Anda di halaman 1dari 6

Pengetahuan HIV/AIDS pada Remaja di Indonesia

Oleh : Dian Muflikhy Putri

Remaja merupakan investasi masa depan bagi sebuah bangsa. Sekitar 38 juta
orang Indonesia berusia antara 15-24 tahun. Dari jumlah tersebut, lebih dari 20 juta
aktif secara ekonomi, sekitar 15,5 juta bekerja, sedangkan lebih dari 5 juta remaja
menganggur. Ke-18 juta remaja yang dianggap "tidak aktif secara ekonomi"
umumnya masih bersekolah (11 juta), bekerja di rumah (5 juta) dan lainnya (2 juta).
Sekitar 700.000 orang putus sekolah tiap tahun, kebanyakan dari mereka perempuan.
Tingkat buta huruf dalam kelompok ini mencapai 17%. Meskipun tingkat kesadaran
terhadap HIV/AIDS diantara remaja umumnya tinggi, tingkat hubungan seks berisiko
tinggi dan penggunaan jarum suntik napza bergantian juga tinggi. Tingkat konsistensi
penggunaan kondom rendah, rata-rata dibawah 6%. Banyak dari orang dengan
HIV/AIDS terinfeksi pada akhir umur belasan atau awal 20-an.
Menurut Behrman, Kliegman, Robert dan Jenson (2004), remaja adalah
mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan
ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja
dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja
menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (1720 tahun).
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh
dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk
pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi
kehidupan mereka kelak. Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas
sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya.
Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi
mengenai seksualitas (Nugraha, 2000).

Rentannya remaja terhadap penyimpangan seksual dan AIDS bersumber dari


perubahan fisiologis serta psikologis, berkaitan dengan perkembangan organ
reproduksi mereka. Pada tahap ini, remaja mulai merenggang dari orang tuanya
kemudian membentuk kelompok sahabat karib. Dalam tendensi kearah penarikan diri,
sangat mungkin terjadi tindakan irasional (Rachmawati, 2000).
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) (2009), banyak remaja yang mati
muda karena overdosis dan tersiksa akibat kecanduan narkoba. Bahkan banyak dari
mereka yang sudah terinfeksi penyakit mematikan yaitu HIV/AIDS akibat
penggunaan narkoba dengan jarum suntik.
Karakteristik remaja yang rasa ingin tahunya sangat tinggi menyebabkan
mereka mencoba segala sesuatu yang menurut mereka menarik. Jika tidak tersedia
informasi yang benar mengenai masa remaja dapat mengakibatkan
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome, diterjemahkan secara
bebas sebagai sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan yang didapat dari faktor luar dan bukan bawaan yang sejak lahir. Jadi,
sebenarnya AIDS merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan
tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh atau kekebalan
penderita.
Sindrome ini pertama sekali dilaporkan oleh Michael Gottlieb pada
pertengahan tahun 1981 pada penderita pria homoseksual dan pecandu narkotik
suntik di Los Angeles, Amerika Serikat. Sejak penemuan pertama inilah, dalam
beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan sindrome yang sama dari
46 negara bagian Amerika Serikat lainnya.
Cepatnya penyebaran AIDS ini ke berbagai benua, serta dampak yang terlihat
pada penderita beserta keluarganya, disamping belum diketahuinya cara penanganan
dan pengobatannya menyebabkan keresahan psikososial yang sangat besar dikalangan
masyarakat dimana kasus AIDS banyak terjadi.
Pada tahun-tahun pertama ditemukannya penyakit ini belum diketahui bahwa
agennya adalah retrovirus, namun diperkirakan bahwa penyebabnya adalah agen yang

dapat menular. Baru pada akhir tahun 1983, para peneliti menemukan satu jenis
retrovirus yang mulanya diberi nama Lympadenopati associated virus, dan pada
bulan Mei tahun 1986 disepakati menggunakan satu nama saja yaitu Human
Immunodeficiency Virus
Secara umum dapat dipercaya bahwa kebanyakan penderita infeksi HIV akan
menjadi penderita AIDS. Walaupun waktu terinfeksi HIV dengan diagnosa AIDS
bervariasi, hasil penelitian melaporkan bahwa periode inkubasi sekitar 5-10. Dengan
ditemukannya obat seperti zidovidume, yang juga dikenal sebagai azidothymidine
(AZT), ternyata bahwa dapat memperpanjang masa inkubasi. Diperkirakan angka
kematian 90% selama 3 tahun dengan diagnosa AIDS.
HIV secara selektif akan menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti
pada sistem immunitas selluler yaitu sel limfosit T4. Limfosit T4 menjadi sasaran dari
virus ini karena sel tersebut mempunyai CD4 antigen pada membrannya, yang dapat
berperan sebagai reseptor untuk virus tersebut. Selain sel limfosit T4 yang yang
menjadi sasaran HIV, terbukti kemudian adalah sel lain yang juga mempunyai CD4
antigen pada membrannya sehingga menjadi target dari HIV. Sel lain tersebut adalah
sel monosit-makrofag, dan beberapa sel hemopoesis di dalam sum-sum tulang.
HIV sebagai virus RNA mempunyai enzim reverse transcriptase dimana pada
kejadian infeksi mampu membentuk virus DNA. Virus DNA yang terbentuk ini
masuk kedalam inti sel target dan berintergrasi dengan DNA dari host dan menjadi
provirus (DNA Provirus). DNA provirus yang telah berintergrasi dengan sel DNA
dari host (sel limfosit T4) akan ikut mengalami replikasi pada setiap terjadi proliferasi
sel. Setiap hasil replikasi DNA ini selanjutnya akan menghasilkan virus RNA, enzim
reverse transcriptase dan protein virus. Demikian peristiwa infeksi HIV ini
berlangsung
Secara klinis gambaran penyakit yang diakibatkan oleh infeksi HIV ini dapat
terlihat dalam 4 tahap berurutan. Tahap-tahap ini sangat berkolerasi dengan gambaran
laboratorium akibat perubahan fungsi imunitas dan aktivitas virus.

1. Tahap pertama, tahap infeksi primer (primary infection)


Tahap ini terlihat setelah beberapa minggu terpapar HIV, ditandai dengan
gejala demam, sakit tenggorokan, lesu dan lemas, sakit kepala, fotofobia,
limpadenopati serta berecak makulopapular. Tahap ini biasanya berlangsung
sekitar satu atau dua minggu lebih dan ditemukan pada hampir 70% peristiwa
infeksi HIV.
2. Tahap kedua, tahap infeksi dini (early infection)
Tahap ini merupakan nama laten virus yang dapat berlangsung selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun. Umumnya penderita asimtomatik
kecuali beberapa diantaranya dengan limpadenopati umum.
3. Tahap ketiga, tahap infeksi menengah (middle infection)
Tahap ini itandai dengan munculnya kembali antigen HIV serta penurunan sel
limfosit T sehinngga penderita menjadi sangat rentan terhadap berbagai
kondisi dan infeksi. Kandiasis di mulut dan oral hairy leukoplakia serinng
terlihat pada tahap ini.
4. Tahap keempat, tahap sakit HIV berat (severe HIV disease)
Tahap ini ditandai dengan timbulnya infeksi oportunistik dan neoplasma yang
menyebabkan keadaan sakit berat dengan angka kematian yang tinggi. Tahap
inilah yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
Pengalaman menunjukkan bahwa resiko masuknya ketahap sakit HIV berat
atau AIDS meningkat sejalan dengan lamanya infeksi. Dalam keadaan penderita tidak
mendapatkan pengobatan terhadap retrovirusnya, sekitar 50% penderita HIV ini
sampai ketahap AIDS kira-kira sesudah 10 tahun.
AIDS adalah merupakan penyakit yang fatal dan menular. Jalan utama untuk
tranmisi HIV adalah kontak seksual (homoseksual atau heteroseksual) tranmisi jarum
suntik dan alat kesehatan lain, tranmisi perinatal (dari ibu ke anak dalam persalinan),
tranmisi darah dan produk darah serta tranmisi dalam pelayanan kesehatan yaitu pada
pekerja rumah sakit yang berkontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dengan
infeksi HIV.

Sekalipun penyelidikan secara epidemologi menunjukkan bahwa darah dan


semen merupakan jalur penularan utama virus AIDS, telah dilaporkan bahwa HIV
juga ditemukan dalam saliva, air mata, air susu ibu dan urin. Penularan melalui saliva
sampai saat ini memang diragukan karena jumlah virus dalam saliva amat kecil
sehingga tidak potensial untuk penularan. Hasil beberapa penyelidikan menunjukkan
bahwa sebenarnya saliva dapat menghambat virus HIV agar tidak menginfeksi
limfosit manusia disamping fungsi saliva sendiri sebagai pelindung karena
mengandung sejumlah protein saliva. Resiko penularan dalam tindakan kedokteran
diperkirakan melalui saliva yang tercampur darah karena luka yang timbul dalam
perawatan.
Untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS, perlu
dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Diperlukan upaya penyebaran informasi mengenai HIV/AIDS secara
komprehensif oleh intitusi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat,
baik melalui media cetak maupun elektronik.
2. Kegiatan promosi pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui
sekolah atau institusi pendidikan dengan melibatkan guru maupun siswa.
3. Upaya memasukkan pengetahuan HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi
menjadi program ekstrakurikuler di sekolah atau bahkan menjadi salah satu
mata pelajaran sekolah bisa menjadi program pencegahan alternatif.
4. Secara khusus, dibutuhkan peran serta orang tua, keluarga, lingkungan dan
tenaga kesehatan.
Sehingga diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan yang benar tentang
HIV dan AIDS pada remaja diharapkan dapat menghindari perilaku beresiko
HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Komisi Penanggulangan AIDS. Statistik kasus s/d September 2007. Website:


http://www.aidsindonesia.or.id
Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Jakarta.
2008.
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Muninjaya GAA. 1994. Beberapa pokok pikiran untuk pengembangan program
penelitian AIDS di Indonesia. JEN I ;3:49-52
Sihombing G. 1992. Berkenalan dengan AIDS. Jakarta: Yayasan penerbit IDI :1-37
Horton, B. Paul. 1987. Sosiologi Jilid I , Erlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai