Pelaksanaan hasil Perundingan Renville mengalami kemacetan Karena salah satu isi perundingan Renville adalah: Akan ada plebisit (penentuan pendapat rakyat) di wilayah Jawa, Sumatera, Madura apakah akan bergabung ke RIS atau RI? Namun kenyataannya plebisit tersebut sulit dilakukan, karena banyak sekali yang masih loyal terhadap RI, dan satu2nya cara adalah menangkap pimpinan RI / melakukan agresi militer II Upaya jalan keluar yang ditawarkan oleh KTN (komisi tiga negara) selalu mentah karena antara Indonesia dan Belanda tidak pertah menemui kata sepakat. Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mencari cara menjatuhkan wibawa Indonesia Pihak Belanda dan Inonesia saling menuduh bahwa pihak lawan tidak menghormati hasil Perundingan Renville Indonesia melalui Hatta (wakil presiden merangkap perdana menteri) tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia, sementara Belanda terus berupaya mencari cara menjatuhkan wibawa Indonesia Menjelang tengah malam pada tanggal 18 Desember 1948, Wali Tinggi Kota Mahkota Belanda Dr. Beel menyatakan bahwa belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville Belanda secara terang terangan menyatakan tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Renville, hal ini menjadi awal terjadinya agresi militer belanda II. Slide 5 (Tujuan Agresi) Belanda ingin menghancurkan RI dan mengusai kembali wilayah Indonesia Menurunkan moralitas rakyat Indonesia dengan cara menangkap soekarno, hatta, dan sutan syahrir, sehingga semangat juang rakyat Indonesia dapat menurun dan plebisit yang dilakukan oleh Belanda pun dapat dilakukan dengan mudah Belanda ingin menunjukan kepada dunia bahwa RI dan TNI secara de facto sudah tidak ada Slide 6 (Kronologi agresi) Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" atau Operasi Gagak. Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari
150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan
yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban. Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00. Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade Tbeserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta. Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari. Slide 9 (Kronologi Agresi Militer) Pada 28 Januari 1949 juga, PBB membentuk United Nations Commission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia Untuk menjamin terlaksananya penghentian agresi militer Belanda II. Serangan umum 1 Maret 1949 untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta. Slide 13 (Dasar pembentukan PDRI) Hatta mengirimkan radio gram kepada sjafrudin prawiranegara di bukit tinggi untuk segera membentuk PDRI. Jika di bukit tinggi tidak bisa, Hatta menyarankan untuk segera membembentuknya di New Delhi. Hatta langsung mengontak perdana mentri India. Ini salah satu dukungan dunia Internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Meskipun pemimpinnya di tangkap, tapi perjuangan tetap berlanjut Slide 14 (Susunan kabinet) Sejak itulah PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan melawan Belanda tetap dipimpin oleh pemerintahan yang sah yang diakui oleh kaum Republik di seluruh Indonesia. PDRI menjadi simbol
nasional dan faktor pemersatu, khususnya bagi pasukan gerilya yang
terpencar di seluruh Jawa dan Sumatera. Selama agresi militer II, Belanda terus menerus memprogandakan bahwa pemerintahan di Indonesia sudah tidak ada lagi. Propaganda dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan dalam tubuh RI masih berlangsung. Bahkan, pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI mampu memberikan instruksi lewat radio kepada wakil RI di PBB. Isinya, pihak Indonesia sekaligus mengundang simapti internasional. Slide 20 (Hasil perundingan Roem Roijen) Roem Roijen ini juga sebagai awal mula dilaksanakannya KMB, sebagai perundingan terakhir yang dilakukan belanda dan Indonesia, supaya indonesia lepas dari penjajahan seutuhnya.