Anda di halaman 1dari 2

Kuasa Pemilik Media

Vokalis band musik rock The Doors, Jim Morrison, pernah berkata: Whoever control
s the media, controls the mind; Siapapun yang memiliki kendali atas media, memil
iki kendali terhadap pikiran (khalayaknya). Seperti yang telah kita ketahui, set
iap teks yang terdapat pada media merupakan hasil dari suatu proses representasi
. Dalam setiap teks, ada pesan yang ingin di sampaikan oleh media, simbol-simbol
di seleksi agar dapat mengakomodir makna yang telah di rencanakan sebelum pada
akhirnya menjadi konsumsi para khalayak. Karena terdapat proses pemilahan pesan
dalam proses produksi media, tentunya kita dapat mengatakan bahwa terdapat pihak
-pihak tertentu yang memiliki wewenang dalam memutuskan pesan mana yang akan med
ia sampaikan. Suatu pihak yang punya kekuatan dan kuasa untuk mengatakan ya atau ti
dak terhadap konten-konten yang akan di siarkan. Salahsatu pihak yang paling berp
engaruh dalam hal tersebut adalah mereka yang mempunyai kepemilikan terhadap med
ia itu sendiri.
Selain sebagai saluran perantara informasi, kita mesti melihat media dengan jeli
bahwa media pun merupakan salahsatu instrumen dalam panggung ekonomi dan politi
k. Karena itu kita mesti mengingat bahwa terdapat berbagai kepentingan dibalik s
iaran-siaran yang dilakukan oleh media, terdapat permainan kekuasaan di belakang
nya, dan sebagai seseorang yang memiliki kepemilikan saham yang besar pada suatu
media, pemilik media seolah menjadi seorang ventriloquist bagi sebuah media yan
g menjadi boneka pentasnya.
Kita dapat melihat contohnya pada seorang Rupert Murdoch. Seorang Australia-Amer
ika yang menjabat sebagai pendiri dan CEO sebuah perusahaan media massa multinas
ional: News Corporation. News Corporation adalah perusahaan multinasional yang m
emiliki asset media di banyak bidang dan tersebar di beberapa negara, sebutlah p
enerbit buku Harper Collins (Amerika Serikat & India), koran The Sun (Inggris),
Wall Street Journal (Amerika Serikat), dan bahkan, Indonesia pun tak luput juga
menjadi pasar dari perusahaan multinasional tersebut, mereka memiliki 20% kepemi
likan stasiun televisi swasta di Indonesia: ANTV. Beragamnya media beserta luas
nya jangkauan dari News Corporation tersebut menunjukkan bahwa perusahaan terseb
ut merupakan bentuk dari Kekaisaran Media , dan Rupert Murdoch tentunya adalah sala
h satu penguasanya.
Sebuah film dokumenter berjudul Outfoxed yang dirilis pada tahun 2004 oleh Rober
t Greenwald menunjukkan bagaimana hubungan antara Murdoch dan para jurnalisnya d
alam mengatur agenda komersil dan politiknya dalam hubungannya terhadap agenda e
ditorial. Satu contoh spesifik yang dapat kita lihat adalah pada acara Bill O Rei
lly Show yang tayang pada Fox News Channel. Saat itu, Jeremy M. Glick, seorang a
nak dari korban meninggal pada tragedi 9/11 menjadi narasumber pada acara terseb
ut, namun ketika Jeremy mengutarakan pendapatnya yang ternyata bersebrangan deng
an pandangan konservatif di Amerika Serikat, Bill O Reilly menyuruhnya untuk bungk
am dan tidak ingin mempercayai dan mendengar apa yang Jeremy katakan dalam interv
iew tersebut. Jika dilihat lebih lanjut, kita dapat mengetahui bahwa Rupert Murd
och adalah seorang yang menganut paham Neo Konservatif yang juga berseberangan den
gan pemikiran dari narasumber tersebut. Hal ini dapat menunjukkan bahwa seorang
pemilik media dapat menentukan ideologi apa yang media bawa untuk khalayaknya da
n menentukan apa yang bernilai untuk media, apa yang akan ditampilkan oleh media
, dan bagaimana hal tersebut akan ditampilkan oleh media.
Hegemoni: Kekuasaan Media dalam Pandangan Marxis
Pada teori Marxis, kita juga dapat menemukan bagaimana hubungan media dan kekuas
aan. Kekuatan media untuk melanggengkan suatu kekuasaan sering dikaitkan dengan
istilah hegemoni; suatu kondisi ketika kelompok sosial tertentu dapat menentukan
suatu konsensus yang dapat menunjukkan bahwa kekuatan kelompok sosial tersebut
terlihat natural dan sah sebagai suatu yang berkuasa. Dalam hal ini, media menja
di salah satu agen penting yang membentuk persepsi masyarakat terhadap pembentuk
an hegemoni tersebut. Karena melalui teks-teks dalam media ide-ide tertentu dapa
t tersebar dan diterima oleh khalayaknya.
Terdapat tiga pemikiran marxis yang dapat membantu kita untuk memahami kekuatan
suatu media. Pertama dari Karl Marx sendiri, yang berpendapat bahwa orang-orang
yang berkuasa dalam suatu masyarakat tidak hanya berkuasa melalui kendalinya ter

hadap cara-cara produksi, tetapi juga melalui pembentukan ide-ide. Kita dapat me
lihat contoh riil nya pada pembahasan mengenai Rupert Murdoch sebelumnya, melalu
i media yang dimilikinya ia mampu menyebarkan ide-ide yang sesuai dengan paham k
onservatif. Kedua, kita dapat melihat media sebagai bagian dari ISAs (Ideologica
l State Apparatures) menurut Althusser. Berbeda dengan RSAs (Repressice State Ap
paratures) yang bekerja secara memaksa dalam mengendalikan masyarakat, media seb
agai ISAs bekerja lebih halus dalam mengendalikan ide yang berkembang dalam masy
arakat. Sehingga, apa yang sebenarnya dikonstruksi oleh para pemilik kuasa dapat
terlihat sah dan natural bagi khalayak dan masyarakat. Terakhir, kita dapat men
gamati pemikiran Antonio Gramsci, seorang pemikir dari Italia yang mengemukakan
istilah hegemoni untuk memberikan kesadaran kepada kita bahwa terdapat konsensus
dalam masyarakat yang sejatinya merupakan hasil dari konstruksi. Pemikiran Gram
sci diperjelas oleh Noam Chomsky melalui teori propaganda miliknya, dimana media
memiliki fungsi sentral untuk melayani kepentingan pemiliknya untuk melestarika
n nilai yang mereka miliki, dan melalui propaganda lah bagaimana hegemoni itu te
rbentuk.
Singkatnya, melalui pemikiran-pemikiran Marxis tersebut kita dapat mengetahui ba
hwa apa yang sebenarnya kita lihat melalui media merupakan hasil manipulasi dari
mereka yang memiliki kekuasaan terhadapnya.
Imperialisme Budaya
Di era globalisasi kini, kita tidak dapat melihat kekuasaan berjalan melalui pak
saan-paksaan fisik namun juga melalui dominasi ide yang Gramsci sebut dengan heg
emoni. Media menjadi pelengkap bagi perkembangan globalisasi, melaluinya ide-ide
dapat menyebar dengan mudah. Nilai-nilai, norma, kebiasaan suatu kelompok masya
rakat dapat diketahui oleh kelompok masyarakat lain yang secara geografis terpis
ah begitu jauhnya. Sehingga, pada akhirnya akan berdampak pada pengiriman dan pe
nerimaan budaya-budaya baru dari satu kelompok ke kelompok yang lain.
Media merupakan agen pertukaran budaya dalam era globalisasi. Namun, nyatanya ki
ta tidak dapat selalu mengatakan bahwa media adalah agen pertukaran. Karena dala
m praktiknya ternyata media membawa kita kepada sebuah budaya global. Dalam arti
an, media dapat membawa kepada suatu budaya yang dominan yang ada pada global vi
llage. Melalui kesempatan tersebut, negara-negara yang memiliki kekuasaan terhad
ap media memanfaatkannya untuk menyebarkan budaya yang dimilikinya, sehingga pad
a akhirnya media pun menjadi agen hegemoni yang membantu terbentuknya Imperialis
me Budaya.
Imperialisme budaya dapat berdampak kepada banyak hal. Kelompok dominan yang men
guasai media dapat menggiring persepsi masyarakat terhadap identitas kelompoknya
atau kelompok lain. Hingga pada akhirnya menimbulkan stereotipe yang seringkali
diragukan kebenarannya. Selain itu, imperialisme budaya pun dapat menggeser keb
eradaan identitas lokal suatu bangsa karena dominasinya.

Anda mungkin juga menyukai