Anda di halaman 1dari 2

aPA ditemukan kurang dari 2% pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20%

pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada perempuan
dengan SLE. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas,
akibat adanya atherosis dan oklusi vascular kini dianjurkan pemeriksaan darah
terhadap -2 glikoprotein 1 yang lebih spesifik.
Pemberian antikoagulan misalnya aspirin, heparin, IL-3 intravena menunjukkan hasil
yang efektif. Pada percobaan binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth
hormone plasenta dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
Thrombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan
terhadap prostasiklin, selain juga akibat dari peningkatan agregasi trombosit,
penurunan c-reaktif protein dan peningkatan sintesis platelet-activating factor.
Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia
kehamilan di atas 10 minggu.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis
rendah, prednisone, immunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case control
menunjukkan pemberian heparin 5.000 U 2xhari dengan 81 mg/hari aspirin
meningkatkan daya tahan janin dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang
pernah mengalami abortus lebih dari 2 kali tes APLAs positif. Yang perlu
diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan
terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan serta trombositopeni.
Penyebab infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis
organism tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:

Bacteria
o Listeria monositogenes
o Klamidia trakomatis
o Ureaplasma urealitikum
o Mikoplasma hominis
o Bacterial vaginosis
Virus
o Sitomegalovirus
o Rubella
o Herpes simpleks virus (HSV)
o Human immunodeficiency virus (HIV)
o Parvovirus
Parasit
o Toksoplasmosis gondii
o Plasmodium falsiparum
Spirokaeta

Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mecoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko
abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut.

Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotosin, atau sitokin yang berdampak


langsung pada janin atau unit fetoplasenta
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ( MISAL
Mikoplasa hminis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa
mengganggu proses implantasi
Amnionitis ( oleh kuman gram positif dan gram negative, Listeria
monositogenes)
Memacu perubahan genetic dan anatomic embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal ( misalnya rubella, parvovirus B19,
sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela zoster, kronik sitomegalovirus
CMV, HSV

Factor lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsure toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan
psokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan
pada system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus

Anda mungkin juga menyukai