Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL ILMIAH

REKAYASA IRIGASI II
TENTANG
(MANFAAT IRIGASI TEKNIS/SEMI TEKNIS BAGI PERTANIAN)

Dosen Pengajar :

Maya Amalia, M.Eng


Dibuat Oleh Kelompok:
No
.
1
2
3

Nama

NIM.

Zantank Fanthudian
Agasi Septa Wijaya
Harris Sumady

H1A110213
H1A110220
H1A110238

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
BANJARMASIN
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertaniannya. Dalam dunia modern saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu jika persediaan air melimpah karena tempat yang
dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mangalirkan
air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian irigasi juga biasa dilakukan dengan
membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satupersatu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut
menyiram.Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara
yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir
Kuno.
Melihat kenyataan di atas, dan sebagai salah satu tugas yang disyaratkan untuk
mengikuti ujian akhir semester. Kami ingin melakukan penelitian tentang pemanfaatan
system perairan irigasi yang mulai kering karena musim kemarau yang berkepanjangan.
Makalah tersebut kami tuangkan dalam makalah yang berjudul "MANFAAT IRIGASI
TEKNIS/SEMI TEKNIS BAGI PERTANIAN".
Sejarah Irigasi di Indonesia
1) Sejarah Irigasi
Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha pembuatan
irigasi sangat sedehana, perkembangan irigasi di Mesir, Babilonia, India,dll
kemudian bagaimana perkembangan irigasi di Indonesia sampai saat sekarang.
Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya
sedahan (petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus
pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah
Suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secra
histories tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tataguna air di
tingkat usaha tani (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi) Irigasi Mesir Kuno dan
Tradisional Nusantara Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai
Nil.
Di Indonesia irigasi tradisional telah juga berlangsung sejak nenek moyang
kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan
yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan
ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan

bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat
dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember
daun pinang juga.
Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda Sistem irigasi adalah salah satu upaya
Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830.
Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua
lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan
panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya. Sistem irigasi yang
dulu telah mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air
belum memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam
irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu,
untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan membayar
uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. Waduk Jatiluhur 1955 di Jawa
Barat dan Pengalaman TVA 1933 di Amerika Serikat Tennessee Valley Authority
(TVA) [1] yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933
merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia [2].
Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah
salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat. Isu TVA
adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan
malaria, reboisasi, dan kontrol erosi. Sehinga di kemudian hari Proyek TVA menjadi
salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu Proyek Waduk
Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.Waduk
Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (9 km dari pusat
Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda,
dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun
sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia
sebesar 12,9 milyar m3/tah
2) Jenis Irigasi
Irigasi Permukaan
Irigasi Permukaan Irigasi Permukaan terjadi di mana air dialirkan pada
permukaan lahan. Di sini dikenal alur primer, sekunder dan tersier. Pengaturan
air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi

akan mendapat air lebih dulu.


Irigasi Lokal

Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku
gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang
disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal. Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang
disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun
akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar. Irigasi Tradisional dengan
Ember Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di
samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
Irigasi Pompa Air, Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa
air, kemudia dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran.

Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.


Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang
disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun

akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.


Irigasi tradisional dengan menggunakan ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di

samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
Irigasi dengan sistem Pompa Air
Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian
dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim
kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi

menjadi jaringan utama dan

jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak
tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut
dengan Daerah Irigasi (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran,
serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan
irigasi teknis.

Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

2.2

Jaringan Irigasi

Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada
sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi
adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan
lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga
tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain
dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai
kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

Fungsi Irigasi
a) Memasok kebutuhan air tanaman
b) Menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
c) Menurunkan suhu tanah
d) Mengurangi kerusakan akibat frost
e) Melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
Tujuan Irigasi
a) Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan
pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan
b)
c)
d)
e)

air.
Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
Meningkatkan intensitas tanam
Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan

jaringan irigasi perdesaan


Manfaat Irigasi
Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi,
sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan
keperluan lain yang bermanfaat.

BAB III
PERAN IRIGASI TEKNIS
Peran irigasi teknis sangat penting dalam pemenuhan produksi pangan nasional. Dari
luas wilayah irigasi yang telah di bangun pemerintah sampai dengan tahun 2009 adalah 7.2
juta ha, menyumbang produksi beras nasional seperti pulau Jawa dan Sumatera memberikan
kontribusi paling besar dan disusul dengan Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara serta

Bali, sementara Maluku dan Papua merupakan lumbung pada yang mulai dikembangkan.
Demikian dikatakan Plt Direktur jenderal Sumber Daya Air Moch. Amron dalam dialog
dengan RRI Pro2 fm 15 Maret 2010.
Dari beberapa sawah beririgasi teknis seluas 799 ribu ha (11.05%) mendapatkan
pasokan air irigasi dari waduk dan 6.4 juta ha (88.95%) mendapatkan pasokan air langsung
dari sungai (non waduk). Perhitungan produksi beras yang dihasilkan adalah luas irigasi
dengan intensitas tanam untuk sawah yang terdiri oleh waduk atau bendungan dikalikan
produktivitas tanam.

Gambar 3.1 Jaringan Irigasi


Dalam dialog tersebut, terdapat mendapatkan apresiasi dari masyarakat, dalam bentuk
partisipasi memberikan opini.
Turut juga menjadi pembicara adalah Dr. Prastowo dari Teknik Sipil IPB. Pendapat
yang disampaikan oleh masyarakat antara lain dari Dadang yang berprofesi sebagai pedagang
yang mempunyai opini Irigasi waduk itu banyak, hanya saja perawatan yang kurang dari
pemerintah. Petani tidak bisa menikmati hasil panen yang baik dikarenakan perawatan waduk
atau irigasi yang kurang, apalagi jika musim kemarau tiba. Pendapat lainnya datang dari
seorang guru yang bernama Irwin beropini Air adalah kebutuhan primer bagi masyarakat

sehingga perlu adanya pengelolaan air. Agar dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat.
Pengelolaan air ini untuk kebutuhan bisa di dapat dari macam-macam hal, seperti
ketersediaan air lewat waduk atau irigasi kurang diperhatikan.
Beberapa waktu lalu kita mendengar ada beberapa waduk yang jebol atau daerah
resapan air yang berubah fungsi menjadi mall atau perumahan, jika ini dibiarkan terus terjadi
ini akan banyak merugikan kita semua. Untuk menanggapi masalah irigasi Prastowo
mengatakan akan menjadikan catatan tersendiri mengenai perawatan dan pemeliharaan, dan
karena sudah nampak dampak kerusakan pada jaringan irigasi itu sendiri. Sementara pada
masa reformasi, kenyataan yang harus dihadapi dan perawatan yang terbengkalai. Setelah
masa reformasi akhirnya dibuatlah Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 . Prastowo
mengatakan kerusakan terkait dengan fungsi, criteria rusaknya fungsi dari setiap bangunan
yang ada itu akan menjawab beberapa opini dari masyarakat. Substansi yang sebenarnya
adalah mengenai storage, mengenai musim kemarau dan irigasi yang tidak berfungsi dengan
baik.
Selanjutnya adalah persoalan mengenai efisiensi pemanfataan. Pembangunan bisa
berjalan dengan baik bila ada koordinasi yang baik juga. Pada saat musim kemarau tiba
kapasitas air di waduk mengalami kekeringan. Pada saat adanya perubahan pendekatan pada
masa Orde Baru ke masa Reformasi berpengaruh terhadap terbengkalainya perawatan dan
pemeliharaan dan itu tidak hanya terlihat pada bidang pengelolaan irigasi tetapi juga terlihat
dari semuanya. Kondisi prasarana irigasi teknis yang ada seluas 7.23 juta ha, luas irigasi
kewenangan pusat yang diaudit pada bulan Februari 2010 34,28% yaitu seluas 2,47 ha.
Irigasi yang dalam kondisi baik sebesar 1,050 juta ha (42,39%) dan irigasi dalam kondisi
rusak aalah 1,4 juta (57,61%). Kondisi yang rusak berat sekitar 10,3% atau 257 ribu ha, rusak
sedang sekitar 32,90% atau 815 ribu ha dan yang rusak ringan 14,33% atau 355 ribu ha.
Rehabilitasi diperlukan sehingga jaringan irigasi dapat berfungsi kembali dengan baik.
Banyak yang dipelajari mengenai masalah kerusakan irigasi sebenarnya adalah
pelajaran yang diperoleh karena adanya perubahan-perubahan karena adanya Otonomi
Daerah. Amron mengatakan di saat kita sudah dewasa kita akan dapat mengatasi, namun
pengambilan keputusan untuk perbaikan ini tidak akan di tunda lagi.

Sistem Irigasi Semi Teknis


Sistem irigasi semi teknis ini sudah lebih maju karna fasilitasnya sudah lengkap serta
bangunanya juga permanen kan tetapi sistem jaringan pembagian airnya masih serupa
dengan sistem irigasi sederhana. Dalam sistem irigasi semi teknis ini pemerintah sudah

terlibat dalam pengelolaannya, seperti dalam melakukan operasi juga pemeliharan

bangunannya.
Sistem Irigasi Teknis
Dalam sistem jaringan irigasi teknis ini bangunannya sudah dibuat lebih lengkap agar
dapat memenuhi keempat fungsinya. Salah satu prinsip sistem irigasi teknis adalah
pemisahan sistem jaringan pembawa dan sistem jaringan pemutus. Sistem jaringan
irigasi teknis ini disebut juga manajemen gabungan antara pemerintah dan petani. Karena
pemerintah bartanggung jawab didalam sistem jaringan utama dimulai dari bangunan
pengambilan sampai dengan saluran tersier sepanjang 50m di hilir bangunan sadap
tersier, sedangkan petani bertanggung jawab atas sistem jaringan di dalam petak tersier.
Untuk

daerah

maju mempunyai
bangunan
yang

sadap

permanen.

Bangunan

sadap

serta

bangunan

bagi

mampu

mengatur

dan

mengukur.
Disamping

itu

terdapat
pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang.
Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak
tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun
suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak
kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Bagian ini ada pada daerah barat karena
juga sudah modern dalam pengeloaan sawah. Di daerah barat ini sangat modern dalam
pengelolaan pertaniannya. Adapun pengaturan dalam pengairan pertanian tersebut.
Bangunan bangunan tersebut meliputi
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil

air langsung dari bangunan penyadap.


Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi

yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada
urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Saluran
sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan

kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya.


Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih
8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak
tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang
bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Ukuran petak tersier berpengaruh
terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman.
Petak tersier terdiri dari kumpulan petak sawah (100 ha, 150 ha) yang dilengkapi
dengan saluran tersier, serta saluran kuarter. Dalam operasi dan pemeliharaannya ,
petak tersier ini sudah menjadi tanggung jawab dari petani pemakai air.
Selain sadap Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila

upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik
dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan
pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi
yang sangat besar.
Jaringan pembawa terdiri dari jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan saluran
utama terdiri dari saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri
atas saluran tersier serta saluran kuarter di petak tersier. Dalam saluran tersebut
dilengkapi dengan saluran pembagi, bangunan sadap tersier, bangunan bagi sadap dan
bok-bok tersier. Bangunan sadap tersebut dapat pula berfungsi sebagai bangunan ukur
atau hanya dapat berfungsi sebagai pengatur debit. Dalam saluran primer atau sekunder
dilengkapi dengan bangunan pengatur muka dan pada saluran pembawa dengan aliran
super kritis dilengkapi bangunan terjun, got miring. Pada saluran pembawa sub kritis
dilengkapi dengan bangunan talang, sipon, jembatan sipon, bangunan pelimpah,
bangunan penguras, saluran pembuang samping dan jalan jembatan.
Saluran pembuang terdiri dari saluran pembuang utama, yaitu saluran yang
menampung kelebihann air dari jaringan sekunder dan tersier keluar daerah irigasi.
Saluran pembuang tersier adalah saluran yang menampung dan membuang kelebihan air
dari petak sawah ke saluran pembuang primer atau sekunder.
Pengelolaan Air Irigasi

Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia pada saat ini mengalami beberapa


permasalahan pokok, diantaranya adalah ketersediaan air yang semakin terbatas
(scarcity), kompetisi pemanfaatan air antar sektor, penurunan ketahanan fisik dari
prasarana pengendali banjir serta penurunan keberlanjutan dari prasarana jaringan irigasi,
penyediaan air bersih untuk penduduk perkotaan, pembuangan limbah cair perkotaan dan
industri, penurunan daya dukung daerah tangkapan air, semakin meningkatnya frekuensi
banjir tahunan akibat alih fungsi lahan dan penggundulan hutan (Koehuan, 2003).
Carruthers, dkk (1997) dalam

Koehuan (2003), menggolongkan penggunaan air

dalam tiga sektor utama yaitu untuk pertanian, industri dan domestik. Penggunaan air
untuk pertanian di dunia rata-rata 70 persen dan di atas 90 persen pada negara-negara
berkembang. Menurut Purcell (2000) dalam Koehuan (2003), pertanian menggunakan
80-90 persen dari air yang tersedia di negara-negara berkembang. Pertumbuhan
penduduk, perkotaan dan pendapatan ternyata telah menimbulkan tekanan pada
kebutuhan dan ketersediaan air. Pada saat yang sama, pertumbuhan penduduk berdampak
pada peningkatan permintaan akan pangan. Untuk itu tantangan kedepan adalah
bagaimana memproduksi pangan dengan menggunakan air yang relatif lebih sedikit (to
produce food with less water), melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan air,
mengurangi degradasi kualitas air dan peningkatan produktifitas air untuk tanaman
(Koehuan 2003; Purcell 2000; Vermillion 1997).
Sudjarwadi (1999) menyatakan bahwa dalam teknik pengelolaan sumberdaya air
selain aspek fisik terdapat pula pengaruh aspek non fisik diantaranya sosial budaya yang
perlu mendapat perhatian dalam upaya mengatur dinamika air baik kuantitas maupun
kualitas. Pengelolaan sumberdaya air yang dimaksudkan disini adalah peningkatan
kinerja pendistribusian dan pengalokasian air secara efektif dan efisien untuk memenuhi
berbagai kebutuhan air secara optimal.

Pengaturan air adalah pengelolaan sumber-

sumber air yang ada dalam sistem sumberdaya air sedemikian sehingga diperoleh hasil
yang terbaik/optimal dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Komponen-komponen
sasaran umumnya berupa nilai kuantitas air yang merupakan kebutuhan air yang harus
dipenuhi. Komponen-komponen kendala umumnya berupa keterbatasan nilai kuantitas
ketersediaan air (Hapsari dkk, 1999).
Pemberian air irigasi secara tepat dan efisien memerlukan bangunan ukur debit untuk
setiap saluran. Bangunan ukur debit tersebut berfungsi untuk mengetahui debit air yang
melalui saluran tersebut sehingga pemberian air ke petak-petak sawah yang menjadi
daerah oncoran dapat dipantau, dengan demikian diharapkan bahwa pemberian airnya

tidak berlebihan ataupun kekurangan dan sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang ada
dalam petak sawah tersebut (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Doorenbos dan Pruit (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai jumlah
air yang disediakan untuk mengimbangi air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi.
Kebutuhan air di lapangan merupakan jumlah air yang harus disediakan untuk keperluan
pengolahan lahan ditambah kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman merupakan
syarat mutlak bagi adanya pertumbuhan dan produksi. Walker (1981) dalam Marhendi
(2002), melakukan penelitian terhadap cara-cara pemberian air yang dilakukan petani di
Jawa barat. Menurut Walker (1981) sebagian petani di Jawa Barat masih menggunakan
air irigasi secara berlebihan.

BAB IV
KESIMPULAN
Pemberian air irigasi secara tepat dan efisien memerlukan bangunan ukur debit untuk
setiap saluran. Bangunan ukur debit tersebut berfungsi untuk mengetahui debit air yang
melalui saluran tersebut sehingga pemberian air ke petak-petak sawah yang menjadi daerah
oncoran dapat dipantau, dengan demikian diharapkan bahwa pemberian airnya tidak
berlebihan ataupun kekurangan dan sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang ada dalam

petak sawah tersebut, dan bangunan pengukur debit tersebut terdapat pada sistem jaringan
irigasi teknis, maka dari itu sistem jaringan irigasi teknis sangat berfungsi bagi pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

http://henggarrisa.wordpress.com/2012/11/29/pemahaman-irigasi/
http://pengairan.banyuwangikab.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=27:tujuan-irigasi&catid=2:berita&Itemid=138
http://www.slideshare.net/rizkyhadirahmannia/sistem-pertanian-berkelanjutan-padalahan-irigasi-teknis-dengan-sistem-penanaman-ganda

Anda mungkin juga menyukai