Anda di halaman 1dari 10

GANGGUAN ANXIETAS

A. PENDAHULUAN
Sensasi anxietas (cemas) sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan
tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Anxietas atau cemas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya
bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman.1
Secara mendasar cemas merupakan respon fisiologis terhadap suatu ancaman.
Sehingga orang cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku mereka, bahkan
kecemasan merupakan respon yang sangat diperlukan. Ia berperan untuk menghadapi
ancaman (baik fisik maupun psikologik). Perasaan cemas atau sedih yang berlangsung
sesaat adalah normal dan hampir semua orang pernah mengalaminya.1
Namun, kecemasan dapat pula merupakan suatu penyakit, dan paling sering
dialami dalam ilmu kejiwaan. Banyak pasien dengan gangguan kecemasan ini
mengalami gejala fisik dan biasanya mereka akan segara menjadi dokter untuk
mendapatkan pertolongan. Disamping itu, banyak pula yang tidak mengetahui bahwa
mereka mempunyai gangguan kecemasan.1
Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut. Kata
anxietas berasal dari bahsa Latin, ngere, yang berarti tercekik atau tercekat. Respon
anxietas seringkali berkaitan dengan ancaman yang nyata, namun tetap dapat membuat
seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan menarik diri.2
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut Narrow, et al., 2002 dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Maramis,
Perkiraaan prevalensi gangguan anxietas di masyarakat (per 1000 orang) adalah:
gangguan anxietas menyeluruh 30, gangguan panik 15, agarofobia 20, fobia sosial 30,
fobia sederhana 45, dan gangguan obsesif-konfulsif (yang tidak komorbid dengan
gangguan anxietas lain) 10.2
Sedangkan menurut Kaplan & Sadock, gangguan anxietas merupakan kelompok
gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan. National comorbidity study
melaporkan bahwa satu diantara empat orang memenuhi kriteria untk sedikitnya satu
gangguan anxietas dan terdapat angka prevalensi 12 bulan sebesar 17,7%. Perempuan
(prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami gangguan ansietas
daripada

laki-laki

(19,2%).

Prevalensi

gangguan

anxietas

menurun

dengan

meningkatnya status sosial ekonomik.1


Gangguan kecemasan mengenai 19 juta Amerika dewasa. Kebanyakan gangguan
kecemasan di mulai ketika masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa muda. Gangguan
kecemasan ini banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki dan kejadian ini terjadi
sama banyak pada orang berkulit putih, African-American, dan Hispanics.3
1

C. ETIOLOGI
Etiologi anxietas secara pasti belum diketahui. Namun ada beberapa teori yang
mendukung patogenesis terjadinya anxietas, antara lain:1
1. Teori Psikoanalaitik; menurut teori yang dipelopori oleh Sigmund Freud, anxietas
terjadi dikarenakan konflik psikis antara keinginan tidak disadari yang bersifat
agresif dan ancaman terhadap hal tersebut berasal dari superego atau relaitas
eksternal. Atau dengan kata lain anxietas terjadi respon terhadap berbagai situasi
selama siklus kehidupan.1
2. Teori Perilaku-Kognitif; menurut teori ini, anxietas terjadi sebagai respon yang
terhadap stimulus lingkungan yang spesifik. Pasien dengan gangguan anxietas
cenderung memperkirakan secara berlebihan derajat bahaya dan kemungkinan
kerusakan pada situasi tertentu serta cenderung meragukan kemampuannya dalam
menghadapi ancaman yang dirasakan pada kesejahteraan fisik atau psikologis
penderita.1
3. Teori Eksistensial; menurut teori ini menyatakan anxietas merupakan respon mereka
terhadap kehampaan yang luas mengenai keberadaan dan arti.1
Sedangakan secara biologis, anxietas terjadi karena pelepasan epinefrin dari
adrenal, yang dapat menimbulkan manifestasi perifer, seperti; takikardi, sakit kepala,
diare, dan takipneu, namun gejala perifer ini tidak khas, dan tidak selalu berhubungan
dengan pengalaman subyektif anxietas.1,2
Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya anxietas yakni
norepinefrin, serotonin, dan

-amino butyric acid (GABA). Peranan norepinefrin

dalam mekanisme ansietas adalah bahwa pasien yang mengalami ansietas dapat
memiliki sistem aderenergik yang diatur dengan buruk dengan ledakan aktivitas yang
kadang-kadang terjadi. Pelepasan serotonin yang dipicu oleh agen serotonergik dapat
menimbulkan peningkatan ansietas pada pasien dengan gangguan ansietas. Peranan
GABA dalam gangguan ansietas paling kuat didukung oleh efektivitas benzodiazepin. 1
Saraf yang mengandung GABA merupakan sistem inhibisi diotak. Ia menurunkan
aktivitas neuron lain termasuk neuron monoamin. Obat yang meningkatkan fungs
GABA (barbiturat dan benzodiazepin) merupakan anxiolitik yang poten. Benzodiazepin,
bekerja melalui reseptor yang berbeda di lobus limbik dan neurokortex, memodulasi
reseptor GABA-A postsinaps sehinggan meningkatkan efek GABA.2
D. KLASIFIKASI
Gangguan anxietas terdiri dari beberapa tipe, antara lain:2
a. Gangguan anxietas fobik,
Fobia, mengacu pada rasa taku tang berelebihan terhadapa suatu objek, situasi,
atau keadaam tertentu.1

Meskipun pada sebagian besar kasus, orang dapat

menghindari atau bertahan dalam situasi fobik akan tetapi pada sebagian lagi
anxietas yang timbul dapat membuat tidak berdaya, seperti misalnya agorafobia.2
2

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan jiwa yang
paling lazim di Amerika Serikat. Sekitar 5 10 % populsai diperkirakan terkena
gangguan yang menyulitkan dan kadang-kadang membuat ketidakmampuan.1
Agorafobia, salah satu gangguan fobik yang ditandai dengan kekuatan hebat
yang membuat tidak berdaya akan tempat atau situasi yang sulit untuk meloloskan
diri atau sulit mendapatkan pertolongan apabila serangan terjadi. Sehingga orang
dengan agorafobia membatasi geraknya sebatas tempat yang dirasa aman, biasanya
di dalam rumah.2
Fobia sosial, atau gangguan anxietas sosial, gangguan yang ditandai dengan
ketakutan akan diamati dan dipermalukan di depan publik. Bermanisfestasi sebagai
rasa malu dan tidak nyaman yang sangat berlebihan di situasi sosial. Sehingga
mendorong penderita untuk menghindari situasi sosial tanpa disebabkan masalah
fisik atau mental (seperti gagap, jerawat, atau gangguan kepribadian).2
Fobia spesifik, yang dulunya dikenal sebagai fobia sederhana. Gangguan
ketakutan yang tidak rasional akan objek atau situasi tertentu. Gangguan ini
merupakan gangguan yang paling sering ditemukan, namun hal tersebut kasusnya
ringan dan tidak perlu mendapatkan pengobatan. Fobia yang paling sering antara
lain: takut terhadap binatang tertentu (misal, laba-laba, ular, atau tikus), takut terbang
(pterigofobia), takut ketinggian (akrofobia), dll.2
Apabila berhadapan dengan objek atau situasi tersebut, orang dengan fobia akan
mengalami perasaan panik, berkeringat, berusaha menghindar, sulit untuk bernapas,
dan jantung berdebar. Sebagaian orang dewasa menyadari bahwa ketakutan yang
dialaminya tidak rasional dan banyak yang memilih untuk mencoba menahan
perasaan anxietas yang hebat daripada mengungkapkan gangguannya.2
b. Gangguan panik,
Gangguan panik ditandai dengan serangan anietas atau teror yang berkala
(serangan panik). Setiap episode berlangsung sekitar 15-30 menit, meskipun efek
sisa dapat berlangsung lama.2
Studi epidemiologis melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5 5% untuk
gangguan panik. Perempuan lebih mudah terkena dua hinggga tiga kali daripada lakilaki. Gangguan panik paling lazim timbul pada dewasa muda (usia rerata timbulnya
gangguan sekitar 25 tahun). 1
Selama serangan berlangsung, penderita merasa sangat ketakutan atau tidak
nyaman yang disertai oleh jantung berdebar, nyeri dada, persaaan tercekik,
berkeringat, gemetar, mual, pusing, perasaan yang tidak riil, dan takut mati atau takut
menjadi gila. Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai respon
terhadap situasi tertentu, dengan frekuensi serangan yang bervariasi. 2
c. Gangguan anxietas menyeluruh,
Gambaran umum dari penyakit ini adalah kekhawatiran atau anxietas yang
kurang lebih konstan, yang tidak sebanding dengan tingkat stressor sesungguhnya
dalam kehidupan. Anxietas tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang
meskipun tampaknya tidak ada stresor yang spesifik., atau nyata, meskipun stres
dapat memperburuk gangguan ini. Penderita kesulitan untuk mengendalikan
anxietasnya dan cenderung untuk tidak yakin pada diri sendiri.2
3

d. Gangguan campuran anxietas dan depresi


Gangguan ini merupakan penyakit tersendiri dan dinamakan demikian karena
secara bersamaan didapati gejala-gejala depresi dan anxietas pada penderita. Perlu
diperhatikan bahwa baik gejala-gejala depresi maupun gejala-gejala anxietas yang
ada tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk episode depresi dan gangguan anxietas.
Apabila gejala-gejala yang ada memenuhi kriteria untuk episode depresi dan
gangguan anxietas, maka hal itu adalah komorbiditas antara keduanya.2
e. Gangguan obsesif-kompulsif
Istilah obsesif menunjuskkan pada suatu idea atau bayangan mental yang
mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesif dapat
berupa kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah terkunci atau belum,
sampai fantasi yang aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang
yang disayangi.2
Istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan
untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan
kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang
sudah terkunci, kompor yang sudah mati, atau menelpon orang yang dicintai untuk
memastkan keselamatannya. Sebagian orang sangat terdorong untuk berualng kali
mencuci tangan setiap beberapa menit atau menghabiskan sangat banyak waktu
untuk membersihkan sekelilingnya dengan tujuan untuk mengurangi rasa takut akan
kontaminasi.2
Beberapa persamaan antara obsesi dan kompulsi:2
1. Suatu pikiran atau dorongan yang mendesak ke alam sadar secara gigih dan terus
menerus
2. Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk menghilangkan
pikiran atau dorongan lain
3. Obsesi kompulsi itu dirasakan sebagai asing, tidak disukai, tidak dapat diterima,
tetapi tidak dapat ditekan,
4. Pasien tetap sadar akan gangguan ini, ia tetap mengenal bahwa hal ini tidak wajar
dan tidak rasional, biarpun obsesi atau kompulsi itu sangat hebat,
5. Pasien merasakan suatu kebutuhan yang besar untuk melawan obsesi kompulsi
itu.
E. PEDOMAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dari gangguan di atas ditegakkan berdasarkan pedoman diagnostik
gangguan jiwa (PPDGJ) III4, yakni:
1. Gangguan Anxietas Fobik (F40)
Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu
itu sendiri), yang sebenarnya pada saat terjadi kejadian ini tidak membahayakan.
Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut akan adanya
penyakit

(nosfobia)

dan

ketakukan

akan

perubahan

bentuk

badan

(dismorfofobia) yang tidak realistik di masukkan dalam klasifikasi F45.2


(gangguan hipokondrik).

Sebagai akibatnya objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan

rasa terancam.
Secara subyektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda
dengan anxietas yang lain dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang

berat (serangan panik)


Anxietas fobik seringkali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu episode
depresif seringkali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudak ada
sebelumnya. Beberapa episode depresif dapat disertai anxietas fobik yang
temporer, sebaliknya afek depresif seringkali menyertai berbagai fobia,
khususnya agarofobia. Pembuatan diagnosis terganggua dari mana yang jelasjelas tombul lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.

Agorafobia (F40.0)
Pedoman diagnostik

Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:


(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang tombul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
(b) Anxietas yang timbul harus terbatasa pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/ keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
(c) Menghidari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi house-bound)

Fobia Sosial (F40.1)


Pedoman diagnostik

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:


(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
(b) Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial terterntui

(outside the family circle), dan


(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala menonjol.
Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya
diutamakan diagnosis agorafobia (F40.0)
Fobia Khas (Terisolasi) (F40.2)

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:


(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
(b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu(highly

spesific situation) dan


(c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya
agorafobia dan fobia sosial.
2. Gangguan Panik (F41.0)

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan
spontan yang terdiri dari periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari
sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama setahun.1
Pedoman diagnostik, berdasarkan PPDGJ III3
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan

adanya gangguan anxietas fobik (F40)


Untuk diagnostik pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (severe attacjs of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
(a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara obyetif tidak ada bahaya;
(b) tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations);
(c) dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi
juga

anxietas

antisipatorik,

yaitu

anxietas

yang

terjadi

setelah

mebayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).


3. Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)
Pedoman diagnostik,

Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung


hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free

floating atau mengambang)


Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivis otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung terasa
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering,

dsb)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.


Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
defresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau

gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-)


4. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)
Pedoman diagnostik

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-masing tidak


menunjukkan ranggakaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxieatas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun

tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.


Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.

Bila ditemukan sindrom depreso dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan
campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat

dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.


Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka
harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.

Gangguan anxietas campuran lainnya (F41.3)


Pedoman diagnostik

Memenuhi kiteria gangguan anxietas menyeluruh (F41.1) dan juga menunjukkan


(meskipun hanya dalam jangka pendek) ciri-ciri yang menonjol dari kategori

gangguan F40-F49, akan tetapi tidak memenuhi kriterianya secara lengkap.


Bila gejala-gejala yang memenuhi kriteria dari kelompok gangguan ini terjadi
dalam kaitan dengan perunahan atau stres kehidupan yang bermakna, maka
dimasukkan dalam kategori F43.2, gangguan penyesuaian.

Gangguan anxietas lainnya YDT (F41.8)


Gangguan anxietas YTT (F41.9)
5. Gangguan Obsesi-Kompulsif (F42)
Pedoman diagnostik,
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan konpulsif,
atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu

berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
(a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
(b) Sedikitnya ada satu pikiran ata tindakan yang tidak berhasil dilawan ,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan penderita
(c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas , tidak dianggap sebagai kesenangan seperti yang dimaksud
diatas)
(d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).


Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.
Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang

(F33.-) dapat

menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya.


Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom


Tourette, atau gangguan mental organik harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan (F42.0)


Pedoman diagnostik;

Keadaan ini dapat berupa: gagasan, bayangan pikiran atau impuls (dorongan

perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)


Meskipun isi pikiran tersebur berbeda-beda,

umumnya

hampir

selalu

menyebabkan penderitaan (distress)


Predominan Tindakan Kompulsif (Obsesional Rituals)
Pedoman diagnostik;

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan: kebersihan (khususnya mencuci


tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang
dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi, atau masalah kerapihan dan keteraturan.
Hal tersebut dilatar-belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam
dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual tersebut merupakan

ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.


Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam
dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil
keputusan dan kelambanan.

Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif (F42.2)


Pedoman diagnostik;

Kebanyakan dari pederita obsesif-kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta


tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-

sama menonjol, yang umumnya memang demikian.


Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi
perilaku.

Gangguan obsesif-kompulsif lainnya (F42.8)


Gangguan obsesif-kompulsif YTT (F42.9)
F. PENATALAKSANAAN
Untuk gangguan anxietas, tatalaksana yang diberikan berupa obat anti-anxietas,
obat anti obsesif-kompulsif dan obat anti-panik.
Obat Anti-Anxietas5

Atau dikenal juga dengan psycholeptics, minor tranquillizers, anxiolytics,


antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-anxietas ini terdiri dari dua golongan yaitu:
Benzodiazepine:
Bromazepam,

e.g

Diazepam,

Alprazolam

dan

Chlordiazepoxide,

Non-Benzodiazepin;

Lorazepam,
e.g

Sulpride,

Clobazam,
Buspirone,

Hydroxyzine, dengan Obat acuan yang digunakan adalah: Diazepam/Chlordiazepoxide


Indikasi penggunaan anti-anxietas ini adalah sindrom anxietas, yang berupa;
adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang
dipersepsi sebagai ancaman, perassan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
dengan tenang (inability to relax). hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.
Golongan benzodiazepin merupakan obat anti-anxitas yang mempunyai ratio
terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan toksistas yang
rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital. Golongan benzodiazepin
juga merupakan drugs of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti-anxitas,
disebabkan spesifitas, potensi, dan keamanannya.5
Obat Anti-Obsesif Kompulsif5
Obat anti-obsesif kompulsif diberikan kepada pasien yang menunjukan sindrom
obsesif kompulsif, yaitu:

Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-gejala

obsesif kompulsif
Gejala-gejala tersebut

merupakan

sumber

penderitaan

(distress)

atau

mengganggu aktivitas sehari-hari (disability)


Mekanisme kerja obat anti obsesif-kompulsif adalah sebagai serotonin reuptake
blocker (menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin) sehingga hipersensitifnya
berkurang. Obat anti-obsesif kompulsif terdiri dari dua golongan, yaitu obat anti-obsesif
kompulsif trisiklik e.g. Clomipramine, dan obat anti-obsesif kompulsif SSRI (serotonin
reuptake inhibitors) e.g. sertaline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram.
Clomipramine masih merupakan obat pilihan yang efektif dari kelompok
trisiklik, karena sifatnya serotonin selective dan masih dianggap sebagai first-line
drug. Respon penderita gangguan obsesif-kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali
hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30-60% dan kebanyakan masih
menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah
merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik perlu
disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy).5
Obat Anti-Panik
Obat anti-panik, diberikan kepada penderita dengan sindrom panik. Sindrom
panik yang dialami paling sedikit satu bulan, mengalami beberapa kali serangan anxietas
berat. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agorafobia, gejala-gejala

tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari


(phobic avoidance).
Obat anti-panik bekerja menghambat re-uptake serotonin pada celah sinaptik
antar neuron, sehingga pada awalnya meningkatka serotonin dan sensitivitas reseptor
(timbul gejala efek samping anxietas, agitasi, insomnia), sekitar sampai 4 minggu,
kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor
(down regulation). Penurunan sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan
serangan panik dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula.
Penggolongan obat anti-panik sebagai berikut: a. Obat anti-panik Trisiklik e.g.
imipramine, clomipramine, b. Obat anti-panik benzodiazepine e.g. alprazolam, c. Obat
anti-panik RIMA (revesible inhibitors of monoamine oxydase-A) e.g. moclobemide, d.
Obat anti-panik SSRI (serotonin reuptake inhibitors) e.g. sertaline, paroxetine,
fluvoxamine, fluoxetine, citalopram.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock, Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, ECG; Jakarta, 2010
2. Maramis, F Willy, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2, Airlangga University
Press; Surabaya, 2009
3. Anonim. Anxiety Disorder. Diunduh dari: http: //www.webmd.com/anxietypanic/guide/mental-health-anxiety-disorder?page-2 tanggal 13 oktober 2012
4. Maslim, R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringka dari PPDGJ-III,
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001
5. Maslim, R, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2007

10

Anda mungkin juga menyukai