subordinat (konteks kekerasan domestik), maka tindak pidana yang dilakukan oleh
mereka yang bukan dalam konteks kekerasan domestik tidak diatur dalam UU ini tetapi
masuk dalam pengaturan KUHP.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eks-ploitasi,
kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan
dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina;
penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang
masing-masingnya dapat mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu
atau beberapa hal berikut:
a.
gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi
seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun;
b.
c.
gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi
medis);
d.
e.
gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya;
f.
bunuh diri.
Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eks-ploitasi,
b.
rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri dan kemampuan bertindak;
c.
d.
e.
Pembuktian kekerasan psikis harus didasarkan pada dua aspek secara terintegrasi,
yaitu tindakan yang diambil pelaku dan implikasi psikologis yang dialami korban.
Diperlukan keterangan psikologis atau psikiatris yang tidak saja menyatakan kondisi
psikologis korban tetapi juga uraian penyebabnya.
3. Kekerasan Seksual
Seperti halnya kekerasan fisik dan psikis, kekerasan seksual juga dibagi menjadi
kekerasan seksual berat dan ringan. Kekerasan seksual berat berupa:
a.
Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban
tidak menghendaki.
c.
d.
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan
atau tujuan tertentu.
e.
Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f.
Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan seksual ringan berupa pelecehan seksual secara verbal, seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan, dan julukan dan atau secara non
verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta
perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau
menghina korban. Jika kekerasan seksual ringan dilakukan berulang-ulang (repitisi),
maka dapat dimasukkan senagai kekerasan seksual berat.
Kata pemaksaan hubungan seksual lebih diuraikan untuk menghindari penafsiran
bahwa pemaksaan hubungan seksual hanya dalam bentuk pemaksaan fisik semata
(seperti harus adanya unsur penolakan secara verbal atau tindakan), tetapi pemaksaan
juga dapat terjadi dalam tataran psikis (seperti di bawah tekanan, sehingga tidak dapat
melakukan penolakan dalam bentuk apapun). Dengan demikian pembuktiannya tidak
dibatasi hanya pada bukti-bukti bersifat fisik, tetapi dapat juga dibuktikan melalui kondisi
psikis yang dialami korban.
Tindakan-tindakan kekerasan seksual ini dalam dirinya sendiri (formil) merupakan
tindakan kekerasan dengan atau tanpa melihat implikasinya. Implikasi itu sendiri
harusnya dimasukkan sebagai unsur pemberat (hukuman), seperti rusaknya hymen,
hamil, keguguran, terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), kecacatan, dan lain-lain.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian
lewat sarana ekonomi berupa memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif
termasuk pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantar-kannya, dan
mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban. Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan
upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara
ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kekerasan ekonomi yang dimaksud
dalam UU ini adalah tindakan-tindakan dimana akses korban secara ekonomi dihalangi
dengan cara korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan, kekayaan korban
dimanfaat-kan tanpa seijin korban, atau korban dieksploitasi untuk mendapatkan
keuntungan materi. Dalam kekerasan ini, ekonomi digunakan sebagai sarana untuk
mengendalikan korban.
2.3 Faktor-faktor pendorong terjadinya KDRT
Kekerasan dalam keluarga adalah implikasi dari ideologi gender. Hubungan ats bawah
yang hiearkis dalam keluarga, membuat pola hubungan itu sendiri menjadi
disharmonisasi. Nilai-nilai manusiawi yang semestinya termanifestasikan dalam
keluarga menjadi terkaburkan. Kekaburan inilah yang kemudian mengakibatkan
berbagai akibat yang bersifat akumulatif, akut, permanen. Tanpa disadari, kalangan
perempuan sendiri ikut serta dalam membangun struktur sosial itu, hingga muncul
korban diskriminasi ganda.
Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga (Marital Violence) sebagai berikut :
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan dengan wanita
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita
2.Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
maka istri mengalami tindakan kekerasan
3.Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
Ketika terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan
istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki
untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa
punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorag bapak melakukan kekerasan
terhadap anak agar menjadi tertib
5.Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga kasusnya sering ditunda
atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks
harmoni keluarga
2.4 Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT
Masalah kekerasan dalam rumah tangga bukanlah merupakan masalah yang
baru, tetapi tetap aktual dalam peredaran waktu dan tidak kunjung reda, malahan
memperlihatkan kecenderungan peningkatan. untuk mengungkap kasus kekerasan
dalam rumah tangga ini ternyata tidak segampang membalikkan tangan.
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa
anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
kehidupan
Mengingat bahwa orangtua lebih sibuk dengan permasalahan dan
ketegangannya sendiri, sering terjadi bahwa orangtua tidak memberikan perhatian
pada kebutuhan anak, khususnya kebutuhan psikologisnya untuk merasa aman,
dicintai, didengarkan. Karena itu, banyak hal dapat muncul, seperti:
1. Usia pra sekolah
a.Keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut.
b.Adanya gangguan tidur seperti insomnia, takut gelap, ngompol.
c.Kecemasan berlebihan bila berpisah dari orangtua.
2.Usia sekolah
a.Lebih umum (meskipun tidak eksklusif) pada anak perempuan:
keluhan-keluhan somatik, perilaku menarik diri, pasif, tidak
dapat mandiri, sangat bergantung kepada ingin diterimaorang
lain, toleransi frustasi rendah, atau justru kesabaran berlebihan,
sikap penolong, khususnya perhatian untuk dapat membantu
ibu.
b.Lebih umum (meskipun tidak eksklusif) pada anak laki-laki:
toleransi frustasi rendah, perilaku agresif, mengganggu,
menggertak, berlagak jagoan, tempertantrums (mudah sekali
marah dengan ekspresi fisik yang berlebihan, seperti
menendang-nendang, berteriak-teriak, dan berguling-guling,
dsb.)
c. Sebagian anak mengalami gangguan konsentrasi dan belajar,
sering membolos, kikuk, sering celaka, dianggap lambat, atau
mengalami masalah belajar.
3. Remaja
Remaja sangat mungkin menampilkan perilaku melarikan diri
dan merusak diri sendiri. Beberapa hal yang mungkin dilakukan
adalah: lari dari kenyataan dengan mengkonsumsi obat-obat adiktif dan
alkohol, kabur dari rumah, perilaku seksual bebas, agresivitas dan
aktivitas kriminal.
4. Dewasa
Anak yang menyaksikan kejadian kekerasan berulang-ulang di
rumahnya, dan menyaksikan ibu (perempuan) menjadi korban dapat
mengembangkan pola hubungan yang sama dimasa dewasanya. Cukup
banyak laki-laki pelaku kekerasan terhadap pasangan berasal dari
keluarga abusive dimasa kanaknya, biasa menyaksikan kekerasan yang
dilakukan ayah pada ibu, tidak jarang ia sendiri juga menjadi korban
kekerasan ayah. Sementara itu, perempuan yang dimasa kanaknya
berada dalam suasana keluarga demikian juga akan melihat dan belajar
b.Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam
agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang
lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang
ada.
c.Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada
keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika
sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika
tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang
berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
2.9 Tindakan yang dilakukan untuk menolong korban dari KDRT
1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan
individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.
2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapat
dibenarkan dan dapat diberikan sangsi hukum. Dengan cara mengubah pondasi
KDRT di tingkat masyarakat pertama tama dan terutama membutuhkan.
3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima.
4. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang
mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima
penghargaan.
5. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah
macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi
kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
2.10 Pandangan Kristen tentang KDRT
KDRT dari sudut pandang Etika KristenJika dihubungkan dengan ajaran Etika Kristen,
tentang KDRT tidak ada ditemukan. Di dalam Alkitab Perjanjian Baru banyak kita baca
tentang ajaran yang berhubungan dengan rumah tangga Kristen yang mengutamakan
KASIH. Maka dapat kita lihat bahwa Alkitab banyak sekali mengajarkan kepada setiap
keluarga tentang tindakan preventif (pencegahan) agar sebuah rumah tangga hidup
dalam damai sejahtera penuh dengan Kasih Kristus.
Hal-hal yang menentukan kebahagiaan sebuah keluarga Kristen sekaligus menjadi
anti terjadinya KDRT yaitu :1. Saling menasehati
2. Saling menghibur
3. Saling membela
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai
kekerasan dalam rumah tangga.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Kritik konstruktif
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Disusun Oleh :
Chris Dian Bastanta
Henny
Roliharni Pramita Purba
.