Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.1 Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes
melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya kekurangan
hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Insufisiensi insulin yang
pada diabetes melitus tipe 1 dikaitkan dengan genetik yang pada akhirnya
menuju proses perusakanimunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glikosa.6
Faktor Resiko
Orang-orang Asia Selatan, Afrika, Afrika-Karibia, Polinesia, dan Timur Tengah
keturunan Amerika-India yang lebih besar beresiko diabetes melitus tipe 2,
dibandingkan dengan penduduk kulit putih. Orang yang gemuk, tidak aktif
ataumempunyai riwayat keluarga juga mengalami peningkatan risiko
diabetes melitus tipe 2.
Sindrom metabolik dianggap sebagai awal diabetes melitus tipe 2. Hal ini
kurang
jelas
dan
merupakan
koleksi
heterogen
untuk
berbagai kecenderungan diabetes melitus. Ia telah mengemukakan bahwa
intervensi gaya hidup dan memperlakukan manifestasi metabolik negara ini
pra-diabetes
dapat
mengurangi
kemungkinan
perkembangan
diabetes murni dan risiko komplikasi faktor genetik yang kompleks dan
berinteraksi dengan faktor lingkungan dengan cara yang kurang dipahami.8,9
Klasifikasi10
Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat kelompok
yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus
bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional. Pembagian ini berdasarkan
etiologi diabetes melitus.
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya
kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Fungsi utama
hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan
cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati, merangsang
sel-sel tubuh agar menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu
banyak gula. Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan
meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang diolah secara
kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan
untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin sebagai stabilizer alami
terhadap kadar glukosa dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi)
hormon insulin ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon
insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes melitus sangat
besar sekali.
Jika pada diabetes melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi
kalenjar pankreas, pada diabetes melitus tipe 2, gangguan utama justru
terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah.
Dalam kondisi ini produktifitas hormon insulin bekerja dengan baik, namun
tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah,
keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan
penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor yang
memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu obesitas, terutama
yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, kurang gerak badan (olahraga), dan juga faktor keturunan
(herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM) melibatkan kombinasi dari kemampuan
reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2
kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi selama kehamilan dan dapat
sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin
atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
GDM terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer
dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh
menyebabkan
permasalahan
dengan
kehamilan,
termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami
glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan
dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada diabetes
melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal.
Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu
mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang
menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga
berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan
meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek
yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan sekresi
insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu
dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15
menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk
meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncakpuncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2
yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.18
3.
Produksi glukosa hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada
keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen
dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar
glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati
belum sepenuhnya jelas.
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar
insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih
dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang
demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin
portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi
insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan
meningkatnya glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam
lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.16,18
Patogenesis14
Insulin, suatu peptida yang disekresi oleh sel beta pankreas pulau dalam
menanggapi postprandial kenaikan tingkat glukosa serum, berfungsi untuk
meningkatkan
penyerapan
glukosa
oleh
jaringan
perifer
dan
glukoneogenesis menekan hati. Ada kenaikan bolak dan jatuh di tingkat
insulin dan glukagon yang terjadi untuk mempertahankan homeostasis
glukosa. Glukosa toleransi, kemampuan untuk mempertahankan euglycemia,
tergantung pada tiga peristiwa yang harus terjadi dengan cara yang ketat
terkoordinasi, yaitu:
1.
Stimulasi sekresi insulin
2.
Penindasan
yang
dimediasi
insulin
endogen
(terutama
hati)
produksiglukosa, dan
3.
Diagnosis3,15
Anamnesis
1.
pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
2.
riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
3.
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
diabetes mellitus secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam
bidang terapi kesehatan
4.
pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani
5.
riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
6.
riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis
7.
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
8.
gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
9.
termasuk HbA1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait
diabetes melitus
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua,
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO. Meskipun
TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes
melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0
mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).
Gejala diabetes melitus ditambah gula darah sewaktu 200 mg/dl (11,1
mmol/l) atauglukosa
darah
puasa
(GDP)
126
mg/dl
(7,0
mmol/l) atau glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa (GD 2 jam PP)
200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) dicairkan dalam air
TTGO tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin.
Kriteria tersebut harus dikonfirmasi pada hari berikutnya.
Kategori yang berhubungan dengan nilai GDP:
GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal
GDP 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = Glukosa
Puasa Terganggu (Impaired Fasting Glucose/IFG)
3.
GDP 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM
1.
2.
Lemak
Asupan
lemak
dianjurkan
sekitar
20-25%
kebutuhan
kalori.
Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh
(whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacangkacangan, tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Latihan jasmani
Olahaga:
C: Continyu : 30 menit 3-4 kali seminggu
R: Ritmik : jogging, jalan kaki, bersepeda
I : Intensitas
P: Progresif : dinaikkan bertahap
E: Endurance
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan
pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati,
kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.
2. Insulin
Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel
beta pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan
neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah
yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin. 1,2 Sekresi insulin
fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi
insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi
ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin
kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran
tetap (premixed insulin). Pemberian dapat pula secara kombinasi antara
jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi
insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi
defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO. Terapi
insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Insulin
bekerja dengan menekan produksi glukosa hati dan stimulasi pemanfaatan
glukosa.
3.
Komplikasi
Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa koma
hipoglikemi, ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik. Komplikasi
kronik dapat berupa makroangiopati, mikroangiopati, neuropati diabetik,
infeksi, kaki diabetik, dan disfungsi ereksi.
Komplikasi Akut
Koma Hipoglikemia19
Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Hipoglikemi secara harfiah berarti kadar glukosa
darah dibawah harga normal. Faktor utama mengapa hipoglikemi perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan diabetes melitus adalah karena
adanya ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus
menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit
menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP) dengan gejala
gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan lain, jaringan saraf
dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada
hipoglikemi yang disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan
dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat
dipakai sebagai sumber energi alternatif.
Ketoasidosis Diabetik20