Refrat Forensik KDRT
Refrat Forensik KDRT
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tentang
apa
yang
dimaksud
dengan
istilah
penganiayaan
Penganiayaan Seksual
Ada dua kategori penganiayaan seksual, yakni inses (incest) dan
penganiayaan seksual yang dilakukan bukan oleh anggota keluarga. Inses
merupakan semua bentuk kegiatan seksual antara anak di bawah usia 18
tahun dengan anggota keluarga dekat (orang tua kandung, orang tua tiri,
saudara kandung), anggota keluarga besar (kakek/ nenek, paman, bibi,
sepupu), atau orang tua angkat (Rappley & Speare, 1993).
Penganiayaan seksual di luar keluarga adalah bentuk kontak seksual
antara bukan anggota keluarga dengan anak di bawah usia 18 tahun.
Penganiayaan seksual akan menimbulkan trauma. Reaksi negatif dari orang
yang dekat dengan korban, tenaga kesehatan, atau orang lain dapat
memperparah trauma.
c. Penelantaran Anak
Ada beberapa jenis penelantaran anak, yakni gagal melindungi anak,
penelantaran fisik, dan penelantara medik. Gagal melindungi anak seperti
terminum racun, kesetrum listrik, jatuh dan terbakar. Penelantaran fisik
meliputi gagal memberi makan, pakaian, dan tempat tinggal. Penelantaran
medik mencakup gagal memberi kebutuhan pelayanan kesehatan pada anak.
d. Penganiayaan Emosional
Lima kategori penelantaran emosional terhadap anak adalah menolak,
mengisolasi, meneror, mengabaikan, dan mengorupsi anak. Menolak untuk
mengakui betapa bernilainya seorang anak. Mengisolasi dengan memutus
lingkungan anak dengan lingkungan sosial. Meneror dengan menciptakan
lingkungan yang menakutkan bagi anak. Mengabaikan kebutuhan psikologis
anak sehingga anak merasa kelaparan secara emosional. Mengorupsi dengan
emosional
meliputi
menentang
keinginan
lansia,
- Pecahan kaca
- Pisau silet
- Pedang
- Potong seng
C. Bentuk luka iris :
1. Bila sejajar arah serat elastis atau otot luka berbentuk celah
2. Bila tegak lurus arah serat elastic atau otot luka berbentuk menganga
3. Bila miring terhadap serat elastic atau otot luka berbentuk asimetris
D. Ciri ciri luka iris :
1. Tepi dan permukaan luka rata
2. Sudut luka lancip
3. Tidak ada jembatan jaringan
4. Rambut terpotong
5. Tidak ditemukan luka memar atau lecet disekitarnya
6. Tidak mengenai tulang
7. Panjang luka lebih besar dari dalam luka
2.3.3 Luka Tusuk (stab wound)
A. Definisi
Luka akibat benda atau alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau
tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong dengan
permukaan tubuh.
B. Contoh :
- Belati
- Bayonet
- Pedang
- Keris
- Clurit
- Pecahan kaca
- Benda
benda
berujung
runcing
dengan
penampang
10
menganga.
Arah miring terhadap serat elastic atau otot : bentuk luka
asimetris
b. Alat ganco atau lembing : bentukluka seperti celah bila lka
didaerah pertemuan serat elastic atau otot, maka bentuk luka bulat
(sesuai dengan penampang alat)
c. Alat penampang segitiga atau segiempat : bentuk luka bintang
berkaki tiga atau empat.
d. Ciri- ciri luka tusuk :
Tergantung alatnya bermata tajam atau tidak.
1. Bila alat berujung runcing dan bermata tajam :
a. Tepi luka rata
b. Sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat, sudut luka kurang
tajam.
c. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau, kadang-kadang
ditemukan memar disekitar luka.
d. Ukuran dalam luka lebih besar dari panjang luka.
2.3.4 Luka Bacok (chop wound)
A. Definisi
Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak
tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga agak besar.
B. Contoh :
- Pedang
- Clurit
- Kapak
- Baling-baling kapal.
C.Ciri-ciri luka bacok :
1. Ukuran biasanya besar.
2. Tepi luka tergantung pada mata senjata : tajam atau kurang tajam.
Makin tajam mata senjata yang digunakan , tepi luka yang ditimbulkan
makin rata.
3. Sudut luka tergantung mata senjata yang digunakan.
11
tali tampar
Karena persentuhan dengan benda yang meninggalkan bekas seperti
ban mobil.
(crusta)
Timbul reaksi radang berupa penimbunan sel-sel PMN
Biasanya tidak meninggalkan jaringan parut.
12
Luka Robek
Luka Iris
13
Rambut
Jembatan jaringan
Sudut atau tepi luka
Utuh
Terpotong
tumpul
Tajam
Luka Iris
Tajam
Tajam
Rata
Tidak ada
Terpotong
Tidak ada
Luka Retak
Tidak tajam
Tidak tajam
Tidak rata
Ada
Tercabut
Ada
14
:9%
:9%
:9%
:9%
:9%
:9%
:9%
:18%
:18%
: 1%
2. Tingkat IIa
3. Tingkat IIb
4. Tingkat III
Klinis
Hyperthermia
Basah,bulla(+)
Basah,bulla,keputihan
Kering,putih,hitam
Tusukan Jarum
Hyperaesthesia
Hyperaesthesia
Hypoaesthesia
Aesthesia
16
17
kepentingan
untuk
dokter
berkewajiban
mencari
identitas
meliputi :
a. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak
merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.
b. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh
dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul.
Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti
pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya. Dari
pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis
kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian, serta saat
kematian seperti tersebut di atas.
4. Visum et Repertum Psikiatrik
Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44
(1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat
dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Jadi
selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental
juga terkena pasal ini.
Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak
pidana, bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini
juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau
raga manusia. Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya
seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila
pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah
sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Dalam keadaan tertentu dimana kesaksian seseorang amat diperlukan
sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan
pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi
tersebut dalam bentuk visum et repertum psikiatrik.
5. Fungsi dan tujuan Visum et Repertum
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti
(corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah
19
20
alamat kemudian
3. Pemberitaan
- Identitas
korban
menurut
pemeriksaan
dokter,
(umur,
jenis
21
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban
3.
4.
5.
6.
7.
8.
23
Fotografi forensik
Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
Penjelasan istilah kedokteran
pelaku adalah laki- laki. Sebaliknya, karena pada dasarnya, setiap orang yang
tercakup dalam lingkup rumah tangga dapat menjadi pelaku maupun korban
dalam kasus KDRT. Jadi, seorang suami dan dapat menjadi pelaku kekerasan
terhadap isteri maupun anaknya, dan sebaliknya anak juga dapat menjadi pelaku
terhadap orang tua atau anggota rumah tangga lainnya.
C. Frekuensi KDRT di masyarakat
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejadianyang sangat sering terjadi di
masyarakat, bukan hanya di Surabaya, namun juga di Indonesia bahkan di seluruh
dunia. Frekuensi KDRT yang sempat tercatat melalui beberapa penelitian akan
diungkap di bawah ini, namun perlu disadari bahwa sebenarnya jumlah kekerasan
yang belum terungkap jauh lebih besar.
Di Dunia Sekitar 50 penelitian berbasis populasi yang diadakan di 36 negara
menunjukkan bahwa 10-60% perempuan yang pernah menikah atau mempunyai
pasangan, setidaknya mengalami 1 kali insiden kekerasan fisik dari pasangan
intima tau mantan pasangan intimnya (Heis et al, 1999).
Di Beijing, sebuah survey mengungkapkan 23% suami memukul isterinya.
Di
Uganda
46%
perempuan
mempunyai
pengalaman
pernah
dipukuli
pasangannya.
Informasi dari statistic system peradilan dan pusat krisis perkosaan pada
anak di Peru, Malaysia, Meksiko, Panama, Papua Nugini,dan Amerika Serikat
antara 30-60% korban penyerangan seksual yang diketahui adalah anak berusia 15
tahun atau kurang. (Heis et al, 1999)
Di seluruh dunia, setiap 1 di antara 4 perempuan selama kehamilannya
mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh pasangannya, dengan estimasi yang
sangat bervariasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat diperkirakan kekerasan
terhadap perempuan hamil berkisar antara 3-11 dan lebih dari 38% di antaranya
terjadi pada kelompok uisa remaja. (Currie et al.1999)
25
LSM Perempuan
Tahun
Jumlah
Jabotabek
Mitra Perempuan
2006-2007
606
Jakarta
PKT
2006-2007
1.017
Semarang
HK3JHAM
2000
176
Makasar
LBH P21
1999-2000
81
NTT
Rumah Perempuan
1999-2000
Surabaya
Savy Amira
1997-2000
130
Rifka Annisa
1994=2000
944
Jumlah kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga/ domestic di LBH
APIK Jakarta tahun 1998- 2002
Jenis Kasus
1998
1999
2000
2001
2002
Kekerasan Fisik
33
52
69
82
86
Kekerasan Ekonomi
119
122
174
76
250
Kekerasan Psikis
58
58
85
16
135
Kekerasan Seksual
15
Perkosaan
10
Pelecehan Seksual
Ingkar Janji
14
Dating Violence
Penganiayaan anak
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa secara umum jumlah kekerasan dalam
rumah tangga yang terjadi dan terungkap semakin tahun semakin banyak
26
Di Surabaya
1. Jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat drastic
setiap tahun. Menurut data yang dihimpun dari Kelompok Perempuan Pro
Demokrasi (KPPD) Samitra Abhaya, jumlah kasus tidak berkurang
meskipun lembaga pendampingan juga bertambah. Di Surabaya, selama
satu tahun hingga Nopember 2007 tercatat 220 kasus. Ini belum kasus
yang ditangani sejumlah lembaga termasuk kepolisian. Jumlah ini
bertanbah lebih dari 10 kasus dibanding tahun sebelumnya.
2. Selama tahun 2007, secara keseluruhan kasus yang menimpa wanita dan
anak- anak mencapai 464 kasus. Rinciannya 377 kasus terjadi pada wanita
dan sisanya, 87 kasus menimpa anak anak.
3. Menurut Wakil Gubernur Jawa Timur Dr. Drs. Soenarjo M.Si, berdasarkan
data dari 43 organisasi perempuan, hingga akhir 2005 terdapat 456 kasus
KDRT. Bentuk kekerasan, seperti perkosaan berada diurutan pertama
sebanyak 164 kasus dengan 172 korban. Berdasarkan kota, Surabaya
menduduki peringkat pertama disusul Malang dan Kediri serta Sidoarjo.
Jenis dan jumlah KDRT, terbanyak kekerasan terhadap isteri sebanyak
1.782 kasus, kekerasan dalam pacaran 321 kasus, kekerasan terhadap anak
perempuan 251 kasus, kekerasan terhadap pembantu rumah tangga 71
kasus serta kekerasan ekonomi mencapai 28 kasus.
2.5.1 Faktor Pencetus KDRT
Beberapa faktor pencetus terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
ialah :
1. Faktor masyarakat:
a. Kemiskinan
b. Urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan
diantara penduduk kota
c. Masyarakat keluarga ketergantungan obat
d. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi.
2. Faktor keluarga:
a. Adanya anggota keluarga yang sakit yang membutuhkan bantuan
terus menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental orang
tua
b. Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencinta dan
menghargai, serta tidak menghargai peran wanita
27
Menggunakan alcohol
Mempunyai hubungan dengan wanita lain
Pencemburu dan posesif
Memiliki kepribadian paranoid dan perilaku impusif
dalam limgkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan
cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
Berdasarkan umur korban kekerasan maka contoh KDRT yang sering
terjadi di masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Sebelum lahir : abortus, pemukulan perut
2. Bayi : pembunuhan dan penelantaran, penyalahgunaan fisik, seks dan
psikis
3. Pra remaja : perkawinan usia anak, inses, fisik, seks, psikis, pelacuran,
pornografi.
4. Remaja dewasa : kekerasan, pemaksaan seks, inses, pembunuhan oleh
pasangan, pelacuran, pelecehan seks.
5. Usia lanjut : fisik, seks, psikis.
2.5.4. Hak- Hak Korban KDRT
Menurut pasal 10 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, hak-hak korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah :
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
29
Dalam
Pemberdayaan
Rumah
Perempuan)
Tangga,
pemerintah
bertanggung
jawab
(cq.
dalam
Menteri
upaya
30
31
kekerasan
dalam
rumah
tangga,
kepolisian
wajibsegera
kepolisian
wajib
meminta
surat
penetapan
perintah
33
konsultasi
hukum
yang
mencakup
informasi
dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan.
35
Korban
atau
Klien
Kepolisian
Perlindunga
n
sementara
Pengadilan
Meminta surat
penetapan
perintah
perlindungan
36
Korban
atau klien
Tindakan :
Hukum
Medis
Psikologi
Shelter
Rujukan
Diterima /
identifikas
i register
meminta
persetujuan
dari
korban
atau
keluarganya
dengan
38
Visum et Repertum
Dibuat bila korban setelah diperiksa diperbolehkan pulang dan dapat bekerja
seperti biasa serta tidak ada halangan untuk melakukan pekerjaan.
2.
3.
39
Pekerja sosial
Relawan pendamping
Pembimbing rohani.
40
Pasal
Keterangan
Pidana maksimum
Denda maksimum
44 (1)
Kekerasan fisik
5 tahun
Rp 15 juta
44 (2)
10 tahun
Rp 30 juta
44 (3)
Korban mati
15 tahun
Rp 45 juta
44 (4)
tidak
Rp 5 juta
menyebabkan
Pasal
Keterangan
Pidana maksimum
Denda maksimum
45 (1)
Kekerasan psikis
3 tahun
Rp 9 juta
45 (2)
Rp 3 juta
sebaliknya,
tidak
menyebabkan
Keterangan
Pidana maksimum
46
Denda maksimum
Rp 36 juta
41
tangga
47
tertentu
48
Mengakibatkan
mungkin
luka
sembuh,
yang
gangguan
tidak 5- 20 tahun
jiwa,
Rp 15 juta
Pembatasan gerak pelaku atau hak- hak tertentu dari pelaku dengan tujuan
untuk menjauhkan pelaku dari korban
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
42
43
44
BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
45
46
Dalam Rumah Tangga. Alat bukti yang sah lainnya itu menurut pasal 184 KUHAP
yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada surat
permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan medis
atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas sehingga dapat
digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Umumnya, korban dengan luka
ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa surat
permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat
akan datang ke dokter sebelum melapor
ke
penyidik,
sehingga
surat
Kesimpulan kasus
Dari kasus yang telah dibahas tentang kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), dapat disimpulkan :
1. Korban mendapat perlakuan kekerasan fisik dari pelaku berupa sabetan
golok yang menyebabkan leher korban terluka sepanjang 10-20 cm dan
jari telunjuk korban putus.
2. Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh pelaku diduga oleh karena urusan
rumah tangga yang motifnya masih belum diketahui
3. Pelaku telah melakukan sebuah kekerasan fisik dalam rumah tangga,
sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Kekerasan
Dalam Rumah Tangga pasal 6 yang berbunyi Kekerasan fisik
47
48