Lapis tahu memerlukan tindakan HACCP karena bahan baku tahu lapis rentan
terhadap bahaya dan terjadi kontaminasi silang baik dari manusia ke bahan makanan, dari
peralatan masak ke bahan makanan dan dari satu bahan makanan ke bahan makanan lainnya.
Bahan baku lapis tahu adalah tahu putih dan telur ayam. Kontaminasi dapat terjadi dari
proses persiapan, pengolahan, pemorsian, distribusi maupun penyajian.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengamatan mengenai mutu
keamanan pangan pada lapis tahu dengan menggunakan penerapan HACCP di Instalasi
Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Bagaimanakah penerapan HACCP pada
pengolahan hidangan lapis tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada pengolahan lapis tahu di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Tujuan Khusus
Menganalisis permasalahan penerapan HACCP pada bahan mentah dan proses pengolahan
produk.
Mendeskripsikan produk dan spesifikasinya.
Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.
Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.
Mampu melakukan penerapan HACCP pada produk.
Menganalisis hasil penerapan HACCP.
D. Manfaat
1. Bagi Instalasi Gizi
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perbaikan mutu makanan,
sehingga diharapkan bagi pihak instalasi gizi dapat lebih meningkatkan pentingnya penerapan
HCCP dalam pengolahan makanan.
2. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
b. Memahami penerapan HACCP pada pembuatan tahu lapis.
c. Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah khususnya tentang
HACCP di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Bagi Pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
1. Pengertian HACCP
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di
dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
2. Tujuan HACCP
a. Tujuan Umum
Mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna
mengurangi keracunan makanan dan penyakit melalui makanan.
b. Tujuan Khusus
1) Memantau dan mengevaluasi cara-cara dalam pengolahan makanan serta penetapan sanitasi
dalam memproduksi makanan.
2) Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahan yang mungkin timbul
dari makanan.
3) Memperbaiki cara pengolahan makanan dengan cara memberikan perhatian khusus pada
proses-proses yang dianggap kritis.
3. Kegunaan HACCP
Mencegah dan mengendalikan timbulnya bahaya pada makanan, serta menjamin
keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat
memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
4. Prinsip HACCP
a. Identifikasi Bahaya
1) Pengelompokkan Bahaya
Tabel 1. Penggolongan pengelompokkan bahaya
Kelompok
Bahaya
A
B
C
D
E
Kategor
i Resiko
0
1
2
3
4
5
6
Karakteristik
Kelompok makanan khusus yang terdiri dari makanan non steril
yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi,
balita, orang sakit/pasien, orang tua, ibu hamil, ibu menyusui,
usia lanjut
Makanan yang mengandung bahan / ingridien yang sensitif
terhadap bahaya biologis, kimia, atau fisik
Di dalam proses pengolahan makanan tidak terdapat tahap yang
dapat membunuh mikroorganisme berbahaya atau mencegah /
menghilangkan bahaya kimia / fisik
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
setelah pengolahan sebelum pengemasan / penyajian
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau
penanganan yang salah selama distribusi, penanganan oleh
konsumen / pasien, sehingga makanan menjadi berbahaya bila
dikonsumsi
Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan / penyajian
atau waktu dipersiapkan di tingkat konsumen / pasien yang
dapat memusnahkan / menghilangkan bahaya biologis.
- Atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi,
menghilangkan, atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
Penggolongan tingkat resiko berdasarkan karakteristik bahaya
Karakteristik
Bahaya
0 (tidak ada bahaya)
(+)
(++)
(+++)
(++++)
(+++++)
A + kategori khusus
2) Kategor
i Resiko
Tabel 2.
Keterangan
Tidak mengandung bahaya A s.d F
Mengandung satu bahaya A s.d F
Mengandung dua bahaya A s.d F
Mengandung tiga bahaya A s.d F
Mengandung empat bahaya A s.d F
Mengandung lima bahaya A s.d F
Kategori resiko palinh tinggi (semua
makanan yang mengandung bahay
A, baik dengan/tanpabahay B s.d F)
b.
Penentuan
Faktor Mutu
Tingkatan mutu
Mutu I
Kondisi kerabang
a.Bentuk
b.Kehalusan
c.Ketebalan
d.Keutuhan
e.Kebersihan
Kondisi kantung
udara (dilihat
dengan
peneropongan)
a.Kedalaman
kantong udara
b.Kebebasan
bergerak
b.Kekentalan
Mutu II
Mutu III
Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih
Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit noda
Kotor
Abnormal
Sedikit kasar
Tipis
Utuh
Banyak noda dan
sedikit kotor
<0,5 cm
0,5 cm-0,9 cm
>0,9 cm
Tetap
ditempat
Bebas bergerak
Bebas bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung udara
Bebas
bercak
darah, atau
benda asing
lainnya
Kental
Bebas
bercak darah,
atau benda asing
lainnya
Sedikit encer
Ada sedikit
bercak darah,
tidak ada benda
asing lainnya
Encer, kuning
telur belum
tercampur dengan
c. Indeks
Kondisi kuning
telur
a. Bentuk
b. Posisi
putih
0,050-0,091
0,134-0,175
0,092-0,133
Bulat
Di tengah
Pipih
Agak ke pinggir
Tidak jelas
Agak pipih
Sedikit bergeser
dari tengah
Agak jelas
c. Penampakan
batas
d. Kebersihan
Bersih
Bersih
e. Indeks
0,458-0,521
0,394-0,457
Ada sedikit
bercak darah
0,330-0,393
Bau
Khas
Khas
Khas
Jelas
3. Bumbu
a) Bawang putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi
yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama untuk bumbu
dasar masakan Indonesia.
Berdasarkan SNI 01-3160-1992, bawang putih digolongkan dalam dua jenis mutu
yaitu mutu I dan mutu II
Tabel 4. Penggolongan syarat mutu bawang putih
Karakteristik
Syarat
Mutu I
sifat Seragam
Kesesuaian
varietas
Tingkat ketuaan
Kekompakan siung
Tua
Kompak
Kebernasan
Bernas
Kekeringan
Kering simpan
Mutu II
Seragam
Cara pengujian
Organoleptik
Tua
Kurang
kompak
Kurang
bernas
Kering
simpan
Kurang
sempurna
menutup umbi
8
Organoleptik
Organoleptik
SP-SMP-311-1981
Organoleptik
Organoleptik
Organoleptik
SP-SMP-310-1981
Diameter
(cm)
Kotoran
minimum 3,0
Tidak ada
2,5
SP-SMP-309-1981
Tidak ada
Organoleptik
b) Garam
Garam beryodium yang di anjurkan untuk di konsumsi manusia adalah yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu berdasarkan SNI No 01 3556.2.2000
tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam ditentukan sebesar 30 80 ppm dalam
bentuk KIO3 hal ini dikaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari
adalah 6 10 gr. (Palupi,2004).
Tabel 5. Syarat mutu garam konsumsi beriodium
No
Parameter
Satuan
Persyaratan Kualitas
1 Kadar air (H2O)
% b/b
maks. 7
2 Kadar NaCl (Natrium
% adbk
min 94,7
Klorida) di hitung dari jumlah
klorida
3 Iodium dihitung sebagai
mg/kg
min. 30
Kalium Iodat (KIO3)
4 Cemaran logam
mg/kg
maks. 10
Timbal (Pb)
mg/kg
maks. 10
Tembaga (Cu)
mg/kg
maks 0,1
Raksa (Hg)
5 Arsen (As)
mg/kg
maks 0,1
Keterangan : b/b = bobot/bobot
adbk = atas dasar berat kering
c) Merica
Lada atau merica (Piper nigrum L) adalah rempah-rempah berwujud bijian. Menurut
jenisnya lada ada dua macam yaitu lada putih dan lada hitam. Lada putih adalah buah lada
yang dipetik saat buah lada sudah matang. Lalu dikupas kulitnya dengan cara merendamnya
dalam air mengalir selama dua minggu, kemudian dejimur selama tiga hari.
Selama ini lada dipergunakan sebatas untuk untuk industri makanan khususnya untuk
pengawet daging dan bumbu penyedap masakan.lada mengandung zat kavsin yangmembuat
sifat pedas. Senyawa boron, calamine dan vacrol yang terdapat pada butiran buah lada dapat
merangsang pengeluaran hormone androgen dan estrogen.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran
penerapan HACCP pada lapis telur.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian hari Kamis, 5 September 2013 mulai dari pukul 08.00
10.30 WIB.
C. Jenis Data yang Dikumpulkan
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoeh dengan cara pengamatan langsungproses
pembuatan lapis tahu, meliputi:
a. Data penerimaan bahan makanan
b. Data persiapan bahan makanan
c. Data bumbu
d. Data hasil pengolahan
e. Data hasil penyajian
f. Data hasil distribusi
g. Data higiens dan sanitasi alat dan tenaga pengolah dan tenaga distribusi
3. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat buku yang telah ada, meliputi:
a. Data siklus menu
b. Data standar resep
c. Data standar porsi
d. Data cara pengolahan
e. Data pola pemberian
D. Teknik Pengambilan Data
1. Data primer
Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan langsung proses
pembuatan tahu lapis.
2. Data sekunder
Data sekunder dilihat dengan cara mencatat dari buku yang telah ada.
E. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mengetahui penerapan
HCCP pada pembuatan lapis tahu di Instalasi gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
BAB IV
PENERAPAN HACCP
A. Analisis Permasalahan
Penyelengaraan makan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai perencanaan
menu sampai distribusi makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status
kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yg tepat (Depkes RI, 2005). Sanitasi makanan
sangat penting terutama di tempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan orang
banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan
kesehatan masyarakat dengan inti kegiatan berupa pelayanan medis yang diselenggarakan
melalui pendekatan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Untuk menunjang pelayanan
medis bagi pasien yang di selenggarakan rumah sakit, perlu adanya pengolahan makanan
yang baik dan memenuhi syarat higiene sanitasi makanan (Djarismawati et al, 2004)
Pengendalian bahaya tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan penggunaan
HACCP. Instalasi Gizi RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto sebagai penyelengara
makanan institusi rumah sakit saat ini belum sepenuhnya menerapkan penggunaan HACCP.
Walaupun dalam pelaksanannya telah diterapkan beberapa pengawasan mutu makanan dari
proses penerimaan bahan makan sampai distribusi makanan.
B.
1.
a.
b.
2.
1
2
3
4
5
Tahu putih
Telur ayam
Bawang putih
Garam
Merica
Cara distribusi
Produk tahu lapis yang telah matang didistribusikan kepada pasien yang disajikan
pada wadah sesuai dengan kelas perawatannya. Kemudian makanan langsung didistribusikan
dari instalasi gizi oleh tenaga penyaji.
Bahaya
Jenis Bahaya
Biologi/ Fisik/
Kimia
Kimia
Formalin, pewarna
putih
Fisik
Kotoran (debu,
Cara Pencegahan
Biologi
Kimia
Fisik
Telur ayam
Biologi
Bawang putih Kimia
Fisik
Merica
Garam halus
Biologi
Kimia
Fisik
Biologi
Fisik
kerikil, potongan
plastic)
Salmonella
Adanya kotoran,
busuk
Salmonella, E.Colli
Pestisida
Adanya kotoran,
busuk
Bacillus
Pestisida
Adanya kotoran
Bacillus
Kotoran
sesuai spesifikasi.
Perebusan selama 30 menit.
Penyortiran, pencucian
dengan air mengalir.
Pemanasaan
Penyortiran dan pencucian
dengan air mengalir.
Penyortiran dan pencucian
dengan air mengalir.
Perebusan
-
Kategori
Resiko
VI
VI
VI
VI
VI
VI
Kelompok Bahaya
Kategori
No
Makanan
Proses
1
Penerimaan
2
Penyimpanan
3
Pencucian
4
Penghalusan
5
Pencampuran
6
Pencetakan
7
Pengukusan
8
Pemorsian
9
Pendistribusian
Risiko
A
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
VI
VI
VI
VI
VI
VI
VI
VI
VI
Keterangan:
A = Produk nonsteril untuk konsumen beresiko tinggi
B = Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = Kemungkinan penanganan yang salah selam distribusi, penjualan dan konsumsi
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen
Bagan Penetapan CCP
1. Tahu putih
P1. Apakah tahu putih mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
Bukan CCP
2. Telur ayam
YA
3.
Bawang putih
P1. Apakah bawang putih mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
4.
Merica bubuk
P1. Apakah telur merica mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
Bukan CCP
5.
Gula halus
P1. Apakah gula halus mengandung potensi bahaya? (B, K ,F)
YA
YA
6. Pencampuran
P2. Apakah pencampuran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya
sampai batas aman?
7. Pencetakan
P2. Apakah pencampuran dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai
batas aman?
8. Pengukusan
P2. Apakah pengukusan dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai
batas aman?
10. Pemorsian
Apakah pemorsian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai
batas aman?
11. Penyajian
Apakah pemorsian dapat menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
aman?
T
T
Bukan CCP
Bukan CCP
Y
Y
Y
Y
CCP 2
CCP 2
Y
Y
Y
Y
T
T
T
T
Bukan CCP
Bukan CCP
Bukan CCP
Bukan CCP
Y
Y
Y
Y
Y
Y
CCP 2
CCP 2
CCP 2
CCP 1
Y
Y
T
T
T
Y
T
Bukan CCP
Bukan CCP
Bukan CCP
CCP 1
Bukan CCP
T
T
T
Y
T
: Ya
: Tidak
Parameter kritis
Batas kritis
Kegiatan
Pemantauan
Penerimaan
Bahan Makanan
Cara
Hasil Pemantauan
Pemantauan
Pemantauan Tahu putih, telur ayam yang diterima
masih dalam keadaan segar
Penerimaan bahan makanan sesuai
dengan spesifikasi bahan makanan
Pengamatan Semua bahan makanan disimpan
sesuai dengan jenis bahan makanan.
Penyimpanan
Bahan Makanan
pemasakan
Bahan Makanan
Pemorsian
Makanan
Pendistribusian
Pengamatan
Tahu putih yang telah dicuci kemudian
dihaluskan dan dicampur dengan telur
ayam, selanjutnya bumbu putih
(bawang putih, merica, garam) yang
telah disiapkan ditambahkan dan
diaduk hingga rata. Adonan yang telah
dicampur rata selanjutnya dicetak
dalam loyang dan dikukus selama 30
menit.
Pengamatan Sebelum makanan disajikan,makanan
disiapkan terlebih dahulu dalam plato
steenliess dan piring keramik.
Penyajian
menu lapis
tahu untuk
kelas paviliun, I,II dan III
dengan
menggunakan plato steanless steel
tertutup dan piring keramik.
pengamatan
Pendistribusian makanan dilakukan
dengan menggunakan kereta makan
dengan keadaan tertutup, yang
kemudian diantar ke setiap ruang.
A. Verifikasi
Tabel 13. Penetapan verifikasi
No.
1
2
3
4.
5.
Kegiatan
Penyimpangan
Pemantauan
Penerimaan
Penyimpanan
Persiapan
Pencampuran Pemasakan
Pengukusan dilakukan
bersamaan dengan
makanan olahan lain
dalam satu wadah yang
sama sehingga
memungkinkan
terjadinya kontaminasi
dari satu makanan ke
Tindakan Koreksi
Sebaiknya pengukusan
dilakukan dengan
menggunakan satu alat masak
untuk satu jenis masakan saja.
6.
7.
a.
1)
2)
a)
b.)
Pemorsian
Pendistribusian
makanan lainnya.
-
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan terhadap beberapa hal yaitu definisi CCP, prosedur
pengendalian, verifikasi data dan catatan penyimpangan dari prosedur normal. Dokumentasi
dapat mempermudah pelaksanaan pengoreksian apabila terjadi kasus penyimpangan.
Judul
Hazard Analisis Critical Control Point (HACCP) pada tahu lapis di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
Tanggal Pengamatan dan Pencatatan : 5 September 2013
Diskripsi Produk : Tahu lapis adalah salah satu menu masakan yang ada di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
a.) Bahan dan bumbu:
Tahu putih, Telur ayam, bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus)
Alat :
Baskom, loyang, blender, kompor gas, steamer, pisau, dan mangkuk.
3) Identifikasi Penggunaan
Tahu lapis adalah jenis makanan saring untuk pasien paviliun, kelas I, II, dan III
4) Proses yang dilakukan pada tahu lapis
Proses Penerimaan
Analisa bahan sesuai dengan spesifikasi
Proses Persiapan Bahan Makanan
Pemantauan pada proses persiapan bahan makanan, mulai daripencucian
Proses Permasakan/pengolahan Bahan Makanan
Pemantauan pada proses pengukusan bahan makanan
Proses Pemorsian Makanan
Pemantauan pada proses pengemasan bahan makanan
Proses Pendistribusian Makanan
Pemantauan pada proses pendistribusian makanan
5) Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada CCP
Proses Penerimaan
Spesifikasi bahan meliputi warna, aroma, jumlah, kebersihan
Proses Pengolahan
Analisis bahaya pada proses pengolahan meliputi suhu, peralatan masak dan waktu perebusan
terhadap kontaminasi yang mungkin terjadi
Proses penyimpanan sementara
Analisis bahaya: waktu, tempat, kebersihan tempat, perlakuan pada makanan selama
penyimpanan
Proses Pendistribusian
Analisis bahaya: alat saji, penjamah, kebersihan alat pemorsian, ketetapan waktu saat
distribusi
6) Penetapan Batas Kritis dan Toleransi pada CCP
Proses Penerimaan
Penerimaan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
Proses Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan sesuai dengan jenis bahan makanan dan penyesuaian suhu
Proses Persiapan
Sterilisasi alat dan hygiene pekerja, pencucian bahan makanan dengan air mengakir sampai
bersih
Proses Pengolahan
Pemakaian celemek, kebersihan alat dan hygiene pengolah
Proses penyimpanan sementara
Tahu lapis yang telah matang ditempatkan pada wadah yang tertutup
Proses Pendistribusian
Waktu distribusi sampai pada konsumen tepat waktu dan perhatikan aliran distribusinya
Tabel 14. Tindakan koreksi
Tingkat resiko
Tindakan koreksi
Produk beresiko Produk dapat diproses, penyimpangan harus
rendah
dikoreksi.
Pengawasan rutin harus dilakukan untuk menjamin
status resiko rendah berubah menjadi status sedang
atau tinggi
BAB V
PEMBAHASAN
Penerapan HACCP yang dilakukan pada tanggal 5 September 2013 di Instalasi Gizi
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yaitu mengenai pembuatan tahu lapis yang
merupakan menu saring dalam menu makan siang di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto untuk paviliun, kelas I, II, III. Pembuatan tahu lapis ini terdiri dari bahan baku tahu
putih, telur ayam dan bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus). Pada bahan yang ada
terdapat beberapa potensi bahaya fisik, mikrobiologi, dan kimia. Analisis bahaya pada tahu
lapis termasuk dalam kategori resiko bahaya rendah sehingga berarti produk dapat diproses,
penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki jika waktu memungkinkan dan pengawasan rutin
harus dilakukan.
1. Penerimaan
Penerimaan bahan makanan dilakukan sebelum persiapan bahan makanan. Proses
penerimaan bahan makanan mentah didapat dari rekanan yaitu CV Prima 137 yang diperiksa
berdasarkan order/pemesanan oleh tim pemeriksa barang rumah sakit dan bendaharawan
barang rumah sakit. Proses penerimaan bahan makanan termasuk ke dalam CCP 2, karena
pada proses ini ditujukan untuk mengurangi bahaya serta kontaminasi bahaya yang
kemungkinan akan meningkat melebihi batas berdasarka spesifikasi yang ada pada instalasi
gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Usaha untuk mengurangi maupun menghilangkan bahaya pada saat proses
penerimaan tersebut telah dilakukan oleh Instalasi Gizi RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dengan cara menerima bahan yang sesuai dengan standar spesifikasi yang telah
ditetapkan. Keadaan bahan makanan dari tahu lapisini terdiri dari bahan baku tahu putih, telur
ayam, bumbu putih (bawang putih, merica, garam halus). Pada saat pengamatan proses
penerimaan bahan untuk pembuatan tahu putih sudah sesuai dengan standar spesifikasi yang
telah ditetapkan.
2. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan setelah proses penerimaan bahan makanan. Proses
penyimpanan dilakukan pada bahan makanan dari tahu putih seperti tahu putih dan telur ayam.
Penyimpanan telur ayam disimpan pada gudang kering dan tidak datang setiap hari karena
menggunakan stok yang masih ada selama 2 hari. Sedangkan untuk tahu putih yang digunakan
hanya melalui tahap penyimpanan sebentar di ruang transit karena tahu putih datang pada hari
itu juga.
3. Persiapan (Pencucian)
Bahan makanan yang disimpan pada ruang transit dikirim keruang persiapan oleh
petugas.Persiapan bahan makanan dilakukan dengan pencucian bahan makanan. Proses
persiapan
bahan
makanan
dilakukan
oleh
tenaga
pengolah.
Proses
persiapan (pencucian) merupakan CCP 2 karena hanya dapat mengurangi bahaya yang ada.
Pada tahap ini tahu putih dicuci terlebih dahulu, begitu pula dengan telur ayam sebelum dipecah
dan dicampurkan ke tahu putih telur ayam dicuci terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya
kontaminasi dan mengurangi potensi bahaya yang ada pada telur ayam. Proses pencucian
dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang berasal dari PDAM yang telah mendapat
lisensi sehingga mutu dapat terjamin.
4. Pengolahan ( Pemasakan)
Pengolaha tahu putih dilakukan oleh 1 tenaga pengolah. Sebelum dilakukan
pengolahan alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu. Tenaga pengolah wajib memakai
clemek serta tutup kepala dan tidak wajib memakai masker pada saat pengolahan tetapi harus
meminimalkan frekuensi bicara kepada petugas lain karena instalasi gizi RSUD. Prof.DR
Margono Soekarjo Purwokerto mengadopsi sistem pengolahan dari eropa yaitu tidak wajib
memakai masker pada saat pengolahan tetapi pada saat pemorsian atau berhadapan langsung
dengan makanan yang telah matang wajib memakai masker. Proses pengolahanmerupakan
CCP 1 karena pada proses ini diharapkan mampu menghilangkan bahaya yang ada. Pada
proses ini alat yang digunakan dicuci menggunakan air kran, yang bersumber dari air tanah.
Pengolahan (pengukusan dilakukan dengan cara pengukusan di dalam steamer selama 30
menit, namun steamer digunakan bersamaan dengan pengukusan bahan makanan lain yang
dan dikhawatirkan terjadi kontaminasi dari satu bahan makanan ke bahan makanan yang
lainnya.
5. Pemorsian
Penyajian menu tahu putih pada pengamatan ini yaitu untuk pasien yang dirawat
di paviliun, kelas I, II dan III, sedangkan untuk proses pemorisannya dilakukan dengan
menggunakan plato tertutup untuk kelas I, II, III dan piring keramik untuk pasien paviliun. Selain
itu penempatan pada plato tertutup dan piring keramik, sudah menggunakan sendok sayur yang
telah dicuci sebelumnya sehingga dapat mengurangi kontaminasi kotoran yang mungkin
menempel pada alat. Proses pengemasan merupakan CCP 2 karena pada proses pengemasan
hanya dapat mengurangi bahaya yang ada.
6. Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan CCP 2 karena dapat mengurangi bahaya yang
ada, khususnya bahaya karena ada proses penyajian makanan, petugas penyaji telah
menggunakan masker yang ditujukan agar makanan tidak terkontaminasi dengan mikrobia yang
ada pada mulut saat para penyaji sedang berbicara. Tahu lapis didistribusikan ke pasien oleh
petugas pramusaji yang sudah mengenakan masker. Tahu lapis telah ditempatkan pada plato
tertutup dan kemudian dimasukkan pada kereta / troli makan tertutup, sehingga dapat mencegah
kontaminasi udara pada makanan didalamnya.
Dari semua uraian diatas, tingkat resiko produk tahu lapis untuk paviliun, kelas I,II dan
III di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dikategorikan beresikorendah Artinya makanan
dapat terus diolah tetapi perlu adanya pengawasan makanan dengan baik, karena makanan
tersebut dikonsumsi untuk pasien atau orang sakit. Penyimpangan yang terjadi perlu segera
diperbaiki, dan tindakan pengawasan rutin serta penerapan HACCP perlu dilakukan untuk
menjamin keamanan makanan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lapis tahu merupakan menu saring yang diolah di Instalasi Gizi RSUD. Prof. Dr.
Margono Soekarjo dengan bahan mentah berupa tahu putih, telur ayam dan bumbu putih
(bawang putih, merica, garam halus).
Cara pembuatan tahu lapis adalah mencuci tahu putih, telur ayam dan bawang
putih hingga bersih pada kran yang airnya bersumber dari PDAM. Selanjutnya tahu putih
dihaluskan kemudian ditambahkan telur ayam dan diaduk hingga merata. Sebelum bumbu
dihaluskan bawang putih direbus terlebih dahulu setelah itu baru membuat bumbu putih.
Bumbu yang telah dihaluskan kemudian dicampurkan ke dalam campuran tahu putih dan
telur dan diaduk kembali hingga rata. Kemudian meletakkan campuran tadi ke dalam loyang
dan dikukus hingga matang selama 30 menit.
Beberapa bahan dan proses dari pembuatan lapis tahu mempunyai potensi bahaya
fisik, kimia maupun biologi. Pada proses penerimaan bahan makanan hingga proses
pendistribusian terdapat beberapa titik kritis diantaranya yaitu :
1. CCP 1 : Proses pemasakan (pengukusan)
2. CCP 2 : Proses penerimaan, sortasi, persiapan (pencucian) dan pendistribusian.
Pada proses persiapan sampai dengan proses pendistribusian terdapat beberapa
batas CCP serta toleransinya dari setiap proses yang dilakukan. Tindakan pemantauan dalam
pembuatan lapis tahu terpantau aman dan prosesnya dilakukan dengan baik tanpa melalui
tahap penyimpanan. Tidak adanya tahap penyimpanan pada proses pembuatannya sehingga
juga tidak terdapat tindakan koreksi yang diperlukan. Hanya saja penggunaaan steaming
untuk pengukusan seharusnya tidak digunakan bersamaan dengan pengukusan makanan
olahan yang lainnya agar tidak terjadi kontaminasi silang dari satu bahan makanan ke bahan
makanan lainnya.
Verifikasi kegiatan melihat kembali beberapa verifikasi yang sudah ditentukan.
Pada proses pembuatan lapis tahu ini penetapan verifikasi sudah dilakukan dengan cukup
baik dan sesuai jadwal.
Pencatatan dan dokumentasi dilakukan dengan melihat kembali judul, tanggal
pengamatan dan pencatatan, keterangan produk, alat dan bahan, serta proses yang dilakukan
mulai dari proses penerimaan sampai dengan pendistribusian.
B. Saran
Meningkatkan pengawasan hygiene sanitasi terhadap tenaga pengolah dan
peralatan yang digunakan agar mendapatkan kualitas makanan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta.
Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat
dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Djarismawati., Sugiharti. dan Riris Nainggolan. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe
Merah Giling dalam Penggunaan Rhodamine B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Badan
Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 (1): 7
12. Diakses tanggal 5 September 2013.
Iskak R. Infeksi Nosokomial dan Staphylococcus Epidermidis. Republika: 2006.
Nurlaela, Euis. 2011. Keamanan Pangan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah
Sakit. Jurnal FKM UNHAS Vol. 1, No. 1. Agustus 20011 : 1-7. Diakses tanggal 5 September
2013.
Shurtleff, William, Aiko Aoyagi. 2001. The Book of Miso. Japan : Ten Speed Press.