Anda di halaman 1dari 2

B.

penanggulangan masalah gizi nasional


Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (bayi),
anak, dewasa dan lanjut usia. Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis, karena pada
masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi
pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa
selanjutnya terpenuhi ( Depkes RI, 2007). Masalah gizi bukan sekadar kurangnya asupan kalori
dan protein. Banyak faktor penyebab mangapa masalah gizi muncul. Masalah gizi juga bukan
sekedar masalah kesehatan saja, tetapi cermin masalah daya beli, ketersediaan pangan,
pengetahuan gizi, dan faktor sosio-budaya ( Khosman, 2008).
Upaya perbaikan gizi di Indonesia secara nasional telah dilaksanakan sejak tiga puluh
tahun yang lalu. Upaya yang dilakukan difokuskan untuk mengatasi masalah empat masalah gizi
utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB)
dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Upaya tersebut telah berhasil menurunkan
keempat masalah gizi utama namun penurunannya dinilai kurang cepat. Dengan terjadinya
transisi demografi, epidemiologi dan perubahan gaya hidup kini muncul masalah baru yaitu
peningkatan masalah gizi lebih dan penyakit degeneratif. Keadaan ini menyebabkan Indonesia
mengalami beban ganda masalah gizi yaitu gizi kurang sampai saat ini belum sepenuhnya diatasi
dan gizi lebih yang sudah menunjukkan peningkatan. Pemerintah Indonesia telah berupaya
untuk menanggulangi masalah gizi yang ada hampir disetiap daerah di Indonesia Pada tahun
1974,pernah dikeluarkan inpres tentang penganekaragaman Menu Makanan Rakyat untuk
perbikan gizi. Selanjutnya,tahun 1989, Presiden Soeharto pernah mencanangkan Gerakan Sadar
Pangan dan Gizi. Usaha Perbaikan Gii Keluarga (UPGK) berhasil menjadi gerakan nasional yang
mneggema di Tanah Air. Hasilnya, posyandu sempat menyebar didesa-desa atau dikampungkampung (Khomsan,2008).
Upaya-upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah Pemberian Makanan Tambahan
dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan
Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan (Depkes RI, 2007).

Menurut Soekirman

(2003), masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering muncul terkait dengan tidak
adanya kebijakan pembangunan yang jelas tentang arah perbaikan gizi.

Kebijakan yang diperlukan meliputi lima hal. Pertama,pelayanan Gizi dn kesehatan yang
berbasis masyarakat seperti UPGK, penimbangan balita diposyandu dengan KMS. Kedua,
pemberian suplemen zat gizi mikro seperti pil besi kepada ibu hamil, kapsul vitamin A kepada
balita dan ibu nifas. Ketiga, bantuan pangan kepada anak gizi kurang dari keluarga miskin.
Keempat, fortifikasi bahan pangan seperti fotifikasi garam dengan yodium, fortifikasi terigu
dengan zat besi, seng, asam folat, vitamin B1 dan B2. Kelima,biofortifikasi, suatu teknologi budi
daya tanaman pangan yang dapat menemukan varietas padi yang mengandung kadar zat besi
tinggi dengan nilai biologi tinggi pula sebagai contoh (Soekirman, 2007).
Dalam upaya perbaikan gizi perlu dikembangkan dan diarahkan sebuah kebijakan untuk
meningkatkan status gizi masyarakat, Pada saat krisis ekonomi di Indonesia yang berlangsung
cukup lama, kebijakan yang dilakukan bersifat penyelamatan (rescue) dan pencegahan lost
generation, sekaligus pembaharuan (reform) agar kejadian ini tidak terulang kembali.
Kebijakan jangka pendek, bertujuan menangani anak dan keluarga yang terpuruk akibat krisis.
Program penyelamatan ini dikenal dengan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK)
termasuk perbaikan gizi. Kebijakan diarahkan pada peningkatan upaya penanggulangan kasus
pemulihan keadaan gizi anak, penurunan kematian akibat gizi buruk dan peningkatan mutu
sumber daya manusia melalui peningkatan keadaan gizi masyarakat. Pemberian makanan
tambahan untuk bayi dan anak umur 6 24 bulan serta ibu hamil dan menyusui yang berasal
dari keluarga miskin. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dalam rangka
identifikasi dini kekurangan pangan dan gizi di suatu daerah, Revitalisasi pos pelayanan terpadu
(Posyandu) untuk menggalakkan kembali peran serta masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai