Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai
macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada
tahun 1826. Diambil dalam bahasa Yunani Scirrhus atau Kirrhos yang artinya warna
orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak
bentuk kerusakan hati yang ditandai fibrosis.
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat ditimbulkan sekitar 35.000 kematian
pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di Amerika dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di
amerika. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan
mereka akibat penyakit ini setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang
disebabkan karena gagal hati Fulminan. FHF Disebabkan hepetitis virus (virus
hepatitis A dan B). Belum ada data resmi nasional tentang sirosis di Indonesia,
Namun dari beberapalaporan di Rumah sakit umum pemerintahan di Indonesia,
berdasarkan diagnosis klinik dapat dilihat bahwa prevenlasi sirosis hati yang dirawat
di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3.6-8,4% di Jawa dan sumatra,
Sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan pasien
rata-rata prevelansi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
penyakit dalam atau rata-rata 47,7% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Perbandingan pria : wanita rata-rata 2:1 usia rata-rata 44 tahun. Rentang Usia 13-88
tahun, Dengan kelompok terbanyak antara 40-50 tahun.

BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 IDENTIFIKASI

Nama

: Tn.Su

Umur

: 41 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Linggau selatan

Status

: Kawin

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

MRS

: 17 Oktober 2013

Tanggal pemeriksaan : 19 Oktober 2013

II.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


Keluhan utama
Perut semakin membesar sejak 1 bulan SMRS
Riwayat perjalanan penyakit
2 tahun SMRS, os mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri terus menerus,
nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar, nyeri tidak bertambah jika
makan makanan berlemak, mual (-), muntah (-), perut membesar (-), sembab pada
kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (-)
BAK berwarna teh tua (+), BAK berdarah (-), nyeri pinggang (-), BAB berwarna
hitam seperti kecap (-), BAB dempul (-), diare (-), penurunan berat badan (-), demam
(+), mata kuning. Pasien berobat dan diberi obat namun tidak diketahui nama
obatnya, keluhan berkurang.

Sejak 3 bulan SMRS, os mengeluh perut membesar, terasa sesak, dan cepat
kenyang bila makan. Os mengeluh celana os terasa sempit. Os juga mengeluh nyeri
perut kanan atas, nyeri hilang timbul, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak
menjalar, nyeri tidak bertambah jika makan makanan berlemak, mual (+), muntah (-),
sembab pada kedua tungkai (+), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun tidur
di pagi hari (+), mula-mula sembab timbul dari kaki, kemudian kelopak mata, lalu
perut membesar. Nafsu makan menurun (+), BAK berwarna teh tua (+), BAK
berdarah (-), nyeri pinggang (-), mata kuning (+), BAB berwarna hitam seperti kecap
(-), BAB dempul (-), demam (-). pasien tidak berobat.
Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa sesak,
dan cepat kenyang bila makan. Os mengeluh celana os terasa sempit. Sesak nafas ada,
tidak dipengaruhi perubahan cuaca dan emosi. Jantung berdebar (-), sesak nafas bila
beraktivitas (-), sering terbangun malam hari karena sesak (-). Nyeri perut kanan atas
(+), nyeri terus-menerus, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar, nyeri
tidak bertambah jika makan makanan berlemak, mual (+), muntah (+), muntah
berwarna hitam sebanyak 2 kali dalam sehari, banyaknya + 2 gelas belimbing selama
seminggu terakhir. sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata
saat bangun pada pagi hari (-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (+), BAK
berwarna teh tua (+), frekuensi BAK + 4 kali sehari, BAB berwarna hitam seperti
kecap (+) banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 5x dalam sehari dalam
seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam (-), keluar benjolan di anus (-). Pasien
lalu berobat ke RSUD dr.Sobirin Lubuklinggau dan dirawat inap.
Riwayat penyakit dahulu:
-

Riwayat kebiasaan minum jamu-jamuan disangkal

Riwayat kebiasaan minum obat-obat penghilang nyeri disangkal

Riwayat minum alkohol ada saat berusia 20 tahun, minum selama + 10 tahun
banyaknya + 3 botol dalam seminggu

Riwayat transfusi darah disangkal

Riwayat kencing berpasir disangkal

Riwayat kencing berdarah disangkal

Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat sakit demam rematik disangkal

Riwayat penyakit keluarga


-

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga ada, ayah pasien
mengalami penyakit dengan keluhan perut membesar dan mata kuning.

Riwayat Sosioekonomi
Kesan: Status ekonomi kurang.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Keadaan umum

: tampak sakit

Keadaan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 20 x/menit, thorakoabdominal, reguler

Suhu

: 36,5 C

Berat badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 165 cm

RBW

: 100%

Lingkar Perut

: 78 cm

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, tinea corporis di regio epigastrium dan umbilikalis abdomen,
scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-), spider nevi (+) di regio thorakalis, pucat
pada telapak tangan dan kaki (-), eritema palmar (-), turgor: cubitan kulit kembali
cepat, pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, normosefali, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-), facies
hipokrates (-)
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(+/+), sklera ikterik (+/+), pupil isokor, diameter 2 mm, reflek cahaya normal,
pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak
ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).
Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (+), atrofi papil (-), hipertrofi ginggiva
(-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), fetor hepatikum (-), faring tidak ada
kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH O, kaku kuduk (-).
2

Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider naevi (+).
Ginekomastia (-)
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus normal kanan=kiri
P : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri, batas paru hepar ICS 5,
peranjakan 1 sela iga
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat.
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra.
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS
V, batas jantung kiri linea mid klavikula sinistra ICS V
A : HR = 84 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-).
Perut
I : cembung, venektasi (-)
P : Lemas, hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan (-)
P : undulasi (-), nyeri ketok (-), shifting dullness (+)
A : Bising Usus (+) Normal

Alat kelamin : edema skrotum (-)


Extremitas Atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), akral dingin (-) , jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-),
eritem palmar (-), asterixis (-), kontraktur dupuytren (-), muchrche (-), flapping
tremor (-)
Extremitas Bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), nyeri otot tungkai (-),
edema pretibial (-), lebam (-), turgor kembali cepat
Rectal toucher
Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, darah (-), feses (-), hemoroid (-)
II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hb

: 8,3 gr/dl (L: 14-18 g/dl; P: 12-16 g/dl)

Ht

: 25 vol% (L:40-48 vol%, P:37-43 vol%)

Leukosit

: 11200 / l (5.000-10.000/l)

Trombosit

: 115.000 /mm3 (150000-450000 mm3)

MCV

: 109,7

MCH

: 38,8

MCHC

: 35,3

BSS

: 118,6 mg/dl

Kimia Klinik
Ureum
Creatinin

: 164,3 mg/dl (15-39 mg/dl)


: 3,0

mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)

Protein Total

: 4,0

g/dl (6,0-7,8 g/dl)

Albumin

: 2,82

g/dl (3,5-5,0 g/dl)

Globulin

: 1,18

g/dl

SGOT

: 61,3

u/L (< 40 U/l)

SGPT

: 29,2

u/L (< 41)

Natrium

: 136

mmol/L (135-155 mmol/l)

Kalium

: 3,7

mmol/L (3,5-5,5 mmol/l)

Bilirubin total

: 2,13 mmol/L (0,1-1,0 mg/dl)

Bilirubin direk

: 1,60 mmol/L (< 0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek

: 0,53 mmol/L (< 0,75 mg/dl)

Kolesterol total

: 163,3 mg/dl (<200 mg/dl)

HDL

: 19,8

mg/dl (>55 mg/dl)

LDL

: 43,6

mg/dl (<130 mg/dl)

Trigliserida

: 191,4 g/dl (<150 mg/dl)

Natrium

: 142,8 mmol/dl (135-155 mmol/dl)

Kalium

: 4,6 (3,5-5,5 mmol/dl)

Serologi/ imunologi
Hepatitis marker
HBsAg

: positif

Urinalisa
Sel epitel

:+

(negatif)

Eritrosit

:-

(0-1 /lpb)

Leukosit

: 0-1 /lpb

(0-5 /lpb)

Protein

:-

(negatif)

Glukosa

:-

(negatif)

Silinder

:-

(negatif)

Kristal

:-

(negatif)

Nitrit

:-

(negatif)

Feses rutin
Konsistensi

: padat

Amoeba

:-

Eritrosit

:+

Leuko

:+

Bakteri

:+

Lendir

:+

Darah samar

:-

Makrofag

:-

EKG

Irama sinus, aksis normal, HR 75 kali/menit, Gelombang P normal, PR interval 0,12


detik, komplek QRS 0,07 detik, R/S V1 <1, S V1 + R V5 < 35, ST T change (-)
Kesan : Normal sinus

Rontgen Thoraks PA

Kondisi foto kurang baik, trakea di tengah, tulang-tulang normal, sela iga normal,
CTR<50%, sudut kostofrenikus tajam
Kesan: Rontgen thoraks PA kurang jelas

USG Abdomen:
Hepar

: mengecil, permukaan kasar, heterogen, tepi tumpul,

permukaan tidak rata, asites (+)

10

GB/ CBD

: dinding tebal, double layer

Lien

: membesar

Ginjal kiri/kanan

: ukuran normal, korteks medula jelas, batu (-)

KESAN

: Sirosis hati

II. 5. RESUME
Seorang laki-laki, berusia 40 tahun, MRS tanggal 17 Oktober 2013 dengan
keluhan utama perut semakin bertambah besar sejak 1 bulan SMRS.
2 tahun SMRS, os mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri terus menerus,
nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar, nyeri tidak bertambah jika
makan makanan berlemak, mual (-), muntah (-), perut membesar (-), sembab pada
kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (-)
BAK berwarna teh tua (+), BAK berdarah (-), nyeri pinggang (-), BAB berwarna
hitam seperti kecap (-), BAB dempul (-), diare (-), penurunan berat badan (-), demam
(+), mata kuning. Pasien berobat dan diberi obat namun tidak diketahui nama
obatnya, keluhan berkurang.
Sejak 3 bulan SMRS, os mengeluh perut membesar, terasa sesak, dan cepat
kenyang bila makan. Os mengeluh celana os terasa sempit. Os juga mengeluh nyeri
perut kanan atas, nyeri hilang timbul, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak
menjalar, nyeri tidak bertambah jika makan makanan berlemak, mual (+), muntah (-),
sembab pada kedua tungkai (+), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun tidur
di pagi hari (+), mula-mula sembab timbul dari kaki, kemudian kelopak mata, lalu
perut membesar. Nafsu makan menurun (+), BAK berwarna teh tua (+), BAK
berdarah (-), nyeri pinggang (-), mata kuning (+), BAB berwarna hitam seperti kecap
(-), BAB dempul (-), demam (-). pasien tidak berobat.
Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa sesak,
dan cepat kenyang bila makan. Os mengeluh celana os terasa sempit. Sesak nafas ada,
tidak dipengaruhi perubahan cuaca dan emosi. Jantung berdebar (-), sesak nafas bila
beraktivitas (-), sering terbangun malam hari karena sesak (-). Nyeri perut kanan atas

11

(+), nyeri terus-menerus, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, nyeri tidak menjalar, nyeri
tidak bertambah jika makan makanan berlemak, mual (+), muntah (+), muntah
berwarna hitam sebanyak 2 kali dalam sehari, banyaknya + 2 gelas belimbing selama
seminggu terakhir. sembab pada kedua tungkai (-), sembab pada kedua kelopak mata
saat bangun pada pagi hari (-), nafsu makan menurun (+), mata kuning (+), BAK
berwarna teh tua (+), frekuensi BAK + 4 kali sehari, BAB berwarna hitam seperti
kecap (+) banyaknya + satu gelas belimbing, frekuensi 5x dalam sehari dalam
seminggu terakhir. BAB dempul (-), demam (-), keluar benjolan di anus (-). Pasien
lalu berobat ke RSUD dr.Sobirin Lubuklinggau dan dirawat inap.
Dari riwayat lain, didapatkan riwayat konsumsi alkohol saat usia 20 tahun
selama kurang lebih 10 tahun dan ayah pasien mengalami keluhan yang sama, berupa
perut membesar dan mata kuning.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit
reguler, pernafasan 20 x/menit. Didapatkan sklera ikterik, spider naevi (+).
Pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Dari pemeriksaan abdomen
ditemukan shifting dullness.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 8,3 g/dl, Ht 25 vol%, leukosit
11200/mm3, MCV: 109,7, MCH: 38,8, MCHC: 35,3; trombosit 115.000/mm3,
Albumin 2,82 g/dl, Globulin 1,18 g/dl, SGOT 61,3u/L, SGPT 29,2u/L, Bilirubin direk
1,60 mmol/L, Bilirubin indirek 0,53 mmol/L, HbsAg (+). Didapatkan GFR= 25,46.
Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan kesan sirosis hati, ginjal dalam batas
normal.
Diagnosis Kerja
Hematemesis melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis hepatis
dekompensata e.c Hepatitis B Kronik + CKD gr.IV + anemia e.c. perdarahan

Diagnosa Banding

12

Hematemesis melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis hepatis
dekompensata e.c Alkoholik + CKD grade IV dd/ AKI Rifle F + anemia e.c. penyakit kronis

Penatalaksanaan
-

Tirah baring

Diet hati II

Diet rendah garam

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Vit B1B6B12 3 x 1 tablet

Furosemid 1x20 mg

Spironolacton 3 x 200 mg

Lansoprazole 1x1 kapsul


Propanolol 2 x 10 mg
Rencana koreksi albumin

Rencana pemeriksaan
-

Punksi Asites

Endoskopi

Pemeriksaan kadar AFP, pT

Biopsi Hati

Pemeriksaan Virologi : HBV DNA

Prognosis
-

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP

13

Tanggal
S
O: Kesadaran

17 Oktober 2013
Compos mentis

Tekanan darah

120/80 mmHg

Nadi

92 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

Suhu

36,5 oC

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+)

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Spider naevi (+)

Jantung

HR 92 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill


(-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising
usus (+) N.

Eksterimitas
A

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Hematemesis melena e.c Pecahnya varises
esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis
hepatis dekompensata e.c Hepatitis B Kronik
+ CKD gr.IV + anemia e.c. perdarahan

Tirah baring

Puasa

NGT

Observasi perdarahan

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Vit B1B6B12 3 x 1 tablet

14

Tanggal
S
O: Kesadaran

Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 3 x 200 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Vit. K 1 amp
Asam traneksamat
Propanolol 2 x 10 mg

18 Oktober 2013
Mual
Compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

80 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

Suhu

36,5 oC

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+)

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Spider naevi (+)

Jantung

HR 80 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill


(-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (+). Shifting dullness (+) Bising
usus (+) N.

Eksterimitas
A

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Hematemesis melena e.c Pecahnya varises
esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis
hepatis dekompensata e.c Hepatitis B Kronik
+ CKD gr.IV + anemia e.c. perdarahan

15

Tanggal
S
O: Kesadaran

Tirah baring

Diet hati II, diet rendah garam

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Vit B1B6B12 3 x 1 tablet

Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 2 x 100 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Propanolol 2 x 10 mg

19 Oktober 2013
Nyeri lutut
Compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

84 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

Suhu

36,5 oC

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+)

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Spider naevi (+)

Jantung

HR 84 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill


(-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising
usus (+) N.

Eksterimitas
A

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Hematemesis melena e.c Pecahnya varises

16

esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis


hepatis dekompensata e.c Hepatitis B Kronik
+ CKD gr.IV + anemia e.c. perdarahan
P

Tirah baring

Diet hati II, diet rendah garam

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Vit B1B6B12 3 x 1 tablet

Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 3 x 200 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Propanolol 2 x 10 mg

Tanggal
S
O: Kesadaran

21 Oktober 2013
Compos mentis

Tekanan darah

130/80 mmHg

Nadi

90 x/menit

Pernafasan

20 x/menit

Suhu

36,5 oC

Kepala

Conjungtiva palpebra anemis (+)


Sklera ikterik (+)

Leher

JVP (5-2) cmH2O


Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax:

Spider naevi (+)

Jantung

HR 90 x/menit. Murmur (-), Gallop (-), Thrill


(-)

Paru-paru

Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-),Wheezing (-)

Abdomen

Cembung. Lemas. Hepar dan lien sulit dinilai.


Nyeri tekan (-). Shifting dullness (+) Bising

17

usus (+) N.
Eksterimitas

Palmar eritem (-)


Edema pretibial (-)
Hematemesis melena e.c Pecahnya varises

esofagus e.c Hipertensi Porta e.c Sirosis


hepatis dekompensata e.c Hepatitis B Kronik
+ CKD gr.IV + anemia e.c. perdarahan
P

Tgl

Intake

Tirah baring

Diet hati II, diet rendah garam

IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip

Vit B1B6B12 3 x 1 tablet

Furosemid 1x 20 mg

Spironolacton 3 x 200 mg

Lansoprazole 1x1 caps


Propanolol 2 x 10 mg

Output

selisi
h

17-10
18-10
19-10
21-10

maka

minu

infus

total

BAB

BAK

IWL

Total

n
300
300
300
300

m
300
500
500
500

300
300
300
300

900
1100
1100
1150

200
200
200

1000
1000
1200
1000

600
600
580
580

1600
1800
1980
1980

-700
-700
-880
-630

L
P

BB

80
78
78
77

56
55
55
54

18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HATI
1. Pendahuluan
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat

19

nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan


ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis

hati secara klinis

dibagi menjadi sirosis

hati kompensata yang

berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat
perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan
biopsi hati.
2. Klasifikasi dan Etiologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar
nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau
campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi: 1). alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis),
3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat. Di negara barat
yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi
virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis
B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 1020% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non
B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya
kecil sekali karena belum ada datanya.
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

20

1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan
ikterus.
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis, hepatitis
B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson,
Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodaron, arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik,
pintas jejunoileal, sarkoidosis)
3. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan
insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan
dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4
tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.

21

4. Tanda dan Gejala Klinis


Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat
tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan
gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna kuning, rasa
mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut
dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari
sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang
membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama
bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat
dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises,
asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara
stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara lain:
1.

Spider naevi

2.

Eritema palmaris

3.

Ginekomastia

4.

Fetor hepatikum

22

5.

Splenomegali

6.

Asites

7.

Ikterus
Temuan klinis sirosis meliputi, spider-angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda
ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradio-testosteron
bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. Eritema
palmaris, wama merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifrk pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat

hipoalbuminemia.

Tanda

ini

juga

bias

ditemukan

pada

kondisi

hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Ginekomastia secara histologis


berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat
peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme.
Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda
ini menodol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering
ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini
akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan
cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.

23

Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang
khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa
akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat.
Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Pembesaran kelenjar parotis terutama
pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan
edema. Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara
lain:
1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2.

Alkaline fosfatase meningkat

3.

Bilirubin meningkat

4.

Albumin menurun sedangakan globulin meningkat

5.

PT memanjang

6.

Na menurun

7.

Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia


Aspartat aminotransferase
(SGOT)

dan

(AST)

alanin aminotransferase

atau

serum

(ALT) atau

glutamil oksalo
serum glutamil

asetat
piruvat

transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer. Gamma- glutarnil trarap eptidase (GGT), konsentasinya
seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada

24

penyakit

hati

alkoholik

kronik, karena

alkohol

selain menginduksi

GGT

mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.


Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat
sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin. Waktu protrombin mencerminkan
derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi anemia,
penyebabnya

bias bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom

mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia,


dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.
6. Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat
ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini
adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan
bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu
ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata dan kasar disertai pula dengan
pembesaran ukuran lien.
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat
dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi

25

Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi.


Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien
sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2
tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun,
dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif
untuk mencegah perdarahan pertama.
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis
sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara
hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh
karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan
nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan
dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin
bias ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini
penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan
USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
7. Terapi
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma

26

hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgbb dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat
mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan
obat herbal bias mengharnbat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamirudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 912 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,
namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5
MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6
bulan. Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap

fibrosis. Di masa datang,

menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek
anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitaminAjuga

27

dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbaljuga sedang dalam
penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata Asites; tirah baring dan diawali diet rendah
garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol /hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton
dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid
bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg,lhari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia,
diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang. Varises esofagus, sebelum berdarah dan
sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan
akut, bisa

diberikan preparat somatostatin

atau okfreotid,

diteruskan

dengan

tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.


Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi
perubahan

sirkulasi darah di

hati, mengatur keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun


sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.
8. Prognosis
Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 1), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis
yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin,

28

ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C.
Klasifikasi

Child-Pugh

berkaitan

dengan

kelangsungan

hidup.

Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100, 80, dan 45 %. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model
for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan
dilakukan transplantasi hati.

9. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan,
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder.
intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal

akut

berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises
esofagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah
yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak
duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan
untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati

hepatik,

merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan


tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran

29

yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal.
AKI (Acute Kidney Injury) atau GGA (Gangguan Ginjal Akut) merupakan
penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin
serum 0,3 mg/dl ( 26,4 mol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum 50% (1,5 x
kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oligouria yang tercatat
0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).
CKD/ Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa keluhan kelainan struktural atau fungsional (dengan manifestasi
kelainan patologis, tanda kelainan ginjal dan tes pencitraan), dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (60 ml/menit/1,73m2) selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

BAB IV
ANALISA KASUS
Tn. Su/laki-laki/41 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan perut
semakin membesar sejak 1 bulan SMRS. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai

30

pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya
sekitar 40 49 tahun. Pada kasus ini pasien merupakan seorang laki-laki dengan usia
41 tahun.
Dari anamnesis didapatkan sejak 2 tahun SMRS, os mengeluh nyeri perut
kanan atas, nyeri terus menerus, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, BAK berwarna teh
tua (+), demam (+), mata kuning. Pasien berobat dan diberi obat namun tidak
diketahui nama obatnya, keluhan berkurang. Sejak 3 bulan SMRS, os mengeluh
perut membesar, terasa sesak, dan cepat kenyang bila makan. Os mengeluh celana os
terasa sempit. Os juga mengeluh nyeri perut kanan atas, nyeri hilang timbul, nyeri
seperti rasa ditusuk-tusuk, mual (+), sembab pada kedua tungkai (+), sembab pada
kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (+), mula-mula sembab timbul dari
kaki, kemudian kelopak mata, lalu perut membesar. Nafsu makan menurun (+), BAK
berwarna teh tua (+), mata kuning (+), pasien tidak berobat.
Sejak 1 bulan SMRS, os mengeluh perut semakin membesar, terasa sesak,
dan cepat kenyang bila makan. Os mengeluh celana os terasa sempit. Sesak nafas ada,
tidak dipengaruhi perubahan cuaca dan emosi. Nyeri perut kanan atas (+), nyeri terusmenerus, nyeri seperti rasa ditusuk-tusuk, mual (+), muntah (+), muntah berwarna
hitam sebanyak 2 kali dalam sehari, banyaknya + 2 gelas belimbing selama seminggu
terakhir, nafsu makan menurun (+), mata kuning (+), BAK berwarna teh tua (+),
frekuensi BAK + 4 kali sehari, BAB berwarna hitam seperti kecap (+) banyaknya + 1
gelas belimbing, frekuensi 5x dalam sehari dalam seminggu terakhir. Pasien lalu
berobat ke RSUD dr.Sobirin Lubuklinggau dan dirawat inap. Dari riwayat lain,
didapatkan riwayat konsumsi alkohol saat usia 20 tahun selama kurang lebih 10 tahun
dan ayah pasien mengalami keluhan yang sama, berupa perut membesar dan mata
kuning.
Dari keluhan nyeri perut kanan atas, ada banyak organ yang terlibat
didalamnya yaitu: hepar, kandung empedu, duodenum, pangkal pankreas, sepertiga
bagian usus. Organ-organ ini dapat mendasari beberapa penyakit diantaranya abses

31

hati (dapat disingkirkan dari tidak terdapat nyeri bila pasien bergerak, keluhan diare
disangkal, dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan perbesaran hati yang disertai
nyeri tekan, fluktuasi (-), ikterik ringan (-). Pada pemeriksaan feses rutin tidak
diketemukannya amoeba.
Penyakit dari saluran cerna belum dapat disingkirkan karena BAB pada pasien
berwarna hitam seperti kecap, curiga adanya perdarahan dari saluran cerna, frekuensi
BAK pasien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri saat kencing, nyeri hilang
timbul, warna BAK seperti teh tua, BAK berdarah (-), BAK berpasir (-), jadi penyakit
yang menyangkut saluran urogenitalia dapat disingkirkan, namun tetap curiga kearah
gangguan organ hati. Selanjutnya akan diperjelas dengan pemeriksaan fisik.
Kolesistitis juga dapat disingkirkan karena nyeri pada penyakit ini bersifat
kolik (hilang timbul, karena adanya gangguan dari pasase lumen), nyeri pada pasien
ini juga tidak terjadi setelah makan makanan yang mengandung lemak. Pada
pemeriksaan fisik juga tidak didapatkan nyeri pada perabaan didaerah kantung
empedu, dan tidak terdapat tanda-tanda peritonitis lokal jika sudah berlangsung lama.
Pada anamnesis terdapat riwayat minum alkohol ada saat berusia 20 tahun,
minum selama + 10 tahun. Seperti yang kita ketahui salah satu etiologi dari sirosis
hati adalah riwayat konsumsi obat dan toksin (alkohol, amiodaron, arsenik, obstruksi
bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis
sklerosis primer) dalam jangka waktu yang lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang
dengan badan mudah lemas, umumnya penderia sirosis hepatis merasakan badan
tidak fit seperti biasanya, penderita juga mudah lelah, dan terdapat penurunan nafsu
makan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera
ikterik (+/+), shifting dullness (+), edema pretibial (-), sehingga pasien ini didiagnosis
sebagai suspek sirosis hati dekompensata pada stadium ini ditandai dengan gejalagejala sudah jelas, misalnya: spider naevi, ascites, dan ikterus. Pada Stadium
kompensata, belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

32

pada saat pemeriksaan screening. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata
selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis hati
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus,
perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Pemeriksaan Rectal Toucher dalam batas
normal, menyingkirkan adanya hemorroid eksterna yang melatarbelakangi melena.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, sementara
stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini,
didapatkan adanya ascites, juga adanya keluhan nafsu makan berkurang, mual ada,
BAK warna teh tua, BAB berwarna seperti kecap, sehingga memperkuat diagnosis
sirosis hati dekompensata.
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
untuk ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis, yaitu adanya trombositopenia
(Trombosit: 115.000 /mm3), SGOT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana SGOT
> SGPT, bilirubinnya meningkat. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Pada literature
disebutkan bahwa Alkali fosfatase dapat meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali
batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma- glutarnil tranpeptidase (GGT),
konsentasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya
tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi
GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

33

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin menurun, dengan nilai rasio A/G = 2,3 (nilai normal: 1,2 sampai
dengan 1,5). Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis.
Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan
limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Pemeriksan Hepatitis marker HBsAg memberikan nilai positif (dimana
etiologi sirosis hati ada yang disebabkan oleh penyakit infeksi yaitu hepatitis virus,
hepatitis B, C, D). Pada anamnesis 3 bulan yang lalu ditemukan sembab pada kedua
tungkai (+), sembab pada kedua kelopak mata saat bangun tidur di pagi hari (+),
pada pemeriksaan fisik sekarang konjungtiva palpebra anemis dengan pemeriksaan
GFR = 25,5 ml/menit/1,73 m2 kemungkinan didiagnosa dengan CKD stage 4.
Pada pemeriksaan Hb didapatkan nilai 8,3 g/dl (anemia, hb < 10 g/dl) MCV :
109,7; MCH : 38,8 ;MCHC : 35,3; dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
anemia pada pasien ini jenis Anemia normokrom normositer, banyak yang bisa
menjadi etiologi dari anemia normokromik normositer yaitu; anemia pasca
perdarahan akut, anemia aplastik, anemia hemolitik yang didapat, anemia akibat
penyakit kronik, anemia pada gagak ginjal kronik, anemia pada keganasan
hematologik. Diagnosis anemia sementara yang diambil dari pasien ini adalah anemia
akibat perdarahan akut. Dengan penyebab hematemesis melena adalah pecahnya
varises esofagus, dengan penyakit penyerta sirosis hati dekompensata dan CKD grade
IV. Anemia akibat penyakit kronis umumnya memberikan gambaran hipokrom, dan
beberapa memiliki gambaran mikrositer, walaupun ada juga yang memiliki gambaran
normokrom normositer. Untuk membedakannya dengan anemia akibat perdarahan
akut perlu diperiksa Fe serum (hipoferemia), transferin yang menurun. Umumnya
diagnosis anemia akibat penyakit kronis ditegakkan jika anemianya sedang,
selularitas sumsum tulang normal, kadar TIBC serum dan kadar besi serum rendah,
kadar besi dalam makrofag dalam sumsum tulang normal atau meningkat, feritin

34

serum meningkat. Untuk menyingkirkan anemia akibat defisiensi besi perlu


pemeriksaan besi serum (< 50 mg/dl), TIBC (>350 mg/dl), Saturasi tranferin (<15%),
feritin serum (<20m/dl), pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukkan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif. Walaupun pada kasus ini
pemeriksaan fisik dan MCV, MCH, dan MCHC tidak mengarah pada anemia akibat
defisiensi besi.
Diagnosis sementara berupa Hematemesis melena e.c Pecahnya varises esofagus e.c
Hipertensi Porta e.c Sirosis hepatis dekompensata e.c Hepatitis B Kronik + CKD gr.IV +
anemia e.c. perdarahan ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk memperkuat


diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat dilakukan rencana
pemeriksaan penunjang Pungsi Asites, Endoskopi, Pemeriksaan kadar AFP, pT,
Biopsi Hati.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan USG abdomen dengan hasil
hepar mengecil, permukaan kasar, heterogen, tepi tumpul, permukaan tidak rata,
asites (+), kesan sirosis hepatis. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Diagnosis
Karsinoma hati dapat disingkirkan karena berdasarkan anamnesis tidak ditemukan
penurunan berat badan secara drastis dalam waktu singkat, pemeriksaan fisik yang
menunjang keaarah sirosis hepatis dan tidak menunjang kriteria Diagnostik HCC
menurut Barcelona EASL Conference, yaitu tidak ditemukannya lesi fokal > 2 cm
dengan hipervaskuarisasi arterial, walaupun kadar AFP serum belum diperiksa,
diagnosis histologi diperlukan bila tidak ada kontraindikasi. Pada pemeriksaan USG
didapatkan kesan ukuran ginjal normal, jadi diagnosis AKI RIFLE F perlu
dipertimbangkan.
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
endoskopi. Sesuai dengan konsensus Braveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi
pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang
dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1

35

tahun, dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan
preventif untuk mencegah perdarahan pertama.
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab terjadinya
hematemesis melena. Umumnya hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises
esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis
sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises esofagus merupakan
manifestasi dari hipertensi portal.
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara
hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh
karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi
hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin
bisa ditegakkan diagnosis dengan

bantuan

pemeriksaan klinis yang cermat,

laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini


penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan
USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala
dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Adapun tatalaksana pada pasien ini adalah Tirah baring, Diet hati II, diet
rendah garam, IVFD D5 gtt X/ menit mikrodrip, Vit B1B6B12 3 x 1 tablet, Furosemid
1x 20 mg, Spironolacton 2 x 100 mg, Lansoprazole 1 x 1 kapsul, propanolol 2 x 10
mg, koreksi albumin, dengan rencana pemeriksaan pungsi asites, biopsi hati,
endoskopi, dan pemeriksaan kadar AFP dan pT. Pemberian diuretik awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik

36

bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Tujuan diet hati untuk memberikan energi sesuai dengan kemampuan pasien,
lemak yang cukup (20-25 % dari energi total) dan protein yang agak tinggi (1,24-1,5
g/kgbb) untuk anabolisme protein, protein nabati diutamakan karena tinggi serat
sehingga meningkatkan pengeluaran amoniak. Diet rendah garam untuk pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan untuk tatalaksan asites. Pemberian tiamin
diperlukan sebagai bagian dari koenzim untuk oksidasi lebih lanjut dari piruvat, salah
satu peralihan oksidasi karbohidrat, koenzim yang mengandung tiamin menolong
dalam pengambilan oksigen oleh semua macam jaringan. Spironolakton digunakan
untuk mengatasi hiperaldosteron sekunder, lansoprazole diapakai untuk mengobati
gastropati hipertensi akibat dari hipertensi porta, dimana pada pasien sirosis dapat
ditemukan gastropati hipertensi porta dengan gambaran pola mosaik dan cherry red
spot. Koagulansia diapakai untuk mengatasi perdarahan pada hematemesis melena.
propanlol merupakan beta bloker non-selektif yang digunakan untuk terapi hipertensi
porta pada pasien ini, pemeriksaan HBV DNA berguna untuk pemeriksaan virology,
dilakukan untuk mengukurjumlah HBV DNA serum, sangat penting karena
menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan ini menggunakan teknik PCR,
positif jika jumlah virus yang terdeteksi 3x102 lcopies/ml, negatif jika < 60 IU/ml.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis.
Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka harapan

37

hidup selama 1 tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100,
80, dan 45%.
Klasifikasi Child-Pugh

Ensefalopati
Asites
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
PT
Keterangan nilai:

Nilai
1
Nihil
<2
>3,5
<1,7
Child A = 5-6

2
Minimal
Minimal
2-3
2,8-3,5
1,7-2,3

3
Berat/koma
Masif
>3
<2,8
>2,3

Child B = 7-9
Child C = 10-15
Pada pasien ini didapat keadaan tidak ada ensefalopati, asites minimal,
albumin 2,8-3,5 (2,82), bilirubin 2-3 (2,13) dan PT belum diperiksa. Maka
berdasarkan klasifikasi Child-Pugh pasien ini tergolong Child B (nilai 7+x) yang
berarti angka kelangsungan hidup selama satu tahun kedepan kira-kira 80%.
Prognosis quo ad vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam
adalah dubia ad malam.

38

Anda mungkin juga menyukai