Case Me Sirhep Print
Case Me Sirhep Print
PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur
hati yang normal. Penyakit ini ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati yang diikuti oleh proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel
hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Respons fibrosis
terhadap kerusakan hati bersifat reversible, namun pada sebagian besar pasien sirosis,
proses fibrosis biasanya ireversibel.1,2
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 4546 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit
hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.3
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama
yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di
AS. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati
fulminan (fulminant hepatic failure).4,5,6 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus
hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur
yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam
penyebab lain yang jarang ditemukan.6
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari
beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis
klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal
penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan Sumatra, sedangkan
di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Di Indonesia, sirosis hati lebih sering
dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan. Keluhan yang timbul umumnya
tergantung apakah sirosisnya masih dini atau sudah fase dekompensasi. Bila masih
dalam fase kompensasi sempurna maka sirosis kadangkala ditemukan pada waktu
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. L
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 50 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Petani
Status
: Kawin
Warga Negara
: Indonesia
Agama
: Islam
Ruang
: Perkutut
MRS
: 24 Mei 2012
gelas aqua setiap BAB. Keluhan badan dan mata kuning disangkal. Os lalu berobat ke
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis sirosis hepatis
dan dirawat selama 23 hari. Bengkak di perut os mengecil, lalu os dipulangkan.
Selama di rumah, os mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obatnya.
5 bulan SMRS os mengeluh perut kembali membesar, perut terasa penuh
(+), mual (+), muntah (+),muntah hitam (+), isi apa yang dimakan/diminum,
banyaknya gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun. Keluhan BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+)
jumlah gelas aqua setiap BAB, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan badan dan mata
kuning disangkal. Keluhan demam, batuk dan sesak nafas disangkal. Os kembali
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis
dengan penyakit yang sama dan dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat, bengkak di
perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os mengaku rutin
mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatannya.
3 bulan SMRS os mengeluh perut bertambah besar, perut terasa penuh (+),
nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan/diminum, muntah hitam
(+) kurang lebih gelas, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) jumlah
kurang lebih 1/2 gelas setiap BAB, frekuensi 1 kali dalam 1 malam. Keluhan badan
dan mata kuning disangkal. Keluhan demam , sesak napas dan batuk tidak ada. Os
kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
dirawat selama 12 hari. Os mengaku cairan di perut os disedot untuk pertama kali
dan bengkak di perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os
mengaku mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatnya.
2 minggu SMRS os mengeluh perut semakin bertambah besar, perut terasa
penuh (+), nyeri ulu hati (-), dada terasa sesak (+), mual (+), muntah (+) isi apa yang
dimakan/diminum, muntah hitam (-), demam (-), nafsu makan menurun, berat badan
juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) banyaknya gelas
aqua, frekuensi 1 kali dalam 1 hari. Keluhan badan dan mata kuning disangkal.
Demam (-), batuk (-). Os mengaku lupa mengonsumsi obat selama 1 bulan terakhir.
Os berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, kemudian
os dirawat.
Riwayat penyakit dahulu:
-
Riwayat Kebiasaan
-
Variasi diet
Karbohidrat
Protein
: tahu, tempe
Lemak
Sayur
Buah
Susu
Kesadaran
: compos mentis
Dehidrasi
: (-)
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,8oC
Berat badan
: 51 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Lingkar Perut
: 95 cm
Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, ikterus pada kulit (-), sianosis (-), scar (-), keringat umum (-),
keringat setempat (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk normocephali, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), mata cekung (-), edema palpebra (-),
konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
selaput lendir dalam batas normal, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan
(epistaksis).
Telinga
Tophi (-), liang telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan processus mastoideus (-),
pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, tepi lidah hiperemis (-), lidah kering (-), atrofi papil (-),
gusi berdarah (-), stomatitis angularis (-), rhageden (-), bau pernapasan khas (-),
faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP
(5+0) cmH2O, hipertrofi muskulus sternokleidomastoideus (-), dan kaku kuduk (-).
Dada
Bentuk dada simetris, barrel chest (-), spider naevi (+), sela iga melebar (-), nyeri
tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 84x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : Cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada seluruh lapangan abdomen
A: BU sulit dinilai
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas superior :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-), palmar eritema (+).
Ekstremitas inferior :
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial dan
pedis (+), jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-).
Diagnosis sementara:
Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata + suspect efusi pleura sinistra
Diagnosis banding:
-
Penatalaksanaan
Nonfarmakologis
Istirahat
O2 3lt/ menit
Farmakologis
IVFD D5% gtt X/menit, mikro
Furosemid 2 x 20 mg IV
Spironolakton tab 3 x 100mg
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Rencana Pemeriksaan
25 Mei 2012
S Perut kembung
O Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
: 84x/menit
RR
: 22x/menit
: compos mentis
10
Temperature
: 36,80C
Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan LS
dextra ICS V, batas jantung kiri sulit dinilai
A: HR = 84x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Perut
I : cembung, venektasi (+), scar (-), smiling umbilicus (+)
P : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi (+)
P : redup pada seluruh lapangan abdomen
A: BU sulit dinilai
A
P
O2 3lt/ menit
11
Hasil
9,9 g/dl
29 vol%
0/5/57/27/11
12
Nilai Normal
P: 12-16 g/dl
P: 37-42 vol%
0-1/1-3/50-70/20-40/2-8
LP
95cm
Pemeriksaan
BSS
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Hasil
148 mg/dl
4,7 mg/dl
2 mg/dl
2,7 mg/dl
69 U/l
35 U/l
Nilai Normal
76-110 mg/dl
6,6-8,7 mg/dl
3,8-5,8 mg/dl
1,3-2,7 mg/dl
< 18 U/l
< 12 U/l
13
atas masih dalam batas normal (massa otot baik), pasien masih mampu
berjalan dengan baik. Namun, penyakit yang telah berlangsung lama dan
nafsu makan yang menurun turut mempengaruhi status nutrisi pasien.
26 Mei 2012
S Perut pedih
O Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
: 88x/menit
RR
: 20x/menit
Temperature
: 36,50C
: compos mentis
Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
P : sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler normal pada kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
14
A
P
O2 3lt/ menit
15
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit ulang (follow up penggunaan terapi diuretik)
Pemeriksaan Roentgen Thoraks
Endoskopi
USG abdomen
Follow up Balance Cairan
Intake
Output
Tanggal/
Jam
Makan Minum Infus Total BAB BAK IWL Total Selisih
26 Mei
200
120
300 620
0
1000 500 1500 -880
28 Mei 2012
S Sesak nafas (+), perut pedih (+)
O Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
: 76x/menit
RR
: 20x/menit
Temperature
: 36,80C
: compos mentis
Pemeriksaan fisik
Konjunctiva palpebra pucat (-), sklera icterik (-), mata cekung (-)
Jugular venous pressure (5+0) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru-paru
I : Statis: simetris kanan = kiri, dinamis: tidak ada yang tertinggal
P : Stem fremitus kiri melemah
16
LP
93cm
A
P
O2 3lt/ menit
17
Curcuma tab 3 x 1
Ranitidin 2 x 150 mg
Dexanta Syrup 3 x 1C
Vitamin K 1 x 10mg
Rencana Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit (follow up penggunaan terapi diuretik)
Pemeriksaan cairan ascites
Pemeriksaan Roentgen Thoraks (memastikan efusi pleura sinistra)
Endoskopi
USG abdomen
Follow up Balance Cairan
Intake
Output
Tanggal/
Jam
Makan Minum Infus Total BAB BAK IWL Total Selisih
28 Mei
150
200
300 650
0
1000 500 1500 -950
Hasil Parasintesis ( 28 Mei 2012 )
-
Hasil
10 g/dl
29 vol%
0/6/53/57/4
Nilai Normal
P: 12-16 g/dl
P: 37-42 vol%
0-1/1-3/50-70/20-40/2-8
Hasil
77 mg/dl
35 mg/dl
0,9 mg/dl
18
Nilai Normal
76-110 mg/dl
10-50 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl
LP
91cm
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali phosphatase
0,3 mg/dl
0,2 mg/dl
0,1 mg/dl
4,7 mg/dl
2,2 mg/dl
2,5 mg/dl
71 U/l
30 U/l
114 mg/dl
1 mg/dl
0,25 mg/dl
0,8 mg/dl
6,6-8,7 mg/dl
3,8-5,8 mg/dl
1,3-2,7 mg/dl
< 18 U/l
< 12 U/l
< 125 mg/dl
Intrepretasi :
Kesan : Cor sulit dinilai, Asites mempengaruhi lapangan pandang rongga thorax.
Dari hasil pemeriksaan roentgen maka dapat disingkirkan diagnosa mengenai efusi
pleura sinistra, maka diagnosa akhir adalah Ascites e.c Sirosis hepatis dekompensata
e.c hepatitis B kronik.
Hasil Endoskopi ( 29 Mei 2012)
19
20
diawali pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab kedua mata pada pagi hari,
perut terasa penuh (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+), muntahnya berwarna
hitam (+), sebanyak 1 gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan demam (-), sakit
kepala (+), batuk (-) dan sesak nafas (-). Os mengaku BAK biasa dan BAB kehitaman
seperti kecap, konsistensi lembek, frekuensi 2 kali sehari, jumlah kurang lebih 1/2
gelas aqua setiap BAB. Keluhan badan dan mata kuning disangkal. Os lalu berobat ke
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis sirosis hepatis
dan dirawat selama 23 hari. Bengkak di perut os mengecil, lalu os dipulangkan.
Selama di rumah, os mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obatnya.
5 bulan SMRS os mengeluh perut kembali membesar, perut terasa penuh
(+), mual (+), muntah (+),muntah hitam (+), isi apa yang dimakan/diminum,
banyaknya gelas aqua, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun. Keluhan BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+)
jumlah gelas aqua setiap BAB, frekuensi 1 kali sehari. Keluhan badan dan mata
kuning disangkal. Keluhan demam, batuk dan sesak nafas disangkal. Os kembali
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim, didiagnosis
dengan penyakit yang sama dan dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat, bengkak di
perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os mengaku rutin
mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatannya.
3 bulan SMRS os mengeluh perut bertambah besar, perut terasa penuh (+),
nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (+) isi apa yang dimakan/diminum, muntah hitam
(+) kurang lebih gelas, frekuensi 1 kali sehari, demam (-), nafsu makan menurun,
berat badan juga dirasakan menurun, BAK seperti teh tua (-), BAB hitam (+) jumlah
kurang lebih 1/2 gelas setiap BAB, frekuensi 1 kali dalam 1 malam. Keluhan badan
dan mata kuning disangkal. Keluhan demam , sesak napas dan batuk tidak ada. Os
kembali berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.M Rabain Muara Enim,
dirawat selama 12 hari. Os mengaku cairan di perut os disedot untuk pertama kali
dan bengkak di perut os berkurang, lalu os dipulangkan. Selama di rumah, os
mengaku mengonsumsi obat-obatan, os lupa nama obat-obatnya.
21
Prognosis :
-
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
22
23
24
25
Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung
dengan kongesti vena hepar yang kronis.11
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :11
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh
lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai
campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga
bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :11
1. Sirosis haepatis kompensata.
Sering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hepatis dekompensata
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejalagejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala
kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih
berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit
26
hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).
Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu
bisa juga keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit
merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut
gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun,
pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.9
Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya
dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal
dengan manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada
dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih
berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang
berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan
saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa
juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja
akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan
pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan
kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase
lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.9,11
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan warna air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan
atau melena, serta perubahan mental seperti lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi sampai koma.9,10
27
28
sirkulasi
mengaktifkan
mekanisme
renin-angiotensin-aldosteron).
Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat
kegagalan hepatoseluler.12,13
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan
yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat.
Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan
lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang
cairan, dan perut yang membengkak.13
3. Gejala lainnya.
29
30
sel yang rusak, tetapi tidak begitu tinggi. SGOT lebih meningkat dibandingkan
SGPT. Alkali fosfatase dapat meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas. GGT meningkat tajam pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit.11
Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Globulin,
konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem pora ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produksi
imonoglobulin. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan
sel hati.Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan
sel hati membentuk glikogen. Natrium serum menurun terutama pada sirosis
dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.9
Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).10
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) secara rutin digunakan
karene pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya
kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenita, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut,
ukuran hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler, dan ada peningkatan
eksogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
spenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis.12
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:
31
Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang masif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah
tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena. Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya
disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED
pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18%
karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.9,11
Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma
hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit,
obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak
akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati
32
tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju
ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.9,10,11
Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa
gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.11
Karsinoma hepatoselular
Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan
timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.9,10
Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk
juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, Spellberg
infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis
kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.11
Ensefalopati Hepatik
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit
hati menahun akibat disfungsi hati. mulai dari gangguan ritme tidur
(hipersomnia dan insomnia), perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre
koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati
disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang hepatotoksik.9,11
Sindrom Hepatorenal11
33
Minor
Volume urin < 1 L/hari
Sodium urin <10 mmol/L
Osmolatiras urin > osmolaritas
plasma
Konsentrasi serum sodium < 13
mmol/L
Tanda-tanda
syok,
kehilangan
cairan,
infeksi
berat,
dan
obat
nefrotoksik
Proteinuria <500 mg/ hari
H. PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit , menghindari bahan bahan yang biasa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
hepatic, berikan diet yang mengandung protein 1gram/kgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/ hari.10,11
Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi diantaranya alkohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat
mencederai hati dihentikan penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn,
dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.11
Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi bias menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat
badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg
secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
34
35
cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus
albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa
dapat menurunkan masa opname pasien.13
Parasentesis cairan asites sebagai tindakan diagnostik maupun terapeutik
sering dilakukan pada pasien sirosis hati. Parasentesis terapeutik diindikasikan
pada asites yang tidak memperlihatkan respons terhadap terapi obat diuretika,
mempercepat pengeluaran cairan pada keadaan asites masif, mempermudah
pemeriksaan ultrasonografi atau tindakan lain seperti aspirasi hati dan
radiofrequency ablation. Prosedur parasentesis dapat dilakukan pada saat tertentu
sesuai indikasi, bisa pula secara berkala seperti pada kasus asites refrakter.
Dikatakan sebagai parasentesis cairan asites volume besar (large volume
paracentesis) jika satu kali tindakan mengeluarkan lebih dari 5 liter cairan.
Parasentesis volume besar telah menjadi prosedur rutin dan tercantum dalam
konsensus penatalaksanaan asites pada sirosis bahkan merupakan terapi lini
pertama bagi asites refrakter.14
Walaupun dianggap cukup aman, parasentesis volume besar bukanlah
tindakan tanpa risiko sama sekali. Pengeluaran cairan dalam jumlah besar tanpa
pemberian pengembang plasma akan berdampak pada gangguan sirkulasi yang
ditandai dengan penurunan volume darah arteri efektif. Kondisi ini selanjutnya
diikuti dengan aktivasi vasokonstriktor dan faktor antinatriuretik. Dampak klinis
yang terlihat adalah berupa rekurensi asites yang cepat, komplikasi sindroma
hepatorenal atau hiponatremia dilusional sampai pemendekan kesintasan
(survival).Pemberian pengembang plasma seperti koloid atau albumin dianjurkan
untuk mencegah komplikasi pada parasentesis volume besar. Uji klinis mengenai
penggunaan albumin pada tindakan ini telah dipublikasikan sejak sekitar 20 tahun
yang lalu. Penelitian yang dilakukan Lucia Tito dan kawan-kawan terhadap 38
pasien sirosis dan dipublikasikan pada tahun 1990 merupakan salah satu publikasi
yang menjadi acuan prosedur parasentesis volume besar. Dalam penelitiannya Tito
mengeluarkan cairan asites sampai habis sehingga disebut parasentesis total. Ratarata cairan yang dikeluarkan sebanyak 10,7 liter dalam waktu 60 menit. Pasien
36
kemudian mendapat infus albumin 20% sebanyak 6-8 gr per liter cairan asites
yang dikeluarkan. Evaluasi terhadap beberapa parameter yang sering terganggu
akibat parasentesis dilakukan 48 jam dan 6 hari pasca tindakan. Terbukti tidak
didapatkan erubahan bermakna pada parameter penting yang diperiksa, seperti
kadar kreatinin serum, kadar natrium dan kalium serum, begitu juga pada tes
fungsi hati seperti bilirubin dan masa protrombin.
Mengingat harga albumin yang cukup mahal, dipikirkan pemakaian koloid
sebagai alternatif pengembang plasma. Secara teori alternatif ini cukup
menjanjikan, tetapi pada prakteknya koloid tidak memberikan hasil sama bagusnya
dengan albumin.14
Albumin dan Terapi Diuretik
Albumin juga seringkali dipakai untuk
diuretik pada pasien sirosis dengan komplikasi asites. Latar belakang teorinya
adalah kekurangan albumin untuk mengikat furosemid sehingga obat hanya
beredar di plasma dan tidak berhasil mencapai nefron proksimal. Akibatnya terapi
diuretika tidak akan memberikan respons yang baik. Ketika ditambahkan albumin
volume distribusi akan menurun, obat akan diikat dan dibawa ke ginjal untuk
kemudian keluar bersama urine sehingga diuresispun membaik. Studi untuk
mempelajari mekanisme ini antara lain dilakukan pada mencit dengan
analbuminemik yang menunjukkan volume distribusi furosemid 10 kali lipat
dibanding mencit normal. Penelitian pertama pada pasien sirosis hati dilakukan
oleh Wilkinson dan Sherlock dan dilaporkan dalam jurnal Lancet tahun 1962.
Disebutkan bahwa
keluhan subyektif. Setelah itu tercatat enam penelitian lain berkaitan dengan
manfaat pemberian albumin bersamaan dengan diuretika. Penelitian Romanelli, et
al membuktikan bahwa pemberiaan albumin jangka panjang menurunkan angka
rekurensi terjadinya asites dan meningkatkan angka survival pasien. Walaupun
begitu harga albumin yang lumayan tinggi membuat terapi kombinasi tidak jadi
37
protokol rutin dalam penatalaksanaan asites, kecuali pada kasus tertentu seperti
asites masif, komplikasi hernia atau gangguan pernafasan.14
Ensefalopati Hepatik :
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/ kg berat badan perhari. Terutama diberikan yang kaya
asam amino rantai cabang.10
Varises Esofagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat penyekat beta
(proponolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin dan
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.9,10
Peritonitis bacterial spontan
Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau
aminoglikosida.10
Sindrom hepatornal
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,
perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa :
retriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
nefrotoksik. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada
pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati
yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.10,11
Transplantasi hati
Terapi definitif pada pasien siosis dekompensata namun, sebelum dilakukan
transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh klien dulu.10
I. PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
38
Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites dan enselopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan
hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut adalah
100%, 80%, dan 45%.10
Tabel 1. Klasifikasi dan prognosis Child pasien sirosis hepatis dalam terminologi
cadangan fungsi hati10
Skor/Parameter
Bilirubin
serum
Minimal (1)
<2,0
Sedang (2)
2,0 - 3,0
Berat (3)
>3
serum
>3,5
2,8-3,5
<2,8
time
>70
40-70
<40
(quick%)
Asites
Ensepalopati
Nihil
Tidak ada
Mudah dikontrol
Stadium 1 dan 2
Sukar
Stadium 3 dan 4 (berat
hepatik
Nutrisi
Sempurna
(minimal)
baik
atau koma)
Kurang/kurus
(mg%)
Albumin
(mg%)
Protombin
Grade (Child)
A
B
C
Nilai
Prognosis (selama
Angka Mortalitas
5-6
7-9
10-15
satu tahun)
100%
80%
45%
10-15%
30%
>60%
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berinisial Ny. L, berumur 50 tahun, MRS 24 Mei 2012
dengan keluhan utama perut yang semakin membesar sejak 2 minggu SMRS.
39
40
41
42
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik untuk pasien sirosis. Tanda ini dapat ditemukan pula
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakitnya dan
biasanya minimal. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai
ganggguan reversibel fungsi hati.9,12
Dari pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Mei 2012, diperoleh Hb 9,9 mg/dl,
Hematokrit 29 vol%, dan diff count 0/5/57/27/11, BSS 148 mg/dl, Protein total 4,7
mg/dl, Albumin 2 mg/dl, Globulin 2,7 mg/dl, SGOT 69 U/l, SGPT 35 U/l. Hasil
pemeriksaan sero imunologi HBsAg (+) .
43
ini diperoleh keadaan ascites berat, tidak ada ensefalopati, bilirubin < 2mg/dl,
albumin < 2,8 mg/dl dan PT (-). Berdasarkan keterangan tersebut, pasien ini termasuk
dalam klasifikasi Child-Pugh C (nilai 10+x) yang bermakna angka kelangsungan
hidup selama 1 tahun ini adalah sekitar 45%. Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad
malam dan quo ad functionam adalah dubia ad malam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an
overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2 nd
ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiffs Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven;
2003:409-28
44
Bacon, Bruce R. 2008. Cirrhosis and Its Complication in: Longo DL, Kasper DL,
Jameson JL at all. (editor). Harrisons Principle of Internal Medicine. Edition 18,
Volume 2. New York: McGraw Hills. p.2597-2599
10. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis Hepatis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing. Jakarta: Edisi ke 5. Hal. 668-673.
11. Sutadi, Sri maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera
Utara.
Diunduh
dari
library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
srimaryani5.pdf.
12. Slyvia, A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi ke-6. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta
13. Hirlan. Asites dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing.
Jakarta: hal. 674-676
14. Hasan, Irsan dan Tities Anggraeni Indra. 2008. Peran Albumin Dalam
Penatalaksanaan Sirosis Hepatis dalam medicinus : scientific journal of
pharmaceutical development and medical application vol.21, April Juni, No.2,
hal. 3-6.
45
46