Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara edemis dengan beberapa penyakit infeksi tropik


salah satunya Campak/Morbili dan DHF atau yang sering kita kenal dengan Demam
Berdarah Dengue (DBD). Beberapa penyakit tersebut bahkan dapat berdampak
kematian apabila tidak ditangani dengan benar. Biasanya penyakit tersebut banyak
diderita oleh kebayakan anak-anak.
Dalam diskusi kecil ini, kami dituntut untuk bekerja sama dalam membahas
mengenai modul 2 mengenai Penyakit Infeksi Tropik. Khususnya mengenai
definisi, etiologi/penyebab, patogenesis, gejala, diagnosis, diagnosis banding,
komplikasi, pencegahan, serta penatalaksanaan dan juga bagian-bagian lain yang
menyangkut didalamnya. Oleh karena itu melalui diskusi kelompok kecil ini kami
berusaha untuk mengetahui semua hal tentang penyakit infeksi tropik yang khusus
membahas penyakit demam berdarah dengue dan morbili.
B. MANFAAT

Adapun manfaat modul ini ialah diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan


penyakit demam berdarah dan morbili pada anak dengan pembahasan seperti di
bawah ini:

Definisi

Etiologi

Patogenesis

Gejala

Diagnosis

Diagnosis banding

Komplikasi

Pencegahan

Manajemen dan tata laksana

BAB II
ISI
SKENARIO
Demam Tinggi disertai kulit kemerahan
Seorang anak berusia 5 tahun dibawa orang tuanya berobat ke puskesmas dengan keluhan
demam tinggi selama 3 hari. Dari heteroanamnesa didapatkan anak tersebut juga mengalami
mual, muntah, sakit kepala, dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan
umum lemah, TD: 90/60 mmHg, nadi: 120 x/menit, suhu aksiler: 39oC. Selain itu didapatkan
coryza, konjungtivitis, dan kopliks spot. Tampak adanya rash eritematous makulopapular
pada daerah wajah dan ekstremitas atas. Kemudian dilakukan uji torniquet dengan hasil
positif. Hasil pemeriksaan darah anak tersebut tersebut :
Trombosit: 85.000/mm3
Leukosit: 7.000/mm3
Oleh dokter puskesmas, anak tersebut dirujuk untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.

STEP 1
1. Heteroanamnesa
anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien
2. Coryza
inflamasi akut pada mukosa nasal sehingga menyebabkan batuk, bersin, dan hidung
tersumbat. kongesti akut pada selpaut lendir hidung ditandai dengan kekeringan
diikuti peningkatan sekresi mukus dari membran tersebut, yang disebabkan oleh virus
pada saluran pernapasan atas
3. Konjungtivitis
inflamasi pada konjungtiva, disertai pengeluaran secret yang berlebihan diakibatkan
dilatasi, Infiltrasi, Eksudasi vaskular
4. Kopliks spot
ulserasi berwarna putih, pinggirnya merah pada mukosa buccal. bercak-bercak putih
keabu-abuan dikelilingi eritema pada mukosa buccal
2

5. Rash eritematous makulopapular


ruam atau bintik-bintik berbenjol dan merah yang terdapat pada wajah dan
ekstremitas. Ruam kemerah-merahan ditandai bercak-bercak, bintik-bintikpenebalan,
tonjolan superficial pada kulit yang padat dengan ukuran < 1 cm
6. Uji tourniquet
tes untuk melihat petekie yang timbul dengan cara memberikan tourniquet

STEP 2
1. Berapa nilai normal Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Tekanan darah,
Denyut nadi, dan suhu tubuh?
2. Apa yang meyebabkan demam, Tekanan darah rendah (90/60 mmHg), Sakit kepala,
konjungtivitis, kopliks spot, coryza, dan rash eritematous makulopapular?
3. Apa saja yang di tanyakan pada Heteroanamesa?
4. Bagaimana cara melakukan uji tourniquet? Dan apa fungsinya?
5. Apakah penanganan awal dari anak tersebut?
6. Mengapa anak tersebut di haruskan rawat inap dan kapan baru boleh pulang?
STEP 3
1. Hemoglobin : pria : 12-18 g/dl
wanita: 12-16 g/dl
balita : 11 g/dl
anak sekolah : 12 g/dl
umur 1-8 tahun :

11 g/dl

umur 11-12 tahun :

12 g/dl

Hematokrit : pria : 40-48 %


wanita: 37-43%
anak : 37-43%
Leukosit :

Trombosit :

dewasa :

4000-10000/mm3

anak :

4000-9000/mm3

dewasa :

150000-400000/mm3

anak :

150000-200000/mm3

Denyut Nadi dewasa :


anak :
Tekanan Darah dewasa :

Suhu Badan

60-80x/menit
80-120x/menit
120/80 mmHg

anak :

112/80 mmHg

dewasa :

36,5-37,5oC

anak :

36,5-38oC

2. A. Demam

Demam biasanya adalah efek sistemik dari inflamasi, ini dicapai karena adanya
mediator kimia yaitu endogen pirogen yang dilepaskan oleh makrofag ketika
menemukan bahan asing. Endogen pirogen akan meningkatkan set point suhu tubuh
di hipotalamus anterior.

B. Tekanan Darah
Tekanan darah yang rendah dan denyut nadi yang cepat biasanya menunjukkan
adanya syok hipovolemik. Pada syok hipovolemik, terjadi karena volume plasma
yang rendah sehingga tekanan darah menurun, akibatnya tubuh mengkompensasinya
dengan meningkatkan denyut jantung agar kebutuhan oksigen tubuh masih dapat
terpenuhi.

C. Sakit Kepala
Sebagai akibat terjadinya

meningkatmya tekanan sehingga membuat nyeri pada

kepala dan juga bisa disebabkan karena menurunnya tekan darah sehingga
mempengaruhi kepada kepala pasien.

D. Konjungtivitis
Konjungtivitis juga diakibatkan adanya infeksi pada konjungtiva. Yang mana berawal
dari virus masuk ke konjungtiva yang menyebabkan infeksi.
E. kopliks spot
Kopliks spot diakibatkan oleh penyebab yang sama yang mengakibatkan rash
eritematous makulopapular, namun terjadi di mukosa buccal sehingga muncullah
kopliks spot

F. Rash eritematous makulopapular


Rash eritematous makulopapular merupakan bentuk perdarahan di kulit. Normalnya
sebelum darah dapat keluar dari pembuluh darah, sudah terbentuk bekuan darah yang
menyumbat agar darah tidak keluar, namun keadaan seperti trombositopenia bisa
mengakibatkan bekuan itu tidak cukup menahan perdarahan.

Demam menunjukkan bahwa balita tersebut menderita penyakit infeksi. Adanya


demam,

rash

eritematous

makulopapular,

hemokonsentrasi,

Hb

tinggi,

trombositopenia, dan uji torniquet positif menunjukkan adanya demam berdarah


dengue (DBD), syok menunjukkan bahwa infeksi denguenya sudah sampai tahap
sindrom syok dengue (DSS). Sedangkan demam, 3C (coryza, conjungtivitis, dan
cough), dan kopliks spot adalah gejala khas pada morbili (campak).

3. Heteroanamesa:
a. Mulai sejak kapan demam
b. Muntahnya berapa kali
c. Batuk pilek sejak kapan
d. Apakah anaknya pernah imunisasi
e. Obata apa yang telah di berikan pertama kali
5

f. Apakah ada kontak sebelumnya dengan penderita campak


g. Nafsu makannya, apakah ada perubahan
h. Feses anaknya mulai dari konsistensi dan warnanya
i. Apakah ada fotopobia pada anak

4. Cara melakukan uji torniquet :


a. Hitung tekanan darah pasien (sistole dan diastole)
b. Hitung nilai tengah antara sistole dan diastole (<sistole+diastole>/2)
c. Pasang manset dan tetapkan tekanan pada tensimeter sesuai tekanan di atas
d. Kunci pompa selama 5 menit
e. Lepaskan kunci pompa
f. Hitung petekie yang timbul dalam 2,5 cm x 2,5 cm

5. Penanganan awal :
a. Periksa vital sign, keadaan umumnya, uji torniquet
b. Menangani syoknya terlebih dahulu jika terjadi syok
c. Menangani masalah cairan
d. Kemudian pemeriksaan penunjang

6. Alasan anak tersebut harus di rawat inap adalah karena untuk dilakukan perawatan
intensif, selain itu anak dengan gejala tekanan darah yang turun bisa menunjukkan
terjadinya syok hipovelemi yang mana sangat berbahaya jika tidak mendapat
penanganan. Jika syok tidak di tanggulangi akan bisa menyebabkan asidosis dan
anoksia yang berakibat kematian. Selain itu, di butuhkan penanganan intensif dan di
perlukan juga penangan medis yang tepat makanya harud di rawat inap.
Boleh di pulangkan jika :
a. Keadaan umum telah membaik
b. Hematokrit baik, dan seluruuh tanda-tanda lainnya kembali normal
c. Nafsu makan membaik
d. Tidak ada lagi tanda-tanda syok
e. Tidak ada distress pernafasan

STEP 4

Penyakit Infeksi Tropik

Morbili

Demam Berdarah Dangue

Gejala

Gejala

Conjungtivitis
Coryza
Cough
Kopliks spot
Demam

Rush
Demam
Trombositipenia
Torniquet

Definisi
Etiologi
Patogenesis
Gejala
Diagnosis
Diagnosis banding
Kompilasi
Pencegahan
Penatalaksanaan
Prognosis

STEP 5
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Demam Berdarah Dangue Yang meliputi
Definisi, Etiologi, Patogenesis, Gejala, Diagnosis, Diagnosis banding, Kompilasi,
Pencegahan, penatalaksanaan, Prognosis

2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Morbili Yang meliputi Definisi, Etiologi,


Patogenesis, Gejala, Diagnosis, Diagnosis banding, Kompilasi, Pencegahan, penatalaksanaan,
Prognosis

STEP 6
Pada step ini, kami melakukan Belajar Mandiri guma umtuk mempersiapkan materi yang
akan dibahas pada saat DKK 2.

STEP 7
Demam berdarah dengue
Definisi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue merupakan manifestasi simptomatik dari
adanya infeksi Virus Dengue. Virus Dengue ini disebarkan melalui nyamuk Aedes Aegypty dan
nyamuk Aedes Albopictus.
Demam Dengue dapat disertai dengan perdarahan ataupun tanpa perdarahan, sedangkan
Demam Berdarah Dengue dapat disertai dengan ataupun tanpa rejatan/syok.
Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF), disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi pada salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak
dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Hal yang biasa jika
ditemukan infeksi oleh 3 atau 4 serotipe pada daerah endemis dengue. Keempat serotipe virus dengue
tersebut dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue
yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Adapun serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat terutama di
Indonesia (Depkes, 2003).
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan
8

kematian. Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder
(teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan
serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat
pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus
dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk
9

menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di
phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati
konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

10

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif
pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat
syok yang terjadi.

Strategi Pengobatan
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi
berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia,
dankematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat
akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga
sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan.
Adanya perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis
danpemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan
diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma,
tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.

Kriteria Diagnosis DBD (WHO, 1997)

Kriteria Klinis
1.

Demam

Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari, naikturun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun
perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.

11

Gambar 1.6.3.1 Kurva Suhu DBD


2.

Terdapat manifestasi perdarahan

Uji torniquet positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat
dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Dinyatakan positif
bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan
bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

3.

Petekie, Ekimosis, Epistaksis, Perdarahan gusi, Melena, Hematemesis

Hepatomegali
Umumnya bervariasi, mulai dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm
dibawah lengkungan iga kanan. Proses hepatomegali dari yang sekedar dapat
diraba menjadi terba jelas dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat
pemebsaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada
daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

4. Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan elmah serta penurunan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratoris
1.

Trombositopenia ( 100000/l)

2.

Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan Ht 20 %.


12

Diagnosis pasti DBD = dua kriteria klinis pertama + trombositopenia +


hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.
Diagnosis banding

Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam


chikungunya, leptospirosis, dan malaria

Demam chikungunya (DC)


o

Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi,
hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering
dijumpai nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga dan
penularannya mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan
gastrointestinal dan syok.

Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis
meningokokus.
o

Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun,
ditemukan tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel
polimormonuklear. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala
rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

ITP dengan DBD derajat II


o

Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada
leucopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan
pada hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat
kembali ke normal daripada ITP.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.

Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat anemis, dan
apus darah tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast. Pada anemia aplastik anak
sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder, dan pansitopenia.

13

Spektrum Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktorfaktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan
keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
-

Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual,
muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit
(1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6
atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan.
Bagan 1

Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang
berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue
yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan
dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran
plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya
hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.

14

Demam Berdarah Dengue (DBD)


Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan

muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah
sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan
pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam
terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit
mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah.
Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan
palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahangusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat
ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4
cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.
Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.

Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering
terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai
trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik
sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma
biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada
sepertiga sampai setengah kasus DBD.

15

Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada
syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Beratringannya efusi pleura berhubungan dengan berat ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami
syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.
-

Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi
< 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati
stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi
dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat
menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan
hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang
biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan
timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan
kembalinya nafsu makan.
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti
ensefalopati dan gagal hati.

Definisi kasus DD/DBD


A. Secara Laboratoris
1. Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri
belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau
IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus
confirmed dengue infection.
2. Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue, peningkatan titer
antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.

B. Secara Minis
16

1. Kasus DBD
Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
uji tourniquet positif
petekia, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
Hematemesis atau melena, Trombositopenia < 100.00/pl,
Kebocoran plasma yang ditandai dengan
Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal
diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
2. SSD
Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :
Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun
Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.

TATALAKSANA
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBDdirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik,
diperlukan dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid
dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi
angka kematian.
Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci

17

keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
1. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan :
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD
pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi
perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien
dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta
mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Penerangan untuk
orang tua tertera pada Lampiran 1. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun
2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana tersangka DBD).
2. Demam Berdarah Dengue
Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis.
Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian
18

mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan
Ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal
terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis
pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata
dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu.
Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi
untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti
volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus
dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41.
Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C
danpads ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat
diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan
intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan
bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama ~demam pada 7BD. Parasetamoi direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia
danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi
dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

19

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah
waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar
hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil
pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah
dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
normal kembali.
Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3
x kadar Hb

Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu
(fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma
yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana danberhatihati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin
lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan
dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus
adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan
harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,
yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel dibawah ini.

20

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umurdanberat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai denganderajat hemokonsentrasi. Pada anak
gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah1500+(20x20) =1900 ml.
Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan
(perembesam plasma terjadi lebih
cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan
dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume
yang bedebihan danterus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan
plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular
kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dandistres pernafasan.
Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit
(20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar
hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

21

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh


larutan yang mengandung dekstran)

Koloid
o

Dekstran 40

Plasma

Albumin

3. Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang
berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek
dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur
dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30
menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

Penggantian Volume Plasma Segera


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan
secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai
berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid
ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid
dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak
melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada
saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap
sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume
22

kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infuse dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit.
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan
harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan
cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada
pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht
sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi
membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan),
maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan
hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi
disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas
darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi,
akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan
koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali
menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan

23

pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan
interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari
50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi,
merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi
pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit.
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif.
KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu
protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.

Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 - 30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah
benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan
sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat,
maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum
dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia perlu dipertimbangkan.

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD


Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang
rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut
dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dan
24

trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang
perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh orang tua pasien untuk mencatatjumlah cairan baik
yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat
jumlahnya.

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
Nafsu makan membaik
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis
DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalakasana awal dapat dibagi dalam 3 bagan yaitu
Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat
II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 2 dan 3)
Tatalaksana kasus DBD, temasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit (Bagan 4)

25

Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV (Bagan 5)

Keterangan Bagan 2
Tatalaksana Kasus Tersangka DBD
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena itu orang tua/anggota
keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala yang mungkin merupakan gejala awal
penyakit DBD. Tanda/gejala awal penyakit DBD ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab
yang jelas, terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu.

26

Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu


(1) Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dankaki dingin,
kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak darah,
maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan bagan 3,4,5).
(2) Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji bendung
dan hitung trombosit;
a. Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit <_ 100.000/pl, pasien di observasi (tatalaksana
kasus tersangka DBD ) Bagan 3
b. Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit >_ 100.000/pl atau normal , pasien boleh pulang
dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan minum
banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan obat antipiretik golongan
parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari
sakit ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung
kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht,
dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan
trombosit, segera kembali ke rumah sakit (lihat Lampiran 1 formulir untuk orang tua)

27

Keterangan Bagan 3
Tatalaksana Kasus tersangka DBD (Lanjutan Bagan 2)
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD derajat I) atau
disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat dikelola seperti
tertera pada Bagan 2 Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau
1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis,
sirop, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5C. Pada
anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif.

28

Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya :
diberikan infus NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan.
Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam. Apabila pada
tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar
Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan diganti dengan ringer laktat dan tetesan
disesuaikan seperti pada Bagan 3.

29

Keterangan Bagan 4
Tatalaksana Kasus DBD
Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama <_ 7 hari tanpa
sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering perdarahan kulit danmukosa yaitu
petekie atau *mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit <100.000/pl, dan peningkatan kadar
hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCI 0,9 % atau dekstrosa
5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam. Monitor tanda vital dankadar hematokrit serta
trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam
1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak Nampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dankadar Ht cenderung turun minimal
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi
3ml/kgBB/jam danakhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan klinis
pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan),
frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada
perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distres pernafasan
danHt naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht turun berarti
terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam.Bila keadaan klinis
membaik, maka cairan disesuaikan seperti ad 1.

30

Keterangan Bagan 5
Sidrom Syok Dengue (SSD)

Sindrom Syok Dengue ialah DBD dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dandiastolik 80
mmHg, jadi tekanan nadi <_ 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada produksi urin.
31

(1). Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kg BB secepatnya
(diberikan dalam bolus selama 30 menit) danoksigen 2 liter/ menit. Untuk SSD berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20
ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi tensi dannadi tiap 15 menit, hematokrit
dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dangula darah.
(2) Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan
15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40)
sebanyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan pada lajur infus yang
sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis,
elektrolit, dangula darah.
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit, tekanan
nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 mm/kg BB/jam.
Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis
stabil danhematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7
ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan
diturunkan 5 ml danseterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak
melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah
urin dikerjakan tiapjam (usahakan urin >_ 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020)
danpemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.\
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih
> 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif, berikan darah segar 20ml/kgBB danlanjutkan cairan kristaloid. 10ml/kg
BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat kadangkadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan
danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>_ 10
mmH20), maka diberikan dopamin.

32

MORBILI

a. Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: a. Stadium kataral, b. Stadium erupsi, c. Stadium konvalesensi.

b. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan
darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara
penularan adalah dengan droplet dan kontak langsung dengan penderita.
Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui
perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut.
Penularan terjadi pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul.

c. Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat
menderita morbili. Bila si ibu belum pernah menderita menderita morbili ketika ia
hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia
menderita morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin
melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat
badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1
tahun.

d. Patofisiologi
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini
terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva.
Penularan : secara droplet terutama selama stadium kataralis. Umumnya
menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Biasanya ada hiperplasi jaringan limfoid, terutama pada apendiks, dimana sel
raksasa multinukleus (sel raksasa retikuloendotelial Warthin- Finkeldey) dapat
ditemukan. Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel
33

rambut. Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa
dengan bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan
faring meluas kedalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial.
Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil bentuk pneumonia sel
raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.

e. Gambaran Klinis
Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih
sebagai waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang
masa inkubasi dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 910 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam.
Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 C),
malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di
mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah
tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian
menghilang sebelum stadium erupsi.
Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran
penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis
perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak
dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya
eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara
makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, di
bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadangkadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam
mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti
terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di
34

daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare
dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah black measles, yaitu morbili
yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi
Erupsi

berkurang

meninggalkan

bekas

yang

berwarna

lebih

tua

(hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi


pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain
dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. Pada akhirnya
bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya,
dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa
campak.

f. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
Anamnesis
1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus
dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,
petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu
sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.

Pemeriksaan fisik
35

1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya
tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada umunya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang
munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi,
muka, dan kemudian seluruh tubuh.
g. Diagnosis Banding (DD/diagnosis deferensiasi)

Toksoplasmosis

Scarlet fever

Penyakit riketsia

Penyakit serum

Rash karena obat-obatan

h. Komplikasi
Bila ada, berupa komplikasi segera:
Trakeobronkitis dan laringotrakeitis biasanya telah ada, merupakan sebagian dari
manifestasi morbili.
Otitis media merupakan komplikasi paling sering terjadi, harus dicurigai bila
demam tetap tinggi pada hari ketiga atau keempat sakit.
Bronkopneumonia / bronkiolitis oleh virus morbili sendiri atau infksi sekunder
(oleh pneumokokus, hemofilus influenzae) dengan gejala batuk menghebat,
timbul sesak nafas.
Aktivasi tuberkulosis laten.
Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom GuillainBarre, dan lain-lain.
36

Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat
terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,
ensefalitis atau bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh virus
Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia dapat menyebabkan
kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita
penyakit menahun, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu
dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegi, paraplegi, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis. Ensefalitis morbili dapat terjadi
sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita morbili atau dalam satu bulan
setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili
akut),

pada

penderita

(immunosuppresive

yang

measles

sedang

mendapat

encephalopathy)

dan

pengobatan

imunosupresif

sebagai subacute

Scleroting

panencephalitis (SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah
dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili
adalah 1: 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili
hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat.
Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai
oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik,
kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal
dunia dalam 6 bulan 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian
remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang
peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun
sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah
vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita

37

SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 1,1 tiap 10 juta, sedangkan setelah infeksi
morbili sebesar 5,2 9,7 tiap 10 juta.
Immunosuppresive measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili
yang sedang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian
obat-obatan imunosupresif.
i. Pencegahan
Imunisasi aktif ini dilakukan dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten.
Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang
berlangsung lama. Pencegahan juga dengan imunisasi pasif.
Penyakit morbili ini dapat dicegah dengan :
1. Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian live attenuated measles vaccine. Mula-mula
digunakan strain Edmonston B, tetapi karena strain ini menyebabkan panas tinggi dan
eksantem pada hari ketujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain
Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulin gama padalengan yang lain.
Sekarang digunakan strain Schwartz dan Moraten dan tidak diberikan globulin gama.
Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung
lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai berkurang 8-10
tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak
berumur 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat
membentuk antibody secara baik karena masih ada antibody dari ibu. Tap dianjurkan
untuk anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkolosis
diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia
saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin tersebut dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur karena vaksin
ini pun ditumbuhkan alam biakan jaringan janin ayam yang secara antigen berbeda dengan
protein telur. Namun, jika terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda
sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita
tuberculosis aktif yang sedang medapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang tidak diobati, penderita
leukemia, dan anak yang sedang mendapat pengobatan immunosupresif. Vaksin morbili
juga dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin measles-mumpsrubella (MMR).
38

Indonesia juga menggunakan vaksin morbili buatan perum Biofarma yang terdiri dari
virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Schwartz dan ditumbuhkan dalam
jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah
dilaurkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B
sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5
ml pada umur 9 bulan.
Apabila seseorang telah mendapat immunoglobulin atau transfuse darah maka
vaaksinasi dengan vaksin morbili harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin
ini tidak boleh diberikan pada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi
akut lainnya yang disertai demam,anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang
diberi pengobatan intensif dengan obat imunosupresif.

2. Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan
pemberian globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses
tuberculosis.

j. Penatalaksanaan
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap
komplikasi yang timbul.
1. Istirahat
2. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi.
3. Medikamentosa :
Antipiretik : parasetamol 7,5 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 100 mg tiap 2-6 jam,
dosis maksimum 600 mg/hari.
Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive
(codein) tidak boleh digunakan.
Mukolitik bila perlu

39

Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat


bermanfaat.
Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang
terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi
obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun
akan menyiapkan obat anti kejang bila anak punya bakat kejang. Intinya, segala gejala yang
muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa
bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak
dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah
1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan
yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi.
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke
jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak adalah
kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis).
Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya. Gejala ensefalitis yaitu
kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan panasnya susah turun karena
sudah terjadi infeksi "tumpangan" yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang
paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian yang
ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena
komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi.
Penanganan Yang Benar
- Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau
sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
- Anak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang
lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi .
- Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya
tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna, karena anak campak rentan terjangkit
infeksi lain, seperti radang tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih
berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
- Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.
- Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.

40

- Anak perlu beristirahat yang cukup.

j. Prognosis
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada
komplikasi.

41

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus

dengue

pada

saat

menggigit

manusia

yang

sedang

mengalami

viremia.Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan


masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.

42

Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: a. Stadium kataral, b. Stadium erupsi, c. Stadium konvalesensi.
Biasanya morbili ditandai dengan 3C (conjuntivitis, coryza, cought). Penyebabnya
adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa
prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara penularan adalah dengan
droplet dan kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini dapat dicegah dengan
imunisasi aktif dan pasif. Untuk penatalaksanaannya dilakukan penanganan
simptomatik.

B. SARAN

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2010 dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

43

DAFTAR PUSTAKA

Kliegman Robert M. 2006.Nelson Essensials of Pediatric 5th edition, Elsevier Inc.


Philadelphia.
Behrman, Kliegman dan Arvin.1996. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Penyakit Infeksi Tropik. Jakarta.

44

Anda mungkin juga menyukai