Anda di halaman 1dari 11

UTS MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

ANALISIS KRITIS TEORI BEHAVIORISME DAN TEORI KOGNITIF

NAMA : I NYOMAN BAYU ARY YOGA


NIM

: 1213011128

KELAS : VA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA
SINGARAJA
2014

1. Teori Behaviorisme
a. Karakteristik belajar menurut teori behaviorisme

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu


lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental
seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan
belajar (Suyono dan Hariyanto, 2011: 58). Belajar menurut psikologi
behaviorisme adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.
Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang
diberikan oleh lingkungan.Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori
conditioning (Imron, 1996: 5).
Beberapa ciri-ciri teori behaviorisme diantaranya adalah:
Mengutamakan unsur-unsur/ bagian-bagian kecil
Bersifat mekanistis
Menekankan peranan lingkungan
Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
Mementingkan pentingnya latihan
Pemecahan masalah dengan trial and error
b. Tokoh Tokoh dalam teori behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme di antaranya adalah Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner dan Ivan Pavlov.
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini
disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2)
hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga
hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat
respon.
1

2. Teori Belajar Menurut Watson


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus
dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus
dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik

perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya.

Menurutnya

respon

yang

diterima

seseorang

tidak

sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling


berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensikonsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi

inilah

yang

nantinya

mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam


memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
6. Ivan Petrovich Pavlov
Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral
atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak
terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini
terjadi

berulang-ulang,

stimuli

yang

netral

melahirkan

respons

terkondisikan.
3

Pavlo mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam


percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi
bersarat pada anjing. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo
ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh
stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan
yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi. Yang
terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan
pengulangan.
c. Kekurangan dan kelebihan teori behaviorisme
1. Kelebihan behaviorisme
Dengan adanya stimulus respon sebanyak-banyaknya dalam suatu
proses pembelajaran, maka suatu proses pembelajaran tersebut menjadikan
siswa aktif dalam kegiatan belajar. Siswa menjadi termotivasi untuk
mengerjakan suatu tugas yang diberikan oleh guru jika dalam pemberian
stimulus siswa diberikan suatu reward.
Dalam hal ini juga, dengan adanya stimulus, dapat melatih
kecepatan, kelenturan atau fleksibilitas, spontanitas, refleks, dan daya
tahan.
2. Kekurangan behaviorisme
Siswa menjadi terbiasa diberikan stimulus. Dalam hal ini, jika
stimulus ditiadakan, atau guru tidak memberikan stimulus, maka tidak aka
nada respons, suatu proses pembelajaran tidak berlangsung dengan baik.
Dengan adanya stimulus, menjadikan siswa ketergantungan untuk
diberikan stimulus oleh guru.
Karena dalam hal ini, pembelajaran siswa terpusat pada guru.
Hingga akhirya, hanya berorientasi pada hasil yang bisa diukur saja.
d. Alternatif pembelajaran
Teori ini hingga sekarang masih diterapkan di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang
paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku


dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman
masih sering dilakukan.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti : kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
diberi permen atau pujian.
2. Teori Kognitif
a. Karakteristik belajar menurut teori kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah
laku yang bisa diamati.
Dalam aliran kognitif terdapat beberapa ciri-ciri pokok. Adapun ciriciri dari aliran kognitif yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a)

Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia

b)

Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian

c)

Mementingkan peranan kognitif

d)

Mementingkan kondisi waktu sekarang

e)

Mementingkan pembentukan struktur kognitif

b. Tokoh-tokoh dalam teori kognitif


1. Teori belajar Jean Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai
aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget
adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap

tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi


kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental
memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada.
Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia
akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Jean Piaget mengklasifikasikan
perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
1. Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan
persepsi yang masih sederhana.
2. Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya
symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3. Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini
dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas
dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual
pasif.
4. Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola
pikir kemungkinan.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan
lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses,
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi disesuaikan dengan
informasi yang baru diterima. Dalam teori perkembangan kognitif ini
Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan
sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.
2. Teori belajar Jerome Bruner
6

Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik


dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contohcontoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa
pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enaktif,
ikonik dan simbolik. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan
dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Enaktif yaitu tahap jika
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami
lingkungan sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan). Ikonik yaitu tahap
seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan
perbandingan). Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide
atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam
berbahasa dan logika (anak belajar melalui simbol bahasa, logika,
matematika)
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya
Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:

Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Selfcuriousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.

Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur


yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai
kemungkinan pengenalan.

Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan


kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.

Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan


instruksional sebagai arah informatif.

Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan


bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.

3.

Teori belajar Ausubel.


Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur
kemajuan (belajar) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat

kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum
yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada
siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif
yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah
pengatur lanjut (advance organizers) dalam penyajian informasi yang
dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan
bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian
lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan
bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju
dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada
kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi
peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar
yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe
belajar, yaitu:
a.
Belajar dengan penemuan yang bermakna.
b.
Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c.
Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d.
Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna,
karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan
informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang
dipelajari bermakna.
4. Teori belajar Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan
merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam

diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan
fase yaitu: motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, ingatan
kembali, generalisasi, perlakuan, dan umpan balik
c. Kelebihan dan kekurangan teori kognitif
1. Kelebihan teori kognitif
Kelebihan dalam teori belajar ini ialah dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah juga dapat
meningkatkan

motivasi

belajar peserta

didik

karena

peserta

didik

dikondisikan untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan


atau pengalaman dirinya, menimbulakan ketertarikan tersendiri.

2. Kekurangan teori kogntif


Kekurangan dari teori belajar ini ialah harus banyak fasilitas
pendukung, serta keberhasilan belajar tidak dapat dilihat dari satu peserta
didik saja tapi harus dilihat secara keseluruhan
d. Alternatif pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu
aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi
perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada
teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam
pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi
siswa.
Penerapan teori kognitif dalam pembelajaran hendaknya guru
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke lebih kompleks
dalam penyusunan materi, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatikan perbedaan individual siswa dan memperhatikan keaktifan
siswa.

Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa cara yang dapat


diterapkan guru, yaitu : guru membantu siswa untuk dapat membedakan
mana informasi yang penting dan informasi yang kurang penting misalnya
dengan cara menuliskan tujuan pembelajaran, membantu siswa dalam
menghubungkan informasi yang baru dia dapatkan dengan informasi yang
sudah dimiliki oleh siswa, menyajikan pelajaran tersusun dan jelas, serta
utamakan pembelajaran bermakna bukan ingatan.

10

Anda mungkin juga menyukai