PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyakit HIV/AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome/Acquired Immune
Deficiency Syndrome) merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang sangat
mendasar di dekade terakhir dan di masa depan. Menurut the Joint United Nations Program
on HIV/ AIDS (UNAIDS), pada tahun 2008 terdapat 33,4 juta orang terinfeksi oleh HIV dan
AIDS di seluruh dunia. Belahan dunia yang paling parah terjangkit HIV dan AIDS adalah
Afrika Sub-Sahara yang juga merupakan high epidemic, di daerah tersebut 22,4 juta orang
dewasa dan anak-anak hidup dengan HIV/AIDS.1
Berdasarkan prevalensi secara nasional prevalensi kasus AIDS di Indonesia sebesar
8,15 artinya setiap 100.000 penduduk sebesar 8.15 persen diataranya menderita AIDS.
Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat,
dari 1 Januari 1987 s.d. 31 Maret 2010 ditemukan 20564 kasus dan 3936 diantaranya
meninggal dunia. Jawa tengah menduduki peringat ke tujuh di Indonesia dengan 752 kasus
yg ditemukan. 2
Sementara untuk kota Semarang sendiri, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Semarang dr Mada Gautama di Semarang,
Selasa (17/9/2013), hingga Agustus 2013 tercatat sebanyak 324 penderita HIV dan 48
penderita AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Semarang, Jawa Tengah, masih tinggi
pada 2013 meski menurun dibandingkan dengan 2012.3
dengan HIV akan membuka jalan untuk penatalaksanaan kasus dan pencegahan yang lebih
adekuat sehingga akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas karena HIV.5
Saat ini surveilens HIV dilakukan dengan 2 cara, yaitu Voluntary Counseling and
Testing (VCT) dan Provider Inisiated HIV Testing and Counseling (PITC). VCT adalah suatu
metode surveilens HIV berdasarkan inisiatif dari pasien itu sendiri. VCT telah terbukti
menjadi strategi yang efektif untuk memfasilitasi perubahan perilaku untuk pencegahan HIV.
VCT juga memainkan peran dalam mengurangi stigma dan diskriminasi. 6
Respon VCT tidak optimal karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhinya,
kurangnya akses ke layanan pengujian, ketakutan stigma dan diskriminasi, rasa takut akan tes
positif, dan kurangnya akses terhadap pengobatan. Untuk mengatasi keterbatasan metode ini,
munculah suatu inisiatif baru yang disebut PITC. PITC merupakan konseling dan testing
2
yang direkomendasikan berdasar pada indikasi medis. PITC dilakukan pada setting kesehatan
oleh petugas konselor kesehatan dengan tujuan untuk memberikan diagnosis dan memberi
terapi pada pasien. 7
Untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran virus HIV/ AIDS, saat ini di kota
Semarang telah tersedia sembilan klinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) guna
melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya untuk pengecekan virus HIV/ AIDS. Klinik
VCT di Semarang dapat ditemukan di RSUP dr Kariadi, RS Tugu, RSUD Kota Semarang
Ketileng, RS Panti Wiloso Citarum, RS Bhayangkara, Griya ASA- PKBI, dan di PMI Kota
Semarang. Untuk membantu dalam penanggulangan HIV/AIDS klinik VCT juga melakukan
kerja sama kemitraan dengan LSM. Dasar dari adanya kemitraan tersebut adalah adanya
peningkatan penderita HIV/AIDS yang terus meningkat serta kurangnya kepedulian
masyarakat umum terhadap penanggulangan HIV/AIDS. 8
Penerimaan tiap individu pada tes HIV berbeda-beda,tergantung faktor apa saja yang
dapat mempengarui individu tersebut. Sebagai contoh bahwa pasien yang lebih tua umumnya
menolak pengujian karena merasa kurangnya berisiko terinfeksi, jenis kelamin perempuan,
ras kulit putih, umur yang tua, dan tingkat pendidikan yang tinggi juga merupakan golongan
yang sering menunjukkan penolakan terhadap tes HIV. 9
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
perbedaan kesediaan tes HIV (acquired immunodeficiency syndrome) antara orang berisiko
terinfeksi HIV yang datang dengan inisiatif sendiri dan petugas kesehatan dengan LSM
(lembaga swadaya masyarakat) di Semarang.
1.5 Orisinalitas
Tabel 1: Orisinalitas
No.
1
Judul
Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
Peneliti
S. GUNAWAN
WIDIYANTO
Desain
Observasional
Hasil
-Berdasar praktik VCT ulang
dalam waktu 3 bulan terakhir,
ulang
di
lokalisasi
Sunan
Kuning, semarang
-Sebesar
28,9
WPS
dorongan
dari
mendapat
dorongan
Selvy Agustina
Observasional
(Human
HIV
Immunodeficiency
Immunodeficiency
Virus)
berisiko
pada
tinggi
(Human
Virus)
orang
HIV
terinfeksi di surakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV
Virus imunodifisiensi manusia1 (Human Immunodeficiency Virus/ HIV ) adalah suatu
virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi.
Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan)
sistem imun.10
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval
karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari
membran sel inang yang sebagian besar tersusun dari lipida. Di dalam selubung terdapat
bagian yang disebut protein matriks.11
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid.
Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.
Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.12
Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol,
dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef). Gen-gen tersebut
disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.3 Kesembilan gen tersebut dikelompokkan
menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol,
Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya
pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).13
protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA virus.
Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus
utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong
protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus.14 Apabila HIV utuh telah
matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya.
Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus akan
mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.15
klien ke laboratarium atau pengambilan darah di ruang konseling dokter dan dokter
mengantar darah ke laboratorium, sehingga klien tidak bertemu dengan orang lain
kecuali dengan dokter konselornya.
2. Konseling Pasca tes yaitu menyampaikan hasil laboratorium pada klien. Untuk itu,
klien bisa negatif, negatif palsu, positif dan positif palsu. Negatif palsu bisa terjadi
bila klien terinfeksi kurang dari 3 bulan sehingga test tidak bisa mendeteksi virus.
Positif palsu adalah positif yang terjadi karena adanya protein yang hampir sama.
Oleh karena bila positif, harus dites lagi dengan reagen lain sekali lagi. Bila kedua
positif, maka bisa disebut betul terinfeksi. Pada konseling ini, klien bila sudah siap
betul, akan dilatih bagiamana merubah gaya hidupnya agar bila negatif akan terus
negatif dan tidak tertular. Bila ia aktif secara seksual, maka dipahamkan filosofi seks
dari berbagai sudut pandang yang sesuai dengan perilakunya, dan penyaluran yang
sehat, seperti menikah dan setia dengan pasangan. Bila tidak memungkinkan klien
akan dilatih mencegah penularan dengan penggunaan kondom yang benar dan aman.
Juga dilatihkan life skill lainnya yang menunjang minimal resiko infeksi. Bila
seseorang adalah pengguna jarum suntik, maka disadarkan semaksimal mungkin
untuk berhenti. Bila belum bisa, maka diterapi holistik dari promotif, preventif dan
kuratif. Bila seseorang positif, konselor sekali lagi menyakinkan klien kesiapannya
menerima kenyataan. Bila siap, maka bisa dikemukakan dan disertai dengan
bimbingan psikologis dan life skill. 17
10
Sukarela
Rahasia
Konseling
Pelaksanaan
Tes
Persetujuan
Privasi
Arahan
11
klien.
Konselor
Kesetaraan
Kepatuhan
Monitoring
dan evaluasi
Namun demikian, ternyata VCT dinilai tidak cukup efektif sehingga muncul inisiatif
untuk membuat tes HIV lebih rutin. Untuk itulah, pada sekitar Agustus 2006, WHO
bersama dengan UNAIDS membuat suatu pernyataan kebijakan untuk mempromosikan
provider-innitiated HIV testing and counseling (PITC) pada fasilitas penyedia layanan
kesehatan yang diintegrasikan pada pelayanan tertentu seperti antenatal care dan
tuberkulosis. 16
Klien/Pasien
VCT
PITC
Datang ke UPK khusus untuk Datang ke klinik karena TB atau
tes HIV, sudah siap untuk tes simptom TB . Tidak selalu siap
Provider
kesehatan di UPK
Tujuan utama Pencegahan penularan
konseling dan melalui
tes HIV
Pre-tes
pemeriksaan
HIV Mendiagnosis
HIV
untuk
menawarkan
pentingnya
tes
pada
semua
singkat
tentang
Follow-up
HIV
positif
dirujuk
klinis
antara
untuk
konseling
and
mendapatkan
dukungan
psikologis
mereka terinfeksi. 18 Namun, bahkan di negara maju, banyak beresiko orang tidak mengambil
VCT. Sebuah survei nasional di Inggris pada tahun 2000 menunjukkan bahwa hanya
sepertiga dari penasun saja yang telah VCT dalam 5 tahun terakhir. 19 Di Amerika Serikat
sekitar seperempat adri 0,8-0,9 juta orang yang terinfeksi HIV tidak menyadari bahwa
mereka HIV positif. 20 Menurut UNAIDS (2003), diperkirakan bahwa hanya 0,2% dari orang
dewasa dinegara yang berpenghasilan rendah dan menengah yang menerima tes HIV secara
sukarela melalui layanan konseling dan testing. Dan survei di sub-Sahara Afrika
menunjukkan bahwa rata-rata hanya 12% pria dan 10% perempuan telah diuji HIV dan
menerima hasilnya (WHO, 2007). Studi yang dilakukan di beberapa negara Afrika juga
melaporkan bahwa VCT ditawarkan kepada ibu hamil pada umumnya diterima dengan
baik.21
Berbeda dengan survei yang dilakukan di provinsi Yunan (pusat epidemi HIV/AIDS
di Cina) di antara 840 ibu hamil dan 780 profesional kesehatan di temukan sikap negatif
terhadap penderita HIV / AIDS. 23% dari profesional kesehatan dan 45% dari wanita hamil
berpikir HIV adalah penyakit "kelas rendah dan ilegal", 48% dari profesional kesehatan dan
59% wanita hamil berpikir bahwa orang HIV positif seharusnya tidak diperbolehkan untuk
menikah dan 30% dari para profesional kesehatan tidak bersedia untuk mengobati HIVpositif. 22
Sebuah penelitian di Zimbabwe menyebutkan dari 4.812 sampel yang ditawari VCT
hanya 37% yang menyatakan bersedia melakukan tes HIV, mereka di beri petunjuk tempat
dan waktu tes. Namun hanya 9,4% yang kembali untuk benar-benar melakukan tes HIV. 23
14
Faktor Budaya: kebangsaan, agama, ras, karier, pendidikan, dan tempat tinggal.
Faktor Sosial: keluarga, status sosial.
Faktor Pribadi: pekerjaan atau karier, gaya hidup, kepribadian serta konsep hidup.
Faktor Psikologis: motivasi, persepsi, keyakinan, dan pendirian.
Menurut Khasier Family Foundation (2006), orang sering tidak tes HIV karena mereka
tidak merasa diri mereka pada risiko infeksi. Dan pasien akan lebih mungkin melakukan tes
HIV jika petugas kesehatan profesional yang menyarankan. Suatu studi menunjukan, banyak
orang gagal melakukan tes HIV karena berbagai alasan: kurangnya akses ke layanan
pengujian, ketakutan stigma dan diskriminasi, rasa takut akan tes positif, dan kurangnya
akses terhadap pengobatan. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa peluang untuk meningkatkan
akses terhadap pengobatan, perawatan, dukungan dan pencegahan yang telah dan sedang
dilakukan, tidak terjawab. 7
Dalam suatu studi di Amerika Serikat, disebutkan bahwa jenis kelamin perempuan, ras
kulit putih, umur yang tua, dan tingkat pendidikan yang tinggi merupakan golongan yang
sering menunjukkan penolakan terhadap tes rutin HIV. 70% responden yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi menolak tes HIV dengan alasan merasa tidak mempunyai risiko. 24
Hasil yang sama juga ditunnjukkan oleh sebuah studi di Nigeria bahwa tingkat pendidikan
yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan penerimaan tes HIV. 25
Status pernikahan juga memiliki peran dalam pengambilan keputusan untuk tes HIV.
Dalam penelitian Demissie et al (2006) disebutkan bahwa wanita yang menikah lebih
15
mungkin menjalani tes HIV dibanding wanita yang belum. Namun hasil penelitian ini
bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan di Tanzania dan Uganda, dalam
penelitian tersebut dkemukakan bahwa wanita yang belum menikah lebih mungkin
melakukan tes HIV dari pada wanita yang sudah menikah.
26, 27
Di berbagai negara banyak terdapat stigma buruk pada pasien HIV, sehingga individu
dengan HIV positif mengalami penolakan dan dikriminasi. Takut akan stigma atau penolakan
adalah alasan umum mengapa banyak individu yang tidak ingin mengetahui status HIV
mereka (IPPF, 2004). 6
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Dari hasil tinjauan pustaka yang ada, dapat disimpulkan kerangka penelitian sebagai berikut:
Jenis
kelamin
Umur
Tingkat
pendidika
n
Memiliki resiko
tinggi
Ditemukan &
didampingi LSM
Ditemukan &
didampingi
petugas
kesehatan
Keputusan
menerima atau
menolak
mengikuti tes HIV
16
Status
pernikaha
n
Infeksi
sekunder
kurangnya
akses ke
layanan
: diteliti
ketakutan
stigma
dan
diskrimina
takut
akan tes
positif
: tidak diteliti
Keputusan
mengikuti tes HIV
3.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka diatas maka dapat dirumuskan:
terdapat perbedaan kesediaan tes HIV antara orang berisiko terinfeksi HIV yang datang
dengan inisiatif sendiri dibandingkan dengan yang didampingi petugas kesehatan dengan
LSM di Semarang.
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
Populasi Penelitian semua orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV di Semarang.
4.3.2 Sampel
18
1) Orang berisiko terinfeksi HIV yang ditemukan dan didampingi oleh petugas kesehatan.
Sampel harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut:
a) Orang yang berisiko terinfeksi HIV yang datang ke klinik VCT dengan ini siatif
sendiri dan didampingi oleh petugas kesehatan.
b) Belum pernah melakukan tes HIV.
2) Orang berisiko terinfeksi HIV yang ditemukan dan didampingi oleh lembaga swadaya
masyarakat (LSM).
Sampel harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut:
a) Orang berisiko terinfeksi HIV yang ditemukan dan didampingi oleh LSM Graha
Mitra Semarang. LSM Graha Mitra mendampingi pengguna narkoba suntik dan
pasangannya.
b). Orang berisiko terinfeksi HIV yang ditemukan dan
c). Belum pernah melakukan tes HIV.
4.3.3 Kriteria Eksklusi
19
: Asal Pasien
: Kesediaan orang berisiko untuk mengikuti tes HIV
: Umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan.
: Asal Pasien
: Inisiatif kedatangan pasien ke VCT dari diri sendiri dan
ditemukan petugas kesehatan atau ditemukan oleh LSM.
Alat ukur
: Kuisioner
Skala
ditemukan oleh
LSM
2. Variabel terikat
Definisi
Alat ukur
Skala
20
bersedia
tes HIV
Ditemukan &
didampingi
LSM
Informed
consent
penelitian
Informed
consent
penelitian
Mengisi
kuisoner
Mengisi
kuisoner
Tidak
bersedia tes
HIV
bersedia
tes HIV
21
Tidak
bersedia tes
Analisis data
Asal Pasien
Inisitif
sendiri & di
dampingi
petugas
kesehatan
Didampi
ngi LSM
Ya
Tidak
Data yang diperoleh dianalisis dengan program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) 17 for Window.
Kegiatan
1
2
Penyusunan proposal
Seminar proposal penelitian
Waktu (Bulan)
12
1
2
x
x
22
3
4
5
6
7
Revisi proposal
Pemilihan subjek penelitian
Pengumpulan dan pengolahan data
Penyusunan laporan hasil penelitian
Seminar hasil penelitian
x
x
x
x
x
x
Kategori koding
Bulan [__][__]
dilahirkan?
A2
A3
A4
Tamat SMP 2
ini?
Tamat SMA 3
Tamat Akademi/PT 4
[_______]
23
Kategori koding
Pernah 1
HIV?
Tidak pernah 2
Tidak tahu/tidak menjawab 99
B2
B3
Tahun [__][__][__][__]
testing HIV?
Bulan [__][__]
Rumah sakit 2
Puskesmas 3
Penjara 4
Tempat lain 5
Tidak menjawab 99
Kategori koding
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
C2
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
dan AIDS.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
C3
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
C4
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
C5
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
Setuju 5
yakin
akan
Kategori koding
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
D2
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
lebih nyaman.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
D3
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
25
D4
D5
Sgt Setuju 3
sesuai fakta.
Tidak Setuju 4
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
melakukan VCT.
Tidak Setuju 4
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
VCT
mengurangi
Netral 2
diskriminasi
Sgt Setuju 3
akan
terjadinya
D6
semakin
stigma
dan
Tidak Setuju 4
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
Setuju 5
Kategori koding
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
secara rutin.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
E2
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
secara rutin.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
26
E3
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
secara rutin.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
E4
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
E5
Setuju 5
Sgt Tdk Setuju 1
Netral 2
secara rutin.
Sgt Setuju 3
Tidak Setuju 4
Setuju 5
27
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO) and Joint United Nations Programme on
HIV/AIDS (UNAIDS). 2007. Guidance On Provider-Initiated HIV Testing And
Counselling In Health Facilities. WHO
2. Ditjen PPM & PL Depkes RI . 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
Dilapor s/d Agustus 2013
http://www.aidsindonesia.or.id/wpcontent/plugins/downloadsmanager/upload/LT1Me
nkes2013.pdf
3. http://jateng.tribunnews.com/2013/09/17/kasus-hivaids-di-semarang-masih-tinggi
4. Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
www.ners.unair.ac.id/materikuliah/pdf. (9 Agustus 2009)
5. BockN.N., Nadol P., Rogers M., et al. 2008. Provider initiated HIV testing and
counseling in TB clinical settings; tools for program implementation. Int J Tuberc
Lung Dis. 12 (3): S 69-S72.
6. IPPF South Asia Regional Office and UNFPA. 2004. Integrating HIV Voluntary
Counselling and Testing Servies Into Reproductive Health Setting; Stepwise
Guidelines For Programme Planners, Managers and Service Providers. Vitesse
Printing Co Ltd.
7. UNAIDS. 2010. HIV testing and counselling
www.unaids.org/en/PolicyAndPractice/CounsellingAndTesting/default.asp
8. http://www.antaranews.com/berita/307737/kasus-hiv-aids-di-semarang-meningkat
9. Elcannem E., Gbdegesin A. 2004. VCT for HIV: A study on the Acceptability by
Nigerian Women Attending Antenatal Clinics. African Journal of Reproductive
Health ;8(2):91-100.
10. Kateglo- virus imunodifisiensi manusia
28
11. Jenny Page, Maylani Louw, Delene Pakkiri, Monica Jacobs. 2006. Working with
HIV/AIDS. Cape Town: Juta Legal and Academic Publishers
12. B. D. Schoub. 1999. AIDS and HIV in Perspective: A Guide to Understanding the
Virus and its Consequences. Cambridge University Press Page. 57-59.
13. Felissa R. Lashley, Jerry D. Durham. 2009. The person with HIV/AIDS: nursing
perspectives. Springer Publishing Company.
14. HIV Structure and Life Cycle.
15. Mark Cichocki, R.N. The HIV Life Cycle: Understanding HIV replication. Diakses 29
Mei 2011.
16. World Health Organization (WHO) and Joint United Nations Programme on
HIV/AIDS
(UNAIDS).
2010.
HIV
testing
and
counselling.
UNAIDS.http://www.unaids.org/en/PolicyAndPractice/CounsellingAndTesting/default
.asp
17. Laksono, Budi. 2010. VCT Tonggak Hijrah Seorang Beresiko HIV/AIDS
.http://www.jangkar.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=186
18. Weinhardt L.S., Carey M.P., Johnson B.T., Bickham N.L. 2000. Effects of HIV
counseling and testing on sexual risk behavior: a meta-analytic review of
published research, 19851997. Am J Public Health. 2000 Jul;90(7):1152-3.
19. McGarrigle C.A., Mercer C.H., Fenton K.A., Copas A.J., Wellings K, Erens B. 2005.
Investigating the relationship between HIV testing and risk behavior in Britain:
National Survey of Sexual Attitudes and Lifestyle 2000. AIDS 2005 , 19 : 77-84.
20. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2003. Advancing HIV
prevention: new strategies for a changing epidemic United States. MMWR Morb
Mortal Wkly Rep 2003 , 52 : 329-332.
29
21. Cartaux M., Meda N.,Van De. Perre., Newell M. L., De Vincenzi. I., Dabis F. et al.
1998. Acceptability of voluntary HIV testing by pregnant women in developing
countries: an international survey. AIDS Care 12, 2489_/2493.
22. Hesketh T, Duo L, Li H, Tomkins A.M. 2005. Attitudes to HIV and HIV testing in
high prevalence areas of China: informing the introduction of voluntary
counselling and testing programmes. Sex Transm Infect 2005 , 81:108-112.
DAFTAR ISI
30
IDENTITAS
PENELITIAN
i
DAFTAR
ISI
ii
DAFTAR
TABEL
.iv
DAFTAR
GAMBAR
..v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 4
1.5 Orisinalitas.................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 6
2.1. HIV............................................................................................................... 6
2.2. Risiko tinggi HIV........................................................................................... 8
2.3. Surveilens HIV............................................................................................. 9
2.4. Perbedaan Penerimaan Pasien pada Konseling dan Testing HIV di Negara
Lain................................................................................................................... 14
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Tes HIV dan Penerimaan
Pasien pada Konseling dan Testing HIV.............................................................15
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS......................17
3.1 Kerangka Teori............................................................................................ 17
3.2. Kerangka Konsep....................................................................................... 18
3.3. Hipotesis.................................................................................................... 18
BAB IV METODE PENELITIAN.............................................................................. 19
4.1 Jenis Penelitian........................................................................................... 19
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................19
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................19
4.3.1 Populasi................................................................................................ 19
4.3.2 Sampel................................................................................................. 19
31
32