Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes
genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan
rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai
daerah genital. (1-4)
HSV dapat menimbulkan serangkaian penyakit, mulai dari ginggivostomatitis sampai
keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit kelamin dan infeksi pada neonatus. Komplikasi
tersebut menjadi bahan pemikiran dan perhatian dari beberapa ahli, seperti : ahli penyakit kulit
dan kelamin, ahli kandungan, ahli mikrobiologi dan lain sebagainya. Infeksi primer oleh HSV
lebih berat dan mempunyai riwayat yang berbeda dengan infeksi rekuren.
Setelah terjadinya infeksi primer virus mengalami masa laten atau stadium dorman, dan infeksi
rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus dorman ini yang kemudian menimbulkan kelainan pada
kulit. Infeksi herpes simpleks fasial-oral rekuren atau herpes labialis dikenali sebagai fever
blister atau cold sore dan ditemukan pada 25-40% dari penderita Amerika yang telah terinfeksi.
Herpes simpleks fasial-oral biasanya sembuh sendiri. Tetapi pada penderita dengan imunitas
yang rendah, dapat ditemukan lesi berat dan luas berupa ulkus yang nyeri pada mulut dan
esofagus.(3-6)
Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili herpesviridae yang
mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan
laten dalam sel hospes setelah infeksi primer. Virus yang berada dalam keadaan laten dapat
bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur hidup penderita. Virus tersebut tetap
mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi
yang rekuren. (4,5)
Prevalensi yang dilaporkan dari herpes genitalis bergantung pada karakteristik demografis, sosial
ekonomi dan klinis dari populasi pasien yang pernah diteliti dan teknik pemeriksaan
laboratorium dan klinik digunakan untuk mendiagnosa. Studi seroepidemiologi menunjukkan
disparitas yang lebar antara prevalensi antibodi dan infeksi klinis, ini mengindikasikan bahwa
banyak orang mendapat infeksi subklinik. (6,7)
EPIDEMIOLOGI HERPES GENITALIS
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-faktor seperti
negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral pada masa
kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang.
Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih
rendah dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena

kontak seksual. Prevalensi HSV-2 pada usia dewasa meningkat dan secara signifikan lebih tinggi
Amerika Serikat dari pada Eropa dan kelompok etnik kulit hitam dibanding kulit putih.
Seroprevalensi HSV-2 adalah 5 % pada populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai
80% pada wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di USA.(5-7)
Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-an. Di inggris
laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS meningkat enam kali lipat antara tahun
1972-1994. Kunjungan awal pada dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk
episode pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di
tahun 1970 menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien yang berkunjung.(7)
Disamping itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan oleh anatomi alat
genital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya rekurensi pada pria dan lebih
ringannya gejala pada pria. Walaupun demikian, dari jumlah tersebut di atas hanya 9% yang
menyadari akan penyakitnya.
Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan
oral dan HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan
kelainan di atas pinggang dan VHS-2 menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi
didapatkan juga jumlah signifikan genital herpes 30-40% disebabkan HSV-1.
HSV-2 juga kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya kasus
hubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-2 tanpa infeksi genital. Di
Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi dari 13 RS pendidikan
Herpes genitalis merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus genital
yang paling sering dijumpai.(4,8,9)
ETIOLOGI HERPES GENITALIS
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang merupakan
anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).
Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam
golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster
dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak
menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama.(1,4,5)
Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau
anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1
genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa
kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.(7,9)

PATOGENESIS HERPES GENITALIS


HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus DNA rantai
ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe HSV
dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus alphaherpesviridae.
Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien
menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi
epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf
dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik.
Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaan mukosa.(5,7)
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet pernapasan, atau
melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya ditularkan secara
seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes
dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan
timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten.
Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi
genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion sakral.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan
multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah
ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada
waktu infeksi primer.
Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik atau emosi,
sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak
diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik
genito genital, ano genital maupun oro genital.
Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab
terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa
(orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis daan
dermis menyebabkan destruksi seluler dan keradangan.(1,3,4,9,)
GEJALA KLINIK HERPES GENITALIS
Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari infeksi awal
(saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas muncul antara 3 hingga 9
hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama
setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan
infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2 agak susah
dibedakan.

Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.
Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat
muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.(6,15)
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang terinfeksi
dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai berikut :
(1,4,6,12)

Nyeri dan disuria

Uretral dan vaginal discharge

Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)

Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal

Nyeri pada rektum, tenesmus

Tanda (sign) :

Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada tingkat
infeksi.

Limfadenopati inguinal

Faringitis

Cervisitis

a. Herpes genital primer


Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk hubungan oral atau
anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus
tidak menampakkan gejala.
Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai
influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan
cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis,
preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.(1)
b. Herpes genital rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada faktor pencetus,
virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada
saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala
tidak seberat infeksi primer.

Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan,
kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui
penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks
beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu
untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat
timbul luka di tempat terjadinya outbreaks (1,4,12).
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes progenital dapat
ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu. Stadium
penyakit meliputi :
Infeksi primer - stadium laten - replikasi virus - stadium rekuren
Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host.
Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya
terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda
sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. (3,5)
Berbagai macam manifestasi klinis:(5,7)
1. infeksi oro-fasial
2. infeksi genital
3. infeksi kulit lainnya
4. infeksi okular
5. kelainan neurologist
6. penurunan imunitas
7. herpes neonatal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM HERPES GENITALIS
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan
giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas
pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai
berikut.(1,4)
A. Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh dan inflamasi pada
dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang
terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk vesikel.(1)
B. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:(1)
1. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2.
2. Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
C. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih merupakan prosedur
pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil

dari lesi mukokutaneus pada stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada
bila diambil dari lesi ulkus atau krusta.
Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari keempat
timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus, perubahan imun virus yang cepat,
teknik yang kurang tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup
tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 24-48 jam.(1,4)
DIAGNOSIS HERPES GENITALIS
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar
eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilan
contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu
memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu
kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.(1,11,12)
Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas
lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid dan
kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur
jaringan.
Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine,
meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat
menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan
janin terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit,
ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis.
Herpes genital primer HSV 2 dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan
sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari
kaum pria dan 70% dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital
episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital
(1,4,7,14).
DIAGNOSA BANDING HERPES GENITALIS (1,5,11)

Ulkus durum : ulkus indolen dan teraba indurasi

Ulkus mole : ulkus kotor, merah dan nyeri

Sifilis : ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi

Balanopostitis : biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas

Skabies : rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak

Limfogranuloma venereum : ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan kelenjar


inguinal.

KOMPLIKASI HERPES GENITALIS


Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada orang
dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja baik, bisa terjadi
outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam waktu yang lama. Orang
dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut herpes
okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga disebabkan
HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan. (3,10,12)
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang lahir dengan herpes
dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit atau mata.(12) Bila pada kehamilan
timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta
sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi
neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis
atau kelainan pada mata. (3,10)
PENATALAKSANAAN HERPES GENITALIS
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun
pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :

menjaga kebersihan lokal

menghindari trauma atau faktor pencetus. (11)

Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40%
dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek
samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.
(14)
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan
obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini
akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani
herpes genital adalah 12)

Asiklovir (Zovirus)

Famsiklovir

Valasiklovir (Valtres)

Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari),
asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf
propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat
penyembuhan.(4,5)
Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah
menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh
karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama
dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali
sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.(4,5,9)
Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan
HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase
menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel
pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian
dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat menjadi
pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.(4,5)
Herpes genitalis adalah kondisi umum terjadi yang dapat membuat penderitanya tertekan. Pada
penelitian in vitro yang dilakukan Plotkin (1972), Amstey dan Metcalf (1975), serta penelitian in
vivo oleh Friedrich dan Matsukawa (1975), povidone iodine terbukti merupakan agen efektif
melawan virus tersebut. Friedrich dan Matsukawa juga mendapatkan hasil memuaskan secara
klinis dari povidone iodine dalam larutan aqua untuk mengobati herpes genital. (15)
Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit/ CDC (Center For Disease Control and Prevention),
merekomendasikan penanganan supresif bagi herpes genital untuk orang yang mengalami enam
kali atau lebih outbreak per tahun.(16)
Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila pada saat
melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum
ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah. Pemakaian asiklovir pada ibu
hamil tidak dianjurkan. (3,10)
Sejauh ini pilihan sectio caesaria itu cukup tinggi dan studi yang dilakukan menggarisbawahi
apakah penggunaan antiviral rutin efektif menurunkan herpes genital yang subklinis, namun
hingga studi tersebut selesai, tak ada rekomendasi yang dapat diberikan. (7)
PENCEGAHAN HERPES GENITALIS
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom dapat
menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak
tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9
menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan

melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.
(4,12)
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu (1)
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS
lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan
tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pencegahan.
PROGNOSIS HERPES GENITALIS
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati mempunyai
prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada
orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem
retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat
menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya
usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes
genitalis.(1,3,4)
KESIMPULAN tentang HERPES GENITALIS
Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran khas berupa
vesikel berkelompok pada dasar eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya
disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi sebagian kecil dapat pula oleh tipe
1.
Perjalanan Penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Umumnya kelainan
klinis/keluhan utama adalah timbulnya sekumpulan vesikel pada kulit atau mukosa dengan rasa
terbakar dan gatal pada tempat lesi, kadang-kadang disertai gejala konstitusi seperti malaise,
demam, dan nyeri otot.
Diagnosis herpes genital secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisisk jika gejalanya khas dan pemeriksaan laboratorium.
Pengobatan dari herpes genital secara umum bisa dengan menjaga kebersihan lokal, menghindari
trauma atau faktor pencetus. Adapun obat-obat yang dapat menangani herpes genital adalah
asiklovir, valasiklovir, famsiklovir.

Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1 Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor. Penyakit
Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedoktera
Univesitas Hasanuddin; 2004. hal.179-196.
2 Douglas, Fleming, Quillan M, Johnson E.R, Nahmias A.J, Aral SO, et al. Herpes Simplex Virus
Type 2 in the United States 1976 1994. In the New England Journal of Medicine,
Vol.337(Number 16), Massachutes : Massachutes Medical Society, Oktober 16 1997, p 1105-11.
3 Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Univ.Tarumanagara, Vol 4 No.1 1998. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Tarumanagara; 1998.p.31-41.
4 Syahputra E, Harun E.S. Herpes Genetalis. Dalam : Berkala ilmu penyakit kulit dan kelamin
Airlangga periodical of Dermeto-Venereology, vol.13 April 2001 No.1.Surabaya: Lab/SMF
Penyakit Kulit & Kelamin FK Airlangga RSUD Dr.Soetomono;2001, p 45-53.
5 Marques AR, Straus SE, Herpes Simplex.In Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith ZA, Katzi, Editors.Fitzpatricks dermatology. In general medicine.6thed. New York:
McGraw Hill Medical Publishing Divition:2003, p 2059-065.
6 Clutterbuck D, Genital Herpes. In Specialist training in sexually transmitted infection snd HIV.
Edinburg, London, New York. 2004:Elsevien Mosby, p 139-151.
7 Corey L, Wald A, Genital herpes. In Sexually Transmitted Disease, Holmes K.K, Mardh PA,
Sparling PF, Lemon SM, Stamn WE, Piot P, etc (ed) Third edition 2000. New York:McGraw-Hill,
p 285-305.
8 About genital herpes; what is genital herpes?[online].2006.[cited 18 Dec 2006].[3] available
from URL http://www.FAMVIR.com.
9 Martodihardjo S. Penanganan herpes Zoster dan herpes progenitalis. Dalam : Berkala ilmu
penyakit kulit & kelamin Airlangga periodical of dermato-venereology. vol 13 No.3 Des 2001.
Surabaya:Airlangga University press 2001. p 161-163.
10 Handoko R.P. Herpes Simpleks.dlm Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Djuanda Adhi, Hamzah
M, Aisah S (ed).ed 3 cet.4 2004. Jakarta:Balai Penerbit FK UI, p359-361.
11 Siregar RS, Herpes simpleks dlm Atlas berwarna saripati penyakit kulit cet III Tahun 1996.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. P 92-93.
12 Genital herpes, [online].2005 october [cited Dec 12];[6 screens]. Available from
http://www.NIAD-Health Matters.co.uk.
13 Herpes genital, Female herpes picture, [online].[cited 12 Dec 2006];[5 screens]. Available
from http://www.herpes-coldsores-treatment-picture.com
14 Betadine vaginal douche vs idoxuridone melawan herpes, Ethical digest semijurnal farmasi
& kedokteran. No.22 Th III. Dec 2005. p 15.
15 About genital herpes, what are the signs symptoms of the first outbreak of genital herpes?
[online]2006. March[cited 2006 Dec 18],[3].available from URL http://www.FAMVIR.com.
16 Genital herpes treatment; what medication can be prescribed to manage genital herpes
symptoms?[online]2006 March.[cited 2006 Dec 18].available from URL
http://www.FAMVIR.com.
17 McMillan A. Ulcers and other conditions of the external genitalia. In: McMillan A, Young H,

Ogilvie MM, Scott GR, editors. Sexually transmissible infections. Edinburgh: Saunders;
2002.p.549-65

PENATALAKSANAAN HERPES SIMPLEX


Oleh: Solichati Fatonah, S.Ked
PENDAHULUAN
Hingga saat ini penyakit herpes simplex terutama herpes genital menjadi salah satu penyakit
menular seksual yang sering ditemui di Amerika Serikat dan telah berhasil mempengaruhi
kehidupan jutaan pasien beserta pasangannya. Kebanyakan individu mengalami gangguan
psikologi dan psikososial sebagai akibat dari nyeri yang timbul serta gejala lain yang menyertai
ketika terjadi infeksi aktif. Oleh karena penyakit herpes genital tidak dapat disembuhkan serta
bersifat kambuh-kambuhan, maka terapi sekarang difokuskan untuk meringankan gejala yang
timbul, menjarangkan kekambuhan, serta menekan angka penularan sehingga diharapkan
kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan penanganan dengan tepat.
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 3 macam, yaitu (1)
Terapi Spesifik; (2) Terapi Non-Spesifik; dan (3) Terapi Profilaksis 1. Tujuan dari terapi tersebut
masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan, meringankan gejala prodromal,
dan menurunkan angka penularan.
Terapi Spesifik
Herpes Labialis
Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (tiap 3 jam
selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga
pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta
membatasi perluasan daerah lesi. (Rekomendasi FDA & IHMF)
Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan begitu gejala
muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400 mg 5 kali sehari selama 5 hari,
atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala
prodromal.
Herpes Genitalis
Infeksi Primer
Rekomendasi WHO 2003
Acyclovir 200 mg po 5 x/hr, selama 7hr, Atau
Acyclovir 400 mg po 3 x/hr, selama 7hr, atau
Valaciclovir 1 gr po 2x/hr selama 7 hari

Rekomendasi CDC 2006


Acyclovir 200 mg po 5 x/hr, selama 7-10hr, atau
Acyclovir 400 mg po 3 x/hr, selama 7-10hr, atau
Valaciclovir 1 gr po 2x/hr selama 7-10 hari, atau
Famciclovir 250 mg po 3x/hr selama 7-10 hr
Infeksi Rekuren

Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes genitalis, dimana
tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2 kali/tahun hingga lebih dari 6
kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan
terapi supresif.
Terapi Episodik:
Rekomendasi WHO 2003
Acycovir
o 200 mg po 5x/hr, 5 hr, atau 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 2 x/hr, 5 hr
Valacyclovir
o 500 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr,5 hr
Famciclovir
o 125 mg p.o 2x/hr,5 hr
Rekomendasi CDC 2006
Acycovir
o 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 3 x/hr,3 hr
Valacyclovir
o 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
Famciclovir
o 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
Terapi Supresif:
Rekomendasi WHO 2003 & CDC 2006:
Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th
HSV pada Kehamilan
Penanganan HSV pada kehamilan didasarkan pada riwayat herpes genitalis sebelumnya dan usia
kehamilan ketika terjadi serangan. Bagan penatalaksanaan HSV pada kehamilan dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Manajemen HSV pada Kehamilan
HSV pada Neonatus
Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu dengan herpes genitalis yaitu mengidentifikasi secepatnya
kemungkinan adanya infeksi herpes pada bayi tersebut. Oleh karena itu direkomendasikan
dilakukan pemeriksaan kultur virus dari sekret servik ketika persalinan berlangsung pada semua
ibu hamil dengan riwayat herpes genitalis. Selain itu juga pemeriksaan kultur virus dari mukosa
orofaring atau mukosa konjungtiva dari bayi yang dicurigai. Pada bayi dengan ibu mengidap
herpes genitalis primer pada saat persalinan pervaginam, harus diberikan terapi profilaksis
acyclovir intravena dengan dosis 60 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis yang diberikan
selama 21 hari atau acyclovir intravena 10 mg/kgBB tiap 8 jam selama 10-21 hari Terapi ini juga
diberikan pada bayi yang dinyatakan positif terinfeksi, dan terapi diberikan seawall mungkin
ketika mulai timbul gejala.
HSV dengan HIV

Penderita dengan immunocompromised biasanya memiliki gejala yang lebih berat serta lebih
lama pada daerah genital, perianal, atau oral. Lesi yang disebabkan oleh HSV biasanya bersifat
atipik, lebih nyeri, serta lebih berat. Meskipun terapi antiretroviral bisa menurunkan tingkat
keparahan dari infeksi herpes genital, namun infeksi subklinik tetap dapat terjadi. Pemberian
terapi supresif atau terapi episodic menggunakan agen antivirus oral terbukti efektif dalam
memperingan manifestasi klinik dari HSV yang disertai dengan infeksi HIV. Penatalaksanaan
HSV pada HIV bisa dilihat pada gambar 2.
Terapi Supresif Rekomendasi CDC 2006
Acyclovir 400-800 mg peroral 2-3 kali sehari, atau
Famciclovir 500 mg peroral 2 kali sehari, atau
valacyclovir 500 mg peroral 2 kali sehari
Terapi Episodik Rekomendasi CDC 2006
Acyclovir 400-800 mg p.o 3 x/hr 5-10 hr, atau
Famciclovir 500 mg p.o2x/hr, 5-10 hr, atau
valacyclovir 1000 mg p.o 2x/hr,5-10 hr, atau
Terapi pada keadaan resistensi Acyclovir
Foscarnet intravena 40 mg/kgBB/8 jam hingga terjadi perbaikan klinis. Atau
Cidofovir gel 1% sekali sehari selama 5 hari yang dioleskan pada lesi

Gambar 2.
Manajemen HSV pada HIV
Terapi Non-Spesifik
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa nyeri dan rasa
gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetik, antipiretik dan
antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic
juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa jodium povidon secara topical untuk
mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu
pemberian antibiotic atau kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
Tindakan Profilaksis
Langkah langkah yang dapat diambil guna mencegah penularan penyakit herpes simplek yaitu
dengan memberi penjelasan kepada penderita tentang sifat penyakit yang dapat menular terutama
bila sedang terkena serangan. Selain itu juga dilakukan proteksi individual dengan menggunakan
2 macam alat perintang, yaitu busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut bila diikuti
dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat mencegah transmisi
herpes genitalis hampir 100%. Busa spermisidal secara in vitro ternyata mempunyai sifat
virisidal, dan kondom dapat mengurangi penetrasi virus. Langkah profilaksis lain yaitu dengan
menghindari factor factor pencetus timbulnya serangan herpes, seperti stress, kelelahan, atau
yang lainya. Konsultasi psikiatrik dapat pula membantu karena faktor psikis mempunyai peranan
untuk timbulnya serangan.
Vaksin HSV sedang dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kekebalan kepada individu
yang rentan sehingga diharapkan tidak terjadi infeksi pada daerah genital serta ganglion sensori

menjadi terlindung dari infeksi laten virus Herpes simplek. Virus yang dikembangkan sekarang
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu berupa virus aktif dan inaktif yang masih diteliti mengenai
keamanan dan keefektifanya. Vaksin yang berasal dari HSV gB dan gD, yaitu suatu subunit
glikoprotein yang dikembangkan oleh perusahaan Chiron Group Amerika, ternyata tidak efektif
dalam mencegah transmisi herpes.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2004. Herpes Simplex. Dalam Wikipedia yang diakses melalui
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex pada tanggal 3 Februari 2009.
2. Kriebs, Jan. 2008. Understanding Herpes Simplex Virus: Transmission, Diagnosis, and
Considerations in Pregnancy Management. Dalam Journal Midwifery Women Health yang
diakses melalui http://webMD.org/medscapeCME/573984.htm pada tanggal 3 Februari 2009.
3. Anonim. 2004. Herpes Simplex Virus. Dalam Wikipedia yang diakses melalui
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_simplex_virus pada tanggal 3 Februari 2009.
4. Daili, Sjaiful & Judanarso, Jubianto. 2007. Infeksi Menular Seksual: Herpes Genitalis edisi
ketiga, hal 125-139. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Anonim. 2007. Herpes Simplex. Dalam Adam yang diakses melalui
http://adam.about.com/reports/000052_2.htm pada tanggal 3 Februari 2009.
6. Workowski, KA & Berman, SM. 2006. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines.
Center for Disease Control and Prevention: MMWR Recomm Rep.
7. Volpi, Antonio & Stanbery. 2004. New Guidelines from IHMF. Editorial Herpes Journal.
Diakses melalui http://www.ihmf.org pada tanggal 24 Februari 2009.
8. Spruance, Spotswood & Kriesel, John. 2002. Treatment of Herpes Simplex Labialis. Herpes
Journal volume 9. International Herpes Management Forum. Diakses melalui
http://www.ihmf.org pada tanggal 24 Februari 2009.
9. Anonym.2005. Herpes Learn Treatment. American Social Health Association. Diakses melalui
http://www.asha.org pada tanggal 6 Februari 2009.
10. Barclay, Laurie. 2008. Management of Herpes Simplex Infections Reviewed. Medscape
Medical News. Diakses melalui http://webMD.org/medscapeCME/575859.htm pada tanggal 5
Februari 2009.
11. Whitley, Richard. 2006. New Approaches to the Therapy of HSV Infections. Report From
The 2005 Ihmf Annual Meeting. Diakses melalui http://www.ihmf.org/132whitley.pdf pada
tanggal 24 Februari 2009.
12. World Health Organization. 2003.Guidelines for the management of sexually transmitted
infections: Herpes Genitalis. WHO. Switzerland.
13. Money, Deborah & Steben, Marc. 2008. Guidelines for the Management of Herpes Simplex
Virus in Pregnancy. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada. Diakses melalui
http://www.sogc.org/guidelines/documents/gui208CPG0806.pdf pada tanggal 3 Februari 2009.
14. Braig ,Suzanne. 2004. Management of Genital Herpes during Pregnancy: the French
Experience. Herpes Journal of IHMF. Diakses melalui http://www.ihmf.org/112Braig pada
tanggal 24 Februari 2009.
15. Aoki, Fred. 2001. Management of Genital Herpes in HIV-infected Patients. Herpes Journal of
IHMF. Diakses melalui http://www.ihmf.org/82aoki pada tanggal 24 Februari 2009.
16. Jones, Cheryl A & Cunningham, Anthony L. 2004. Vaccination Strategies to Prevent Genital
Herpes and Neonatal Herpes Simplex Virus (HSV) Disease. Herpes Journal of IHMF. Diakses
melalui http://www.ihmf.org/111Jones pada tanggal 24 Februari 2009.

Anda mungkin juga menyukai