematian akibat challenge tersebut.


Penilaian perubahan fisiologis akut yang terjadi dinyatakan dengan
besarnya deviasi dari nilai homeostasis pada 12 variabel, antara lain tanda

vital, oksigenase, PH, elektrolit, hematokrit, hitung leukosit dan kreatinin.


Seorang usia lanjut tidak hanya memiliki cadangan fisiologis yang makin
berkurang, namun mereka juga memakai atau menggunakan cadangan
fisiologis itu hanya untuk mempertahankan homeostasis. Akibatnya akan
semakin sedikit cadangan yang tersedia untuk menghadapi challenge.

Tanda Tanda Penuaan


Proses Menua :
Aging menunjukkan efek wkt; suatu proses perubahan, biasanya
bertahap dan spontan
Senescence Hilangnya kemampuan sel utk membelah dan berkembang
(dan seiring wkt akan menyebabkan kematian
Homeostenosis Penyempitan atau berkurangnya cadangan homeostasis
yg tjd slm penuaan pd system organ
Teori proses penuaan
1. Teori erosi
Terjadinya erosi secara kimiawi atau mekanik sehingga sel menjadi lelah
dan tua.
2. Teori mutasi
Yaitu kerusakan dari DNA. Dengan bertambahnya umur, terjadi mutasi
pada komposisi DNA, sehingga RNA yang terbentuk tidak sempurna.
2

RNA tesebut tidak cukup dalam memproduksi enzim-enzim yang


diperlukan. Jika jumlah enzim menurun sampai titik minimum, maka sel
akan mati.
3. Teori imunologi
Mendasarkan pada kerusakan DNA yang menyebabkan fungsi RNA untuk
pembentukan protein sel terganggu. Sel tubuh akan kehilangan
identitasnya, sehingga tidak dikenal oleh system pertahanan tubuh,
akibatnya sel akan diserang oleh sistem pertahanan tubuh.
4. Teori hasil sisa
Adanya penimbunan pigmen lipofuchsin yang berwarna coklat pada
berbagai sel yang sudah tua. Dengan bertambahnya umur, kadar pigmen
akan meningkat. Jika kadar pigmen dalam sel terganggu dan sel akan mati.
Pigmen lipofuchsin adalah sisa pembakaran asam lemak dan asam amino
yang tidak dapat dicerna oleh enzim lisosom.
5. Teori ikatan silang
Terjadinya ikatan silang antara molekul dasar, seperti kolagen dan elastin,
sehingga membuat jaringan kolagen menjadi kurang lentur dan kaku.
Misalnya jaringan ikat sendi, kulit dan pembuluh darah yang menjadi kaku
dan keriput.
6. Teori radikal bebas
Adalah molekul yang memiliki electron yang tidak berpasangan.
Akibatnya, menjadi sangat reaktif dan cepat bereaksi dengan molekul lain
dan akan menghasilkan radikal bebas baru yang banyak. Hasilnya
teroksidasinya berbagai zat yang diperlukan untuk fungsi optimal sel.
Validitas teori penuaan
Suatu teori mengenai penuaan dapat dikatakan valid bila ia dapat memenuhi tiga
kriteria umum berikut:
1. Teori yang dikemukakan tersebut harus terjadi secara umum di seluruh
anggota spesies yang dimaksud
2. Proses yang dimaksud pada teori itu harus terjadi secara progresif seiring
dengan waktu
3. Proses yang terjadi harus menghasilkan perubahan yang menyebabkan
disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem
tubuh tertentu
3

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses penuaan


Banyak faktor yang menyababkan setiap orang menjadi tua melalui proses
penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Radikal bebas
Hormon yang menurun kadarnya
Proses glikosilasi
Sistem kekebalan tubuh yang menurun
Faktor genetik

Sedangkan faktor eksternal antara lain:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gaya hidup yang tidak sehat


Diet yang tidak sehat
Kebiasaan hidup yang salah
Paparan polusi lingkungan dan ultraviolet
Stress
Dan penyebab sosial lain seperti: kemiskinan

Penyebab yang lain yaitu:

Hereditas/ genetik
Nutrisi/ makanan
Pengalaman hidup
Lingkungan

masa lalu
Stress

: gen menentukan masa spesies yang khusus


: penjagaan pola makan
: gambaran kelak pada saat menjadi lansia
: masa sekarang termasuk gaya hidup, lingkungan

Fase proses penuaan


Berdasarkan penelitian anti-aging, prose penuaan terbagi dalam tiga fase yaitu:
1. Fase subklinikal
Fase ini berlangsung pada saat usia seseorang menginjak 25-35 tahun.
Dalam fase ini hormone manusia mengalami penurunan sebanyak 14%.
2. Fase transisi
Terjadi pada saat usia 35-45 tahun mengalami penurunan produksi hormon
lebih dari 25%, ketajaman penglihatan berkurang, rambut memutih, dan
pigmen kulit bertambah. Energi dan stamina tubuh pada usia ini juga
mulai menurun.
3. Fase klinikal
4

Gejala penuaan mulai terlihat. Rambut mulai menipis, perubahan pada


kuku dan kulit, energi dan libido menurun, mulai terkena gangguan
jantung, daya ingat dan berbagai fungsi organ tubuh lainnya juga menurun.

INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urin adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan
bahkan tidak bisa sama sekali menahan kencing.
Berdasarkan etiologinya, inkontinensia urin dibagi menjadi
1. Urgent Urinary Incontinence
2. Stress Urinary Incontinence
3. Overflow Urinary Incontinence
4. Inkontinensia Continue
5. Inkontinensia Urin Fungsional
URGENT URINARY INCONTINENCE (UUI)
Penderita mengeluh tidak dapat menahan miksi segera setelah timbul
sensasi ingin miksi. Keadaan ini disebabkan oleh :
1. Hiperefleksia muskulus Detrusor disebabkan oleh adanya kelainan neurologis,
di antaranya adalah GPDO/Stroke, trauma korda spinalis, sklerosis multipel,
spina bifida atau mielitis transversal.
2. Instabilitas muskulus Detrusor sering disebabkan oleh adanya kelainan non
neurologis, di antaranya adalah : obstruksi infravesika, post operasi infravesika,
batu buli-buli, tumor buli- buli, dan sistitis.
3. Penurunan bladder compliance dapat disebabkan oleh kandungan kolagen pada
matriks detrusor bertambah (misalnya pada sistitis tuberkulosa, sistitis post
radiasi, pemakaian kateter menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi
5

infravesika oleh karena hiperplasi prostat), atau adanya kelainan neurologis


(misalnya trauma spinal pada regio thorako-lumbal, pasca histerektomi radikal,
reseksi abdomino perineal, dan mielodisplasia yang mencederai persarafan
vesika)
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan urodinamik pada
sistometrogram.
Penanggulangan inkontinensia urgensi terdiri atas pengobatan penyakit
penyebab

bila

ada.

Hiperaktivitas

detrusor

dapat

dihambat

dengan

parasimpatolitik, seperti probantin atau antrenil. Kadang digunakan juga latihan


kandung kemih. Terapi bedah, seperti transeksi kandung kemih, blok sakral saraf,
atau neurektomi sakral, jarang menghasilkan perubahan atau keadaan memuaskan.

INKONTINENSIA STRESS (STRESS URINARY INCONTINENCE SUI)


SUI adalah keluarnya urin dari urethra pada saat terjadi peningkatan
tekanan intraabdominal (dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau
mengangkat benda berat), terjadi karena faktor sfingter yang tidak mampu
menahan tekanan intraurethra pada saat tekanan intravesika me-ningkat (buli-buli
terisi).
Pada pria biasanya terjadi oleh karena kerusakan sfingter urethra eksterna
pasca prostatek-tomi radikal, sedangkan pada wanita disebabkan oleh 2 keadaan
yaitu :

Hipermobilitas urethra
Kelemahan otot-otot dasar panggul menyebabkan terjadinya penurunan
(herniasi) dan angulasi diafragma urogenital pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdominal sehingga menye-babkan bocornya urin dari vesika
meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika. Selain itu, kelemahan
otot ini dapat menyebabkan prolapsus uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab
kelemahan ini adalah trauma persalinan, histerektomi, perubahan hormonal
(misalnya defisiensi estrogen pada masa menopause menyebabkan terjadinya
atrofi jaringan genitourinaria), atau ke-lainan neurologi.
6

Defisiensi intrinsik sfingter urethra dapat disebabkan karena suatu trauma,


penyulit dari operasi, radiasi, atau kelainan neurologi, dimana ciri-cirinya
adalah sfingter urethra interna dan eksterna tetap terbuka pada keadaan
istirahat meskipun tidak ada kontraksi dari muskulus Detrusor.
Pembagian SUI (Blaivas dan Olsson (1988) atas dasar penurunan letak

diafragma urogenital dan urethra setelah penderita diminta melakukan manuver


Valsava adalah :
tipe 0 : penderita mengeluh SUI tetap pada pemeriksaan tidak ditemukan
adanya kebocoran urin, akan tetapi pada video urodinamika paska manuver
Valsava terlihat diafragma urogenital terbuka.
tipe I : jika terdapat penurunan < 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan
sistokel yang kecil.
tipe II : jika penurunan > 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya sistokel;
dalam hal ini mungkin sistokel terdapat di dalam vagina (tipe IIa) atau di luar
vagina (tipe IIb).
tipe III : diafragma urogenital tetap terbuka meskipun tanpa adanya kontraksi
detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urin selalu keluar karena faktor
gravitasi atau peningkatan minimal tekanan intravesika (oleh karena defisiensi
intrinsik sfingter urethra).
Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa Latihan Kegel
2. Medikamentosa
Agonis adrenergik (oksibutinin, propantheline bromide, tolterodine tartrate),
Antidepresan trisiklik (imipramine), Hormonal (estrogen)
3. Operatif
Kolposuspensi, TVT (Tension Free Vaginal Tape), injeksi kolagen periurethral
INKONTINENSIA PARADOKSAL (OVERFLOW URINARY
INCONTINENCE OUI)
7

OUI adalah keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan volume urin
dalam buli-buli yang melebihi kapasitasnya.
Kondisi muskulus detrusor atoni atau arefleksia.
Hal ini ditandai dengan overdistensi vesika urinaria, sehingga urin selalu
menetes keluar dengan sendirinya.
Kelemahan muskulus Detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi urethra,
neuropati diabetikum, trauma spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping
pemakaian obat, maupun post operasi daerah pelvis.
Penatalaksanaan nonmedikamentosa OUI adalah dengan menggunakan
bladder retraining.
Penatalaksanaan operatif OUI adalah dengan menggunakan desobstruksi
maupun kateterisasi intermitten atau menetap.
INKONTINENSIA CONTINUE
Definisi
Urin yang selalu keluar setiap saat dan dalam berbagai posisi.
Etiologi
Fistula sistem urinaria yang menyebabkan urin tidak melewati sfingter
urethra.
2 macam fistula
1. Fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan
vagina. Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urin,
karena urin yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli
dan keluar melalui fistula ke vagina.
Fistula vesikovagina sering kali disebabkan oleh operasi ginekologi, trauma
obstetri, atau pasca radiasi di daerah pelvik
2. Fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan langsung antara ureter dengan
vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera ureter pasca operasi daerah
pelvis
Penyebab lain
8

Muara ureter ektopik pada anak perempuan. Pada kelainan bawaan ini,
salah satu ureter ber-muara pada uretra di sebelah distal dari sfingter uretra
eksternum. Urin yang disalurkan melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa
melalui hambatan sfingter uretra eksterna sehingga selalu bocor.
Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan fistula ureterovagina, yaitu
selalu merembes keluar, tetapi pasien masih bisa melakukan miksi seperti orang
normal
INKONTINENSIA URIN FUNGSIONAL
Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu,
pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul
sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa
gangguan fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi
obat-obat tertentu. Gangguan fisis yang dapat menimbulkan inkontinensia
fungsional antara lain : gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior,
stroke, atau gangguan kognitif akibat suatu delirium maupun demensia. Beberapa
jenis obat-obatan yang dapat mem-pengaruhi kontinensi d iantaranya
Jenis obat
Diuretikum

Efek pada kontinensia


Buli-buli cepat terisi

Antikolinergik

Gangguan kontraksi detrusor

Sedative / hipnotikum

Gangguan kognitif

Narkotikum

Gangguan kontraksi detrusor

Antagonis adrenergik alfa

Menurunkan tonus sfingter internus

Penghambat kanal kalsium

Menurunkan kontraksi detrusor

Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urin sementara (transient),


yang dipacu oleh beberapa keadaan yang disingkat DIAPPERS, yakni Delirium,
Infection (infeksi saluran kemih), Atrophic vaginitis/uretrhitis, pharmaceutical,
Psychological, Excess urin output, Restricted mobility, dan Stool impaction.

HIPERPLASIA PROSTAT
McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, yaitu :
1. Zona perifer
2. Zona central
3. Zona transisional
4. Zona fibromusler anterior
5. Zona periuretra
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5- reduktase. Dihidrotestosteron
inilah yang secara langsung memacu mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein growth factor dalam memacu pertumbuhan kelenjar
prostat.
Etiologi
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron adalaa metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron dalam sel
prostat oleh enzim 5 reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
2. Ketidak seimbangan esterogen dan testosteron
Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
estrigen relatif tetap sehingga perbandingan antara esterogen : testosteron
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa esterogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
10

sensitivitas

sel-sel

prostat

terhadap

rangsangan

hormon

androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian


sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,
meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron
menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stroma epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel
stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada keadaan
normal, berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehinga menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktifitas kematian sel kelenjar prostat. Esterogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF
berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
11

sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika kadarnya


menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.
Terjadinya

proliferasi

sel-sel

pada

BPH

dipostulasikan

sebagai

ketidaktepatannya aktifitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan


sel stroma maupu sel epitel.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghanbat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulibuli tersebut oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau Lower Urinary Tract Symtom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus.
Tekanan intravasikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Manifestasi klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Gejala obstruksi dan iritasi sesuai dengan IPSS (International Prostat
Symptom Score) :
Keluhan miksi :

Incomplete voiding

Frequency

Intermitten
12

Urgency

Weak stream

Straining

Nocturia

Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai


dari 0-5
0 = tidak pernah
1 = pernah
2 = kurang dari separuh waktu
3 = separuh waktu
4 = lebih dari separuh waktu
5 = hampir selalu
Kualitas hidup pasien :
Setiap pertanyaan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7

1 = Seperti biasa

2 = Sangat Senang

3 = Senang

4 = Satisfied

5 = Terganggu

6 = Tidak bahagia

7 = Terrible gara-gara gejalanya

Dari IPSS itu dapat dikelompokkan gejala saluran kemih bawah dalam 3
derajat, yaitu : 0-7 (Ringan), 8-19 (Sedang)
20-35 (Berat)
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih bagian
atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis
13

3. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh karena adanya
hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena
sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal
Pemeriksaan Fisik
Derajat berat BPH berdasarkan gambaran klinis
Derajat
Colok dubur
I
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
II
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
III
Batas atas tidak dapat diraba
IV

Sisa volume urin


<50 ml
50-100 ml
>100ml
Retensi urin total

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinman adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelinan persyarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu dipriksa kadar penanda tumor PSA.
Pencitraan
Poto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu
14

retensi urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan kemungkinan adanya (1)


kelainan pada ginjal maupun urete berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2)
memper-kirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal
yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, dan (3) penyulit yang terjadi
pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli.
Pemeriksaan PIV ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.
Pemeriksaan ultrasonografgi transrektal atau TRUS, dimaksudkan unutk
mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsy aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urin, dan mencari kelainan lain yang
mungkin ada di dalam buli-buli. Di samping itu ultrasonografi transabdominal
mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis atauapun kerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur
o Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat dihitung
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
o Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung
Penatalaksanaan
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medis. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara
mereka akhirnya ada yang medikamentosa atau tindakan medik lainnya karena
keluhan makin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah :
1. memperbaiki keluhan miksi
15

2. meningkatkan kualitas hidup


3. mengurangi obstruksi infravesika
4. mengembalikan fungsi ginjal bila terjadi gagal ginjal
5. mengurangi volume residu urin setelah miksi
6. mencegah progresifitas penyakit
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan
endouroligi yang kurang invasif.
Observasi
Watchfull waiting

Medikamentosa
Penghambat

Operasi
Prostatktomi

Invasif minimal
TUMT

adrenergic

terbuka

TUBD

Penghambat

Endourologi

Stent Uretra

reduktase

1. TUR P

Filoterapi

2. TUIP

Hormonal

3. TULP

TUNA

Elektrovaporasi
Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasienn bph dengan skor IPPS
dibawah tujuh, yaitu keluhan ringan yang tidak menggaunggu aktivitas seharihari. Pasien tidak mendaptkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dap memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulbuli (kopi atau cokelat),
(3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
(4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu
lama.
Secara periodic pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memekai skor yang baku), di
samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau oroflometri.

16

Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu


difikirkan untuk memilih terapi yang lain.
Medikamentosa
Tujuan terapi madiakmentosa adalah berusaha untuk :
1.

mengurangi resistensi otot polos prostat sebaagai komponen dinamik


penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic
alfa

2.

mengurangi

volume

prostat

sebagai

komponen

static

dengancara

menurunkan kadar hormon testosterone/dehidrostestosteron (DHT) melalui


penghambat 5 reduktase
Selain kedua cara di atas, sekarnag banyak dipakai terapi menggunakan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.
Penghamabat reseptor adrenergic-
Caine adalah yang pertamakali melaporkan penggunaan oabat penghambat
adrenergic alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancara miksi dan mengurang keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang
tidak diharapkan, di antaranya adalah ipotensi postrural dan kelainan
kardivaskulaer lainnya.
Diketemukannya obat penghambat adrenergic-1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 pada
fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat peng-hambat adrenergic-1 adalah :
prazisin ang diberikan 2 kali sehari. Obat-obatan golongan ini di-laporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pada golongan penghambat adrenergic1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan
bahwa obat ini mempu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek
terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.
17

Penghambat 5 -reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari
testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 -reduktase di dalam sel-sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel
prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (Finasteride) 5 mg sehari yang
diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penuruanan prostat
hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti
estrogen, anti androgen, menurunkan kadar sex hormon binding globulin (SHBG),
inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan inflamasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat.
Diantara fititerapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lagi.
Operasi
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif
lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.
Deobstruksi kelenjar prostat akan memyembuhkan gejala obstruksi dan
miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka,

18

reseksi prostat transuretral (TURP) atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI).
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang :
1. Tidak menunjukkkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
2. Mengalami retensi urin
3. ISK berulang
4. Hematuri
5. Gagal ginjal
6. timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah.
Pembedahan Terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatktomi terbuka adalah metode dari
milin yaitu melakukan enukliasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infravesika, freyer melalui pen dekatan suprapubik transvesika, atau transperineal.
Prostatktomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak
dikerjakan saat ini, paling invasif dan paling efisien bagi terapi BPH. Prostatktomi
terbuka dapt dilakukan melalui pendekatan suprabubik transvesikal (freyer), atau
retropubik infravesikal (milin). Prostatktomi terbuka dianjurkan untuk prostat
yang sangat besar (> 100 g)
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatktomi terbuka adalah
inkontinensia urin (3%) impotensi (5-10%) ejakulasi retrograde (60-80%) dan
kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit
yang terjadi berupa striktura uretra dan ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai
pada prostatktomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dan angka
mortalitas sebanyak 2%.
Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupkan perasi paling banyak dikerjakan di
eluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak perlu diinsisi pada kulit
perut, masa mondok lebih cepat, dan memberkan hasil yang tidak banyak berbeda
dengan operasi terbuka. Pembedahan endourologi trasuretra dapat dilakukan
19

dengan memakai tenaga elktrik TURP atau denga memakai energi laser. Operasi
terhadap prostat berupa reseksi (TUPR) atau insisi (TUIP), atau evaporasi.

TURP
Reseksi kelenjar prostat silakukan transuretra dengna menggunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adaah berupa larutan non ionic, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah, yaitu H2O steril (aquadest).
Salah satu kerugian dari aquadest adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
caira ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan hiponatremia
relative atau gejala toksikasi air (sindroma TURP). Sindroma ini ditandai dengan
pasien yang mulai gelsah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami oedema otak yang
akhirnya jath adlam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini
sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melaukukan operasi lebih dari 1jam. Disamping itu,
beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum
reseksi diharaka dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik.
Penggunaan cairan non ionic lain selain H2O yaitu glisin, dapat mengurangi
resiko hiponatremi pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal, beberapa
klinik urologi di Indonesia lebih memilih pemakaian aQuades sebagai cairan
irigasi.
Selain sindroma TURP beberapa penyulit bias terjadi pada saat operasi,
pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut.
Selama operasi
Perdarahan

Pasca bedah dini


Perdarahan

Pasca bedah lanjut


Inkontinensia

Sindroma TURP

Infeksi local atau

Disfungsi ereksi
20

Perforasi

sistemik

Ejakulasi dini
Striktura uretra

Pada BPH yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius
dan ada ppasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar
prostat atau TUIP (insisi leher buli-buli) atau BNI. Sebelum melakukan tindakan
ini, harus disingkirkan kemungkianan adanya kasinoma prostat dengan melakukan
colok dubur, melakukan pemeriksaan USG transrectal dan pengukuran kadar
PSA.
Elektrovaporasi prostat
Cara ini sama dengan TURP hanya saja teknik memakai roller ball yang
spesifik dan dengan mesin diaterm yang cukup kuat sehingga mampu membuat
vaporisisasi kelenjar prostat. Tekhnik cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdar ahan saat operasi, dan masa mondok di RS lebih singkat. Namun teknik ini
hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlaluabesar (<50 g) dan
memutuhkan waktu operasi lebih lama.
Laser postatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986 yang dari
tahun ke atahun mengalami peneyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang
dipakai yaitu Nd: YAG, holmium:YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat
dipancarkan melalaui bare fibre, right angle fibre, interstitial fibre. Kelenjar
prostat pada suhu 60-65 0 Celcius akan mengalami koagulasi dan pada suhu 100 0
celcius mengalami vaporisasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih
sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secar poliklinis, penyembuhan
lebih cepat, dan dengan hasil yan kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini
membutuhkan terapio ulang 2 % setiap tahun. Kekurangannya ialah: tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering
banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
21

tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih
rendah dari pasca TURP. Penggunaan pembedahan dengan energi laser telah
berkembang akhir-akhr ini. Penelitian memakai Nd:YAg menunjukkan hasil yang
hamper sama dengan cara diobstruksi TURP terutama dalam perbaikan skor miksi
dan pancaran urin. Meskipun demikian efek lbih lanjut dari laser masih belum
diketahui dengan pasti. Teknik ini dianjurkan padfa pasien yang memakai terapi
antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak dapat dilakukkan TURP karena
kesehatannya.
Tindakan invasif minimal
Saat ini sedang dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama
ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan.
Tindakan invasif minimal antara lain :
1. termoterapi
termoterapi kelenjar prosatat adalah pemenasan kelenjar dengan gelombang
mikro pada frekuensi 915-1296 MHz yang dipancarkan melalui antena yang
diletakkan didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44 0 celcius
menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat karena
nekrosisi koagulasi. Prosedur ini dapat dikerjakan secara poliklinis tanpa
pemberian pembiusan, morbiditasnya relative rendah, dan dapat dijalani oleh
pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan. Cara ini
direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil.
2. TUNA (transurethral Needle ablation of the prostate)
Teknik ini memakai energi darai frekuensi radio yang menimbulkan panas
sampai mencapai 100 0 C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostt.
System ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator
yang dapat membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter
dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan pemberian silokain
topical sehingga jarumyang terletak pada ujung kateter terletakpada kelenjar
prostat. Pasien serig kali masih mengeluh hematuria, disuria, retensi urin dan
epididimo orchitis.
22

3. Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan
disebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati
lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanent.
Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak
terserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan
dilepas kembali secar endoskopi
Stent yang permanent, terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy ,
nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama, bahn ini akan diliputi oleh
urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas, harus membutuhkan anestesi
umum atau regional. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi Karena resiko pembedahan yang cukup
tinggi. Seringkali stent sapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau
mengalami encrustasi. Sayangnya etelah pemasangn kateter ini, pasien masih
merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, atau ras
tidak enak di daerah penis.
4. HIFU (High Intensity Fokused Ultrasound)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulakn nekrosis pada prostat berasla
dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai
frekuensi 0,5-10 MHz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan
transrectal dan difokuskan pada kelenjar prostat. Teknik ini memmerlukan
anestesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan klinis 50-60% dan
Q maks rata-rata 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan
semantara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun.
Meskipun sudah banyak modalitas yang telah diketemukan, untuk mengobati
pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling
memuaskan adalah TURP.
Kontrol berkala

23

Setiap pasien hiperplasi prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu


kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal
kontrol tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya.
Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan dianjurkan kontrol setelah 6
bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi perbaikan klinis.
Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPPS, uroflometri, dan residu urin
pasca miksi.
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5 -reduktase harus dikontrol
pada minggu ke-12 dan bulan ke 6 untuk menilai respon terhadap terapi.
Kemudian setiap tahun ntuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang
menjalani pengobatan penghambat 5 -adrenergik harus dinilai respon terhadap
pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPPS, uroflometri,
dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan
penyulit yang berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan
setelah 6 bulan dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan
secara mediaka mentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan perlu
dipkirkan tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain.
Setelah pembedahan, pasien harus menjlani kontrol paling lambat 6
minggu pasca operasi untuk menegetahui kemungkinan terjadinya penyulit.
Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol
secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan,
dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.

24

DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala klinis akibat adanya gangguan
metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan keadaan hiperglikemi
dan menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada organ lain.
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association sesuai anjuran
PERKENI, Diabetes Melitus terbagi menjadi 4 macam yaitu :
1. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)/Diabetes tipe I
Diabetes ini disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat
proses autoimun dan idiopatik.
2. NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)/Diabetes tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin yaitu
menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer (kerusakan terjadi pada reseptor.
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetic fumgsi sel beta
Maturity Onset Diabetes Of Young
DNA mitokondria
b. Defek genetic kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
Pankreatitis
Tumor
Pankreatopati fibrokalkularis
d. Endokrinopati : akromegali, syndrome cushing, hipertiroidisme
e. Karena obat/zat kimia :pentanidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, tiazid, dll
f. Infeksi : rubella, cytomegalovirus
g. Syndrome genetic lain yang berhubungan dengan DM
25

4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)


Diabetes ini terjadi karena kehamilan.
Gejala Klinis Diabetes Melitus
1. Polifagia disebabkan oleh kegagalan metabolisme glukosa dan protein.
2. Poliuri karena keluarnya glukosa ke dalam urin berlebihan dapat
menimbulkan diuresis osmotic (efek osmotic dari glukosa dalam tubulus
ginjakl yang sangat mengurangi reabsorbsi cairan sehingga bila terjadi
cukup lama dapat menyebabkan dehidrasi).
3. Polidipsi terjadi karena efek dari poliuri.
4. Berkurangnya BB hal ini terjadi karena glukosa tidak digunakan oleh
karena kadar insulin yang rendah sehingga akan terjadi pemecahan lemak.
5. Astenia (kurang energa) hal ini terjadi karena hilangnya protein tubuih
dan berkurangnya penggunaan karbohidrat.
6. Kesemutan dan gatal terjadi karena adanya sorbitol yang bersifat
intoksikasi yang mengganggu saraf
7. Mata kabur
8. Impotensi pada pria
9. Keputihan
10. Visus menurun hal ini karena dalam retina banyak mengandung gula
atau glukosa sehingga refraksinya terganggu.
Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi dan berat badan

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam


posisi berdiri untukmencari adanya kemungkinan adanya hipotensi ortostatik

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

Evaluasi nadi baik dengan palpasi atau dengan stetoskop


26

Pemeriksaan ekstremitas atas atau bawah termasuk jari

Pemeriksaan kulit dan neurologi


Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gula Darah


1. jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa

plasma

sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.


2. apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM,
dapat digolongkan :
-

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO


didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
( 7,8-11 mmol/L)

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa


plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L)

Pemeriksaan Penyaring
Ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT sehingga bisa ditangani lebih dini secara
tepat.

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sediment dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-X dada


Penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
27

3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologi
EDUKASI
Pemahaman tentang:

penyakit DM

makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

penyulit DM

intervensi farmakologis dan non-farmakologis

hipoglikemia

masalah khusus yang dihadapi

cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan

cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

TERAPI GIZI MEDIS


Komposisi makanan yang dianjurkan, yaitu :

Karbohidrat sebesar 45-65% total asupan energi

Lemak sekitar 20-25% kebutuhan kalori

Protein sebesar 10-20% total asupan energi

Kebutuhan Kalori
1. BBI Dengan Rumus Brocca
BBI = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm
BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg
BB

Normal : BB ideal 10%


Kurus : < BBI 10%
Gemuk : > BBI + 10%

2. IMT
Rumus :
IMT = BB(kg)/TB(m2)
28

BB

Kurang : <18,5
Normal : 18,5 22,9
Lebih : 23
-

Dengan resiko : 23 24,9

Obes I : 25 29,9

Obes II : 30

LATIHAN JASMANI
Latihan secara teratur 3 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.
INTERVENSI FARMAKOLOGIS
Intervensi farmakologis ditambahkan jaika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya,OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretague)
1. Sulfonilurea
Obat golongan inimempunyai efek utama meningkatkan sekrsi insulin
oleh sel B pancreas, dan merupakan pilihan uama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan

berat

badan

lebih.Untuk

menghindari

aanya

hipoglikemia

berkepanjangan pada berbagai keadaan sepertiorangtua, ganguan faal ginaldan


hati, kurang nutrisi serta penyakit keardiovaskoler,tiakdianjurkanpenggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
29

Glinid

merupakanobat

yang

cara

sulfonylurea,denganpenekananpadameningatkan

kerjanya

samadengan

sekresi

insulin

fase

pertama.Golomnga ini terdiridari 2 macamobat yaitu:Repaglinid(derivate


asam benzoate) dan nateglinid(derivate fenilalanin).Obat iniiabsorpsi dengan
cepat setelah pemberiansecara oraldan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglotazon fdan pioglitazon) berikatan pada peroxisome
proliferators activatedreseptor Gamma ,suatu reseptor inti di selotot dan
sellemak.Golongan ini mempunyai efekmenurunkan resistensi insulin dengan
cara

meningkatkan

jumlah

protein

pengangkut

glukosa,

sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer.Tiazolodindin dikontraindikasikan


pada pasien gagaljantung kelas 1-4 karena dapat memperberat edema
atauretensi cairan dan juga pada gangguan faalhati.Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan hatisecara berakala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat

ini

mempunyai

(glukoneogenesis),di

efek

samping

mengurangi

jyuga

prouksi

memperbaiki

lukosa

ambilan

hati

glukosa

perifer.Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.Metformin


dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal(serum
kreatinin > 1,5 mg/dl)dan hati, serta pasien- pasien dngan kecenderungan
hipoksmia

(misalnya

penyakit

serebrovaskoular,sepsis,

rnjatan,

gagal

jantung).Metformin dapat memberikan efek dsamping mual.Untukmengurangi


keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek mengurangi kadar glukosa darah sesudah
30

makan.Acarbosetidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia.fek samping


yang sering ditemukan adalah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO terdiri dari:
1. OHO dimulai dari dosis kecil dan ditingkatkan secara brtahap
sesuairespon kadar gluksa darah, dapat diberikan sampai dosis hamper
maksimal
2. Sulfonilurea generasi I dan II :15-30 menit sebelum makan
3. Glimepirid :sebelum atau sesaat sebelum makan
4. Repaglinid,Nateginid:ssaat atau sebelummakan
5. Mtformin:sebelum atau pada saat atau sesudah makan
6. Penghambat glukosidase alfa: bersama makan suapan pertama
7. Tiazolidindion:tidak bergantung pada jadwal makan
Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)
3. Hipoglikemia
KETOASIDOSIS DIABETIK
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relative.
KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut DM merupakan
komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat . Akibat diuresis osmotic, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat
dan bahkan sampai dapat menyebabkan syok.
FAKTOR PENCETUS
Infeksi.
IMA.
Pankreatitis akut.
Penggunaan obat golongan steroid.
Menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
31

PATOFISIOLOGI

Lipolisis

Ketogenesis

Glukoneogenesis

Asidosis

Penggunaan
glukosa

Asidosis
dieresis osmotic
Hipovolemia
Dehidras

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system


homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam
jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormone kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitive
pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi
produksi benda keton (yang utama Asam Asetoasetat dan 3 hidoksi
butirat) oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolic. Meskipun
sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan
terus memproduksi glukosa.
GEJALA KLINIS
Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
32

Berbagai derajat dehidrasi ( Turgor kulit berkurang, lidah dan bibir

kering).
Kadang-kadang hipovolemia sampai syok.
Bau aseton (tidak mudah tercium).
Poliuri
Polidipsi
Didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi.
Muntah-muntah (sering pada anak).
Nyeri perut karena gastroparesis (dilatasi lambung).
Dijumpai derajat kesadaran pasien (mulai kompos mentis, delirium,
atau depresi sampai koma).

DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan
memperhatikan:
Patensi jalan napas.
Status mental.
Status ginjal dan kardiovaskuler.
Status hidrasi.
Kriteria Diagnosis KAD
Kadar glukosa > 250 mg %
pH < 7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum positif
TERAPI
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang.
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin.
3. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD.
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal

dan

menyadari

pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.


6 hal yang harus diberikan pada pengobatan KAD adalah:
1. Cairan
Larutan garam fisiologis untuk mengatasi dehidrasi.
33

Rehidrasi pada KAD untuk memperbaiki perfusi jaringan dan

menurunkan hormon kontraregulator insulin.


Kadar glukosa < 200 mg% larutan yang mengandung

glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).


2. Garam
3. Insulin
Dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang

memadai
Digunakan drip insulin intravena dosis rendah.
Bila kadar glukosa < 200 mg% insulin diteruskan + cairan

mengandung glukosa.
Insulin untuk menurunkan kadar hormon glucagon, sehingga
menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan

otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.


4. Kalium
Pada pasien tanpa gagal ginjal serta tidak ditemukan
gelombang T yang lancip dan tingga pada EKG K diberikan
segera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.
5. Glukosa
Setelah awal 2 jam pertama rehidrasi, biasanya kadar glukosa

turun sampai < 200mg% infus mengandung glukosa


Tujuan terapi KAD yang utama untuk menekan ketogenesis

bukan untuk menormalkan kadar glukosa.


6. Asuhan keperawatan
Pemantauan merupakan bagian terpenting dalam pengobatan
KAD, untuk itu diperlukan pemeriksaan:
Kadar glukosa darah tiap jam.
Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam. Selanjutnya tergantung

keadaan.
Analisis gas darah. pH < 7 diperiksa tiap 6 jam sampai
mencapai pH > 7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil.

HIPEROSMOLAR NON KETOTIK


Hiperosmolar non ketotik (HONK) merupakan komplikasi DM yang ditandai
oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
34

Ditinjau dari sudut patofisiologi, HONK dan KAD adalah suatu spectrum
dekompensasi metabolic pada pasien diabetes, yang berbeda adalah awitan
(onset), derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis.

35

Perbandingan KAD dengan HONK


Variabel

KAD
Ringan

Kadar Glukosa Plasma

> 250

HONK

Sedang

Berat

> 250

> 250

>600
>7,30

(mg/dL)
Kadar pH arteri

7,25-7,30 7,00-7,40

<7,00

Kadar bikarbonat serum

15-18

10-<15

<10

Positif

Positif

Positif

>15

(mEq/L)
Keton pada urin atau serum

Sedikit/
Negative

Osmolaritas serum efektif

Bervariasi Bervariasi

(mOsm/kg)
Anion gap
Kesadaran

Bervaria

>320

si
> 10
Sadar

>12
Sadar,

>12
Stupor,

drowsy

koma

Bervariasi
Stupor,
koma

FAKTOR PENCETUS
Penyakit Penyerta
o Infark miokard akut.
o Tumor penghasil hormon adrenokortikotropin.
o Gagal ginjal.
o Emboli paru.
o Pankreatitis.
o Kejadian serebrovaskular.
o Sindrom cushing.
o Hipertermia.
o Hipotermia.
o Luka bakar berat.
Infeksi
o Infeksi gigi
36

o ISK
o Pneumonia
o Sepsis
o Selulitis
Pengobatan
o Antagonis kalsium
o Diuretik tiazid
o Obat kemoterapi
o Glukokortikoid
Noncompliance
Penyalahgunaan obat
o Alkohol
o Kokain
DM tak terdiagnosis

PATOFISIOLOGI
Diuresis glukosuria

Gigal ganjal dalam mengkonsentrasikan urin

Memperberat derajat kehilangan air

Hilangnya air > Na hiperosmolar


Pasien HONK tidak mengalami ketoasidosis seperti KAD. Faktor
yang diduga ikut berpengaruh dengan keadaan ini adalah keterbatasan
ketogenesis akibat hiperosmolar, kadar asam lemak yang rendah untuk
ketogenesis, Insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis
namun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati
terhadap glucagon.
Hiperglikemi dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang
mengikuti hilangnya cairan intravascular menyebabkan hiperosmolar.
Hiperosmolar memicu sekresi hormon anti diuretik dan memicu
timbulnya rasa haus.
Jika hiperglikemia dan hiperosmolar tidak dikompensasi dengan
pemasukan cairan oral timbul dehidrasi hipovolemi hipotensi
koma
GEJALA KLINIS
37

Rasa lemah.
Gangguan penglihatan.
Kaki kejang.
Mual dan muntah (lebih jarang dibanding KAD).
Keluhan saraf (letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang).
Peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat (turgor


buruk, mukosa pipi kering, mata cekung, perabaan ekstremitas dingin,
dan denyut nadi cepat dan lemah.
Secara klinis, HONK dan KAD sulit dibedakan terutama bila hasil
laboratorium belum ada hasilnya. Gejala dan tanda sebagai pegangan:
Sering pada usia lanjut (>60 tahun), semakin muda makin kurang, dan

pada anak belum pernah ditemukan.


Hampir separuh pasien tidak punya riwayat DM atau DM tanpa

insulin.
Mempunyai penyakit dasar lain.
Sering disebabkan oleh obat-obatan.
Mempunyai factor pencetus.

TERAPI
Penatalaksanaan HONK meliputi 5 pendekatan:
Rehidrasi intravena agresif.
o Pada awalnya diberikan 1L normal saline per jam.
o Syok hipovolemik plasma expanders.

Penggunaan elektrolit.
o Jika kadar kalium awal < 3,3 mEq per L insulin ditunda dan
diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai
tercapai kadar kalium minimal 3,3 mEq per L).

Pemberian insulin IV.


o Sebelum diberi insulin diperlukan pemberian cairan yang adekuat
terlebih dahulu.

Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta.


o Terapi antibiotic sambil menunggu hasil kultur pasien usia lanjut
dan hipotensi.
38

o Peningkatan kadar C-Reactive protein dan Interleukin-6


indicator awal sepsis pasien dengan HONK.

Pencegahan.
o Perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan kadar
glukosa darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan
yang diberikan.

HIPOGLIKEMIA
Kadar glukosa darah di bawah harga normal. Dalam konteks terapi diabetes,
diagnosis hipoglikemi ditegakkan bila kadar glukosa plasma 63 mg% (3,5
mmol/L).
KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis hipoglikemia akut:
Ringan
: Simtomatik, dapat diatasi sendiri, dan tidak ada gangguan
Sedang

aktivitas sehari-hari yang nyata.


: Simtomatik, dapat diatasi sendiri,

Berat

gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.


: Sering (tidak selalu) asimtomatik, karena gangguan kognitif,

dan

menimbulkan

pasien tidak dapat mengatasi sendiri.


1. Membutuhkan pihak ketiga tapi tidak memerlukan terapi
parenteral.
2. Membutuhkan terapi parenteral.
3. Disertai koma atau kejang.
PENYEBAB
Faktor predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia:
a. Kadar insulin berlebihan.
o Dosis berlebihan.
o Peningkatan bioavailibilitas insulin: absorbsi yang lebih cepat
karena aktivitas jasmani.
b. Peningkatan sensitivitas insulin.
o Defisiensi hormon counter-regulatory: hipopituitarisme.
o Penurunan BB.
o Variasi siklus menstruasi.
c. Asupan karbohidrat kurang.
o Porsi makan kurang.
o Diet slimming, anorexia nervosa.
o Muntah.
39

o Menyusui.
d. Lain-lain.
o Alkohol.
o Absorbsi yang cepat.

40

MEKANISME KONTRA REGULATOR TERHADAP HIPOGLIKEMIA


AKUT

Jaringan adiposa
Trigliserid
a
Lipolisis

- Epinefrin
- GH

Protein
Proteolisis

Gliserol

Alanin
Laktat

- Glukagon
- Epinefrin

- Epinefrin
- kortisol

Glikolisis
Alanin
Glukosa
Laktat
glikogen

Glukoneogenesis

- Glukagon
- Epinefrin

Glikogenolisis

Glikogenolisis

Epinefrin

Glikogen
Liver

otot
Hepatic glucose output

Glukosa darah

41

KELUHAN DAN GEJALA


Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien
diabetes
Otonomik
Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar

Neuroglikopenik
Bingung
Mengantuk

Malaise
Mual
Sakit kepala

Sulit berbicara
Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi

TERAPI
Glukosa oral.
Dosis 10-20 g dalam bentuk larutan.
Glukagon Intramuskular.
Dosis 1 mg.
Glukosa Intravena.
Dosis 75-100 ml.

42

Komplikasi Kronik DM
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, Diabetes Melitus (DM) akan
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati
maupun makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang
tidak normal merupakan dasar terjadinya komlikasi kronik DM.
1. Retinopati Diabetik
Pasien DM memilki resiko 25 kali lebih mudah mengalami retinopati
dibandingkan dengan nondiabetes.

Patogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui

secara pasti,namun keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap


sebagai faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada
hiperglikemia yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati yaitu:
Jalur Poliol
Glikasi Nonenzimatik
Protein Kinase

Diagnosis dan Klasifikasi


Diagnosis didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Klasifikasi

Retinopati Diabetik menurut ETDRS ada 2 yaitu:


Retinopati Diabetik Nonproliferatif
Retinopati Diabetik Proliferatif

Pencegahan dan Pengobatan


Tujuan utama pengobatan retinopati diabetik ialah mencegah terjadinya

kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan saat ini meliputi:


Kontrol glukosa darah
43

Kontrol tekanan darah


Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang
dilakukan)
Fotokoagulasi dengan sinar laser:

Fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaukoma neovaskular

Fotokoagulasi fokal untuk edema makula

Vitrektomi untuk pendarahan vitreus atau ablasio retina


2. Nefropati Diabetik
Sindrom klinis pada DM ditandai dengan albuminuria menetap pada
minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.insidens pada tipe 2
sering lebih besar daripada tipe 1.

Patofisiologi
Fator-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah:
Kurang terkendalinya kdar gula darah (GDP >140-160 mg/dl [7,7-8,8
mmol/l]); A1C >7-8%
Faktor-faktor genetis
Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
Hipertensi sistemik
Sindrom resistensi Insulin (sindroma metabolik)
Keradangan
Perubahan permeabilitas pembuluh darah
Asupan protein berlebih
Gangguan metabolik
Pelepasan

growth

factors

kelainan

metabolisme

karbohidrat/lemak/protein
Kelainan struktural
44

Gangguan ion pumps


Hiperlipidemia
Aktivasi protein kinase C

Patologi
Peningkatan material matriks mesangium
Penebalan membran basalis glomerulus
Hialinosis arteriol aferen dan eferen
Penebalan membran basalis tubulus
Atrofi tubulus
Fibrosis interstisial

Tatalaksana
Tergantung tahapan-tahapan pada nefropatik apakah sudah terjadi

mikroalbuminuria atau makroalbuminuria,tetapi pada prinsipnya, pendekatan


utama tatalaksana adalah:
1) Pengendalian gla darah (olahraga,diet,obat anti diabetes)
2) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam,obat antihipertensi)
3) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein,pemberian ACE-I dan ARB)
4) Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar
lemak,mengurangi obesitas dll)
3. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik (ND) adalah istilah deskriptif yang menunjukkan
adanya gangguan ,baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada DM tanpa
neoropati perifer yang lain. ND merupakan salah satu komplikasi kronis DM
paling sering ditemui.

Patogenesis
45

Berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya


peningkatan aktivitas jalur poliol,sintesis advance glycosilation end products
(AGEs),pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC).
Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangmya vasodilatasi,sehingga
aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
terjadilah ND.

Klasifikasi
Secara umum ND diklasifikasikan pada 2 hal, pertama, menurut

perjalanan penyakitnya (lama menderita DM)


Neuropati fungsional/subklinis
Belum ada kelainan patologik sehingga masih reversible
Neuropati struktural/klinis
Kerusakan struktural saraf,masih ada komponen yang reversible
Kematian neuron/tingkat lanjut
Penurunan kepadatan serabut sarafakibat kematian neuron,sudah
irreversible
dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.
Neuropati Difus
o Polineuropati sensori-motor simetris distal,
o Neuropati

otonom:

Neuropati

sudomotor,Neuropati

otonom

kardiovaskular,Neuropati gastrointestinal,Neuropati genitourinaria


o Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)
Neuropati Fokal
o Neuropati kranial
o Radikulopati/pleksopati
o Entrapment neuropathy

Pengelolaan

46

Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan ND dibagi dalam 3


bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi kedua
dengan kendali glikemikdan perawatan kaki sebaik-baiknya,dan strategi ketiga
ditujukan pada pengendalian keluhan neuropati / nyeri neoropati diabetik setelah
strategi kedua dikerjakan.
4. PJK akibat DM
Penyebab kematian utama pada pasien DM adalah PJK, yang merupakan
salah satu penyulit makrovaskular pada DM. Ini bermanifestasi sebagai
aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital(jantung & otak). Pada
DM risiko GJ Kongestif meningkat 4-8 kali.

Patofisiologi
Penyebab aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial,

melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia,


hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau
hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan
fibrinolisis.

Manifestasi klinis
Pada pasien DM terjadinya iskemi atau infark miokard kadang-kadang

tidak disertai nyeri dada yang khas (angina). Keadaan ini dikenal dengan Silent
Myocardial Ischaemia atau Silent Myocardial Infarction (SMI). Terjadinya
SMI pada pasien DM diduga disebabkan karena:
Gangguan sensivitas sentral terhadap rasa nyeri
Penurunan kadar b endorphin
Neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik

Diagnosis
The

American

Diabetes

Association

(ADA)

merekomendasikan

pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:


47

EKG sebagai pemeriksaan awal terhadap pasien DM


Uji latih (Treadmill test) dilakukan terhadap pasien DM dengan:
o Gejala-gejala angina pektoris
o Dyspnoe deffort
o EKG istirahat menunjukkan tanda-tanda iskemi atau infark miokard
o Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arteri karotis
o Disertai adanya 2 atau lebih faktor-faktor risiko kardiovaskular
sebagai berikut : kolesterol total 240 mg/dl, LDL 160 mg/dl,
HDL 35 mg/dl, tekanan darah > 140/90 mmHg, merokok, riwayat
keluarga menderita PJK, mikroalbuminuria atau proteinuria

Penatalaksanaan
Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan terhadap semua pasien

DM terutama ditujukan terhadap penurunan risiko kardiovaskular secara


komprehensif, yaitu meliputi:
Pengobatan hiperglikemia dengan diet, obat-obat hipoglikemik oral atau
insulin
Pengobatan terhadap dislipidemia
Pemberian aspirin
Pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai tekanan darah < 130/80
mmHg dengan ACE-I, ARB, atau penyekat dan diuretik

48

PARKINSON
DEFINISI
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis
ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta
(SNc) disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy bodies.
Parkinsonism (Sindrom Parkinson) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan hilangnya reflek postural
akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini
sering disebut sindrom parkinson.
Sindrom Parkinson (SP) diklasifikasikan sebagai berikut :

Primer atau Idiopatik :


-Penyebab tidak diketahui
-Sebagian besar merupakan penyakit parkinson
-Ada peran toksin yang berasal dari lingkungan
-Ada peran genetik, bersifat sporadis
Sekunder atau akuisita :
-Timbul setelah terpapar suatu penyakit/zat
-Infeksi dan pasca infeksi otak (ensefalitis)
-Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida dll
-Efek samping obat penghambat reseptor dopamin (sebagian besar obat
anti psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin (reserpin)
-Pasca strok (vaskular)
-lain-lain : hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus bertekanan

normal
Sindrom parkinson plus : Gejala parkinson timbul bersama gejala
neurologi lain seperti : progresive supraneural palsy, multiple system
atrophy, cortical basal ganglionic degeneration, difuse Lewy body disease

(DLBD)
Kelainan degeneratif diturunkan : Gejala parkinson menyertai penyakit
yang diduga berhubungan dengan penyakit neurologi lain yang faktor
keturunan memegang peran sebagai etiologi, seperti : Penyakit Alzheimer,
Penyakit wilson, dementia frontotemporal pada kromosom 17q21.

ETIOLOGI
49

Penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti.


Beberapa dugaan penyebab PP sebagai berikut :
1. Faktor genetik : 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein
dan mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubquitinproteasomal pathway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan
apoptosis di sel sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di
SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PP sporadik yang bersifat familial.
Kembar monozigot intrapair concordance pada MZ jauh lebih tinggi
dibandingkan DZ.
2. Faktor lingkungan : Bahan bahan beracun penyebab terjadinya PP seperti
carbon disulfide, manganese, dan pelarut hidrokarbon yang menyebabkan
sindrom parkinson, demikian juga pasca ensefalitis. Saat ini yang paling
diterima sebagai etiologi PP adalah proses stres oksidatif yang terjadi di
ganglia basalis, apapun penyebabnya. Peranan xenobiotik (MPTP),
pestisida/herbisida, terpapar zat kimia seperti bahan cat dan logam, kafein,
alkohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi dan stres;
semuanya menunjukkan peranan masing masing melalui jalan yang
berbeda dapat menyebabkan PP maupun sindrom parkinson.
3. Umur (proses menua) :
Tidak semua orang tua akan menderita PP. Pada penderita PP terdapat
suatu reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak
terdapat pada proses menua yang normal, sehingga disimpulkan bahwa
proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya
proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyebab lain untuk
terjadinya PP.
4. RAS :
PP lebih tinggi pada kulit putih dibandingkan kulit berwarna
5. Cedera Kranioserebral:
Proses belum jelas. Trauma kepala, infeksi, tumor otak lebih berhubungan
dengan sindrom parkinson daripada PP.
6. Stres Emosional :
Diduga merupakan faktor resiko.

50

PATOFISIOLOGI
Penyakit parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat
kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang
disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab
multifaktor.
Substansia nigra (black substance) adalah suatu regio kecil di otak (brain
stem) yang terletak sedikit diatas medula spinalis. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi

dari

seluruh

pergerakan.

Sel-selnya

menghasilkan

neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh


pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh SSP. Dopamin
diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel sel neuron di otak terutama
dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan reflek postural serta kelancaran
komunikasi(bicara). Pada PP sel sel neuron di SNc mengalami degenerasi,
sehingga produksi dopamin menurun akibatnya semua fungsi neuron di SSP
menurun dan menghasilkan kelambanan gerak (bradikinesia), kelambanan
berbicara dan berfikir (bradifrenia), tremor, dan kekakuan (rigiditas)
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi
neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya
formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon, yang dapat bereaksi dengan alfa
sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk tidak dapat didegradasi
oleh

ubquitin-proteasomal pathway sehingga menyebabkan kematian sel-sel

SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan :


Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal
dengan NO yang menghasilkan peroxynitric radikal.
Kerusakan mitokondria sebagai akibat pnurunan produksi ATP dan
akumulasi elektron elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel
Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis di sel-sel SNc.
DIAGNOSIS
Gambaran klinis
51

CT-scan, MRI, PET atas indikasi untuk menyingkirkan sindrom


parkinson selain PP.
Gambaran Klinis
Umum :
1. Gx mulai pd 1 sisi (hemiparkinsonism)
2. Tremor saat istirahat
3. Tidak didapatkan gx neurologis lain
4. Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis
5. Perkembangan lambat
6. Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
7. Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit
Khusus :
1. Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat, saat gerak
disamping adanya tremor saat istirahat
2. Rigiditas
3. Akinesia/bradikinesia : kedipan mata berkurang, wajah seperti
topeng, hipofonia (suara kcl), airliur menetes, akatisia/takikinesia
(gerakan cepat tidak terkontrol), mikrografia (tulisan semakin kcl),
cara berjalan: langkah kecil kecil, kegelisahan motorik (sulit duduk
atau berdiri)
4. Hilangnya refleks postural.

Kriteria Diagnosis Klinis

Didapatkan 2 dari tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,

bradikinesia atau
Tiga dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, ketidakstabilan
postural

PENATALAKSANAAN
Konsep tx dibedakan jadi 3 :
Simtomatismemperbaiki gx dan tanda penyakit
Protektifmempengaruhi patofis penyakit
Restoratifmendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan
fungsi sel neuron yang masih ada.
I.
Pilihan Terapi PP dapat dibagi menjadi :
52

Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan :


1)Meningkatkan konsentrasi dopamin pd sinaps (levodopa),
2)Memberikan agonis dopamin,3)Meningkatkan pelepasan
dopamin, 4)Menghambat re-uptake dopamin, 5)Menghambat
degradasi dopamin
Manipulasi neurotransmiter non-dopaminergik dengan obatobat antikolinergik dan obat obat lain yang dapat memodulasi
sistem non dopaminergik
Memberikan tx simtomatik terhadap gx parkinsonism yg
muncul
Memberikan obat obat neuroprotektif untuk menghambat
progresivitas PP dengan mencegah kematian sel sel neuron
Terapi pembedahan
:ablasi(tallamotomy, palidotomy),
stimulasi otak dalam, brain grafting (bertujuan untuk
memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yg mendasari)
Tx pencegahan : menghilangkan faktor resiko atau penyebab
PP
Tujuan utama tx PP : memulihkan disabilitas fungsional yg disandang px. Untuk
dapat memahami pemilihan tx obat kita perlu mengetahui proses degradasi
dopamin (DA) di otak. Dopamin memiliki 2 reseptor yaitu D1 yang bersifat
eksitatorik dan reseptor D2 yg bersifat inhibitorik. Dalam keadaan normal setelah
DA dilepaskan akan merangsang reseptor D1 dan D2. Keberadaan DA bila tidak
diperlukan lagi akan dikonversi sebagai : COMT dan MAO
TERAPI MEDIKAMENTOSA :
Ada 6 macam obat utama untuk PP :
1. Obat yg mengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa)
2. Agonis dopamin (Bromocriptine, Pergolide, Pramipexole,
3.
4.
5.
6.

Ropinirol)
Antikolinergik (Benztropin, Triheksifenidil, Biperiden)
MAO (Selegiline)
Amantadin
Penghambat COMT (Tolcapone, Entacapone)
53

TERAPI PEMBEDAHAN :
1) Tx ablasi lesi di otak
2) Tx stimulasi otak dlm
3) Transplantasi otak
TERAPI REHABILITASI
1. Latihan fisiotx
2. Latihan okupasi yg memerlukan pengkajian AKS px
3. Psikotx

54

DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran.
Pasien demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan
mental lain seperti berfikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan
visuospasial. Deficit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi
aktivitas kerja dan social secara bermakna.
Sebagian kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan
tidak dapat pulih (irreversible). Demensia dapat pula terjadi mendadak, misal :
pasca strok, cedar kepala. Dapat pula demensia sepenuhnya pulih, misal :
hematom subdural, toksisitas obat, depresi.
Demensia berbeda dengan delirium. Delirium merupakan keadaan
confusion (kebingungan), timbul mendadak, ada gangguan memori dan orientasi,
disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek, dan terdapat
penurunan tingkat kesadaran selain dapat pula hyperalert. Delirium biasanya
berfluktuasi dan biss menjadi demensia bila penyebabnya tidak teratasi. Penyebab
tersering delirium adalah : ensefalopati akibat penyakit infeksi, toksik, dan factor
nutrisi, atau penyakit sistemik. Demensia cenderung menjadi delirium.
Epidemiologi
Insidennya meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah
usia 65 tahun, prevalensi meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5
tahun. Secara keseluruhan prevalensi pada demensia pada populasi berusia > 60
tahun adalah 5,6 % .
Penyebab tersering demensia di AS dan eropa penyakit Alzheimer
sedangkan di Asia karena demensia vaskuler. Frekuensi penyakit Alzhaimer
meningkat seiring usia, mencapai 20-40% populasi berusia 85 tahun. Proporsi
perempuan yang mengalami Alzhaimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki ( 2/3
pasien adalah perempuan). Hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan hidup
lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini.
55

ALZHEIMER
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif dan progresif pada otak
yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron serta mengakibatkan
gangguan memori, berpikir dan tingkah laku.
Penyebab tersering demensia di AS dan eropa penyakit
Alzheimer sedangkan di Asia karena demensia vaskuler. Frekuensi
penyakit Alzhaimer meningkat seiring usia, mencapai 20-40% populasi
berusia 85 tahun. Proporsi perempuan yang mengalami Alzhaimer lebih
tinggi dibandingkan laki-laki ( 2/3 pasien adalah perempuan). Hal ini
disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan
karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini.
Factor resiko yang menyebabkan Alzheimer : pendidikan rendah,
hipertensi, DM, dislipidemia, aterosklerosis, gangguan sirkulasi pembuluh
darah otak, factor genetic. Harapan hidup dari awitan gejala hingga
kematian berkisar 3-20 thun, dengan rata rata 8 tahun.
Alzheimer merusak saraf saraf otak yang mengatur memori
khususnya pada hipokampus dan struktur yang berhubungan dengannya.
Sel sel hipokampus berhenti kegagalan daya ingat jangka pendek
kegagalan melakukan perbuatan atau tugas sehari hari.
Alzheimer mengenai korteks serebri yang merupakan daerah yang
bertanggung jawab pada bahasa dan pemikiran hilangnya kemampuan
berbahasa menurunnya kemampuan mengambil keputusan, timbul
perubahan kepribadian, emosi meledak ledak, gangguan perilaku, berjalan
tanpa tujuan.
Alzheimer yang mengenai banyak bagian otak, bagian yang atrofi
pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur, inkontinensia, dan sangat
bergantung pada orang lain.
Secara mikroskopis, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks & hipokampus, penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat
perubahan morfologis & biokimia pada neuron. Perubahan morfologis
56

terdiri dari 2 ciri khas lesi. Suatu tanda lesi pada Alzheimer adalah
kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur yang intraselular yang berisi serat
kusut, melintir yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut
protein tau. Protein tau ini merupakan penghambat pembentukan
struktural yang terikat & menstabilkan mikrotubulus & merupakan
komponen penting dari sitiskleton sel neuron. Pada Alzheimer terjadi
fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyababkan
perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama sama. Lesi lain adalah plak senilis terdiri dari beta amyloid yang
merupakan fragmen protein besar disebut protein prekusor amiloid yang
dalam keadaan normal melekat pada membran neural dan berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. Salah satu fragmen prekusor
amyloid adalah amyloid beta lengket berkembang menjadi gumpalan
gumpalan + bagian dari neuron & sel glia membeku fibril
membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut & beracun pada
neuron yang utuh.
Gambaran klinis :
- Stadium dini, pasien tidak bergejala namun mengalami pengurangan
kapasitas dalam menyelesaikan masalah, keterbatasan kemampuan
mengatasi situasi yang komplek, berpikir abstrak, emosi labil, pelupa,
-

hilangnya memori baru.


Bersamaan dengan berkembangnya penyakit, perilaku tidak menentu,

aneh, sering berkelana, marah meledak leak. Timbul pada 2 10 thun


Stadium akhir, kemampuan pasien menjadi terbatas dan tidak mampu
untuk mengurus kebutuhan dasar mereka atau mengenali angota

keluarga.
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan fisis dan neurologis
Dilakukan untuk mencari keterlibatan system saraf dan penyakit
sistemik yang dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya.
Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan motorik
kecuali tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial,

57

hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik


lain umumnya timbul pada FTD, DLB, atau demensia multi-infark.
Tidak boleh dilupakan adanya gangguan pendengaran dan
pengelihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien
yang sering disalahartikan sebagai dimensia. Pada usia lanjut deficit
neurologic seperti ini sering terjadi.
2. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatri
Yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan
fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE) , yang
dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan prnyakit.
Pengkajian status fungsional juga harus dilakukan. Dokter harus
menentukan dampak kelainan terhadap memori pasien, hubungan di
komunitas, hobi, penilaian, berpakaian, dan makanan. Pengetahuan
mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu mengatur
pendekatan terapi dengan keluarga.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap,
elektrolit, dan VDRL diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang
perlu dipertimbangkan adalah : lumbal pungsi, fungsi hati, fungsi ginjal,
pemeriksaan toksin di urin / darah, dan Apolipoprotein E, juga CT / MRI
kepala.
Tata Laksana
Kolinesterase inhibitor
Tacrine,

donepezil,

rivastigmin,

dan

galantamin

adalah

kolinesterase inhibitor yang telah disetujui FDA untuk penyakit Alzheimer.


Efek farmakologi obat-obat tersebut adalah : menghambat enzim kolinesterase,
dengan hasil meningkatnya asetilkolin dalam jaringan otak. Efek samping yang
timbul : mual, muntah, dan diare, dapat pula penurunan berat badan, insomnia,
mimpi abnormal, kram otot, bradikardia, sinkop, dan fatig. Efek tersebut
muncul di awal terapi dan dapat dikurangi bila interval peningkatan dosis
diperpanjang dan dosis rumatan diminimalkan. Efek gastrointestinal dapt
58

diminimalkan bila obat diberikan bersama dengan makan. Kolinesterase


inhibitor biasanya digunakan bersama dengan memantin dan vitamin E.
Antioksidan
Yang digunakan adalah Alfa tokoferol (vitamin E).
Memantin
Yaitu : suatu antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapi adalah melalui
pengaruhnya pada

glutamicnergic excitotoxicity dan fungsi neuron di

hipokampus.
Terapi lain
Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan otak terlibat pada
pathogenesis timbulnya penyakit Alzheimer, maka digunakan obat-obat anti
inflamasi baik untuk pencegahan maupun terapi. Beberapa obat lain yang
mempinyai potensi untuk dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan
demensia adalah : ginko biloba, huperzin A ( suatu kolinesterase inhibitor ) ,
imunisasi / vaksinasi terhadap amyloid, dan beberapa pendekatan yang bersifat
neuroprotektif

59

DELIRIUM
Adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang
biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif.
Penyebab delirium pada usia lanjut
1. obat

antikolinergik,

antidepresi,

psikotropik,

sedative

hipnotik,

antikonvulsi, antiparkinson, antihipertensi, antiaritmia


2. gangguan keseimbangan metabolic: hipo/hipernatremi, hipo/hiperkalsemi,
hipo/hiperglikemia, alkalosis, dehidrasi, uremia
3. infeksi : pneumonia, ISK
4. kelainan neurologis : stroke
5. kelainan kardiopulmoner : CHF, aritmia, IMA, emboli paru
6. penyalahgunaan alkohol
Faktor presdiposisi
1. usia sangat lanjut
2. gangguan faal kognitif ringan sampai demensia
3. gangguan ADL
4. gangguan sensorium (penglihatan/pendengaran)
5. usia lanjut yang rapuh
6. usia lanjut yang sedang menggunakan obat, yang mengganggu faal
neurotransmiter otak (ranitidin, simetidin, siprofloksasin, psikotropika)
7. polifarmasi
8. kormobiditas

60

Patofisiologi
Delirium sering dihubungkan oleh defisiensi neurotransmiter asetilkolin dan
peningkatan sitokin otak.

Mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter dan second messenger system

Muncul gejala-gejala serebral dan aktivitas psikomotor yang terdapat pada


delirium

Gejala klinis
Gejala ini terjadi secara akut dan fluktuatif (dari hari ke hari dapat terjadi
perubahan gejala secara berganti-ganti)
1. gangguan kognitif global berupa gangguan memori (recent memori),
gangguan

persepsi

(halusinasi,ilusi),

gangguan

proses

berfikir

(disorientasi waktu, tempat, orang)


2. saat komunikasi tidak relevan/autoanamnesis sulit dipahami
3. kadang pasien tampak seperti mengomel terus
4. perubahan aktifitas psikomotor : hipoaktif, hiperaktif, keduanya, atau
normal
5. gangguan siklus tidur (siang hari pasien tidur dan malamnya terjaga)
6. gejala khas: perhatian sangat terganggu, pasien tidak mampu
mempertahankan konsentrasi maupun perhatiannya. Bisa diuji dengan
atensi (mengurutkan nama hari dalam seminggu/ mengurutkan bulan
dalam setahun)

61

Pemeriksaan
1. uji status mental
Mini mental state examination, delirium rating scale, delirium symptom
interview
tujuan uji ini adalah untuk mengetahui adanya gangguan kognitif dan
bagaimana perjalanan penyakitnya
2. pemeriksaan tanda vital
kesadaran, tanda rangsang meningeal, tekanan darah, frekuensi nafas,
denyut jantung, suhu rektal
3. pemeriksaan penunjang dasar
pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, gula
darah, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, urine lengkap, foto thorak, kultur
darah
Penatalaksanaan
Bila kondisi ini merupakan toksisitas antikolinergik, digunakan fitotigmin
salisilat 1-2 mg, iv atau im dengan dosis setiap 15-30 menit. Selain itu, perlu
dilakukan terapi untuk memberi dorongan perbaikan fisik, sensorik, dan
linhkungan.
Untuk mengatasi gejala psikosis digunakan haloperidol 2-10 mg im, yang
dapat diulang setiap 1 jam. Insomnia sebaiknya diobati dengan benzodiazepin
yang mempunyai waktu terapi pendek.
Diagnosis banding
1. Demensia dan depresi sering menunjukkan gejala yang mirip dengan
delirium.
Pada delirium, gejala dan tanda akan berfluktuatif dari waktu ke
waktu dan akan berkembang dalam beberapa jam, sedangkan depresi dan
demensia lebih cenderung menetap dan perubahannya terjadi secara
bertahap dalam beberapa hari/minggu.
62

Pada delirium biasanya muncul gejala psikosis ( delusi, halusinasi,


pola pikir yang tidak terorganisasi), sedangkan pada depresi, tingkat
kesadaran biasanya kompos metis dan pola pikirnya masih utuh, serta faal
sensoriumnya masih normal)
2. Delirium dengan gejala psikomotor yang hiperaktif sering keliru dianggap
anxietas dan delirium dengan gejala psikomotor yang hipoaktif sering
keliru dianggap depresi.
Prognosis
Walaupun delirium biasanya terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal
mungkin telah terjadi beberpa hari sebelumnya dan dapat menetap bahkan
sampai bulan ke 12.
Pasien

delirium

mempunyai

resiko

kematian

lebih

tinggi

jika

komorbiditasnya tinggi, penyakitnya berat, dan jenis kelaminnya laki-laki.


Episode delirium juga lebih panjang pada kelompok pasien dengan
demensia dibandingkan tanpa demensia.

63

PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)


Dewasa ini Penyakit Jantung Koroner / Coronnary Artery Disease (PJK /
CAD) merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting Karena
penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama
di beberapa negara termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat
dilaporkan jumah penderita PJK (infark miokard akut ) baru adalah 1,5 juta per
tahun (satu penderita tiap 20 detik).
PJK juga merupakan penyebab disabilitas dan kerugian ekonomis yang
tertinggi dibanding penyakit lain. Diperkirakan dana yang dibelanjakan tiap
tahunnya untuk perawatan PJK di Amerika Serikat adalah sebesar 14 milyar US$
(sekitar 42 triliun rupiah). Di indonesia, belum ada data-data yang jelas, tetapi
menurut Survey Rumah Tangga Dep.Kes. tahun 1992 dilaporkan bahwa PJK
merupakan penyebab kematian nomer satu. Sampai saat ini penyebab yang pasti
dari PJK tidak jelas, faktor risiko diduga sangat berpengaruh terhadap timbulnya
PJK.
Timbulnya PJK didasari oleh proses aterosklerosis yang bersifat
progresif yang mana proses tersebut telah dimulai sejak masa kanak-kanakdan
menjadi nyata pada dekade 3 - 4.
FAKTOR RISIKO PJK
Faktor risiko PJK dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Faktor risiko Mayor
a. Hiperkolesterolemia
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Diabetes melitus
e. Genetik / Riwayat Keluarga
2. Faktor risiko Minor
a. Laki-laki
b. Obesitas
64

c. Stress
d. Menopause
e. Lain-lain
LESI ATEROKLEROSIS
Lesi aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari
dinding arteri yaitu lapisan intima. Lesi tersebut meliputi Fatty Streak, Fibrous
Plaque, Advance (complicated) plaque.
FATTY STREAK
Proses aterosklerosis telah dimulai pada masa kanak-kanak dari
terbentuknya lapisan / timbunan kaya lemak. Lesi ini terdiri dari makrophag dan
sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat yang
berwarna kekuningan disebut Fatty Streak. Fatty Streak mula-mula tampak pada
dinding aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun dan baru
nampak pada arteri koronaria pada usia 15 tahun.
FIBROUS PLAQUE
Fibrous Plaque merupakan kelanjutan dari Fatty Streak di mana terjadi
proliferasi sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat
serta bagian dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat
dari proses nekrosis.
Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara
makros lesi ini tampak berwarna putih dengan permukaan semakin meninggi ke
dalam lumen arteri, bila lesi ini semakin berkembang maka diameter lumen akan
semakin sempit dan akan menganggu aliran darah.
Pada fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan
membentuk fibrous cap. Fibrous Cap ini akan menutup timbunan lemak
ekstraseluler dan sel debri (lihat gambar 1).

65

ADVANCE (COMPLICATED) LESION


Fibrous Plaque mendapat vaskularisasi baik dari lumen maupun dari
tunika media. Pada lesi yang telah lanjut (Advance) jaringan nekrosis yang
merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami perkapuran
(Calcified), Fibrous Cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan
mengalami ulserasi dan perdarahan seta terjadi trombosis yang dapat
menyebabkan terjadinya oklusi darah.

PATHOGENESIS ATEROSKLEROSIS
Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis.
Respone to Injury hypothesis.
Endotel yang intak (utuh) berfungsi sebagai barrier yang bersifat
permeabel dan mempunyai sifat Thromboresistant sehingga kan menjamin aliran
darah koroner berjalan lancar.
Beberapa faktor seperti hyperkolesterolemia, meningkatnya Shear
Stress, merokok, hipertensi, iozin, immunologis, virus, bahan bersifat oksidan
dapat merusak dinding endotel (endotel injury) sehingga terjadi gangguan fungsi
(Endothelial Dysfunction).
Dengan terganggunya fungsi endotel maka fungsi barrier serta sifat
thromboresistant terganggu dan memudahkan masuknya lipoprotein (LDL
teroksidasi) ke dinding arteri maupun makrophag.
Interaksi antara Endothelial Injury dengan platelet, Monocyte dan
jaringan ikat terutama collagen menyebabkan terjadinya proliferasi dan migrasi
dari sel otot polos yang dirangsang oleh pelepasan Growth Factors.
66

Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan disfungsi endotel,


produksi prostasiklin sebagai vasodilator dan thrombus resistant menurun.
Dewasa ini Teori response to injury hypothesis paling banyak diterima (lihat
gambar 2)

MONOCLONAL HYPOTHESIS
Hipotesis ini diusulkan oleh Benditt
Hipotesis ini menduga bahwa proliferasi sel otot polos pada lesi aterosklerosis
berasal dari satu sel progenitor.
LIPOCLONAL HYPOTHESIS
Menurut

hypothesis

ini,

timbulnya

progresifitas proses tersebut terjadi karena


Hipoprotein

proses

aterosklerosis

dan

peningkatan kadar Low-Density

(LDL-cholesterol) teori ini didasarkan bahwa terjadi tumpukan

lemak di dalam sel otot polos yan g mengalami proliferasi, penumpukan lemak,
dalam sel makrophag dan jaringan ikut ekstraseluler. Jadi proses internalisasi
kolesteroldan eksterfikasinya oleh sel sebagai akibat meningkatnya kadar
kolesterol dalam serum. Selanjutnya sel-sel tersebut akan mengalami nekrosis
sehingga akan terjadi pengeluaran kolesterol ke ruang ekstraseluler. Peningkatan
kadar kolesterol LDL dan rendahnya kolesterol HDL yang berlangsung lama dan
mengakibatkan Endothelial Injury dan selanjutnya berkembang menjadi lesi
aterosklerosis
MANIFESTASI KLINIS PJK
67

Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang


berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,
pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.
Manifestasi klinis PJK meliputi :
1. Asimptomatik ( Silent Myocardial Ischemia )
2. Angina Pektoris.
a. Angina Pektoris Stabil
b. Angina Pektoris Tidak Stabil
c. Variant Angina ( Prinzmetal Angina )
3. Infark Miokard Akut
4. Dekompensasi Kordis
5. Aritmia Jantung
6. Mati Mendadak
7, Syncope
ASIMPTOMATIK (SILENT MYOCARDIAL ISCHEMIA)
Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan
misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak pernah
mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun saat
aktifitas. Secara kebetulan penderita menunjukkan iskemia saat dilakukan uji
beban latihan. Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak
mengeluh adanya nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lan dalam
batas-batas normal.
Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena ambang nyeri yang
meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes), meningkatnya produksi
endomorfin, derajat stenosis yang ringan.

68

ANGINA PEKTORIS STABIL (STABLE ANGINA)


Gejala klinis
Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2
bulan). Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan
benda berat atau terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik.rasa nyeri
sering menjalar ke lengan kiri atas / bawah bagian medial, ke leher, daerah
maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ke lengan kanan.
Nyeri biasanya berlangsung seingkat (1 5) menit dan rasa nyeri hilang
bila penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh
stress / emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering
disertai keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat
golongan nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa faktor risiko PJK.
Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50 70% penderita).
Dapat juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST atau adanya
inversi gelombang T (Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi segmen ST)
sangat nyata pada pemeriksaan uji beban latihan.
Mekanisme terjadinya iskemia
Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh karena
terjadi gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
Dengan adanya aterosklerosis maka aliran darah koroner akan berkurang,
terutama pada saat kebutuhan meningkat (saat aktifitas) sehingga terjadilah
iskemia miokard (Ischemia On Effort).
Pengobatan
Prinsip pengobatan penderita angina pektoris secara umum hampir sama
dengan subset klinis PJK lainnya, yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu
seimbang dengan kebutuhan oksigen miokard.
Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi
sangat penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada memang
benar-benar dalam keadaan angina yang stabil.

69

Modalitas terapi adalah medikamentosa meliputi : golongan nitrat,


calsium antagonist, beta blocker, anti-throbogenik. Di samping itu juga sangat
penting untuk melakukan penanganan terhadap faktor-faktor risiko. Disamping
obat-obatan perlu dipikirkan untuk dilakukan angiografi koroner untuk
selanjutnya

dilakukan

pengobatnan

lebih

definitif

dengan

Percutaneus

Trasluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau Coronary Bypass Surgery


(CABG).
ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL (UNSTABLE ANGINA)
Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama
dengan penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan
frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga
berubah.

Sering

timbul

saat

istirahat.

Pemberian

nitrat

tidak

segera

menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh patogenesis yang berbeda


dengan angina stabil.
Angina tidak stabil sering disebut sebagai Pre-Infarction sehingga
penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil,
plaque aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture
(fissuring), di samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum terjadi oklusi
total atau oklusi bersifat intermitten.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen
ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.
Pengobatan
Penderita dengan angina tidak stabil tidak perlu dilakukan monitor EKG
24 jam di ruang intensif (ICCU) oleh karena risiko berkembang menjadi infark
miokard akut sangat besar. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri,
oksigen, antitrombotik, nitrat, calsium antagonist, beta blocker dan antikoagulan.
Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap
berlangsung atau progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner
segera dan bila memungkinkan dilakukan PTCA atau CABG.
70

VARIANT ANGINA (PRINZMETALS ANGINA)


Variant angina atau Prinzmetals angina pertama kali dikemukakan pada
tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat
iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah
dipresipitasi oleh stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya
elevasi segmen ST.
Mekanisme iskemia pada Prinzmetals angina terukti disebabkan karena
terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak didahului oelh meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang
mengalami stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya
melibatkan satu arteri koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang
mengalami stenosis.
Manifestasi klinis
Penderita dengan Prinzmetals angina biasanya terjadi pada penderita
lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupn angina tdiak stabil.
Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali perokok
berat. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan
rasa nyeri sangat hebat. Pmeriksaan fisik jantung biasanya tidak menunjukkan
kelainan.
Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen ST
(kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi segmen ST
sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan perubahan gelombang T
yaitu gelombang T alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung.
Pengobatan
Penderita prinzmetals angina memberi respon yang sangat baik terhadap
nitrat. Di samping itu Calsium Antagonist juga dapat bermanfaat. Pemakaian
betablocker kadang-kadang dapat memperburuk keluhan penderita, terutama pada
mereka yang arteri koronarianya normal.

71

Obat golongan alfa juga dilaporkan cukup bermanfaat. Antitrombotik


(asam silsilat) tidak bermanfaat bahkan memperberat keluhan iskemia.
INFARK MIOKARD AKUT
Patologi
Sebgaimana dijelaskan bahwa PJK didasari oleh proses aterosklerosis
yang bersifat progresif. Fibrous cap yang menutupi plaque aterosklerosis pada
beberapa bagiannya dapat menjadi tidak stabil (melalui mekanisme yang
komplek) sehingga akan mudah terjadi perlukaan (fissuring) dan akhirnya pecah
(plaque rupture). Proses selanjutnya adalah terjadi trombosis baik di dalam plaque
(intra plaque) dan seterusnya semakin meluas hingga memenuhi / menyumbat
aliran darah koroner thrombus propagation (lihat gambar 3)

Manifestasi klinis
Gejala prodomal
Penderita infark miokard akut sering didahului oleh keluhan dada terasa
tdiak enak (chest discomfort). Keluhan ini menyerupai gambaran angina yang
klasik pada saat istirahat sehingga dianggap terjadi angina tidak stabil. Tiga puluh
persen penderita mengeluh gejala tersebut 1 4 minggu sebelum penderita
mengeluh gejala tersebut dirasakan kurang dari 1 minggu. Selain itu penderita
sering mengeluh rasa lemah dan kelelahan.
72

Nyeri dada
Intentisitas nyeri biasanya bervariasi, seringkali sangat berat bahkan
banyak penderita tidak dapat menahan rasa nyeri tersebut. Nyeri dada berlangsung
> 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Kualitas nyerinya sering dirasakan seperti
menekan, (compressing), constricting, crushing atau squeezing (diremas),
choocking (tercekik), berat (heavy pain). Kadang juga bisa tajam (knife like) atau
pun seperti terbakar (burning).
Lokasi nyeri biasanya retrosternal, menjalar ke kedua dinding dada
terutama dada kiri, ke bawah ke bagian medial lengan menimbulkan rasa pegal
pada pergelangan, tangan dan jari. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan pada
daerah epigastrium hingga merasa perut tidak enak (abdominal discomfort).
Gejala lain yang sering menyertai adalah mual, muntah, badan lemah, pusing,
berdebar dan keringat dingin.
Pemeriksaan fisik
Penderita sering tampak ketakutan, gelisah dan tegang. Mereka sering
mengurut-urut dadanya (levine sign). Penderita dengan disfungsi ventrikel kiri
terasa dingin. Nadi bervariasi, bisa bradikardia atau bahkan takikardi. Kadang
juga disertai dengan nadi yang tidak teratur oleh karena terjadi aritmia. Tekanan
darah biasanya normal, tetapi karena terjadi penurunan curah jantung tekanan
sistolik sering turun. Pulse Pressure (tekanan nadi) sering menurun oleh karena
tekanan diastolik sedikit meningkat. Penderita dengan syok kardiogenik tekanan
darah sistolik menurun < 90mmHg disertai tanda-tanda gangguan perfusi perifer.
Pada pemeriksaan auskultasi jantung suara jantung (S 1) melemah dan
sering tidak terdengar. Sering terdengar suara gallop S3 ataupun S4. Jika disertai
komplikasi regurgitasi mitral dapat terdengar bising jantung sistolik blowing di
apeks. Jika dad ruptur septum ventrikel dapat terdengar bising pansistolik di
parasternal kiri. Kadang (6 30 %) juga didapatkan adanya suara friction rub.
Pemeriksaan foto dada biasanya menunjukkan dalam batas normal, kecuali infark
miokard akut yang disertai komplikasi edema paru akut.
73

Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST sesuai
dengan lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase hiperakut,
perubahan EKG didahului gelombang T yang meninggi, kemudian elevasi segmen
T selanjutnya terbentuk gelombang Q yang patologis disertai elevasi segmen ST.
Pemeriksaan laboratorium
Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut, yaitu creatine
kinase (CK). CK esoenzim (CK MB), serum glutamic ozaloacetic transaminase
(SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan cardiac troponin (cTnI,cTnT). Enzim
CK meningkat dalam

4 8 jam dan menurun ke kadar normal dalam 2

3 hari dengan kadar puncak pada

24 jam. CK isoenzim (CK MB) meningkat

dalam 18 36 jam selanjutnya menjadi normal setelah 3 4 hari. Sementara lactic


dehidrogenase (LDH) meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai
dalam 24 48 jam dan kembali normal setelah 10 14 hari.
Kriteria diagnostik infark miokard akut
Menurut WHO, kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada 2 dari
faktor berikut yaitu : adanya nyeri dada yang spesifik, perubahan EKG
(gelombang Q patologis dengan elevasi segmen ST) dan peningkatan kadar enzim
jantung.
Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan penderita infark miokard akut adalah dengan
mengusahakan adanya perbaikan aliran darah koroner serta mengurangi
kebutuhan oksigen. Infark Miokard Akut adalah keadaan gawat karena dapat
menyebabkan

kematian

yang

mendadak.

Penderita

harus

mendapatkan

penanganan segera (cepat) dan tepat. Segera dilakukan pemasangan infus dan
diberikan oksigen 2 l/menit dan penderita harus istirahat total serta dilakukan

74

monitor EKG 24 jam (di ICCU). Jika didapatkan komplikasi hendaknya dilakukan
penanganan komplikasinya untuk menurunkan kematian.
Adapun secara umum obat-obat yang diberikan adalah :
1. Analgetik
Analgetik yang diberikan biasanya golongan narkotik (morfin) diberikan
secara intravena dengan pengenceran dan diberikan secara pelan-pelan.
Dosisnya awal 2,0 2,5 mg dapat diulangi jika perlu
2. Nitrat
Nitrat dengan efek vasodilatasi (terutama venodilatasi) akan menurunkan
venous return akan menurunkan preload yang berarti menurunkan oksigen
demam. Di samping itu nitrat juga mempunyai efek dilatasi pada arteri
koroner sehingga akan meningkatakan suplai oksigen. Nitrat dapat diberikan
dengan sediaan spray atau sublingual, kemudian dilanjutkan dengan peroral
atau intravena.
3. Aspirin
Aspirin sebagai antitrombotik sangat penting diberikan. Dianjurkan diberikan
sesegera mungkin (di ruang gawat darurat) karena terbukti menurunkan angka
kematian.
4. Trombolitik terapi
Prinsip pengelolaan penderita infark miokard akut adalah melakukan
perbaikan aliran darah koroner secepat mungkin (Revaskularisasi /
Reperfusi).Hal ini didasari oleh proses patogenesanya, dimana terjadi
penyumbatan / trombosis dari arteri koroner. Revaskularisasi dapat dilakukan
(pada umumnya) dengan obat-obat trombolitik seperti streptokinase, r-TPA
(recombinant tissue plasminogen ativactor complex), Urokinase, ASPAC (
anisolated plasminogen streptokinase activator), atau Scu-PA (single-chain
urokinase-type plasminogen activator).
Pemberian trombolitik terapi sangat bermanfaat jika diberikan pada jam
pertama dari serangan infark. Dan terapi ini masih masih bermanfaat jika
diberikan 12 jam dari onset serangan infark.

75

Dewasa ini, terapi revaskularisasi / reperfusi dilakukan dengan PTCA


(emergensi PTCA) jika fasilitas tersedia dan dengan indikasi tertentu
5. Betablocker
Betablocker diberikan untuk mengurangi kontraktilitas jantung sehingga akan
menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Di samping itu betaclocker juga
mempunyai efek anti aritmia.
6. ACE-inhibitor
Pemberian Ace-inhibitor dapat diberikan segera jika penderita IMA disertai
hipertensi atau gagal jantung asalkan tekanan darah sistolik > 90 mmHg
7. Laxantia
8. Diit
9. Modifikasi faktor risiko
10. Lain lain
Komplikasi infark miokard akut
1. Gagal jantung akut / Edema paru akut
2. Aritmia
3. Ruptur dinding ventrikel, ruptur septum intrventurikularis
4. Regurgitasi mitral akut (disfungsi / ruptur muskulus papilaris)
5. Syok kardiogenik
6. Kematian

76

HIPERTENSI
Menurut JNC VII,definisi hipertensi adalah jika didapatkan TDS > 140
mmHg atau TDD > 90 mmHg (rata-rata 2x pengukuran tensi pada posisi duduk).
Jika TDS dan TDD seorang pasien jatuh pada kategori yang berbeda,yang
digunakan adalah kategori yang tertinggi. ISH dapat juga dimasukkan dalam
grade 1,2,3 sesuai dengan nilai TDS asalkan diastoliknya < 90.
Menurut WHO ISH (1999)
Menurut petunjuk WHO ISH yang baru (WHO ISH 1999) klasifikasi
hipertensi menyerupai JNC VI, dengan definisi tekanan darah optimal < 120 / 80
mmHg dan tekanan darah normal bila tekanan darah < 130 / 85 mmHg (Tabel 1)
Tabel 1 : Klasifikasi Derajat Tekanan Darah Menurut WHO ISH 1999

KATEGORI
Optimal
Normal
Normal tinggi
Hipertensi derajat 1 (ringan)
Subgrup : perbatasan
Hipertensi derajat 2 (sedang)
Hipertensi derajat 3 (berat)
Hipertensi Sistolik
(Isolated Systolic
Hypertension)

SISTOLIK

DIASTOLIK

(mmHg)
< 120
< 130
130 139
140 159

(mmHg)
< 80
< 85
85 89
90 99

140 149
160 179
< 140

90 94
100 109
> 110

< 140

< 90

140 - 149

< 90

subgrup : Perbatasan
Dikutip dari 1999 WHO ISH Guidelines for the manajement of hypertension J.
Hypertens 1999, 17 : 151 183
Riwayat klinik
Penting riwayat klinik yang lengkap meliputi
77

1. Riwayat keluarga hipertensi, diabetes mellitus, displimedia, penyakti jantung


koroner, stroke atau penyakit ginjal
2. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi

sebelumnya dan hasil serta efek

samping obat anti hipertensi sebelumnya


3. Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dna gagal jantung
penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, dibetes mellitus, pirai,
displimeida, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit
nyata yang lain dan informasi obat yang diminum
4. Gejala yang mencurigakan adanya hipertensi sekunder
5. Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium dan alkohol, jumlah
rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa
6. Riwayat obat obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan
darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan non steroid, liquorice,
kokain dan amfetamin,. Perhaitan juga untuk pemakaian eritropoeitin ,
siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan
7. Faktor pribadi, psikososisal dan lingkungan yang dpat mempengaruhi hasil
pengoabatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja dan
latar belakang pendidikan
Pemeriksaan fisik
Penting untuk dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk
pengukuran tekanan darah yang teliti. Faktor lain yang penting pada pemeriksaan
fisik termasuk
1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body mass Index) yaitu
berat dalam kg dibagi tinggi dalam m2.
2. Pemeriksaan sistim kardiovaskuler terutama jantung , bukti adanya gagal
jantung, penyakit arteri karotis, renal dan perifer lain serta koarktasio aorta
3. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,
pembesaran ginjal serta tumor yang lain
4. Pemeriksaan fundus optikus dan sistim syaraf untuk mengetahui kemungkinan
adnaya kerusakan serebrovaskular
78

Kerusakan Target Organ/Penyakit Kardiovaskuler


1. Penyakit Jantung (HVK,Angina,Insuff koroner,Gagal jantung)
2. Penyakit Serebrovaskuler ( Stroke, TIA )
3. Penyakit Ginjal ( Hipertensif Nefropati )
4. Penyakit Mata ( Hipertensif Retinopati )
5. Penyakit arteri perifer
HIPERTENSI KRISIS
Kriteria :
-

Peningkatan TD mendadak

Peningkatan TDS 220 mmHg dan/atau TDD 120 mmHg

Berakibat buruk pada target organ

Pada px HTN atau px yg tidak diketahui sebelumnya

Memerlukan penanganan segera,cepat.tepat

Pemeriksaan mencari faktor resiko hipertensi


Faktor resiko penting untuk menentukan resiko hipertensi dan stratifikasi thd
kejadian komplikasi kardiovaskuler :
1. Resiko untuk stratifikasi :
o derajat hipertensi
o wanita >65 th , laki >65 th
o perokok
o kolesterol total >250 mg%
o DM
o Riwayat keluarga penyakit KV dini
2. Resiko yg mempengaruhi prognosis
o Kolest HDL rendah
o Kolest LDL meningkat
79

o Mikroalbuminuria pada DM
o Toleransi glucose terganggu
o Obesitas
o Tidak berolah-raga
o Fibrinogen meningkat
3. Kerusakan organ sasaran
o HVK (Hipertropi Ventrikel Kiri) , Aterosklerosis a.karotis/aorta
o Hipertensif Nefropati Proteinuria/kreatinin 1.2 2.0 mg%
o Hipertensif Retinopati Penyempitan a.retina
o Paraestesi
Pengobatan

Diuretik + Penyekat beta/ Antagonis kalsium/ ACEI/Obat2an kerja sentral

Diuretika + Vasodilator ( Antagonis kalsium,ACEI,Penyekat reseptor


angiotensin 2)

Diuretika + Penyekat adrenergic + Vasodilator

Penyekat beta + Vasodilator

ACEI + Antagonis kalsium

Kombinasi yang harus dihindari :

2 macam obat dari kelas yang sama

Efek kumulatif depresi pada nodus AV

HIPERTENSI RESISTEN
Apabila

tensi

tidak

bisa

diturunkan

lagi

dibawah

160/100

mmHg,walaupun telah diberikan 3 jenis antihipertensi berbeda,adekuat dan


mendekati dosis maksimal.
Pada keadaan ini penting untuk :
* mencari kausa sekunder
* memperhatikan komplian terapi
* memberikan pendidkan kepada keluarga
* mengenai dosis dan frekuensi obat
80

PEDOMAN MEMBERI OBAT PD PX GERIATRI SERTA MENGATASI


MASALAH POLIFARMASI
I. Farmakokinetik
Terdiri dari absorpsi, distribusi metabolisme obat

dan ekskresi obat.

Sesudah diabsorpsi obat melewati hati dan mengalami metabolism pintas awal.
Bila tahap ini turun, sisa dosis obat yg masuk dalam darah dapat melebihi
perkiraan dan mungkin menambah efek obat, bahkan sampai efek yg merugikan.
Distribusi obt dipengaruhi oleh berat dan komposisi tubuh, yaitu cairan
tubuh, massa otot, fungsi dan peredaran darah berbagai organ, juga organ yg
mengatur ekskresi obat. Kadar albumin plasma mematikan kadar obat bebas
dalam sirkulasi. Hal ini memerlukan pedoman yg menyesuaikan dosis obat dg BB
untuk meningkatkan rasio resiko /kegunaan pd px tua yg kurus.
Metabolisme di hati dippengaruhi oleh umur, genotype, gaya hidup, curah
jantung, penyakit dan interaksi antar berbagai obat. Obat dapat mengalami
biotransformasi di hati dg cara oksidasi (mengaktifkan obat) dan konjugasi (obt jd
inaktif). Mengecilnya massa hati dan proses menua dapat mempengaruhi
metabolism obat.
Untuk obat yg ekskresinya lewat ginjal pedoman bersihan kreatinin 24 jam
penting diperhatikan, yaitu untuk memperkirakan dosis awal. Kadar kreatinin
serum tidak menggambarkan penurunan fungsi ginjal karena massa otot
berkurang pd proses menua. GFR lebih penting dan jika turun sampai 1050ml/mnt, dosis obat disesuaikan.
II. Farmakodinamis
Ada perubahan lain pd lansia, yaitu perubahan reaksi pd reseptor seperti
penurunan kegiatan reseptor adrenergic atau perubahan di jaringan dan organ,
berakibat kesadaran makin turun. Contohnya hilang ingatan dg benzodiazepine.
Perubahn mekanisme homeostasis tidak mampu mengurangi denyut jantung dan
menurunkan curah jantung waktu tekanan darah naik akibat obat pd px muda.
Hipotensi postural pd obt ttn pd px tua disebabkan kurangnya pengendalian lewat
81

pembuluh darah tepi yg menghasilkan TD. Faktor lain yg berperan pd pemberian


obat ialah multipatologi (lebih dari 1 penyakit) pd px geriatri.
III. Polifarmasi :
Bbrp definisi :
Meresepkan obat melebihi indikasi klinis
Pengobatan yg mencakup plg tdk 1 obt yg tdk perlu.
Penggunaan empiric 5 obt atau lebih
Telah dibuktikan pd px lanjut sering terjadi interaksi antar obt yg
digunakan; makin byk obt makin sering interaksinya.
III. Jenis Interaksinya dan Akibatnya
Obat-makanan : Bila absorpsi obt sangat dipengaruhi makanan, obt hrs
digunakan sebelum atau sesudah mkn, trgantung toleransi px thd obt wkt
puasa. Cth : antikoagulan warfarin berkrg pd suplemen nutrisi yg berisi vit
K.
Obt-penyakit : Penyakit yg mengenai hati dan ginjal atau yg menghambat
sampainya obt ke organ itu menyebabkan interaksi yg landasnny
farmakokinesis dan farmakodinamik. Cth : Perubahan prednisone berubah
menjadi bentuk aktif prednisolon terhambat, obstipasi brtambah krn
suplemen Ca dan opioid.
Obat-obat : Landasan farmakodinamik dpt tjd bila NSAID diberikan
bersama antikoagulan oral, yg dpt menambah resiko perdarahan.
Linjakumpu : Penggunaan lebih dr 5 obt bertambah dr 19%-25% pd px
lansia. Kebanyakan obt digunakan untuk system kardiovaskular dan SSP.
IV. Mengapa polifarmasi sukar dihindari :

Penyakit yg diderita banyak dan biasanya kronis


Obat diresepkan oleh beberapa dokter
Krg Koordinasi dlm beberapa factor
Gx yg dirasakan px tidak jelas
Px meminta resep
Untuk menghambat efek samping obat justru ditambah obat baru.

Prinsip pemberian obat yang benar untuk px lansia :


1. Riwayat Pengobatan Lengkap
82

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jgn memberikan obt sebelum wktnya


Jgn menggunakan obt terlalu lm
Kenali obat yang digunakan
Mulai dengan dosis rendah naikkan perlahan lahan
Obati sesuai patokan
Beri dorongan supaya patuh berobat
Hati hati menggunakan obat baru

Kesimpulan :
Dengan cara pendekatan holistic sangat mungkin polifarmasi dihindari.

TANDA TANDA PENUAAN


Proses Menua :
Aging menunjukkan efek wkt; suatu proses perubahan, biasanya
bertahap dan spontan
Senescence Hilangnya kemampuan sel utk membelah dan berkembang
(dan seiring wkt akan menyebabkan kematian
Homeostenosis Penyempitan atau berkurangnya cadangan homeostasis
yg tjd slm penuaan pd system organ

NUTRISI PADA LANSIA


Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia pemenuhan
kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses
beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya
selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat
83

memperpanjang

usia.

Kebutuhan

kalori

pada

lansia

berkurang

karena

berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya :
untuk jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu :
1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
a. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung,
gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula,
sirup, madu dll.
b. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega,
margarine, susu dan hasil olahannya.
2. Kelompok zat pembangun
Kelompok ini meliputi makanan makanan yang banyak mengandung
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur,
kacangkacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin
dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA


LANSIA
1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau
ompong.
2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
84

5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan


konstipasi.
6. Penyerapan makanan di usus menurun.
MASALAH GIZI PADA LANSIA
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan
kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan
berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori berkurang karena
berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah
walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah
satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis,
dan darah tinggi.
2. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi
dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari
yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal
ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel
yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap
penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi.

3. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang,
penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak
bersemangat.
PEMANTAUAN STATUS NUTRISI
1. Penimbangan Berat Badan
85

a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali,


waspadai peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5 Kg/minggu.
Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu beresiko terhadap
kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 Kg
/minggu menunjukkan kekurangan berat badan.
b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa :
Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm 100)
Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB
kurang dari 160 cm, digunakan rumus :
Berat badan ideal = TB dalam cm 100

Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih

Jika BB kurang dari ideal artinya gizi kurang

2. Kekurangan kalori protein


Waspadai lansia dengan riwayat : Pendapatan yang kurang, kurang
bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman,
kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk
menyiapkan makanan, sering mangkonsumsi obat-obatan yang mangganggu
nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak
mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi
lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat.
3. Kekurangan vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar
matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengkonsumsi
vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk
olahannya.
E. PERENCANAAN MAKANAN UNTUK LANSIA
Perencanaan makan secara umum
86

a. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam,
yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
b.

Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan


hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih
sering dengan porsi yang kecil. Contoh menu :
-

Pagi : Bubur ayam

Jam 10.00 : Roti

Siang : Nasi, pindang telur, sup, papaya

Jam 16.00 : Nagasari

Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang

c. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat


memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang
terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan
terjadinya darah tinggi.
d.

Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dll.

e.

Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Makanlah

makanan yang mudah dicerna


Hindari

makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan


Bila

kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang baik,


makanan harus lunak/lembek atau dicincang
Makan

dalam porsi kecil tetapi sering


Makanan

selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya


diberikan

f. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu
makan.
g. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur,
daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
87

h. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus,


atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng
Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna
Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid :
a. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari, seperti
sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal.
b. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari
untuk melembutkan feses.
c. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien
akan menjadi tergantung pada laksatif.
CARA MEMBERI MAKAN MELALUI MULUT (ORAL)
1. Siapkan makanan dan minuman yang akan diberikan
2. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk.
3. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan.
4. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan.
5. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien, tanyakan
pemberian makan terlalu cepat atau lambat.
6. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan pilihan
pasien yang ingin dimakan.
7. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama 30
menit.

PRINSIP PEMBERIAN MAKAN MELALUI SONDE (NGT)


Pemberian makan melalui sonde ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien yang memiliki masalah dalam menelan dan mengunyah
makanan, seperti pada pasien-pasien stoke. Adapun prinsip pemberiannya
adalah sebagai berikut :
1. Siapkan makanan cair dan minuman hangat
88

2. Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 45 derajat pada saat memberi


makan dan 30 menit setelah memberi makan.
3. Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu.
4. Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat memberi
makan atau air. Pastikan pula selang dalam keadaan tertutup selama tidak
diberi makan.
5. Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat.
6. Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera.
7. Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering.
CONTOH

BAHAN

MAKANAN

UNTUK

SETIAP

KELOMPOK

MAKANAN
1. Bahan makanan sumber karbohidrat (zat energi) :
Nasi, bubur beras, nasi jagung, kentang, singkong, ubi, talas, biskuit, roti ,
crakers, maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung hunkwe, mie, bihun.
2. Bahan makanan sumber lemak (zat energi) :
Minyak goreng, minyak ikan, margarin, kelapa, kelapa parut, santan, lemak
daging.
3. Bahan makanan sumber protein hewani :
Daging sapi, daging ayam, hati, babat, usus, telur, ikan, udang.
4. Bahan makanan sumber protein nabati :
Kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, oncom, tahu, tempe.

PRINSIP LIMA BENAR PEMBERIAN OBAT ORAL


1. Benar obat : obat yang diberikan harus sesuai dengan resep dokter.
2. Benar dosis : jumlah obat yang diberikan tidak dikurangi atau dilebihkan.
Penting
diingat jenis obat antibiotik harus diberikan sampai habis.
3. Benar pasien : Pastikan obat diminum oleh pasien yang bersangkutan.
89

4.

Benar cara pemberian yaitu melalui oral : berikan obat melalui mulut atau

sonde.
5. Benar waktu : Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1
berarti obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat
diberikan setiap 12 jam sekali.

90

Anda mungkin juga menyukai