PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut
American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di Amerika
setiap tahunnya adalah 50 100 dari 100.000 orang penderita.(1,2)
Di negara-negara ASEAN penyakit stroke juga merupakan masalah
kesehatan utama yang menyebabkan kematian. Dari data South East Asian
Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui bahwa angka kematian stroke
terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina,
Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di
Indonesia, stroke ischemic merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu
sebesar 52,9%, diikuti secara berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan
perdarahan subaraknoid dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%,
7,2%, dan 1,4% (1)
Stroke disebabkan oleh keadaan ischemic atau proses hemorrhagic yang
seringkali diawali oleh adanya lesi atau perlukaan pada pembuluh darah arteri.
Dari seluruh kejadian stroke, duapertiganya adalah ischemic dan sepertiganya
adalah hemorrhagic. Disebut stroke ischemic karena adanya sumbatan pembuluh
darah oleh thromboembolic yang mengakibatkan daerah di bawah sumbatan
tersebut mengalami ischemic. Hal ini sangat berbeda dengan stroke hemorrhagic
yang terjadi akibat adanya mycroaneurisme yang pecah (3,4)
B. INSIDEN
Strok mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia diatas 40. Walaupun demikian
jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia dibawah 45 tahun terus
meningkat. Pada konferensi ahli saraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa
terdapat lebih dari 1000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan
kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat
seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta
pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030(5)
C. EPIDEMIOLOGI
Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak, karena
kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak di Asia. Jumlah penderita
stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di urutan kedua terbanyak
di Asia, sedangkan usia 15-59 tahun berada di urutan ke lima terbanyak di Asia
(6)
Jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 100 populasi di Indonesia dengan
populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke di
Indonesia (7). Menurut laporan P2PL Pemberantasan penyakit tidak menular rawat
inap berbasis puskesmas tahun 2012 di sulawesi selatan penyebab kematian
tertinggi yaitu kecelakaan lalu lintas 99 kasus, hipertensi 58 kasus, asma 32 ,
stroke 18 kasus dan DM 14 kasus, dan kematian penyakit tidak menular berbasis
puskesmas rawat jalan hipertensi 606 kasus, strok 389 kasus, asma 352 kasus, DM
218 dan kecelakaan lalu lintas 193 kasus.
Pada tahun 2012 laporan P2PL terdapat lima penyakit tidak menular berbasis
Rumah Sakit sentinel yaitu Kardiovaskuler (43,62), Diabetes Militus (27,64%),
Gakece (16,25.%),PKD(9,41%) dan Kanker (3,09%), sedangkan penyebab
kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat inap yaitu
Strokedi urutan pertama (135 kasus), Kecelakaan lalu lintas(77 kasus), Hypertensi
Esensial primer (65kasus), PPOK (33 kasus) dan Penyakit Ginjal Kronik (32%)
dan kematian tertinggi penyakit tidak menular berbasis rumah sakit rawat jalan
yaitu Jantung Hypertensi ( 67 kasus), Hypewrtensi esensial (52 kasus), Stroke (36
kasus), Kecelakaan lalu lintas 22 kasus, Diabetes Militus Tipe lainnya (20 kasus)
(8)
BAB II
PEMBAHASAN
D. DEFINISI
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tandatanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (9)
E. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Otak memperoleh darah melalaui dua sistem, yakni sistem karotis (a.karotis
interna kanan dan kiri), dan sistem vertebral. A.karotis interna, setelah
memisahkan diri dari a.karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan
a.oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: a. Serebri
anterior dan a.serebri media. Untuk otak sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. (12)
Sistem vertebral dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
a.subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang a.serebeli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, a.basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: a.serebri posterior, yang melayani darah bagi
lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. (12)
Ke 3 pasang arteri serebri ini barcabang-cabang menelusuri permukaan otak,
dan beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabangcabang a.serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurangkurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu : (12)
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut Buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan
otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eskterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke
sinus sagitalis superior dan sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui venavena jugulares, dicurahkan menuju ke jantung. (12)
F. FISIOLOGI
a. Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalamsatuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan
perfusi
otak/cerebralperfusion
pressure
serebrovaskular/cerebrovascular resistance(CVR)
(14,16)
(CPP)
dan
resistensi
dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100gram otak/menit.
Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut: (14,15)
CPP
CBF =
MABP - ICP
=
CVR
CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood
pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure
(ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus
pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang
melewati pembuluh darah otak
(14,16)
yaitu (16)
a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit.
Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh
b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah
15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain : (14,17)
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia
yang berat dapat menyebabkanoksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.
Autoregulasi Otak
Autoregulasi
otak
yaitu
kemampuan
darah
arterial
otak
untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata rata adalah 50 150
mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi
akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan (18).
vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik (21)
b. Patofisiologi strok Non Hemoragik akibat Emboli
Strok embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat(misalnya,
stroke arteria vertebralis) atau asala embolus. Asal strok embolik dapat suatu arteri
distal atau jantung yang merupakan sumber tersering: infark miokardium, fibrilasi
atrium,penyakit katup jantung,katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik
(Smith,Hauser,Easton,2000). Dari hal-hal ini, fibrilasi atrium sejauh ini merupakan
penyebab tersering. Penyebab penting selanjutnya adalah tromboemboli yang
berasal dari arteri terutama plak ateromatosa di arteri karotis.
Strok yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologis
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan
terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut dibagian
pembulih yang mengalami stenosis. Strok kardioembolik, yaitu jenis strok embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru saja mengalami infark miokardium yang
mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal
dari bahan trombolitik yang terbentuk didinding rongga jantung atau katup
mitralis. Karena adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari
jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian,
gejala klinis yang ditimbulkannya bergatung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum
tersangkut.
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh
darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di
sebelah hilir dan menimbulkan gejal-gejala fokal. Sayangnya pasien dengan strok
kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita strok hemiragik di
kemuadian hari, saat terjadi perdarahan peteki atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin beberapa hari setelah
proses emboli pertama. Penyebab perdarahan tersebut adalah bahwa struktur
dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena
kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat
meyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh darah tersebut.(23)
Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak
KLASIFIKASI STROK
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut : (9,10,12)
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1. Serangan iskemik sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA);
1.
c. Penyakit jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan GPDO di
kemudian hari. Penyakit jantung rematikaa, penyakit jantung koroner
dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung
merupakan faktor risiko GPDO yang cukup potensial. Faktor risiko ini
pada umumnya akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke
otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/ jaringan yang
telah mati ke dalam aliran darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila
penyakit jantung yang ada diberi obat-obat anti-penggumpalan darah
dengan dosis yang tak terkontrol dan/atau tidak dilakukan kontrol
terhdap wantu penjendalan darah maka dapat muncul komplikasi yang
serius, ialah perdarahan otak. Munculnya penyakit jantung dapat
disebabkan
oleh
hipertensi,
diabetes
mellitus,
obesitas,
dan
hiperkolestrolemia. (11)
d. Gangguan aliran darah otak sepintas
Oleh karena berbagai faktor risiko GPOD yang ada pada seseorang maka
orang tersebut dapat mengalami gangguan aliran darah sepintas, yang
gejala-gejalanya akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu
kurang dari 24 jam. Gejala yang muncul dapat bervariasi, bergantung
pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya, dapat bersifat tunggal
J.
MANIFESTASI KLINIS
(hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan utuk berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan
(prosopagnosia)
Pelo (disartri)
Merasa anggota badan sesisi tak ada.
Tak dapat membedakan antara kiri dan kanan (misalnya pakaian)
Sudah tampak tanda-tanda kelainan namun tak sadar kalau dirinya
mengalami kelainan (misalnya : jalan sudah tabrak-tabrak)
b.
c.
menonjol
- Gangguan mental (bila lesi di frontal)
- Inkontinensia
- Bisa kejang-kejang
- Gangguan pengungkapan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (arteri serebri
posterior), akan memberikan gejala-gejala antara lain :
- Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapang
d.
e.
dengan gejala-gejala:
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan
- Gangguan emosional mudah menangis
Gejala-gejala pada pembuluh darah vertebrobasilaris :
- Ganguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia jalan menjadi
-
sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Kedua kaki lemah/hipotoni, tak dapat berdiri (paraparesis inferior)
Vertigo atau dizziness
Nistagmus
Muntah
Gangguan menelan (disfagia)
Disartri
Tuli mendadak
K. GAMBARAN RADIOLOGI
L. PENATALAKSANAAN
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non
hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari
stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang
peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.22
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a.
trombolisis
dengan
rt-PA (recombinan
tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
b.
1)
Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol
dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis
yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai
kegagalan perfusi.
3)
Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama
adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di
beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat
antihipertensi.
c.
Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
b.
Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c.
Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak
dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat
salah satu hal berikut :
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran
selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan
arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah
sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan
nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan
kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di
inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di
jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan
dopamin atau debutamin drips.
d.
Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi
e.
f.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Factors of Ischemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospitalbased Registry in New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86
Dalam : Aji KW. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. FK Udayana,
Denpasar
18. Hadjiev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for