Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian DHF

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Hidayatalimulaziz. 2006).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan
oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Suriadi. 2010).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam.
B.
1.

Klasifikasi
Derajat I :

Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2.

Derajat II :

Derajat I di sertai perdarahan spontan di kulitdan atau perdarahan lain.


3.

Derajat III :

Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin lembab,
gelisah.

4.

Derajat IV :

Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat di ukur.

C.

Etiologi DHF

Virus dengue sejenis arbovirus yang di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti. Nyamuk aedes aegypti berbentuk batang, stabil pada suhu 37 0C.
Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar demam berdarah adalah :
1.

Badan kecil,warna hitam dengan bintik-bintik putih

2.

Hidup didalam dan sekitar rumah

3.

Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari

4.

Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar

Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar rumah seperti
bak mandi, tempayan vas bunga.
D.

Patofisiologi

Berdasarkan klasifikasi derajat ringan dan beratnya penyakit DHF dibagi menjadi
empat derajat yaitu : Derajat 1 demam disertai gejala klinis lainnya pendarahan
ringan, uji tourniquet positif, trambositopenia hemokonsentrasi, Derajat II seperti
derajat I disertai pendarahan spontan dikulit dan pendarahan lain, Derajat III
ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (kurang dari 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin
dan lembab, dan tekanan darah yang tak dapat diukur.
Penyebab DHF yaitu virus dengue terdiri dari 4 serotipe 1,2,3,4 yang ditularkan
melalui vector nyamuk aedes aegypthy. Infeksi dengan salah satu serotif akan
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotip lain.
Virus Dengue dianggap sebagai antigen sehingga akan merangsang tubuh untuk
mengeluarkan antibody humoral dan sekuler. Dalam virus tidak langsung
menimbulkan gejala tetapi mengalami masa inkubasi kurang lebih 2 minggu. Hal
ini tergantung dari banyaknya virus yang masuk, virulensi atau keganasan dan
daya tahan tubuh. Setelah terjadi masa inkubasi maka akan terjadi viremia yaitu
adalah virus dalam darah. Viremia ini berjalan singkat mulai dua hari sebelum
panas dan mencapai puncaknya setelah mencapai 6-7 hari bersamaan dengan
timbulnya antibody yang memiliki aktivitas netralisasi atau aktivitas komplemen
akhirnya banyak virus di hilangkan dan penderita mengalami penyembuhan
selanjutnya terjadilah seumur hidup terhadap serotip virus yang sama, tetapi
tidak melindungi terhadap serotip yang lain (proses infeksi primer). Infeksi
sekunder terjadi jika tubuh mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus
dengue yang berbeda dan lebih vurulen. Terdapatnya kompleks virus dalam
sirkulasi darah menyebabkan suatu aktivitas sistem komplemen yang
mengakibatkan dilepaskannya anafilaktosin C3a dan C5a yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan serotonin yang berdampak meningginya permeabilitis
pembuluh darah dan pada sistem koagulasi mengakibatkan menghilangnya
plasma melalui dinding endotel pembuluh darah sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskuler keruang ekstavaskuler, kedua agresi trombosit
menurun, apa bila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trambosit, sebagai akibat mobilisasi sel trambosit muda dari sumsum tulang,
Pada keadaan agregasi akan melepaskan amin vaso aktif (histamin dan
serotonin) yang bersifat meninggikan permaebilitis kapiler dan melepaskan
trambosit faktor 3 yang merangsang reaksi intravaskuler. Ketiga terjadinya
aktivitas factor hagemen (faktor XII) akibat terjadinya pembekuan intravaskuler
yang berperan dalam pembentukkan anafilaktosin dan penghancuran fibrin

menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang


sistem kinin yang peran dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah.

(skema menurut Mansjoer 2001)

E.

Manifestasiklinis

1.

Demam tinggi selama 5 7 hari

2.

Mual, muntah, tidak ada nafsu makan

3.

Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie.

4.

Nyeri otot

5.

Sakit kepala.

6.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

F.

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila kebocoran plasma dari intravaskuler ke


ekstravaskuler yang terus maka akan mengalami syok hipovolemia dan bisa
terjadi DSS (Dengue Syock Sindrom), jika keadaan tersebut tidak teratasi maka
akan menyebabkan anoreksia jaringan, asidosis metabolic dan berakhir dengan
kematian, perdarahan terjadi karena trombositopenia, menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya factor koagulasi (protombin, factor V. VII, IX, X dan
frinogen) pendarahan hebat dapat terjadi terutama pada traktus
grastrointestinal.

F.

Pemeriksaan Penunjang

1.
Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2.

Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test).

3.

Rontgen thoraks : effusi pleura

G.

Penatalaksanaan medis

Demam berdarah dengue, penatalaksanaannya hanya bersifat simptomatis dan


suportif.
1.

Pemberian cairan yang cukup

Cairan di berikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat


demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita perlu di beri minum sebanyak
mungkin (1-2 liter dalam 24 jam).

2.

Antipiretik

Seperti golongan asetaminofen (parasetamol), jangan berikan golongan salisilat


karena dapat menyebabkan bertambahan perdarahan.
3.

Antikonvulsan

Bila penderita kejang dapat di berikan :


-

Diazepam

Fenobarbital

4.
Pemberian cairan melalui infus, di lakukan jika pasien mengalami
kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.

H.

Konsep tumbuh kembang anak usia sekolah

1.

Motorik kasar

Loncat tali, Badminton, Memukul dan Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan
berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
2.

Motorik halus

Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan dan Dapat


meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
3.

Kognitif

Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi, Dapat
mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah, Dapat
membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal dan
Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
4.

Bahasa

Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak, Memakai semua bagian pembicaraan


termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan,

Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal dan Dapat memakai


kalimat majemuk dan gabungan.
J.
1.

Teori Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


Perkembangan psikoseksual

Menurut Fase laten (6-12 tahun) :


Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang
merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya
melalui aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada fase laten, anak perempuan lebih
menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan
anak laki-laki.dalam hal ini, orang tua harus bijaksana dalam merespons, yaitu
menjawabnya dengan jujur dan hangat. Oleh karena itu, apabila anak tidak
pernah bertanya tentang seks, sebaliknya orang tua waspada. Peran ibu dan
ayah sngat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa
yang sebenarnya sedang di pikirkan anak berkaitan dengan seks.
2.

Perkembangan psikososial (erikson)

Menurut Industri versus inferiority (6 12 tahun)


Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui
kegiatan yang di lakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam
pergaulan melalui permainan yang di lakukannya bersama. Otonomi mulai
berkembang pada anak mulai fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan
dukungan keluarga dekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi dan sosial pada
anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya.Kemampuan anak
untuk berinteraksi sosial lebih luas denagnteman di lingkungannya dapat
memfasilitasi perkembngan perasaan sukses tersebut.
3.

Perkembangan kognitif (piaget)

Concrete operation (7 11 tahun)


Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan konkeren. Ada
anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan
masalah.secara konkrit dan sistematis dan bedasarkan dengan apa yang mereka
terima dari lingkungananya.
Formal operation ( 11- 15 tahun)
Tahapan ini di tunjukan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi dengan
lingkungannya dan kemampuan untuk fleksibel terhadap lingkungannya.Anak
remaja dapat berfikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol
dan menggambarkan kesimpulan.
I.

Konsep hospitalisasi pada anak usia sekolah

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi

dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses


tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
beberapa penelitian di tunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan
penuh dengan stresas.
J.

Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak

Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah sakit


menimbulkan stress pada anak dan orang tua. Reaksi orang tua terhadap
perawatan anak di rumah sakit latar belakang yang menyebabkan dapat di
uraikan sebagai berikut :
1.

Perasaan cemas dan takut

Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur
menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus, di lakukan fungsi lumbal
dan prosedur infasiv lainnya.Perilaku yang sering di tujukan orang tua berkaitan
dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau
bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang yang berbeda,
gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan merah.

2.

Perasaan sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang
tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Pada
kondisi ini, orang tua menunjukan perilaku isolasi atau tidak mau di dekati orang
lain. Bahwa tidak bisa kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3.

Perasaan frustrasi

Pada kondisi anak yang telah di rawat cukup lama dan di rasakan tidak
mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang di
terima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua
akan merasa putus asa, bahkan frustrasi. Oleh karena itu, sering kali orang tua
menunjukan perilaku tidak koomperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan
menginginkan pulang paksa.
K.

Reaksi anak usia sekolah terhadap hospitalisasi ( 6 12 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan


lingkungan yang di cintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya
dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada
perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia
biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati,
dan adanya kelemahan fisik.
Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan di tunjukan dengan ekspresi baik
secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu mengomunikasi

kannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa
nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan atau memegang sesuatu dengan erat.
1.

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, Dapat
mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri, Selalu
ingin tahu alasan tindakan dan Berusaha independen dan produktif.
2.

Reaksi orang tua

Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan


dan dampaknya terhadap masa depan anak dan frustasi karena kurang informasi
terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah
sakit.

L.

Pengkajian keperawatan

a.

Kondisi lingkungan

Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang mengenang dan gantungan baju dikamar ).

b.

Riwayat penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai mengigil dan saat
demam kesadaran kompos menthis. Turunya panas terjadi antara hari ke -3 dan
ke-7 dan anak smakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk, pilek, mual,
muntah, anareksia, diare/konstipati, sakit keepala, nyeri otot dan persedian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manipestasi
pendarahan pada kulit, gusi, (grade III, IV) melena atau hemastemesis.

c.

Pemeriksaan Fisik

1)

Inpeksi

: Epitaksis.

2)
Palpasi :Nyeri tekan pada ulu hati dan otot, hepatomegali, demam tinggi,
perifer dingin, dan dispneu.
3)

Uji torniquet positif (Adanya perdarahan kulit seperti petekhie).

d.

Test diaknostik

1)

Hematorik meningkat, trombosit menurun, hemoglobin dan natrium.

2)

Rontgent thorax.

3)

Rontgent abdomen dan USG.

Diagnosa keperawatan
1.
Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (virus dalam
darah/viremia).
2.
Gangguan pemenuhan kubutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
3.
Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
4.
Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
5.
Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume
cairan tubuh akibat perdarahan.
6.
Kurang pengetahuan tenang proses penyakit, diet, perawatan, dan obatobatan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.

N.

Intervensi keperawatan

1.
DX 1 : Hipertemia (suhu naik) berhubungan dengan proses penyakit
(viremia/virus).
Tujuan

: Hipertemia dapat teratasi

Kriteria Hasil

: Suhu tubuh dalam batas normal (36-370 C).

Mukosa lembab tidak ada sianosis atau purpura


Intervensi
Mandiri
1)

:
Kaji saat timbulnya demam

Rasional

: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

2)
Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi, pernafasan setiap 3 jam
atau lebih sering.
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum klien.
3)
Anjurkan klien untuk banyak minum 2,5 liter/24 jam dan jelaskan
manfaatnya bagi klien.

Rasional
: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4)

Lakukan Tepid Water Sponge

Rasional
: Tepid Water Sponge dapat menurunkan penguapan dan
penurunan suhu tubuh.
5)

Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

Rasional: Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi panas dalam tubuh.
Kolabirasi :
6)

Berikan terapi cairan IVFD dan obat antipiretik.

Rasional : Pemberian cairan dan obat antipiretik sangat penting bagi klien
dengan suhu tinggi yaitu untuk menurunkan suhu tubuhnya.

2.
DX 2 : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungandengan anoreksia.
Tujuan

:Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil

: Berat badan stabil dalam batas normal.

Tidak ada mual dan muntah.


Intervensi
Mandiri
1)

:
Kaji mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh pasien.

Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.


2)

Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan

Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengarauhi nafsu makan


klien.
3)
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur, tim, dan hidangkan
saat masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan
makanan karena mudah ditelan.
4)

Jelaskan manfaat makanan/nutrisi bagi klien terutama saat klien sakit.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi sehingga motivasi


makan meningkat.

5)
Berikan umpan balik positif pada saat klien mau berusaha menghabiskan
makanan.
Rasional : Motivasi dan meningkatklan semangat pasien.
6)

Catat jumlah/porsi makan yang dihabiskan oleh klien setiap hari.

Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi.


7)

Lakukan oral hygiene dengan menggunakan sikat gigi yang lunak.

Rasional
8)

: Meningkat nafsu makan.

Timbang berat badan setiap hari

Rasional

: Mengetahui perkembangan status nutrisi klien.

Kolaborasi

9)
Bererikan obat-obatan antasida (anti emetik) sesuai program/instruksi
dokter.
Rasional: Dengan pembarian obat tersebut diharapkan intake nutrisi klien
meningkat karena mengurangi rasa mual dan muntah.
10)

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.

Rasional

: Membantu proses penyembuhan klien.

3.
DX 3 : Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan

: Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil

: Tanda-tanda vital normal.

Jumlah trombosit klien meningkat.


Tidak terjadi epitaksis, melena, dan hemotemesis
Intervensi
Mandiri

1)
Monitor tanda-tanda perdarahan dan trombosit yang disertai dengan
tanda-tanda klinis.
Rasonal: Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya perforasi
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis berupa perdarahan (petekie, epistaksis, dan melena).

2)

Anjurkan klien untuk banyak istirahat.

Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya


perdarahan.
3)
Berikan penyelasan pada keluerga untuk segera melaporkan jika ada
tanda-tanda perdarahan.
Rasional

: Mendapatkan penanganan segera mungkin.

4)
Antisipasi terjadinya perdarahan dengan menggunakan sikat gigi lunak,
memberikan tekanan pada area tubuh setiap kali selesai pengambilan darah.
Rasional

: Mencegah terjadinya pendarahan.

4.
DX 4 : Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
Tujuan

: Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.

Kriteria Hasil

:Keadaan umum membaik

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi seperti: makan, minum, dan personal hyiene


(mandi, menggosok gigi, dan bershampo).
Intervensi
Mandiri
1)

:
Kaji kebutuhan klien.

Rasional

: Mengidentifikasi masalah klien.

2)
Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien berhubungan dengan
kelemahan fisiknya.
Rasional: Mengetahui tindakan keperawtan yang akan diberikan sesuai dengan
masalah klien.
3)
Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari klien sesuai
tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, dan eliminasi.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya
lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari tanpa membuat klien ketergantungan terhadap perawat.

5.
DX 5 : Resiko tinggi syok hipovolemik berhibungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh akibat perdarahan.
Tujuan

: Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil

:Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Keadaan umum baik, Syok hipovolemik tidak terjadi.


Intervensi.
Mandiri
1)
Rasional
2)
Rasional
3)
Rasional

:
Monitor keadaan umum kilen.
: Untuk mengetahui jika terjadi tanda-tanda syok.
Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
: Untuk memastikan tidak terjadi per syok.
Monitor tanda-tanda perdarahan.
: Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera teratasi.

4)
Anjurkan keluarga/klien untuk segera melapor jika ada tanda-tanda
perdarahan.
Rasional
: Untuk membantu tim perawat untuk segara menentukan tindakan
yang tepat.
5)
Rasional

Segera puasakan jika terjadi perdarahan saluran pencernaan.


: Untuk membantu mengistirahatkan saluran pencernaan untuk

sementara selama perdarahan berasal dari saluran cerna.


6)
Perhatikan keluhan klien seperti pusing, lemah, ekstremitas dingin,
sesak nafas.
Rasional

: mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan.

Kolaborasi :
7)

Berikan therapi cairan intra vena jika terjadi perdarahan.

Rasional: Untuk mengetahui kehilangan cairan tubuh yang hebat yaitu untuk
mengatasi syok hipovolemik.
8)

Cek Hb, Ht, Trombosit (sito)

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami


klien, dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
9)
Rasional

Berikan trasfusi sesuai instruksi dokter.


: Untuk menganti volume darah serta komponen yang hilang.

6.
DX 6 : Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diit, perawatan, dan
obat-obatan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan

: Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria Hasil
:Pengetahuan klien/Keliarga tentang proses penyakit,
diit,perawatan dan obat penderita DHF meningkat dan klien/keluarga mampu
menjelasakan kembali.
Intervensi
Mandiri
1)

Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.

Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang penyakit yang


diderita klien.
2)

Kaji latar belakang pendidikan klien dan keluarga.

Rasional: Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat


pendidikan sehingga penjelasan dapat dipahami dan tujuan yang direncanakan
tercapai.
3)
Jelaskan tentang proses penyakit,diit, perawatan, obat-obatan pada klien
dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional

: Agar informasi dapat diterima dengan tepat dan jelas.

4)
Berikan kesempatan pada klien/keluarga untuk bertanya sesuai dengan
penyakit yang dialami.
Rasional: Mengurangi kecemasan dan motivasi klien untuk kooperatif selama
masa perawatan/penyembuhan
5)

Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam bentuk penjelasan.

Rasional
: Dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan
karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.

Anda mungkin juga menyukai