Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara tropis memiliki luas daratan sekitar 193 juta hektar
dan luas hutan sekitar 143 juta hektar menjadi tempat yang baik bagi tanaman
berbunga penghasil madu. Sedikitnya terdapat 115 tanaman yang dapat menjadi
sumber nektar, sumber pakan madu.
Hutan tropis Indonesia merupakan salah satu hutan terluas di dunia dan berada
pada urutan ke-2 setelah Brazil dan Zaire mengenai tingkat keanekaragaman
hayatinya. Hutan Indonesia memberikan manfaat berlipat ganda, baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada manusia untuk memenuhi hampir semua kebutuhan
manusia (Wirendro, 2011). Luas kawasan hutan Indonesia tahun 2012 mencapai
130,61 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasi sesuai dengan fungsinya menjadi
kawasan konservasi (21,17 juta ha), kawasan lindung (32,06 juta ha), kawasan
produksi terbatas (22,82 juta ha), kawasan produksi (33,68 juta ha) dan kawasan
produksi yang dapat dikonversi (20,88 juta ha) (Departemen Kehutanan dan BPS,
2012).
Dengan luas hutan yang mencapai 136,88 juta ha (Kementerian Kehutanan,
2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar. Sumber daya hutan itu
dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan peternakan lebah madu. Diperkirakan
rata-rata produksi madu seluruh Indonesia sekitar 4000 ton setiap tahunnya, dan dari

produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu liar di hutan (Kuntadi,
2008).
Salah satu bentuk pengelolaan hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial
untuk dikembangkan adalah usaha perlebahan madu. Hal ini didukung oleh beberapa
faktor pendukung. Pertama; Indonesia memiliki spesies lebah lokal yang adaptif
dengan iklim tropis dan produksi madu cukup tinggi, kedua; Indonesia merupakan
negara agraris yang memiliki luas daratan yang cukup tinggi sekitar 192 juta hektar,
ketiga; produksi madu domestik yang sangat rendah sehingga budidaya lebah madu
sangat prospektif dikembangkan, keempat; lebah menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi umat manusia seperti untuk obat-obatan, makanan dan minuman
(Gultom, 2007) di samping itu, prioritas pengembangan Kementerian Kehutanan dan
menjadi komoditas unggulan adalah madu. Madu merupakan salah satu produk hasil
hutan yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki banyak manfaat,
diantaranya sebagai suplemen kesehatan, kecantikan, anti toksin, obat luka, dan
sebagai bahan baku dalam industri makanan dan minuman.
Salah satu komponen penting dalam madu yang dapat digunakan untuk
menganalisis kualitas madu adalah senyawa volatil. Senyawa volatil merupakan
senyawa yang sifatnya mudah menguap pada madu yang disebabkan karena berat
molekulnya yang rendah. Senyawa voaltil merupakan faktor utama yang bertanggung
jawab untuk aroma. Senyawa ini berbeda pada setiap madu bergantung pada asal
bunga, komposisi nektar bunga yang dihisap oleh madu dan asal geografisnya
sehingga memberikan profil aroma yang berbeda pada madu dan merupakan

karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan madu berdasarkan asal botani
mereka (Barra et al, 2010).
HMF (Hidroxymethylfurfural) merupakan salah satu senyawa volatil yang
terdapat pada madu. HMF merupakan produk dekomposisi gula yang terbentuk pada
madu pada saat pemrosesan panas dan penyimpanan atau dikenal sebagai reaksi
Maillard (Tosi, 2002). Pengujian kadar HMF dalam madu sangat penting dalam
menentukan keaslian dan kesegaran madu. Pada beberapa penelitian, salah satunya
yang dilakukan oleh Khalil et al. 2010 melaporkan dengan menggunakan metode
HPLC, diperoleh kadar HMF yang tinggi pada madu Tualang yang diproduksi oleh
Malaysia dengan muatan 128,19-1131,76 mg/kg dengan masa penyimpanan lebih
dari satu tahun. Kadar HMF juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pH, suhu, waktu pemanasan, kondisi penyimpanan serta sumber nektarnya.
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki luas wilayah 46,717.48 M2, 2,44% dari
wilayah Indonesia, dengan luas hutan 2.118.992,00 ha, merupakan wilayah yang
cukup potensi pengembangan madu yang cukup besar (Novandra A, 2013). Salah satu
kabupaten di Provinsi Sulawesi Sulawesi adalah Maros, dengan luas daerah 1,619.12.
Sebagai pusat pengembangan lebah dengan ditunjuknya Kabupaten Maros
sebagai Inkubator pengembangan lebah madu. Dalam program gerbang Emas ini,
Kabupaten Maros tepatnya di desa Cenrana Baru Kecamatan Cenrana direncanakan
dibentuk Pusat penngkaran Ratu Lebah namun sampai pada saat tahap akselerasi
tersebut masih berjalan di tempat. Hal tersebut disebabkan oleh ditemukannya
berbagai hal sebagai kendala yang dihadapi oleh PT. Bee Toba sebagai penanggung
jawab lokasi tersebut. Di sekitar Desa Cenrana Baru terdapat beberapa kelompok tani

yang memanen madu dengan cara berburu lebah madu di kawasan hutan yang berada
di sekitarnya. Jenis lebah yang diburu untuk dipanen madunya adalah jenis Apis
Dorsata. Madu tersebut dipasarkan di sekitar lokasi sampai di Makassar (KJUB) dan
dijual perseorangan ke Kabupaten Lain. Kendala dari madu yang dipanen dengan
cara berburu lebah apis dorsata tersebut adalah tingginya kandungan kadar air
sehingga terkadang menimbulkan kecurigaan akan keaslian madu tersebut. Hal ini
akibat adanya asumsi bahwa madu yang tidak asli telah dicampur dengan air gula.
Diantara madu yang ada di beberapa daerah, madu yang ada di Kabupaten Maros
lebih murah.
Beradasarkan kenyataan di atas, madu di Indonesia khususnya kabupaten Maros
di desa Mallawa memiliki potensi yang sangat baik. Untuk mendorong agar
masyarakat lebih menyukai madu hutan Sulawesi khususnya di kaupaten Maros, desa
Mallawa, perlu dilakukan penelitian tentang manfaat dan kandungan madu hutan atau
kualitasnya. Salah satu parameter untuk melihat kualitas dari madu tersebut, dapat
dillihat dari kadar senyawa volatile (HMF) dan kemampuannya sebagai antioksidan.

1.1 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas madu Mallawa berdasarkan parameter kadar hidroksi metil

furfural dalam madu tersebut?


2. Bagaimana efektifitas madu Mallawa Sulawesi Selatan sebagai antioksidan ?
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.2.1

Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas madu


Mallawa berdasarkan analisis kadar hidroksi metil furfural serta efektifitas senyawa
volatil madu Mallawa sebagai antioksidan.

1.2.2

Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk :


1. Mengetahui

kualitas

madu

Mallawa

berdasarkan

kadar

senyawa

Hidroksimetilfurfural dalam madu Mallawa


2. Mengetahui efektivitas senyawa volatil madu Mallawa sebagai antioksidan
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil analisis menganai senyawa volatil dalam madu Mallawa di Sulawesi
Selatan ini dapat memeberikan kontribusi penting bagi pengembangan madu Mallawa
yang merupakan madu asli Sulawesi Selatan sehingga dapat menjadi acuan dan bahan
referensi sehingga dapat bersaing dengan madu dari mancanegara. Selain itu
penelitian ini juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas
madu Mallawa yang merupakan madu asli Sulawesi Selatan serta efektivitasnya
sebagai antioksidan. Diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya.

ANALISIS KADAR HMF (HIDROXY METHYL FURFURAL) DAN UJI


AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SENYAWA VOLATIL MADU MALLAWA

OLEH :
SUHAELA
H31111012

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai