Anda di halaman 1dari 7

REFLEKSI KASUS

Kegagalan

Restorasi Klas 2 Amalgam pada Gigi


Decidui

BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNISSULA
2013

I.

DESKRIPSI KASUS
a. Identitas Pasien
Nama
: an. M
Umur
: 7 tahun
Alamat
: Genuk Indah
b. PemeriksaanSubyektif
Gigi bawah kiri belakang tidak ada rasa sakit namun pasien mengeluhkan
pada gigi tersebut sering terselip makanan dan gigi terlihat berwarna kecoklatan.
Tidak ada rasa linu pada saat minum dan masih nyaman dipakai untuk
mengunyah. Orang tua pasien mengiginkan gigi anaknya ditambal agar lubang
tidak semakin besar dan sebelum gigi anaknya sakit.
c. PemeriksaanObyektif
Ekstra Oral
Inspeksi :d.t.a.k
Palpasi :d.t.a.k
Intra Oral
Elemen 75
Terdapat pit dan fissure yang dalam dengan warna kecoklatan
S: (-) Pr: (-) M: (-) CE : (+)
d. GambaranKlinis

Gambar 1.GambaranKlinis
e. Diagnosis
Karies Media Klas 2 pulpitis reversible.

f. AlurPerawatan
1. Kunjugan I (23-08-2013)

Gigi 75 kavitas mesio oklusal kedalam media


Pr : (-) Pl: (-) : (-) CE : (+)
Dx : Karies media Klas II pulpitis reversible

Preparasi bagian oklusal gigi

Pembuatan/preparasi isthmus

Pembuatan/preparasi box proximal


Pada saat preparasi box proximal terlihat bayang-bayang berwarna merah muda,
kemudian diperiksa menggunakan sonde, ternyata sudah perforasi pada tanduk
pulpa.

Dilakukan lakukan perawatan pulpa caping, dengan meletakkan selapis tipis


kalsium hidroxida pada titik perforasi, kemudian di tutup cavit.

2. Kunjungan 2 (29-08-2013)
Subyektif:
tidak ada keluhan sakit.

Obyektif:
elemen 75: tumpatan sementara dalam kondisi bagus.
Pr : (-) Pl: (-) M: (-) CE : (-)
Dx : Karies Profunda Klas II pulpitis ireversible.

Tindakan
1. Dilakukan rontgen
Hasil rontgen di dapatkan tanduk pulpa cukup banyak yang
terlibat dan panjang saluran akar masih utuh.
2. Dilakukan perawatan pulpektomi

II.

LANDASAN TEORI DAN REFLEKSI KASUS


Tingginya frekuensi kegagalan restorasi amalgam klas 2 molar sangat
menghawatirkan. Braff (1975), melaporkan bahwa hanya 12% tumpatan amalgam
bertahan lama melebihi 4 tahun tanpa harus dirawat lebih lanjut, sisanya 88%
memerlukan pergantian perawatan.
Berikut contoh-cotoh kesalahan dalam restorasi amalgam klas 2:
1. Kesalahan pada waktu preparasi
1.1.
Pengambilan yang berlebihan.
Pengambilan yang berlebihan akan melemahkan sisa jaringan dan akan
melemahkan amalgamnya sendiri. Pelebaran arah buko-lingual kavitas
proximal box di daerah oklusal yang berlebihan akan mengakibatkan

kurang baiknya dukungan dari dinding proximal dan akhirnya akan


merusakkan tepi maeginal.
1.2.
Letak dasar dinding proximal
Letak dari dasar dididing proximal yang ideal adalah pada daerah self
cleansing atau sedikit dibawah gingiva bebas. Jika kedalaman lesi
memerlukan diletakkanya gingiva lebih jauh lagi harus berhati-hati pada
tanduk pulpa.
Isthmus
Lampshire (1955) menganjurkan pembuatan isthmus harus lebar agar

1.3.

diperoleh badan tumpatan yang cukup kuat pada titik lemah preparasi,
sehingga mencegah terjadinya fraktur. Sedangkan Law et al (1966) dan
Mc Donald (1966) menjelaskan bahwa pembuatan isthmus harus sempit
sedangkan badan tumpatanyang cukup kuat dapat diperoleh dari
mendalamkan kavitas. Idealnya lebar isthmus tidak lebih dari 1/3 jarak
antar tonjol.
Terbukanya pulpa
Jarak antara tanduk pulpa dan permukaan enamel kurang lebih hanya

1.4.

2mm. Oleh karena itu pergerakan sedikit saja dari anak atau operator dapat
menyebabkan terkenaya pulpa. Kegagalan dalam membulatkan dinding
axial juga dapat menyebabkan terbukanya pulpa.
2. Kegagalan dalam restorasi
2.1.
Kerusakan pada bagian tepi tumpatan
Kerusakan di daerah tepi ini baru dapat terlihat beberapa bulan bahkan
tahun kemudian. Akan tetapi tidak jarangterlihat segera setelah matrix
dilepaskan. Hal ini terjadi akibat kondensasi dan carving amalgam belum
memedai sebelum matrix di lepas.
2.2.
Fraktur pada isthmus
Secara klinis fraktur pada isthmus dapat disebabkan tidak adanya retensi
pada proximal dan anyan tambakan yang mengantung.
2.3.
Karies sekunder
Masuknya saliva, bekteri dan sisa makanan setelah fraktur isthmus dapat
menyebabkan sekunder karies. Pelebaran tepi kavitas interproximal ke
arah self-cleansing yang tidak memadai dapat juaga memudahkan
terjadinya keries sekunder. Karies sekunder dapa terjadi pada seluruh
margin apabila terdapat celah.
Terkenaya tanduk pulpa

2.4.

Hal ini terjadi karena kedalaman dari dinding oklusal atau dinding axial
melebihi batas lesi. Pengaruh terkenanya pulpa karena tidak hati-hati dan
ini dapat dilihat dengan jelas pada waktu anak datang untuk pemeriksaan
kembali atau setelah adanya fistel dan ada resorbsi internal pada rontgen
foto.
2.5.

Fraktur pada gigi


Ini dapat terjadi karena pembuatan outline from yang berlebihan sehingga
sisa jaringan menerima tensile stres yang berlebihanyang dihasilkan oleh
gigi dan amalgam.

Refleksi
Kesalahan dan Kegegalan dalam perawatan kasus ini adalah terlalu luasnya
preparasi box proximal ke arah axial wall sehingga menyebabkan terpotonya tanduk
pulpa bagian mesial, seharusnya preparasi harus di sesuaiankan dengan besar karies/
keadaan gigi, tidak selalu harus sesuai dengan teori yang mengharuskan pembuangan
seleuruh jaringan karies dan bentuk dinding kavitas yang tegak lurus atau kenvergen.
Kesalahan dan kegagalan ini harusnya dapat diminimalisir dengan pemahaman
anatomis gigi decidui dan prinsip-prinsip preparasai amalgam klas 2 decidui.
Kegagalan dalam preparasi amalgam klas 2.
III.

KESIMPULAN

Prinsip prinsip preparasi kavitas kals II amalgam pada gigi sulung harus
sesuai dengan ukuran dan morfologi gigi sulung. Manipulasi bahan tumpatan yang
benar, penggunaan matrix yang seseuai serta penyelesaian akhir restorasi yang baik
mendukung keberhasilan tumpatan.

IV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Afshar et. Al, 2012, Evaluation of Microleakage in Composite-Composite and AmalgamComposite Interfaces in Tooth with Preventive Resin, Journal of Dentistry, Tehran
University of Medical Sciences, Vol. 9, No.2
2. Restoration (Ex-viva)Chestnutt, I.V and Gibson, J, 2007, Clinical Dentistry,
Thrid Edition, British, Elsevier
3. Houpt dkk., 1994, The preventive resin (composite resin/sealant) restoration: Nineyears, Quintessence International ,Volume 25, Number 3
4. Kennedy, D.B, 1992, Konservasi Gigi Anak, Edisi 3, Jakarta : EGC
5. RaoArathi, 2008, Priciples and Practice of Pedodontics, Second Edition,
New Delhi : Jaypee
6. Ripa dan Wolff, 1992, Preventive resin restorations: indications, technique, and
success, Quintessence International , Volume 23, Number 5

Anda mungkin juga menyukai