Topik Bahasan:
Kebebasan Pers
Kebebasan Pers
Kebebasan pers adalah bagian dari
hak asasi manusia. UUD 45 pasal 28
berbunyi: Setiap orang berhak
berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
Pers dan kemerdekaan pers adalah
suatu wujud dari kedaulatan rakyat
Pemberedelan Pers
Indonesia mengalami pengekangan
pemerintah terhadap pers dimulai
tahun 1846, yaitu ketika pemerintah
kolonial Belanda mengharuskan
adanya surat izin atau sensor atas
penerbitan pers di Batavia,
Semarang, dan Surabaya.
Sejak itu hingga sekarang, pendapat
tentang kebebasan pers terbelah.
Satu pihak menolak adanya surat izin
terbit, sensor, dan pembredelan,
namun di pihak lain mengatakan
bahwa kontrol terhadap pers perlu
dilakukan.
Transparansi Pers
Sejak 1998, pers Indonesia
dapat mengabarkan berita
secara transparan tanpa
kekhawatiran SIUPP yang
akan dicabut.
Tidak perlu takut lagi untuk
menampilkan tokoh-tokoh
kontroversial yang menggugat
maupun berseberangan
dengan pemerintah.
Tidak perlu ragu lagi untuk
menyajikan berita atau
laporan-laporan yang
sebelumnya dinilai berisiko.
Otokrotik Pers
BBC London pernah membuat
kesalahan sehingga seorang
narasumber mereka bunuh diri. Itu
dilaporkan oleh BBC sendiri. Reporter
The New York Times pernah menipu,
dan dilaporkan oleh The New York
Times sendiri. Koran itu juga pernah
keliru dalam soal senjata pemusnah
masal di Irak; itu diberitakan oleh NYT
dan mereka minta maaf.
Kalau media menempatkan diri sebagai
institusi masyarakat, memberitakan diri
sendiri itu tidak ada masalah, justru
akan membuat kredibilitas koran
bersangkutan semakin tinggi.
Hak-hak Sipil
Pers Kebablasan