Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur
hati yang normal. Penyakit ini ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati yang diikuti oleh proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel
hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Respons fibrosis
terhadap kerusakan hati bersifat reversible, namun pada sebagian besar pasien sirosis,
proses fibrosis biasanya ireversibel.1,2
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 4546 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit
hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.3
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama
yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di
AS. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati
fulminan (fulminant hepatic failure).4,5,6 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus
hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur
yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam
penyebab lain yang jarang ditemukan.6
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari
beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis
klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedangkan
di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Di Indonesia, sirosis hati lebih sering
dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan. Keluhan yang timbul umumnya
tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase dekompensasi. Bila masih
dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu

orang melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh (general check-up) karena


memang tidak ada keluhan sama sekali. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi
sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau
rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.7
Dengan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan
penyakit kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
jika tidak ditindaklanjuti secara saksama. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika
para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis,
serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, penulis mengangkat
sirosis sebagai tema presentasi kasus ini dengan harapan agar kita mengenal lebih
dalam mengenai penyakit ini sehingga kita menerapkan penatalaksanaan yang tepat
terhadap pasien.

BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. L

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 50 tahun

Alamat

Ujan Mas Baru

Pekerjaan

: Petani

Status

: Kawin

Warga Negara

: Indonesia

Agama

: Islam

Ruang

: Perkutut

MRS

: 24 Mei 2012

II.2 ANAMNESA (Autoanamnesis dan Alloanamnesis (suami))


Keluhan utama
Perut yang semakin bertambah besar sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
(SMRS)
Riwayat perjalanan penyakit
7 bulan SMRS os mengeluh perut membesar perlahan-lahan, pembesaran
merata pada seluruh bagian perut. Os tidak mengeluhkan adanya benjolan atau daging
tumbuh yang mengakibatkan pembesaran perut tersebut. Pembesaran perut tanpa
diawali pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari,
perut terasa penuh (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+), muntahnya berwarna
hitam (+), sebanyak 1 gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan demam (-), sakit
kepala (+), batuk (-) dan sesak nafas (-). Os mengaku BAK biasa dan BAB kehitaman
seperti kecap, konsistensi lembek, frekuensi 2 kali sehari, jumlah kurang lebih 1/2

gelas aqua setiap BAB. Keluhan badan dan mata kuning disangkal. Os lalu berobat ke
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis sirosis hepatis
dan dirawat selama 23 hari. Bengkak di perut os mengecil, lalu os dipulangkan.
Selama di rumah, os mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obatnya.
5 bulan SMRS os mengeluh perut kembali membesar, perut terasa penuh
(+), mual (+), muntah (+),muntah hitam (+), isi apa yang dimakan/diminum,
banyaknya gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun. Keluhan BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+)
jumlah gelas aqua setiap BAB, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan badan dan mata
kuning disangkal. Keluhan demam, batuk dan sesak nafas disangkal. Os kembali
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis
dengan penyakit yang sama dan dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat, bengkak di
perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os mengaku rutin
mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatannya.
3 bulan SMRS os mengeluh perut bertambah besar, perut terasa penuh (+),
nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan/diminum, muntah hitam
(+) kurang lebih gelas, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) jumlah
kurang lebih 1/2 gelas setiap BAB, frekuensi 1 kali dalam 1 malam. Keluhan badan
dan mata kuning disangkal. Keluhan demam , sesak napas dan batuk tidak ada. Os
kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
dirawat selama 12 hari. Os mengaku cairan di perut os disedot untuk pertama kali
dan bengkak di perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os
mengaku mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatnya.
2 minggu SMRS os mengeluh perut semakin bertambah besar, perut terasa
penuh (+), nyeri ulu hati (-), dada terasa sesak (+), mual (+), muntah (+) isi apa yang
dimakan/diminum, muntah hitam (-), demam (-), nafsu makan menurun, berat badan
juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) banyaknya gelas
aqua, frekuensi 1 kali dalam 1 hari. Keluhan badan dan mata kuning disangkal.
Demam (-), batuk (-). Os mengaku lupa mengonsumsi obat selama 1 bulan terakhir.

Os berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, kemudian
os dirawat.
Riwayat penyakit dahulu:
-

Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat transfusi darah disangkal

Riwayat mengkonsumsi obat rematik disangkal

Riwayat sakit maag disangkal.

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat minum kopi 1 gelas/hari

Riwayat minum alkohol disangkal

Riwayat sering minum jamu saat usia muda

Riwayat minum obat yang dibeli di warung (paramex)

Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan lingkungan sekitar
disangkal.
- Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi

os sudah menikah dan memiliki 6 orang anak

os bekerja sebagai petani

os tinggal di rumah kayu

Kesan : status sosial ekonomi kurang


Status Gizi

Diet sebelum smrs

: 2x sehari, teratur, porsi sedang

Variasi diet
Karbohidrat

: nasi sebanyak 1 piring porsi sedang atau ubi

Protein

: tahu, tempe

Lemak

: daging 1 potong, setahun dua kali (saat lebaran)

Sayur

: sering; buncis, kangkung

Buah

: 1 kali seminggu, jarang

Susu

: hampir tidak pernah

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Dehidrasi

: (-)

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 88x/menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 22x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu

: 36,8oC

Berat badan

: 51 kg

Tinggi badan

: 150 cm

Lingkar Perut

: 95 cm

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat umum (-),
keringat setempat (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB

Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk normocephali, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), mata cekung (-), edema palpebra (-),
konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
selaput lendir dalam batas normal, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan
(epistaksis).
Telinga
Tophi (-), liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan processus mastoideus (-),
pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, tepi lidah hiperemis (-), lidah kering (-), atrofi papil (-),
gusi berdarah (-), stomatitis angularis (-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-),
faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP
(5+0) cmH2O, hipertrofi muskulus sternokleidomastoideus (-), dan kaku kuduk (-).
Dada

Bentuk dada simetris, barrel chest (-), spider naevi (+), sela iga melebar (-), nyeri
tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 84x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : Cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada seluruh lapangan abdomen
A: BU sulit dinilai
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas superior :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), palmar eritema (+).
Ekstremitas inferior :

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial dan
pedis (+), jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-).

Diagnosis sementara:
Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata + suspect efusi pleura sinistra
Diagnosis banding:
-

Ascites e.c Sindroma Nefrotik + suspect efusi pleura sinistra

Ascites e.c Gagal Jantung Kronik + suspect efusi pleura sinistra

Ascites e.c Peritonitis Tuberkulosa + suspect efusi pleura sinistra

Ascites e.c Malnutrisi + suspect efusi pleura sinistra

Penatalaksanaan

Nonfarmakologis

Istirahat

O2 3lt/ menit

Diet hati III

Diet rendah garam

Batasi asupan cairan

Farmakologis
IVFD D5% gtt X/menit, mikro
Furosemid 2 x 20 mg IV
Spironolakton tab 3 x 100mg
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Rencana Pemeriksaan

Pemeriksaan Laboratorium darah rutin (penentuan kondisi anemia, infeksi,


akut atau kronik)
Pemeriksaan Laboratorium kimia darah (pemantauan enzim hati, adakah
hipoalbuminemia yang memiliki peranan patofisiologi ascites)
Pemeriksaan Laboratorium Urin Rutin (untuk memastikan penyingkiran
diagnosa mengenai ascites e. Sindroma nefrotik yang khas ditandai dengan
proteinuria)
Pemeriksaan Laboratorium Seroimunologi (penentuan adanya penyakit
hepatitis sebagai salah satu penyebab yang berkaitan dengan sirosis hepatis)
Pemeriksaan Roentgen Thoraks (memastikan adanya efusi pleura sinistra)
Endoskopi (untuk mengetahui kemungkinan komplikasi jika penyakit sirosis
hepatis, berupa varises esofagus)
USG Abdomen (mengetahui keadaan, bentuk, permukaan, dan ukuran dari
organ hepar, lien, dan organ di abdomen yang lainnya)
Rencana Tindakan
Paracentesis
PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

25 Mei 2012
S Perut kembung
O Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

RR

: 22x/menit

: compos mentis

10

Temperature

: 36,80C

Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 84x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus (+)
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada seluruh lapangan abdomen
A: BU sulit dinilai

A
P

Ekstremitas : edema pretibia (+)


Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata + suspect efusi pleura sinistra
Istirahat

O2 3lt/ menit

Diet hati III

11

Diet rendah garam

Batasi asupan cairan

IVFD D5% gtt X/menit, mikro


Furosemid 2 x 2 amp IV
Spironolakton tab 3 x 100mg
Propanolol tab 2 x 10mg
Asam traneksamat amp 1 x 250mg IV
Curcuma tab 3 x 1
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Vitamin K 1 x 10mg
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit (follow up penggunaan terapi diuretik)
Pemeriksaan Roentgen Thoraks
Endoskopi
USG abdomen
Follow up Balance Cairan
Intake
Output
Tanggal/
Jam
Makan Minum Infus Total BAB BAK IWL Total Selisih
25 Mei
200
100
300 600
0
400 500 900
-300
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Hematologi (25 Mei 2012)
No.
Pemeriksaan
1.
Hemoglobin
2.
Hematokrit
3.
Hitung Jenis

Hasil
9,9 g/dl
29 vol%
0/5/57/27/11

12

Nilai Normal
P: 12-16 g/dl
P: 37-42 vol%
0-1/1-3/50-70/20-40/2-8

LP
95cm

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik (25 Mei 2012)


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan
BSS
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT

Hasil
148 mg/dl
4,7 mg/dl
2 mg/dl
2,7 mg/dl
69 U/l
35 U/l

Nilai Normal
76-110 mg/dl
6,6-8,7 mg/dl
3,8-5,8 mg/dl
1,3-2,7 mg/dl
< 18 U/l
< 12 U/l

Hasil Pemeriksaan Sero Imunologi (25 Mei 2012)


HBsAg (+)
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, maka :

Dapat disingkirkan diagnosa banding mengenai ascites e.c sindroma nefrotik.


Diketahui bahwa tidak ditemukan edema pada kelopak mata dan sembab di
wajah terutama pada pagi hari dan ditinjau pula dari segi pemeriksaan urin
rutin mengenai proteinuria (-).

Dapat disingkirkan diagnosa banding mengenai ascites e.c gagal jantung


kronik dengan tidak dipenuhinya kriteria Framingham yakni 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.

Dapat disingkirkan diagnosa banding mengenai ascites e.c peritonitis


tuberkulosa dengan tidak didapatkannya keluhan demam, batuk, berkeringat
di malam hari, diare, kelelahan, dan penurunan berat badan dalam jumlah
yang signifikan. Namun, kepastian mengenai diagnosa ini dapat diperoleh
dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang membantu seperti
pemeriksaan cairan ascites berupa kultur cairan ascites yang dapat diperoleh
hasil BTA (+). Selain itu, perbandingan albumin serum ascites pada
tuberkulosis peritoneal dapat ditemukan rasionya < 1,1g/dl sedangkan ascites
akibat hipertensi portal diperoleh rasionya > 1,1 g/dl.

Pada pasien ini, keadaan malnutrisi kemungkinan bukan penyebab ascitesnya


karena asupan nutrisi masih mencukupi dan dari pemeriksaan fisik ditemukan
rambut masih baik, tidak ditemukan tanda dehidrasi, kuku baik, lingkar lengan

13

atas masih dalam batas normal (massa otot baik), pasien masih mampu
berjalan dengan baik. Namun, penyakit yang telah berlangsung lama dan
nafsu makan yang menurun turut mempengaruhi status nutrisi pasien.

Dari pemeriksaan seroimunologi, pasien menderita hepatitis B kronik (+)


yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya penyakit sirosis hepatis pada
kasus ini.

26 Mei 2012
S Perut pedih
O Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi

: 88x/menit

RR

: 20x/menit

Temperature

: 36,50C

: compos mentis

Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung

14

I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 88x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada sebagian besar lapangan abdomen, shifting dullness (+)
A: BU sulit dinilai

A
P

Ekstremitas : edema pretibia (+)


Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata e.c hepatitis B kronik + suspect efusi
pleura sinistra
Istirahat

O2 3lt/ menit

Diet hati III

Diet rendah garam

Batasi asupan cairan

IVFD D5% gtt X/menit, mikro


Furosemid 2 x 2 amp IV
Spironolakton tab 3 x 100mg
Propanolol tab 2 x 10mg
Asam traneksamat amp 1 x 250mg IV
Curcuma tab 3 x 1
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Vitamin K 1 x 10mg

15

Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit ulang (follow up penggunaan terapi diuretik)
Pemeriksaan Roentgen Thoraks
Endoskopi
USG abdomen
Follow up Balance Cairan
Intake
Output
Tanggal/
Jam
Makan Minum Infus Total BAB BAK IWL Total Selisih
26 Mei
200
120
300 620
0
1000 500 1500 -880

28 Mei 2012
S Sesak nafas (+), perut pedih (+)
O Keadaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi

: 76x/menit

RR

: 20x/menit

Temperature

: 36,80C

: compos mentis

Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah

16

LP
93cm

P : sonor pada kedua lapangan paru


A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 76x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus (+)
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada sebagian lapangan abdomen (+), shifting dullness (+)
A: BU sulit dinilai

A
P

Ekstremitas : edema pretibia (+)


Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata e.c hepatitis B kronik + suspect efusi
pleura sinistra
Istirahat

O2 3lt/ menit

Diet hati III

Diet rendah garam

Batasi asupan cairan

IVFD D5% gtt X/menit, mikro


Furosemid 2 x 1amp IV
Spironolakton tab 2 x 100mg
Propanolol tab 2 x 10mg
Asam traneksamat amp 1 x 250mg IV

17

Curcuma tab 3 x 1
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Vitamin K 1 x 10mg
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit (follow up penggunaan terapi diuretik)
Pemeriksaan cairan ascites
Pemeriksaan Roentgen Thoraks (memastikan efusi pleura sinistra)
Endoskopi
USG abdomen
Follow up Balance Cairan
Intake
Output
Tanggal/
Jam
Makan Minum Infus Total BAB BAK IWL Total Selisih
28 Mei
150
200
300 650
0
1000 500 1500 -950
Hasil Parasintesis ( 28 Mei 2012 )
-

Cairan kuning keruh 1300 cc (tidak di analisis)

Lingkar perut sekarang (post parasentesis) = 87 cm

Hasil Pemeriksaan Hematologi (29 Mei 2012)


No.
Pemeriksaan
1.
Hemoglobin
2.
Hematokrit
3.
Hitung Jenis

Hasil
10 g/dl
29 vol%
0/6/53/57/4

Nilai Normal
P: 12-16 g/dl
P: 37-42 vol%
0-1/1-3/50-70/20-40/2-8

Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik ( 29 Mei 2012)


No.
Pemeriksaan
1.
BSS
2.
Ureum
3.
Creatinin

Hasil
77 mg/dl
35 mg/dl
0,9 mg/dl

18

Nilai Normal
76-110 mg/dl
10-50 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl

LP
91cm

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali phosphatase

0,3 mg/dl
0,2 mg/dl
0,1 mg/dl
4,7 mg/dl
2,2 mg/dl
2,5 mg/dl
71 U/l
30 U/l
114 mg/dl

1 mg/dl
0,25 mg/dl
0,8 mg/dl
6,6-8,7 mg/dl
3,8-5,8 mg/dl
1,3-2,7 mg/dl
< 18 U/l
< 12 U/l
< 125 mg/dl

Hasil Rontgen Thorax (29 Mei 2012 )

Intrepretasi :

Cor sulit dinilai


Trachea di tengah
Corakan bronkovaskular minimal
Sinus kostofrenikus kanan tajam
Sinus kostofrenikus kiri tertutup cairan rongga abdomen
Tulang dan jaringan lunak baik

Kesan : Cor sulit dinilai, Asites mempengaruhi lapangan pandang rongga thorax.
Dari hasil pemeriksaan roentgen maka dapat disingkirkan diagnosa mengenai efusi
pleura sinistra, maka diagnosa akhir adalah Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata
e.c hepatitis B kronik.
Hasil Endoskopi ( 29 Mei 2012)

19

Kesan : Varises Esofagus, Gastropati, Ulkus gaster (antrum)


RESUME
Seorang perempuan berinisial Ny. L, berumur 50 tahun, MRS 24 Mei 2012
dengan keluhan utama perut yang semakin membesar sejak 2 minggu SMRS.
7 bulan SMRS os mengeluh perut membesar perlahan-lahan, pembesaran
merata pada seluruh bagian perut. Os tidak mengeluhkan adanya benjolan atau daging
tumbuh yang mengakibatkan pembesaran perut tersebut. Pembesaran perut tanpa

20

diawali pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari,
perut terasa penuh (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+), muntahnya berwarna
hitam (+), sebanyak 1 gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan demam (-), sakit
kepala (+), batuk (-) dan sesak nafas (-). Os mengaku BAK biasa dan BAB kehitaman
seperti kecap, konsistensi lembek, frekuensi 2 kali sehari, jumlah kurang lebih 1/2
gelas aqua setiap BAB. Keluhan badan dan mata kuning disangkal. Os lalu berobat ke
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis sirosis hepatis
dan dirawat selama 23 hari. Bengkak di perut os mengecil, lalu os dipulangkan.
Selama di rumah, os mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obatnya.
5 bulan SMRS os mengeluh perut kembali membesar, perut terasa penuh
(+), mual (+), muntah (+),muntah hitam (+), isi apa yang dimakan/diminum,
banyaknya gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun. Keluhan BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+)
jumlah gelas aqua setiap BAB, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan badan dan mata
kuning disangkal. Keluhan demam, batuk dan sesak nafas disangkal. Os kembali
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis
dengan penyakit yang sama dan dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat, bengkak di
perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os mengaku rutin
mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatannya.
3 bulan SMRS os mengeluh perut bertambah besar, perut terasa penuh (+),
nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan/diminum, muntah hitam
(+) kurang lebih gelas, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) jumlah
kurang lebih 1/2 gelas setiap BAB, frekuensi 1 kali dalam 1 malam. Keluhan badan
dan mata kuning disangkal. Keluhan demam , sesak napas dan batuk tidak ada. Os
kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
dirawat selama 12 hari. Os mengaku cairan di perut os disedot untuk pertama kali
dan bengkak di perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os
mengaku mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatnya.

21

2 minggu SMRS os mengeluh perut semakin bertambah besar, perut terasa


penuh (+), nyeri ulu hati (-), dada terasa sesak (+), mual (+), muntah (+) isi apa yang
dimakan/diminum, muntah hitam (-), demam (-), nafsu makan menurun, berat badan
juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) banyaknya gelas
aqua, frekuensi 1 kali dalam 1 hari. Keluhan badan dan mata kuning disangkal.
Demam (-), sesak (-), batuk (-). Os mengaku lupa mengonsumsi obat selama 1 bulan
terakhir. Os berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
kemudian os dirawat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit,
pernafasan 22x/menit, tekanan vena jugularis (5+0) cmH 2O. Pada pemeriksaan paru
ditemukan stemfremitus kiri melemah. Sonor pada kedua lapangan paru. Vesikuler
normal pada kedua lapangan paru, tidak didapatkan ronki dan wheezing. Pada
pemeriksaan jantung, batas jantung kiri sulit dinilai, tidak didapatkan murmur dan
gallop. Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien sulit dinilai dan bising usus sulit
dinilai. Pada ekstremitas atas ditemukan palmar eritem (+) kedua tangan dan
ekstremitas bawah ditemukan edema pretibial dan pedis kedua kaki.
Dari pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Mei 2012, diperoleh Hb 9,9 mg/dl,
Hematokrit 29 vol%, dan diff count 0/5/57/27/11, BSS 148 mg/dl, Protein total 4,7
mg/dl, Albumin 2 mg/dl, Globulin 2,7 mg/dl, SGOT 69 U/l, SGPT 35 U/l. Hasil
pemeriksaan sero imunologi HBsAg (+).

Prognosis :
-

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

22

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler. Menurut Sherlock, secara anatomis sirosis hati
ialah terjadinya fibrosis yang sudah meluas dengan terbentukya nodul-nodul pada
semua bagian hati, dan terjadinya fibrosis tidak hanya pada satu lobulus saja.8
Menurut Gall, sirosis ialah penyakit hati kronis, dimana terjadi kerusakan sel hati
yang terus-menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat
yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya
inflamasi.8
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata
yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.9
B. ETIOLOGI
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh penyakit infeksi, seperti hepatitis
virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan sitomegalovirus), bruselosis,
ekinokosus, skistosomiasis, toksoplasmosis; penyakit keturunan dan metabolik,
seperti defisiensi -antitripsin, sindrom Fanconi, galaktosemia, penyakit
Gaucher, Penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis, intoleransi fluktosa
herediter, tirosinemia herediter, penyakit Wilson; obat dan toksin, seperti alkohol,
amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non-alkoholik,
sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer; penyebab lain atau tidak
terbukti, penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, dan
sarkoidisis.10
C. EPIDEMIOLOGI

23

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar


ketiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler
dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini lebih
dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini, sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi
sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.10,11
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan dari
rumah sakit, seperti RS. Dr. Sardjito Yogyakarta yaneg melaporkan jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawt di bagian penyakit
dalam dalam kurun waktu1 tahun (2004). Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun
ditemukan 819 (4%) pasien sirosis hepatis.10
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, sirosis hepatis dibagi menjadi :
1. Sirosis Laennec.
Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara
kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal, kehilangan sel-sel hati
yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif.. Sirosis ini paling sering
disebabkan oleh alkoholisme kronis. Fibrosis perivenular berlanjut menjadi
sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang
berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan
merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul
septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal
dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat mengelilingi massa kecil hati yang
masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus,

24

Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya.


Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol
(nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.12
2. Sirosis pascanekrotik.
Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh toksin.
Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia
industry, racun, arsenik, karbon tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan
metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Patogenesis
sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi.
Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika
terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misal:
hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam
sel stelata dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.9,10
Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus
sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HbsAg-positif, sehingga
menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya merupakan peristiwa
penting. Kasus HCV merupakan sekitar 25% dari kasus sirosis.10
3. Sirosis biliaris.
Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi biliaris)
pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati. Statisnya
aliran empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam masa hati dan
pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Pada sirosis bilier,
pembentukan jaringan parut biasanya terjadi dalam hati sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).11
4. Sirosis kardiak.

25

Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung
dengan kongesti vena hepar yang kronis.11
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :11
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh
lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai
campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga
bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :11
1. Sirosis haepatis kompensata.
Sering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hepatis dekompensata
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejalagejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala
kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih
berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit

26

hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).
Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu
bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit
merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut
gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun,
pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.9
Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya
dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal
dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada
dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih
berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang
berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan
saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa
juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja
akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan
pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan
kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase
lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.9,11
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan warna air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan
atau melena, serta perubahan mental seperti lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi sampai koma.9,10

27

Berikut gejala-gejala umum /manifestasi klinis umum beserta dengan


penjelasan patomekanismenya :
1. Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan
pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi
portal terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area
sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga
dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada
arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi
kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam
daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal
adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric
oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi.
Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga
menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid
hepar. Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan
antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada
3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites.
Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ
terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.12
2. Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam
memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan
protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan
menjaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma.
Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan
keadaan ini disebut edema.12

28

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites


adalah manifestasi kardial sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.
Bebepara faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hepatis :
(1) hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia, (3) meningkatnya pembentukan dan
aliran limfe, (4) retensi natrium, (5) gangguan ekskresi air. Mekanisme primer
penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh
darah intestinal. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya sintesis yang
dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan
turunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara meningkatnya tekanan
hidrostatik dengan menurunnya tekanan osmotik dalam jaringan pembuluh darah
intestinal menyebabkan transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang
interstisial sesuai dengan gaya Starling. Hipertensi porta kemudian meningkatkan
pembentukan limfe hepatik, yang menyeka dari hati ke dalam rongga
peritoneum. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya kandungan protein
dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan
rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga
intravaskular ke ruang peritoneum. Yang terakhir, retensi natrium dan gangguan
ekskresi air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites retensi air dan
natrium disebabkan oleh hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif
dalam

sirkulasi

mengaktifkan

mekanisme

renin-angiotensin-aldosteron).

Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat
kegagalan hepatoseluler.12,13
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan
yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat.
Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan
lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang
cairan, dan perut yang membengkak.13
3. Gejala lainnya.

29

Spider angio maspidermangiomata atau spider telangiektasi merupakan suatu


lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui,
ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas.10,12
Eritema Palmaris, yaitu warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.9,10
Perubahan kuku-kuku Munchrchre berpa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kuang dari 2-3mg/dl tak terlihat ikterik. Warna urin terlihat gelap seperti
air teh.10
Spenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.10,12
Fetor hepatikum, bau napas khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil-sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.10
Ginekomastia scara histologis berupa proliferasi benigna jaringan galndula
mammae pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki sehingga lakilaki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut, Kadar
Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),dan
trombositopenia. Anemia dengan trombositpenia, leukopenia, dan netropenia dapat
terjadi akibat spenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hiperspelnisme.10,11
Kenaikan Serum glutamil oksalo asetat (SGOT), Serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT), alkali fosfatase, dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-

30

sel yang rusak, tetapi tidak begitu tinggi. SGOT lebih meningkat dibandingkan
SGPT. Alkali fosfatase dapat meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas. GGT meningkat tajam pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit.11
Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Globulin,
konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem pora ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produksi
imonoglobulin. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan
sel hati.Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan
sel hati membentuk glikogen. Natrium serum menurun terutama pada sirosis
dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.9
Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).10
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) secara rutin digunakan
karene pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya
kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenita, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut,
ukuran hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler, dan ada peningkatan
eksogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
spenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis.12
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:

31

Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang masif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah
tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena. Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya
disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED
pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18%
karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.9,11

Peritonitis bakterial spontan


Merupakan suatau infeksi cairan ascites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.10

Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma
hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit,
obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak
akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati

32

tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju
ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.9,10,11

Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa
gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.11

Karsinoma hepatoselular
Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan
timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.9,10

Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk
juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, Spellberg
infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis
kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.11

Ensefalopati Hepatik
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit
hati menahun akibat disfungsi hati. mulai dari gangguan ritme tidur
(hipersomnia dan insomnia), perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre
koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati
disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang hepatotoksik.9,11

Sindrom Hepatorenal11

33

Adapun kriteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :


Mayor
Penyakit hati kronis dengan asites
Menurunnya laju filtrasi glomerulus
Kreatinin serum > 1,5 mg/dl

Minor
Volume urin < 1 L/hari
Sodium urin <10 mmol/L
Osmolatiras urin > osmolaritas

CCT urin (24 jam) < 4 ml/menit

plasma
Konsentrasi serum sodium < 13
mmol/L

Tanda-tanda

syok,

kehilangan

cairan,

infeksi

berat,

dan

obat

nefrotoksik
Proteinuria <500 mg/ hari
H. PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit , menghindari bahan bahan yang biasa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
hepatic, berikan diet yang mengandung protein 1gram/kgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/ hari.10,11
Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi diantaranya alkohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat
mencederai hati dihentikan penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn,
dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.11
Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi bias menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat
badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg
secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-

34

12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat interferon


alfa diberikan secara subcutan 3MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subcutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa mendataang,
menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bias merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktifiats antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memliki efek
antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam
penenlitian sebagai antifibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis.9,10,11
TATALAKSANA SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA
Asites :
Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan
dengan obat antidiuretik.10
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg
perhari, tanpa adanya edema kai. Atau 1 kg perhari bila ada edema kai. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg perhari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg /hari. Paresentetis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.9,10,13
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis

35

cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus
albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa
dapat menurunkan masa opname pasien.13
Parasentesis cairan asites sebagai tindakan diagnostik maupun terapeutik
sering dilakukan pada pasien sirosis hati. Parasentesis terapeutik diindikasikan
pada asites yang tidak memperlihatkan respons terhadap terapi obat diuretika,
mempercepat pengeluaran cairan pada keadaan asites masif, mempermudah
pemeriksaan ultrasonografi atau tindakan lain seperti aspirasi hati dan
radiofrequency ablation. Prosedur parasentesis dapat dilakukan pada saat tertentu
sesuai indikasi, bisa pula secara berkala seperti pada kasus asites refrakter.
Dikatakan sebagai parasentesis cairan asites volume besar (large volume
paracentesis) jika satu kali tindakan mengeluarkan lebih dari 5 liter cairan.
Parasentesis volume besar telah menjadi prosedur rutin dan tercantum dalam
konsensus penatalaksanaan asites pada sirosis bahkan merupakan terapi lini
pertama bagi asites refrakter.14
Walaupun dianggap cukup aman, parasentesis volume besar bukanlah
tindakan tanpa risiko sama sekali. Pengeluaran cairan dalam jumlah besar tanpa
pemberian pengembang plasma akan berdampak pada gangguan sirkulasi yang
ditandai dengan penurunan volume darah arteri efektif. Kondisi ini selanjutnya
diikuti dengan aktivasi vasokonstriktor dan faktor antinatriuretik. Dampak klinis
yang terlihat adalah berupa rekurensi asites yang cepat, komplikasi sindroma
hepatorenal atau hiponatremia dilusional sampai pemendekan kesintasan
(survival).Pemberian pengembang plasma seperti koloid atau albumin dianjurkan
untuk mencegah komplikasi pada parasentesis volume besar. Uji klinis mengenai
penggunaan albumin pada tindakan ini telah dipublikasikan sejak sekitar 20 tahun
yang lalu. Penelitian yang dilakukan Lucia Tito dan kawan-kawan terhadap 38
pasien sirosis dan dipublikasikan pada tahun 1990 merupakan salah satu publikasi
yang menjadi acuan prosedur parasentesis volume besar. Dalam penelitiannya Tito
mengeluarkan cairan asites sampai habis sehingga disebut parasentesis total. Ratarata cairan yang dikeluarkan sebanyak 10,7 liter dalam waktu 60 menit. Pasien

36

kemudian mendapat infus albumin 20% sebanyak 6-8 gr per liter cairan asites
yang dikeluarkan. Evaluasi terhadap beberapa parameter yang sering terganggu
akibat parasentesis dilakukan 48 jam dan 6 hari pasca tindakan. Terbukti tidak
didapatkan erubahan bermakna pada parameter penting yang diperiksa, seperti
kadar kreatinin serum, kadar natrium dan kalium serum, begitu juga pada tes
fungsi hati seperti bilirubin dan masa protrombin.
Mengingat harga albumin yang cukup mahal, dipikirkan pemakaian koloid
sebagai alternatif pengembang plasma. Secara teori alternatif ini cukup
menjanjikan, tetapi pada prakteknya koloid tidak memberikan hasil sama bagusnya
dengan albumin.14
Albumin dan Terapi Diuretik
Albumin juga seringkali dipakai untuk

meningkatkan respons terhadap

diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Latar belakang teorinya
adalah kekurangan albumin untuk mengikat furosemid sehingga obat hanya
beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai nefron proksimal. Akibatnya terapi
diuretika tidak akan memberikan respons yang baik. Ketika ditambahkan albumin
volume distribusi akan menurun, obat akan diikat dan dibawa ke ginjal untuk
kemudian keluar bersama urine sehingga diuresispun membaik. Studi untuk
mempelajari mekanisme ini antara lain dilakukan pada mencit dengan
analbuminemik yang menunjukkan volume distribusi furosemid 10 kali lipat
dibanding mencit normal. Penelitian pertama pada pasien sirosis hati dilakukan
oleh Wilkinson dan Sherlock dan dilaporkan dalam jurnal Lancet tahun 1962.
Disebutkan bahwa

kombinasi albumin dan diuretika memberikan perbaikan

keluhan subyektif. Setelah itu tercatat enam penelitian lain berkaitan dengan
manfaat pemberian albumin bersamaan dengan diuretika. Penelitian Romanelli, et
al membuktikan bahwa pemberiaan albumin jangka panjang menurunkan angka
rekurensi terjadinya asites dan meningkatkan angka survival pasien. Walaupun
begitu harga albumin yang lumayan tinggi membuat terapi kombinasi tidak jadi

37

protokol rutin dalam penatalaksanaan asites, kecuali pada kasus tertentu seperti
asites masif, komplikasi hernia atau gangguan pernafasan.14
Ensefalopati Hepatik :
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/ kg berat badan perhari. Terutama diberikan yang kaya
asam amino rantai cabang.10
Varises Esofagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat penyekat beta
(proponolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin dan
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.9,10
Peritonitis bacterial spontan
Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau
aminoglikosida.10
Sindrom hepatornal
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,
perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa :
retriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
nefrotoksik. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada
pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati
yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.10,11
Transplantasi hati
Terapi definitif pada pasien siosis dekompensata namun, sebelum dilakukan
transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh klien dulu.10
I. PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

38

Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites dan enselopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan
hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut adalah
100%, 80%, dan 45%.10
Tabel 1. Klasifikasi dan prognosis Child pasien sirosis hepatis dalam terminologi
cadangan fungsi hati10
Skor/Parameter
Bilirubin
serum

Minimal (1)
<2,0

Sedang (2)
2,0 - 3,0

Berat (3)
>3

serum

>3,5

2,8-3,5

<2,8

time

>70

40-70

<40

(quick%)
Asites
Ensepalopati

Nihil
Tidak ada

Mudah dikontrol
Stadium 1 dan 2

Sukar
Stadium 3 dan 4 (berat

hepatik
Nutrisi

Sempurna

(minimal)
baik

atau koma)
Kurang/kurus

(mg%)
Albumin
(mg%)
Protombin

Grade (Child)
A
B
C

Nilai

Prognosis (selama

Angka Mortalitas

5-6
7-9
10-15

satu tahun)
100%
80%
45%

10-15%
30%
>60%

BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berinisial Ny. L, berumur 50 tahun, MRS 24 Mei 2012
dengan keluhan utama perut yang semakin membesar sejak 2 minggu SMRS.

39

7 bulan SMRS os mengeluh perut membesar perlahan-lahan, pembesaran


merata pada seluruh bagian perut. Os tidak mengeluhkan adanya benjolan atau daging
tumbuh yang mengakibatkan pembesaran perut tersebut. Pembesaran perut tanpa
diawali pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari,
perut terasa penuh (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+), muntahnya berwarna
hitam (+), sebanyak 1 gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan demam (-), sakit
kepala (+), batuk (-) dan sesak nafas (-). Os mengaku BAK biasa dan BAB kehitaman
seperti kecap, konsistensi lembek, frekuensi 2 kali sehari, jumlah kurang lebih 1/2
gelas aqua setiap BAB. Keluhan badan dan mata kuning disangkal. Os lalu berobat ke
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis sirosis hepatis
dan dirawat selama 23 hari. Bengkak di perut os mengecil, lalu os dipulangkan.
Selama di rumah, os mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obatnya.
5 bulan SMRS os mengeluh perut kembali membesar, perut terasa penuh
(+), mual (+), muntah (+),muntah hitam (+), isi apa yang dimakan/diminum,
banyaknya gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun. Keluhan BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+)
jumlah gelas aqua setiap BAB, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan badan dan mata
kuning disangkal. Keluhan demam, batuk dan sesak nafas disangkal. Os kembali
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis
dengan penyakit yang sama dan dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat, bengkak di
perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os mengaku rutin
mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatannya.
3 bulan SMRS os mengeluh perut bertambah besar, perut terasa penuh (+),
nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan/diminum, muntah hitam
(+) kurang lebih gelas, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) jumlah
kurang lebih 1/2 gelas setiap BAB, frekuensi 1 kali dalam 1 malam. Keluhan badan
dan mata kuning disangkal. Keluhan demam , sesak napas dan batuk tidak ada. Os
kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
dirawat selama 12 hari. Os mengaku cairan di perut os disedot untuk pertama kali

40

dan bengkak di perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os


mengaku mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatnya.
2 minggu SMRS os mengeluh perut semakin bertambah besar, perut terasa
penuh (+), nyeri ulu hati (-), dada terasa sesak (+), mual (+), muntah (+) isi apa yang
dimakan/diminum, muntah hitam (-), demam (-), nafsu makan menurun, berat badan
juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) banyaknya gelas
aqua, frekuensi 1 kali dalam 1 hari. Keluhan badan dan mata kuning disangkal.
Demam (-), sesak (-), batuk (-). Os mengaku lupa mengonsumsi obat selama 1 bulan
terakhir. Os berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
kemudian os dirawat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit,
pernafasan 22x/menit, tekanan vena jugularis (5+0) cmH 2O. Pada pemeriksaan paru
ditemukan stemfremitus kiri melemah. Sonor pada kedua lapangan paru. Vesikuler
normal pada kedua lapangan paru, tidak didapatkan ronki dan wheezing. Pada
pemeriksaan jantung, batas jantung kiri sulit dinilai, tidak didapatkan murmur dan
gallop. Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien sulit dinilai dan bising usus sulit
dinilai. Pada ekstremitas atas ditemukan palmar eritem (+) kedua tangan dan pada
ekstremitas bawah ditemukan edema pretibial dan edema pedis kedua kaki.
Berdasarkan gejala pasien yang tertera di atas, maka diperoleh adanya gejala
perut yang membesar (asites), muntah hitam (hematemesis), BAB hitam (melena).
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan sklera ikterik minimal, peningkatan tekanan vena
jugularis, spider naevi, asites, palmar eritem, dan edema pretibia. Sesuai dengan
konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium
klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises6 :
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites
Stadium 2: varises, tanpa ascites
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites

41

Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, sementara stadium


3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada keadaan pasien saat
ini didapatkan ascites tanpa perdarahan, diagnosis mengarah pada sirosis hepatis
dekompensata.
Hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang
beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk
menjaga tekanan onkotik yaitu dengan menjaga volume plasma dan mempertahankan
tekanan koloid osmotik dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik, maka
cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang
menumpuk di perifer yang berujung pada keadaan edema, dapat ditemukan di perut
dan tungkai. Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites dan dapat
dijelaskan selain sebagai akibat hipoalbuminemia, juga akibat retensi garam dan air.
Kegagalan sel hati untuk menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik
merupakan penyebab retensi natrium dan air. Gejala muntah hitam (hematemesis) dan
BAB hitam (melena) terjadi akibat rupturnya varises esofagus. Hati yang normal
mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal
tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya
kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada
aliran darah portal. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada
sekitar 70% penderita sirosis lanjut.12 Pada pasien dalam kasus ini, terlihat jelas
banyaknya gambaran varises esofagus melalui pemeriksaan endoskopi sehingga
sangat beresiko timbulnya pendarahan varises esofagus.
Spider naevi merupakan suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa venavena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, lengan atas, dan dada.
Mekanisme terjadinya dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas.
Eritema Palmaris, yaitu warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

42

tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik untuk pasien sirosis. Tanda ini dapat ditemukan pula
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakitnya dan
biasanya minimal. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
ganggguan reversibel fungsi hati.9,12
Dari pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Mei 2012, diperoleh Hb 9,9 mg/dl,
Hematokrit 29 vol%, dan diff count 0/5/57/27/11, BSS 148 mg/dl, Protein total 4,7
mg/dl, Albumin 2 mg/dl, Globulin 2,7 mg/dl, SGOT 69 U/l, SGPT 35 U/l. Hasil
pemeriksaan sero imunologi HBsAg (+) .

Dari hasil pemeriksaan laboratorium, ditemukan kondisi anemia ringan,


penurunan hematokrit, penurunan jumlah protein total, hipoalbuminemia, dan
peningkatan ringan nilai SGOT dan SGPT. Keadaan anemia ringan disini dapat
berkaitan dengan keadaan penyakit os yang sudah kronis dan faktor asupan nutrisi.
Kerusakan sel-sel hepar yang terjadi berperan dalam peningkatan jumlah enzim hati
SGOT dan SGPT. SGOT merupakan enzim mitokondria yang banyak ditemukan di
jantung, hati, otot, dan ginjal. Jika terjadi kerusakan sel pada organ-organ ini maka
enzim SGOT akan meningkat. SGPT merupakan enzim sitosol yang banyak sekali
dijumpai dalam hati dibanding dalam jantung dan otot. Peningkatan yang ringan dari
enzim hati merupakan keadaan khas pada penyakit hati yang telah berlangsung
kronik. Kadar protiein dan albumin rendah terjadi karena fungsi sel hati yang
menurun.9,10 Dari pemeriksaan seroimunologi, ditemukan HBsAg positif, HBsAg
merupakan penanda antigen hepatitis B yang mengindikasikan pasien ini memiliki
riwayat penyakit hepatitis B (+) sebelumnya. Penyakit infeksi virus hepatitis B kronik
merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit sirosis hepatis.
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satu pedoman dalam menentukan prognosis bisa menggunakan kriteria
Child-Pugh. Variabel yang digunakan dalam penentuannya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya ascites, dan ensefalopati. Kriteria ini berkaitan
dengan besarnya angka harapan hidup untuk penderita sirosis hepatis. 10 Pada pasien

43

ini diperoleh keadaan ascites berat, tidak ada ensefalopati, bilirubin < 2mg/dl,
albumin < 2,8 mg/dl dan PT (-). Berdasarkan keterangan tersebut, pasien ini termasuk
dalam klasifikasi Child-Pugh C (nilai 10+x) yang bermakna angka kelangsungan
hidup selama 1 tahun ini adalah sekitar 45%. Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad
malam dan quo ad functionam adalah dubia ad malam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an
overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2 nd
ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiffs Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven;
2003:409-28

44

3. Sutadi SM. 2003.Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit


Dalam Universitas Sumatera Utara. 6 Mei 2012 Available from URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf
4. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center
Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension
Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version 1
(October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc
5. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available from
URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
6. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 11 September 2009. Available
from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
7. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis hati.
Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.
8. Hadi S. 1999. Gastroenterologi edisi VII. Bandung: Alumni. Hal. 613.
9.

Bacon, Bruce R. 2008. Cirrhosis and Its Complication in: Longo DL, Kasper DL,
Jameson JL at all. (editor). Harrisons Principle of Internal Medicine. Edition 18,
Volume 2. New York: McGraw Hills. p.2597-2599

10. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis Hepatis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing. Jakarta: Edisi ke 5. Hal. 668-673.
11. Sutadi, Sri maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera

Utara.

Diunduh

dari

library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-

srimaryani5.pdf.
12. Slyvia, A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi ke-6. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta
13. Hirlan. Asites dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing.
Jakarta: hal. 674-676
14. Hasan, Irsan dan Tities Anggraeni Indra. 2008. Peran Albumin Dalam
Penatalaksanaan Sirosis Hepatis dalam medicinus : scientific journal of
pharmaceutical development and medical application vol.21, April Juni, No.2,
hal. 3-6.

45

46

Anda mungkin juga menyukai