Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH VARIASI KULTUR (BUDAYA) TERHADAP

PERKEMBANGAN ANAK

DOSEN : dr. Martira M. Maddeppungeng, Sp. A(K)


KELOMPOK I
ZIDNI IMANURROHMAH L.

C131 12 001

HUMAIRAH SAHABUDDIN

C131 12 002

ILMIATI INDING

C131 12 003

DIAN RUMAISHAH

C131 12 004

NURHIDAYAT NURDIN

C131 12 005

SELVI NATSIR

C131 12 006

PUTERI UTAMI RESTI

C131 12 007

DIAN FATMASARI

C131 12 008

INUN MAGFIRAH

C131 12 009

ZULAEHA APRIANI

C131 12 010

MUH. ABDILLATULKHAER

C131 12 011

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI PROFESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan dengan
judul Pengaruh Variasi Kultur (Budaya) Terhadap Perkembangan Bayi dan
Anak ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Tak lupa pula salawat dan salam
penulis haturkan atas junjungan Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman yang
telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam berpendidikan
seperti sekarang ini.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu bagian dari Mata Kuliah
Manajemen Fisioterapi Pediatri. Laporan ini merupakan bagian dari presentasi
yang menjelaskan secara lengkap materi terkait. Dengan penulisan laporan ini
diharapkan mahasiswa dapat memiliki pemahaman yang lebih terkait dengan
pengaruh variasi kultur (budaya) terhadap perkembangan bayi dan anak yang
dapat digunakan sebagai media untuk memahami secara menyeluruh aspek
perkembangan bayi dan anak.
Dalam penulisan laporan ini, penulis banyak menemukan hambatan dan
kesulitan yang mendasar, namun semua itu dapat terselesaikan dengan baik berkat
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak terutama Dosen Mata Kuliah
Manajemen Fisioterpi Pediatri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini sudah
selayaknya penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membatu kami menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang sifatnya
membangun sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk pencapaian hasil yang
lebih baik. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua sebagai referensi
ataupun tambahan ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan.

Makassar, Desember 2014

ii

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.........................................................................................

Kata Pengantar ........................................................................................

ii

Daftar Isi..................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................

C. Tujuan Penulisan .........................................................................

D. Manfaat Penulisan .......................................................................

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................

A. Perkembangan Anak ...................................................................

1. Definisi Perkembangan Anak ...............................................

2. Aspek-aspek Perkembangan Anak ........................................

3. Tahap-tahap Perkembangan Anak ........................................

4. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak .........

10

B. Kebudayaan .................................................................................

18

1. Pengertian Kebudayaan .........................................................

18

2. Komponen Kebudayaan ........................................................

18

3. Wujud Kebudayaan ...............................................................

19

4. Unsur-unsur Kebudayaan ......................................................

19

C. Pengaruh Variasi Budaya Terhadap Perkembangan Anak .........

21

D. Pengaruh Budaya Pada Setiap Aspek Perkembangan Anak .......

30

BAB III PENUTUP ................................................................................

35

A. Simpulan .....................................................................................

35

B. Penutup........................................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

36

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang
sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal inilah yang
membedakan anak dari orang dewasa. Perkembangan merupakan perubahan
yang progesif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu mulai
lahir sampai mati. Perubahan ini tidak bersifat kuantitatif melainkan
kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan dari segi materiil, melainkan pada
segi fungsional.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan yang merupakan proses
diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh serta organ sebagai hasil dari proses
pematangan, termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
sebagian hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan seorang anak meliputi 4 aspek perkembangan yaitu;
perkembangan psikomotorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial
emosi, dan perkembangan bahasa. Pola perkembangan ini dapat dipengaruhi
oleh keadaan atau kondisi di dalam diri si anak itu sendiri, ataupun oleh
keadaan atau kondisi di luar anak. Perkembangan tidak hanya dipengaruhi
oleh satu faktor saja, melainkan dari banyak faktor yang saling berhubungan
dan saling bergantung.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan individu
adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik merupakan modal
dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini
merupakan faktor bawaan anak, yaitu potensi anak yang menjadi ciri
khasnya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor ini disebut
juga milieu merupakan tempat anak tersebut hidup, dan berfungsi sebagai
penyedia kebutuhan dasar anak. Lingkungan yang cukup baik akan

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik


akan menghambatnya. Lingkungan merupakan lingkungan bio-fisiko-psikososial yang memepengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai
akhir hayatnya.
Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
1.

Faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam


kandungan (faktor pranatal).

2.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah


lahir (faktor postnatal).
Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh

kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain gizi ibu pada
waktu hamil, faktor mekanis, paparan toksin/zat kimia, sistem endokrin,
paparan radiasi, infeksi, strees, dan imunitas ibu. Sedangkan faktor
lingkungan postnatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang yaitu,
lingkungan biologis, faktor fisik, faktor psikososial, serta faktor keluarga
dan adat istiadat (budaya).
Terkait faktor budaya ini, Cindy-Lee Dennis melakukan penelitian
di kalangan orang-orang Amerika dan Indiana yang menunjukan bahwa
sifat pertumbuhan anak-anak bayi dari kedua macam kultur adalah sama.
Ini menguatkan pendapat bahwa sifat-sifat anak bayi itu adalah universal
dan bahwa budayalah yang kemudian merubah sejumlah dasar-dasar
tingkah laku anak dalam proses perkembangannya. Yang termasuk faktor
budaya disini selain budaya masyarakat juga di dalamnya termasuk
pendidikan, agama, sosio-ekonomi, pola asupan nutrisi, dan kesehatan
kaitannya dengan keyakinan.
Budaya sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Budaya sebagai
sebuah system yang ada dalam masyarakat tentunya memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam setiap aktivitas penduduk yang menjalankan
budaya tersebut.

Budaya sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki


bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama
dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya
seni. Budaya dari tiap wilayah meliliki karakteristik yang berbeda, hal ini
terjadi akibat perbedaan dari segi demografi dan yang lainnya. Hal inilah
yang menyebabkan budaya yang satu berbeda dengan budaya lainnya.
Budaya yang berbeda akan menghasilkan pola perilaku yang
berbeda pula. Hal ini juga berlaku dalam pola asuh perkembangan anak.
Budaya yang berbeda akan menggunakan cara pola yang berbeda dan
hasil yang berbeda pula. Melalui laporan ini, akan dibahas lebih lanjut
tentang pengaruh variasi kebudayaan terhadap perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis
membatasi masalah yang dirumuskan sebagai pertanyaan penulisan laporan,
yaitu:
1. Bagaimana konsep perkembangan anak?
2. Bagaimana konsep kebudayaan?
3. Bagaimana pengaruh variasi budaya terhadap perkembangan anak?
4. Bagaimana pengaruh variasi budaya pada tiap tahap perkembangan anak?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis menetapkan tujuan penulisan laporan ini yaitu;
1. Mengetahui konsep perkembangan anak.
2. Mengetahui konsep kebudayaan.
3. Mengetahui pengaruh variasi budaya terhadap perkembangan anak.
4. Mengetahui pengaruh variasi budaya pada tiap tahap perkembangan anak.

D. Manfaat Penulisan
1.

Manfaat Bagi Penulis


Laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
pengaruh variasi budaya terhadap perkembangan anak sehingga mampu
mengaplikasikan dan menganalisis permasalahan perkembangan anak
ditinjau dari sudut pandang pengaruh budaya.

2.

Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


Laporan ini diharapkan dapat menjadi rujukan bahan bacaan dan
referensi bagi individu yang ingin mengetahui dan memperluas
pengetahuan pengaruh variasi budaya terhadap perkembangan anak.

3.

Manfaat Bagi Masyarakat


Laporan ini diharapkan dapat menjadi rujukan bahan bacaan,
masukan, dan evaluasi bagi masyarakat dalam menerapkan pola
pengasuhan ideal dalam meningkatkan perkembangan anak.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN ANAK
1. Definisi Perkembangan Anak
Istilah perkembangan (development) dalam psikologi merupakan
sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung
banyak dimensi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep
perkembangan, perlu terlebih dahulu memahami beberapa konsep lain
yang terkandung di

dalamnya, diantaranya

adalah pertumbuhan,

kematangan, dan perubahan.


Monks dkk, mengartikan perkembangan sebagai suatu proses ke
arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. menunjuk
pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap
menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.
Sedangkan Desmita mendefinisikan perkembangan tidak terbatas
pad pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga
terkandun serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi
jasmaniah da rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan,
melalui pertumbuhan dan belajar.
Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini
bersifa kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material,
melainkan pad segi fungsional. Dari uraian ini, perkembangan dapat
diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi. Dengan
kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan
fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan
akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya.

2. Aspek-aspek Perkembangan Anak


Secara sederhana kita dapat membedakan beberapa aspek utama
kepribadian, yaitu aspek fisik dan motorik, aspek intelektual, aspek sosial,
aspek bahasa, aspek emosi, dan aspek moral dan keagamaan (Nana
Syaudih Sukmadinata, Op. cit., hlm. 114.).
Perkembangan

dari

setiap

aspek

kepribadian

tidak

selalu

bersamasama atau sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin


mendahului atau mungkin juga mengikuti aspek lainnya, tergantung dari
faktor lingkungan tumbuh anak. Demikian uraian singkat dari aspek-aspek
perkembangan:
a. Aspek Fisik dan Motorik
Aspek ini mengalami perkembangan yang sangat menonjol
adalah pada awal kehidupan anak, yaitu pada saat dalam kandungan dan
tahuntahun pertama kehidupannya. Selama sembilan bulan dalam
kandungan, ukuran fisik bayi tumbuh dan berkembangan dari
seperduaratus mili meter menjadi 50 cm panjangnya. Selama dua tahun
pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah menjadi
anak kecil yang bisa duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan
dan berlari, bisa memegang dan mempermainkan berbagai benda atau
alat pada akhir tahun kedua.

b. Aspek Intelektual
Aspek kognitif atau intelektual perkembangannya diawali dengan
perkembangan

kemampuan

mengamati,

melihat

hubungan

dan

memecahkan masalah sederhana, kemudian berkembang ke arah


pemahaman dan memecahkan masalah yang lebih rumit. Aspek ini
berkembang pesat pada masa mulai masuk sekolah dasar (6-7 tahun).
Berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya
pada masa sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun). Walaupun
individu semakin pandai setelah belajar di perguruan tinggi, namun para
ahli berpendapat bahwa setelah usia 17 tahun atau 18 tahun peningkatan

kemampuan terjadi sangat lamban, yang ada hanyalah pengayaan,


pendalaman dan perluasan wawasan (Ibid. hlm. 115.)

c. Aspek Sosial
Ketrampilan sosial cukup kompleks, dan anak perlu waktu untuk
memahaminya. Anak perlu belajar tentang bagaimana merasakannya,
bagaimana

mendengar,

berbagi,

bekerjasama,

mengambil

atau

memberi, dan mengatasi konflik. Umumnya bayi dan anak kecil


dikenalkan oleh keinginan-keinginan dan perasaannya sendiri. Mereka
belum dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Ia akan
berbuat sesuatu sesuai dengan apa yang ia rasakan dan inginkan.

d. Aspek Bahasa
Aspek bahasa berkembang dimulai dengan menirukan bunyi dan
perabaan. Perkembangan selanjutnya berhubungan erat

dengan

perkembangan kemampuan intelektual dan sosial. Bahasa merupakan


alat untuk berfikir. Berfikir merupakan suatu proses memahami dan
melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan
baik tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Perkembangan kedua aspek ini
saling menunjang. Bahasa juga merupakan

suatu alat untuk

berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi berlangsung dalam


suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan
berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan
perkembangan kemampuan sosial.

e. Aspek Emosi
Perkembangan aspek afektif atau perasaan (emosi) berjalan
konstan, kecuali pada masa remaja awal (usia 13-14 tahun) dan remaja
tengah (usia 15-16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa
optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi dengan rasa
bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya.

Pada masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa
duka. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir (usia 18-21 tahun).
Kalau pada masa remaja tengah anak terombang-ambing dalam sikap
mendua, ambivalensi, maka pada masa remaja akhir anak telah
memiliki pendirian sikap yang relatif mempunyai kepercayaan diri
(Nana Syaodih Sukmadinata, Op. cit., hlm. 115)

f. Aspek Moral dan Keagamaan


Aspek moral dan keagamaan juga berkembang sejak kecil.
Peranan

lingkungan

perkembangan

aspek

terutama
ini.

keluarga

Pada

sangat

mulanya

dominan

anak

bagi

melakukan

perbuatanbermoral atau keagamaan karena meniru, kemudian menjadi


perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiri inipun, pada
mulanya dilakukan karena ada kontrol atau pengawasan dari luar,
kemudian berkembang karena kontrol dari dalam dirinya sendiri.
Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan
sesuatu perbuatan bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa
perintah, tanpa harapan akan suatu imbalan atau pujian. Secara
potensial tingkatan moral ini dapat dicapai oleh individu pada akhir
masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan lingkungan individu
sangat berpengaruh terhadap pencapaian nya (Ibid., hlm. 116)

3. Tahap-tahap Perkembangan Anak


Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya
Para ahli psikologi perkembangan pada umunya membagi periodisasi
perkembangan didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi pada tiga
hal antara lain; periodisasi berdasarkan biologis, periodisasi berdasarkan
psikologis dan periodisasi berdasarka dedaktis.

a. Periodisasi Berdasarkan Perubahan Biologis


Periodisasi ini bisa dilihat dari pembagian yang dilakukan
Aristoteles yang menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai
mencapai dewasa dalam tiga periode, sebagai berikut:
1) Fase kecil (0 sampai 7 tahun: masa bermain)
2) Fase anak sekolah (7 sampai 14 tahun: masa anak sekolah rendah)
3) Fase remaja (14 sampai 21 tahun: masa peralihan)
Yang dijadikan dasar Aristoteles dalam pembagian perkembangan
adalah dengan memperhatikan gejala pertumbuhan jasmani: antara fase
pertama dan fase kedua dibatasi dengan pergantian gigi, antara fase
keduadan ketiga ditandai dengan bekerjanya kelenjar kelengkapan
kelamin.
b. Periodisasi Berdasarkan Psikologis
Tokoh yang menggunakan periodisasi ini adalah Oswald Kroch.
Gejala psikologis yang dijadikan dasar pembagiannya adalah masa-masa
kegoncangan. Menurut Kroch, kegoncangan yang ia istilahkan dengan
trotz, dialami manusia selama dua kali, yakni;
1)

Pada tahun ketiga, keempat kadang-kadang permulaan tehun kelima,

2)

Pada permulaanmasa pubertas.

c. Periodisasi berdasarkan dedaktis


Dasar dedaktis yang dipergunakan dalam pembagian masa
perkembangan ini adalah berhubungan dengan masalah materi apa yang
harus diberikan dan bagaimana mengajarkan materi itu kepada anak.
Tokoh pencetus pembagian periode ini adalah John Amos Comenius yang
terkenal

konsepsinya

mengenai

bermacam-macam

sekolah

yang

disesuaikan dengan perkembangan anak. Secara singkat periodesasi yang


dibuat Comenius antara lain sebagai berikut:
1)

Masa sekolah ibu, (untuk anak usia 0 sampai 6 tahun)

2)

Masa sekolah bahasa ibu (untuk anak usia 6 sampai 12 tahun

3)

Masa sekolah bahasa latin, (untuk anak usia 12 sampai 18 tahun)

4)

Masa sekolah tinggi, (untuk anak usia 18 sampai 24 tahun)

4. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak


Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.
a. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan

pembelahan,

derajat

sensitivitas

jaringan

terhadap

rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.


Termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kemalin, suku bangsa atau bangsa.
Sifat keturunan ini sudah jelas terlihat merupakan sifat yang
diperoleh dari orangtua atau mungkin keluarga yang lebih tua. Sifat
keturunan ini merupakan sifat identik yang dimiliki ketika seseorang
dalam suatu ikatan keluarga. Hal ini dapat berupa keturunan dari fisik
dan mental. Misalnya fisik yaitu bentuk muka , wajah, bentuk badan ,
suatu penyakit dll. Sedangkan sifat mental seperti pemarah , pemalas,
pendiam,

pintar

dan

sebagainya

(Desmita,

dalam

Psikologi

Perkembangan Peserta Didik).


b. Faktor lingkungan
Lingkungan

merupakan

faktor

yang

sangat

menentukan

tercapainya atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik


akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan sedangkan yang
kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan
lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu
setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.
Secara garis besar, faktor lingkungan dibagi menjadi faktor
pranatal (faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam
kandungan) dan faktor lingkungan postnatal (faktor lingkungan yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir).

10

1) Faktor lingkungan pranatal


Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah:
a) Gizi pada waktu ibu hamil
Asupan nutrisi yang dimakan ibu hamil akan turut
berpengaruh pada perkembangan janinya. Anak yang lahir dari
ibu yang gizinya kurang dan hidup di lingkungan miskin maka
akan mengalami kurang gizi dan mudah terkena infeksi dan
selanjutnya akan menghasilkan individu dewasa yang berat dan
tinggi badannya kuraang pulan. Keadaan ini merupakan
lingkaran setan yang akan berulang dari generasi ke generasi
selama faktor tersebut belum ditangani.
b) Mekanis
Trauma

dan

cairan

ketuban

yang

kurang

dapat

menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.


Demikian pulan dengan posisi janin pada uterus yang salah
dapat mengakibatkan talipes, dislokasi panggung, tortikolis
kongenital, palsi fasialis atau kranio tabes.
c) Toksin/zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang
terhadap

zat-zat

teratogen

misalnya

sangat peka

obat-obatan

seperti

thalidomide, phenitonin, methedion, obat anti kanker dan lain


sebagainya dapat menyababkan kelainan bawaan demikian pula
dengan ibu hamil yang perook atau peminum alkohol sering
melahirkan bayi berat badan rendah, lahir mati, cacat dan
retardasi mental.
d) Endokrin
Hormon-hormon

yang

mungkin

berperan

pada

pertumbuhan janin adalah totropin, hormon plasenta, hormon


tiroid, insulin dan peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip
insulin. Cacat bawaan sering terjadi pada ibu diabetes yang

11

hamil dan tidak mendapat pengobatan pada trimester I


kehamilan.
e) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu
dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otk, mikrosefali,
atau cacat bawaan lainnya.
f)

Infeksi
Infeksi intrauterin sering menyebabkan cacat bawaan
seperti polio, campak, HIV, rubella dan sebagainya.

g) Stres
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat
bawaan, cacat kejiwaan, dan lain-lain.
h) Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan
abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, berat badan lahir rendah.
i)

Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada
plasenta atau tali pusar menyebabkan berar badan lahir rendah.

2) Faktor lingkungan postnatal


Bayi baru lahir berhasil melewati masa transisi dari suatu sistem
yang teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya
ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan
mekanisme homeostatik bayi itu sendiri. Lingkungan post-natal yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan
menjadi lingkungan biologis, faktor fisik, faktor psikososial, faktor
keluarga dan adat istiadat.
a) Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis antara lain:

12

1) Ras/suku bangsa
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/suku
bangsa. Bangsa kult putih/ras Eropa mempunyai pertumbuhan
somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anak laki-laki cenderung lebih lambat
tumbuhnya saat sebelum pubertas. Namun setelah pubertas,
anak laki-laki akan tumbuh sangat cepat dan mengalahkan
pertumbuhan anak perempuan.
3) Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita oleh karena
itu pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang
gizi. Masa balita merupakan masa pembentukan kepribadian
anak sehingga diperlukan perhatian khusus.
4) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh
kembang anak. Dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang
dewasa.
5) Perawatan kesehatan
Perawatan

kesehatan

yang

teratur,

pemeriksaan

kesehatan rutin setiap bulan menunjang tumbuh kembang


anak.
6) Kepekaan terhadap penyakit
Dengan

memberikan

Imunisasi

diharapkan

anak

terhindar dari penyakit.


7) Penyakit kronis
Anak dengan penyakit kronis tentu akan berbeda tumbuh
kembangnya dengan yang normal. Sehingga memerlukan
penanganan berbeda terkait proses tumbuh kembangnya.

13

8) Fungsi metabolisme
Khusus pada anak, adanya perbedaan yang mendasar
dalam proses metabolisme pada berbagai umur akan kebutuhan
akan berbagai nutrien harus didasarkan atas perhitungan yang
tepat atau setidaknya memadai.
9) Hormon
Hormon yang berpengaruh dalam tumbuh kembang
antara lain growth hormon, tiroid, homon seks, insulin dan
hormon yang dihsilkan oleh kelenjar adrenal.

b) Faktor fisik
1) Cuaca, Musim, & Keadaan Geografis Daerah
Kemarau panjang atau bencana lain dapat berdampak
pada tumbuh kembang anak, misalnya gagalnya panen
membuat anak kurang gizi. Atau misalnya gondok endemik
banyak ditemukan pada daerah pegunungan dimana airnya
tahanya kurang mengandung yodium.
2) Sanitasi
Kebersihan diri danl ingkungan memegang peranan
penting dalam timbulnya penyakit.
3) Keadaan rumah, struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan
kepadatan hunian
Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi
bagunan yang tidak membahayakan penghunnya serta tidak
perlu sesak akan menjamin kesehatan penghuninya.
4) Radiasi
Tumbuh kembang anak dapat terganggu dengan radiasi
yang tinggi.

14

c) Faktor Psikososial
1) Stimulasi
Anak yang mendapat stimulai yang terarah dan teratur
akan lebih cept berkembang dibandingkan dengan anak yang
kurang/tidak mendapat simulasi.
2) Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini dengan
memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar misalnya
adanya sekolah yang tidak terlalu jauh, buku-buku, suasana
nyaman dan sebagainya.
3) Ganjaran atau hukuman yang wajar
Jika anak berbut benar maka baiknya memberi ganjaran
misalnya

pujian,

belaian,

pelukan,

tepuk

tangan

dan

sebagainya. Sehingga akan menimbulkan motivasi untuk anak.


Sedangkan menghukum seperti teguran halus dengan cara
wajar kalo berbuat salah juga sebaiknya dilakukan sehingga
anak tahu mana yang salah mana yang benar.
4) Kelompok sebaya
Untuk

sosialisai

dengan

lingkungannya

anak

memerlukan teman sebaya disamping tetap memerlukan


perhatian orang tua.
5) Stres
Stres pada anak akan berpengaruh pada lingkungannya,
misalnya anak menarik diri, nafsu makan menurun dan
sebagainya.
6) Sekolah
Sekolah menunjang tumbuh kembang anak melalui
pendidikan

pengembangan

ilmu

pengetahuan

dan

pembelajaran sikap dan perilaku yang baik.

15

7) Cinta dan kasih sayang


Anak memerlukan kasih sayang dan perhatian dari orang
tua dan keluarganya. Kasih sayang diberikan secara tepat tidak
kurang dan tidak pula terlalu berlebihan.
8) Kualitas interaksi anak-orang tua
Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua akan
menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka
pada orangtuanya sehingga komunikasi bisa dua arah dan
segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya
kepercayaan.

d) Faktor Keluarga dan Adat Istiadat


1) Pekerjaan/pendapatan orang tua
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang
tumbuh kembang anak kerena orang tua dapat menyediakan
semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder.
2) Pendidikan orang tua
Dengan adanya pendidikan orang tua yang baik, orang
tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang
cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anak, pendidikan dan sebagainya.
3) Jumlah saudara
Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan keadaan
sosial ekonomi cukup, perkadang akan mengakibatkan
berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak.
4) Jenis kelamin dalam keluarga
Pada masyarakat trasisional, wanita mempunyai status
lebih rendah dibanding laki-laki, sehingga angka kematian bayi
dan malnutrisi masih tinggi pada wanita. Demikian pula
dengan pendidikan, masih banyak ditemukan wnita yang buta
huruf.

16

5) Stabilitas rumah tangga


Keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada
keluarga harmonis dibandingkan dengan mereka yang kurang
harmonis.
6) Kepribadian orang tua
Kepribadian orang tua terbuka tentu pengaruhnya
berbeda terhadap tumbuh kembang anak, bila dibandingkan
dengan mereka yang berkepribadiannya tertutup.
7) Adat istiadat, norma-norma, tabu-tabu
Adat istiadat yang berlaku di tiap daerah akan
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya di Bali
kaena seringnya upacara agama yang diadakan oleh suatu arga,
dimana harus disediakan berbagai makanan dan buah-buahan
maka sangat jarang terdapat anak yang gizi buruk karena
makanan dan buah-buahan akan dimakan bersama setelah
upacara. Demikian pula dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakan akan mempengaruhi perkembangan anak.
8) Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada nakanak sedini mungkin, karena dengan memahami agama akan
menuntun umatnya untuk berbuat kebaikan dan kebajikan.
9) Urbanisasi
Salah satu dampak dari urbanisasi yaitu kemiskinan dan
permasalahn-permasalahannya.
10) Kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi
prioritas kepentingan anak, anggaran, dan lain-lain.

17

B. KEBUDAYAAN
1.

Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal). Dengan demikian, kebudayaan berarti
hal-hal yang bersangkutan dengan akal, sedangkan secara istilah budaya
adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.
Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah dari budi
manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat).
Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya
berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat
kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna
memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya, timbul kebudayaan
berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu,
seperti lembaga kemasyarakatan.
Menurut C. A. Van Peursen, kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang
dapat berlainan dengan hewan. Oleh karena itu, manusia tidak dapat hidup
begitu saja di tengah-tengah alam.

2.

Komponen Kebudayaan
Terdapat dua jenis komponen budaya yaitu komponen budaya
material dan komponen budaya nonmaterial.
a.

Komponen Budaya Material


Komponen budaya material yaitu komponen budaya yang
objeknya dapat dilihat seperti objek material (pakaian, seni, alat
makan, artifak lain) dan tindakan. Terkadang disebut juga komponen
material terbuka atau manifes budaya.

18

b.

Komponen Budaya Nonmaterial


Komponen budaya nonmaterial atau biasa disebut komponen
budaya nonmaterial tersembunyi merupakan aspek yang tidak dapat
dipantau secara langsung seperti ide, keyakinan, adat istiadat, dan
perasaan terhadap kebudayaan.

3.

Wujud Kebudayaan
J.J Honingmann yang dalam buku antropologinya berjudul The
World of Man (1959) membedakan tiga gejala kebudayaan, yaitu ide,
aktivitas, dan artifak. Terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu sebagai
berikut
a.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,


norma, peraturan, dan sebagainya.

b.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan


berpola dari manusia dalam masyarakat.

c.

4.

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Unsur Unsur Kebudayaan


Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
bagian semu suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan
analisis tertentu. Menurut Kluckhohn, ada tujuh unsur dalam kebudayaan
universal, yaitu sistem religi upacara keagamaan, sistem organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencarian hidup, sistem
teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, setiap
unsur diberi uraian sebagai berikut.
a.

Sistem Religi dan Upacara Keagamaan


Sistem religi dan upacara keagamaan merupakan produk
manusia sebagai homo religius. Manusia yang memiliki kecerdasan
pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya
terdapat kekuatan lain yang Maha Besar yang dapat menghitamputihkan kehidupannya.

19

b.

Sistem Organisasi Kemasyarakatan


Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari
manusia sebagai homo socius. Dalam masyarakat tradisional, sistem
gotong royong seperti yang terdapat di Indonesia merupakan contoh
yang khas, sedangkan dalam masyarakat modern, pengaturannya
sudah dalam tingkat negara atau antarbangsa.

c.

Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai
homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri,
selain dari pemikiran orang lain. Kemampuan manusia untuk
mengingat apa yang telah diketahui, kemudian menyampaikannya
kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan pengetahuan ini
menyebar

luas.

Apabila

pengetahuan

itu

dapat

dibukukan,

penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi


berikutnya.
d.

Sistem Mata Pencarian Hidup


Sistem Mata Pencarian Hidup yang merupakan produk dari
manusia sebagai homo economicus menjadikan tingkat kehidupan
manusia secara umum terus meningkat. Dalam tingkat food gathering,
kehidupan manusia memang sama dengan binatang. Namun, dalam
tingkat food producing terjadi kemajuan pesat. Setelah bercocok
tanam, beternak, mengusahakan kerajinan, lalu berdagang, manusia
semakin dapat mencukupi kebutuhannya yang terus meningkat,
kadang-kadang cenderung keserakahan.

e.

Sistem Teknologi dan Peralatan


Sistem Teknologi dan Peralatan merupakan produksi dari
manusia sebagai homo faber. Misalnya, dengan mobil manusia dapat
lebih cepat larinya daripada kijang, dengan kapal laut dapat lebih
cepat dari lumba-lumba, dan dapat terbang di udara melebihi burung.
Namun, selain menguntungkan alat tersebut dapat juga merugikan,
misalnya manusia mengalami kecelakaan yang kadang-kadang fatal.

20

f.

Bahasa
Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens.
Semuanya merupakan simbol sehingga Ernest Casirier menyebut
manusia sebagai animal symbolic.

g.

Kesenian
Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo aesticus.
Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, manusia perlu
dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya.
Manusia tidak hanya semata-mata memenuhi kebutuhan makan saja,
tetapi juga memerluka pemandangan yang indah dan suara yang
merdu.

C. PENGARUH VARIASI BUDAYA TERHADAP PERKEMBANGAN


ANAK
Budaya mempengaruhi perilaku serta perkembangan bayi dan anak oleh
pengaruhnya pada struktur keluarga, harapan orang tua, pengawasan dan
praktek pengasuhan-anak, variasi individu yang mengatur bayi dan anak
selama proses perkembangan, dan rangsangan yang diberikan kepada bayi
dan anak pada berbagai umur. Masalah ini meliputi batasan peran dan
tanggung jawab anggota keluarga, mempunyai pengaruh yang lain pada
perkembangan sosial, kognitif dan emosi bayi dan anak (Nelson).
Budaya mempengaruhi keunikan anak dalam cara yang tidak jelas dan
pada usia dini sehingga anak tumbuh merasa bahwa keyakinan, sikap, nilai,
dan praktik mereka benar atau normal, individu dari budaya lain mungkin
dianggap menyimpang atau salah. Suatu set nilai yang dipelajari pda masa
kanak-kanak cenderung mencirikan karakteristik dan perilaku anak terhadap
hidup, membimbing mereka berjuang sepanjang hidup dan memantau
keinginan impulsive mereka yang berentang pendek. Karenanya setiap
masyarakat terus menerus mengsosialisasikan setiap generasi pada warisan
budayanya.

21

Cara dan urutan fenomena pertumbuhan dan perkembangan adalah


gambaran universal dan fundamental pada semua anak, namun variasi respon
perilaku yang ditunjukkan anak pada kejadian yang sama diyakini ditentukan
oleh budaya mereka. Sifat bawaan temperaman dan bentuk perilaku yang
mendorong anak untuk berperilku sesuai keinginan mereka dan dengan cara
yang sangat individual mungkin sesuai atau bertentangan dengan budaya.
Suatu dorongan seperti hereditas dan maturasi memberikan batasan pada
pengaruh yang dibawa orang ua dan kelompok sosial lain.
Beberapa budaya mendorong perilaku agresif pada anak-anak mereka;
budaya lain lebih memilih kepatuhan dan keramahan. Dalam beberapa
budaya anak bermain dalam kelompok yang terdiri anggota jenis kelamin
sama. dibudaya lain, mereka bermain dalam kelompok jenis kelamin
campuran.
Peran adalah kreasi budaya, oleh karena itu budaya menentukan pola
perilaku sesorang dalam berbagai posisi sosial. Semua memegang posisi
sosial serupa memiliki kewajiban untuk berperilaku dan mengizinkan
perilaku lain. Karena budaya menggambarkan dan memperjelas peran, maka
berpengaruh signifikan pada perkembangan konsep diri anak.
Keanggotaaan anak dalam suatu kelompok budaya adalah bagi sebagian
bersifat sukarela. Dimana mereka dilalahirkan dalam suatu keluarga dengan
warisan etnik dan ras, tingkat sosial ekonomi, dan keyakinan religi khusus.
Budaya tempat anak dibesarkan menentukan tipe makanan yang mereka
makan, bahasa yang mereka ucapkan, ideal perilaku yang mereka ikuti, dan
mereka memperlakukan diri mereka sendiri dalam peran social (Yoos dkk,
1995).
Jadi, pada umumnya budaya bisa mempengaruhi perkembangan anak
ditinjau dari segi hal-hal sebagai berikut:
1.

Segi Etnisitas
Etnisitas adalah klasifikasi atau afiliasi dengan setiap kelompok
dasar atau pembagian umat manusia atau setia populasi heterogen yang
dibedakan oleh adat istiadat, karakteristik, bahasa, atau factor pembeda

22

lain yang sejenis. Perbedaan etnis meluas kebanyak area dan termasuk
manisfestasi seperti struktur keluarga, bahasa,kesukaan makanan, kode
moral, dan kespresi emosi.
Untuk menetapkan mereka dalam kelompok, anak belajar bagaimana
mengikuti bentuk perilaku yang sesuai dengan standar khusus kelompok
dan belajar bagaiaman mereka dapat mengharapkan orang lain untuk
bersikap terhadap mereka. Mereka mendapat petunjuk dari melihat dan
meniru orang lain yang berinteraksi dengan mereka. Ketika mereka
melihat

anggota

kelompok

menunjukkan

sifat

inferior,

mereka

mengasumsikan ini sebagai perilku tepat. Persepsi ini kemudian


dimasukkan kedalam konsep diri mereka sendiri.
Misalnya anak dari budaya hispanik dan cina diajarkan untuk tidak
menatap orang yang memarahinya, sementara di sekolah Amerika Serikat
guru mengharuskan kontak mata langsung.
Variasi pada bayi baru lahir sering dikaitkan dengan asal ras atau
etnis. Misalnya bayi baru lahir dari orang tua asia dan kulit hitam lebih
kecil dari bayi orang tua kulit putih, dan area berpigmentasi biru (bintik
Mongolia) pada region sacralis umum terlihat pada orang asia, kulit hitam,
Amerika asli dan bayi orang amerika meksiko.
Kehidupan

anak-anak

didaerah

pedalaman

ditanamkan

oleh

kehidupan yang belangsung melingkar, artinya mereka berada dalam


siklus kehidupan yang itu-itu saja secara terus menerus. Orang tua lebih
banyak melatih dan membekali anak dengan kemampuan dan keterampilan
seperti yang dimiliki orang tua mereka.

2. Segi Lingkungan Kaitannya dengan Hereditas


Pengaruh keturuan selalu membutuhkan perantara atau perangsang
yang terdapat dalam lingkungan, sekalipun kenyataannya memang ada
semacam tingkatan yang lebih dan yang kurang. Hal ini dicontohnya
dengan kenyataan sebagai berikut:

23

a.

Latar belakang keturunan yang sama mungkin dihasilkan ciri-ciri


kepribadian yang berbeda pada kondisi-kondisi lingkungan yang
berbeda pula

b.

Latar belakang keturunan yang berbeda dan pada lingkungan yang


berbeda pula, dapat dihasilkan pola perkembangan yang sama atau
hampir sama

c.

Lingkungan hidup yang sama bisa menimbulkan perbedaan-perbedaan


cirri kepribadian pada anak-anak yang berlainan latar belakang
keturunan.

d.

Lingkungan hidup yang tidak sama bisa menimbulkan persamaan


dalam cirri-ciri kepribadian, meskipun latar belakang keturunan tidak
sama.

Sehubungan

dengan

rangsang-rangsang

yang

berasal

dari

lingkungan, yang mempengaruhi perkembangan anak, ada dua hal yang


penting, yakni:
a.

Dalam proses perkembanga ada saat-saat ketika anak siap untuk


menerima

sesuatu

dari

luar.

Kematangan

dicapai

untuk

disempurnakan dengan rangsangan-rangsangan yang tepat. Keadaan


ini disebut dengan masa kritis, masa peka, dimana harus terjadi
perangsangan agar perkembangan selanjutnya berlangsung dengan
baik. Contoh mengenai ini dapat dilihat pada anak yang sudah siap
dan sudah smaoai pada tahap kematangan bisa berbicara, tetapi tidak
memperoleh kesempatan menerima rangsang-rangsang yang melatih
kemampuan bicaranya, maka ia akan kesulitan dalam berbicara,
seperti kasus anak-anak yang sering ditemukan hidup di hutan dan
setelah dikembalikan dalam kehidupan normal, anak-anak tersebut
tidak berhasil dilatih untuk berbicara.
b.

Masa perkembangan pada tahun-tahun pertama dari kehidupan adalah


masa-masa yang penting untuk oembentukan dasar-dasar kepribadian
seoarang anak. Seorang anak yang tidak mengalami dan memperoleh

24

kasih saying dan kepuasaan dari kebutuhan-kebutuhannya, akan


mengalami kegagalan dalam memperkembangankan kepercayaan
kepada orang alain dan oleh karena itu akan menganggap hubunganhubungan sosialnya dikemudian hari.

Lingkungan budaya mempengaruhi harapan orang tua mengenai


perilaku dan watak anak. Penelitian telah menunjukkan bahwa ibu-ibu
Puerto Riko dan Anglo-Amerika mempunyai perrbedaan pandangan
tentang yang dianggap berperangai positif dan negatif pada anak. Ibu-ibu
Anglo-Amerika memberi nilai lebih positif pada orientasi dan kualitas
serta individu yang memungkinkan anak menjadi autonom. Ibu Ibu
Puerto Riko memberi nilai lebih pada orientasi dan kualitas kesopanan
sosiosentrik pada keadaan sosial. Perilaku yang sama mungkin
diinterpretasi berbeda oleh Ibu-ibu dari berbagai latar belakang suku
bangsa. Hal ini sebagian dapat menjelaskan penelitian yang menunjukkan
perbedaan prevalensi gangguan prilaku anak (sepertia gangguan kurang
perhatian) pada berbagai kelompok kontrol.

3. Segi Gender
Pada beberapa budaya, gender anak dapat memengaruhi persepsi
suatu keluarga tentang implikasi penyakit atau ketidakmampuan. Misalnya
di budaya Arab dan Asia, anak laki-laki memegang harga diri yang lebih
tinggi dari pada anak perempuan. Ini juga berlaku pada beberapa keluarga
Yahudi, Italia, Yunani, bahkan Indian. Anak laki-laki mendapat perawatan
kesehatan lebih baik dan makanan lebih banyak karena mereka adalah
anak yang akan merawat orang tua dimasa tua meraka.

4. Segi tingkat sosial-ekonomi


Perbedaan dalam tujuan dan praktik pangasuhan anak, serta sikap
terhadap kesehatan, terbukti lebih besar diantara kelas sosial dari pada
diantara kelompok etnik atau ras. Di America utara, kelas sosial dan

25

tingkat sosioekonomi secara esensial sama dan paling mudah ditentukan


berdasarkan okupasionalnya. Kelas menengah atas terutama terdiri atas
masyarakat professional dan pebisnis, hampir semua menyandang sarjana.
Dikelas menengah bawah, pencari nafkah biasanya buruh tidak terampil
atau keluarga tunkarya yang mungkin atau tidak mendapat bantuan dari
masyarakat.
Orang tua kelas menengah biasanya mendorong anak mereka untuk
beraktivitas dalam aktivitas yang mengembangakan pencapaian seperti
belajar berdansa, atletik dan scouting, dengan keyakinan bahwa ini akan
membuat mereka menjadi dewasa yang madiri dan berwawasan. Diyakini
bahwa orang tua kelas atas lebih pesimis dan mengembangkan perilaku
yang diyakini melalui penguatan posistif. Namun, banyak perawatan anak
dalam keluarga kelas atas nyatanya didelegasikan kepada orang lain,
seperti pembantu rumah tangga, guru privat, atau sekolah privat.
Anak dalam keluarga kelas bawah menghadapi masalah pendidikan
utama, yang ditunjukkan dengan tingginya insidensi kejanggalan akademik
dan angka keluar sekolah (dropout). Beberapa masalah kesehatan yang
merugikan anak dari kelas social bawah antara lain:
a.

Orang tua jarang membacakan cerita untuk anak atau mendorong


permainan edukasi karena tingkat pendidikan mereka sendiri.

b.

Tidak ada model peran yang tersedia untuk menguatkan makna


pendidikan

c.

Umumnya kesehatan buruk dan nutrisi anak tidak adekuat

d.

Orang tua cenderung mempunya keterbatsaan dalam keterampilan


komunikasi seperti tatabahasa sederhana, ketidakmampuan untuk
mengekspresikan abstraksi, dan dialek etnik, yang menghalangi
interaksi mereka dengan guru dan latar belakang jekas menengah.

Persentase individu kelas bawah untuk mengalami masalah


kesehatan pada suatu waktu lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya.
Semua aspek situasi mereka meyebabkan dan memperumit masalah

26

kesehatan, yang meliputi kondisi tempat tinggal yang padat dan buruk
yang mempermudah penularan penyakit serta sedikit kemungminan
terimunisasi terhadap penyakit menular dari pada anak kelas menengah
atau atas.

5. Segi Kebiasaan Makan


Kebiasaan makan yang berbeda pada kelompok etnik adalah produk
dari lingkungan asli mereka, yang ditentukan oleh ketersediaannya. Ikan
adalah makanan pokok individu yang tinggal dekat laut, seperti Jepang,
Polinesia. Eropa Selatan, skandinavia, dan Indonesia. Jenis beras yang
berhubungan dengan etnik adalah beras yang tumbuh paling baik dilahan
asli. Misalnya gandum dan beras basmati adalah adalah beras pokok di
Asia Selatan, dan roti paling umum dimakan dirumah(Sekhon, 1996).
Dibeberapa budaya makanan sangat pedas dinegara lain makanan
cenderung kurang berbumbu. Anak-anak dalam lingkungan asing, seperti
rumah sakit merasa lebih nyaman bila mereka diberi sajian makanan yang
mereka kenal.
Bahan makanan dan obat umum dapat menyebabakan masalah
kesehatan pada kelompok etnik tertentu. Misalnya individu asal
Mediterania, Afrika, Near eastern, dan sia sering mengalami defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Mereka mengalami anemia
hemolitik akut setalh memakan kacang fava atau obat tertentu seperti
preparat aspirin, sulfonamide, atau primaquin. Kelompok lain, khusunya
orang Eropa Selatan, Yahudi, Arab, Kulit hitam, Asia dan Amerika Asli,
mengalami defisiensi lactase, enzim yang diperlukan untuk mencerna
laktosa. Mencerna laktosa dapat menyebabkan distensi abdomen, flatus,
dan diare.
Dalam hal menggunakan mekanan atau mengkomsumsi makanan,
apa yang dikomsumsi masyarakat tersebut dapat mempengaruhi komsumsi
makanan pada si anak, sedangkan proses pemilihan makanan dipengaruhi
karakteristik ibu. Pada umumnya ibu atau pengasuh anak balita yang akan

27

menetukan pilihan makanan yang dianggap baik. Karakteristik ibu


menetukan komsumsi makanan anak, sedangkan karektiristik ibu biasanya
dipengaruhi lingkungan dan salah satu faktornya adalah budaya.
Di Indonesia sendiri penelitian menunjukkan pemberian ASI atau
MP-ASI dari setiap ibu berbeda. Penelitian di Jakarta, semarang, medan,
suranaya, dan Ujung Pandang menunjukkan bahwa hampir semua wanitia
di 5 kota menyusui anaknya pada 1 bulan setelah melahirkan yaitu
berkisar 94% di Surabaya, 98% di Ujung Pandang. Pada saat 36 bulan
setelah melahirkan di Surabaya 25 % masih menyusui bayinya, kurang
dari 10% wanita di Medan masih menuyusi bayinya, sementara di kota
lainnya 30% wanitia masih menyusui banyinya (Hani, 2002).
Dari sebuah penelitian dimana respondennya adalah etnis Madura
dan Arab yang berbeda pada tingkat pendidikan, pendapatan keluarga
perbualan menunjukkan sebagian besar responden (85%) memberikan
kolostrum pada anaknya, bahkan responden etnis Arab 100% memberikan
kolostrum, sedangkan etnis Madura 70%. Pada etnis Arab pemberian
kolostrum yaitu mengandung vitamin, antibody, agar ASI keluar, tidak
tahu alasannya (10%), agar anak tidak menangis, dan beberapa karena
disuruh oleh bidan. Sedangkan responden Madura tidak memberikan
kolostrum berpendapat bahwa kolostrum air kotor, air encer dan
menyebabkan anak rewel. Pemberian prelakteal dan MP-ASI sebelum
anak berumur 4 bulan pada responden etnis Madura lebih tinggi dari pada
responden etnis Arab.

6. Segi kesehatan kaitannya dengan keyakinan


Beberapa budaya percaya bahwa kesehatan adalah produk dari
keadaan keseimbangan alamiah dan bahwa sakit dan penyakit akibat dari
gangguan keseimbangan ini. Kepercayaan Timur pada teori sakit Ying dan
Yang dan humoral (panas atau dingin) ditemukan di banyak kebudayan
Latino (yang mempunyai akar sejarah pada kepercayaan hipocrates dalam
empat humor kardinal) merupakan contoh dari konsep ini.

28

Individu pada beberapa budaya mungkin memandang bahwa sakit


merupakan suatu hukuman untuk dosa dosa, dan beberapa budaya
membedakan sebab sakit natural dan supernatural. Pengelompokan ini
sering mempunyai arti pada tipe penyembuh yang menasehati pengobatan.
Misalnya, penderita kadang-kadang datang ke pelayan kesehatan untuk
menghilangkan gejala-gejala sementara pada saat yang sama meminta
nasehat penyembuh (dukun) rakyat untuk mengetahui spiritual atau
supernatural. Pada keadaan seperti ini pelayan kesehatan sebaiknya tidak
membantahnya tetapi memberikan tambahan penjelasan kedokteran hayati.
Banyak budaya juga mempunyai aturan yang ketat mengenai tingkah
laku selama saat-saat ketika tubuh diduga rentan terhadap penyakit.
Misalnya, banyak kelompok suku bangsa percaya bahwa masa pospartum
merupaan waktu kritis, neonatus maupun ibu ada dalam resiko sakit. Ibu
dan bayi sering ditempatkan di rumah dalam isolasi selama masa waktu
tertentu dan mungkin mengalami retriksi diet khusus seperti dalam budaya
Haiti tradional dan Meksiko. Salah satu jenis budaya yang mereka yakini
itu mengenai penyakit rakyat dan dan cara penyembuhannya melalui
penyembuh rakyat.
a. Penyakit Rakyat
Penyakit rakyat adalah penyakit yang dijelaskan secara budaya
yang mungkin terkait atau tidak terkait dengan kelompok diagnostik
kedokteran hayati. Contohnya penyakit rakyat meksiko caida de
mollera atau fontanella cekung mungkin menggambarkan dehidrasi.
b. Penyembuh (Dukun) Rakyat
Penyembuh rakyat adalah penyembuh yang dikukuhkan budaya
yang mengobati penyakit. Contoh penyembuh rakyat adalah curanderos
Meksiko, ahli tanaman obat (herbalis) Asia Tenggara dan Cina.

29

D. PENGARUH BUDAYA PADA SETIAP ASPEK PERKEMBANGAN


ANAK
Budaya

mempengaruhi

perkembangan

anak

disetiap

aspek

perkembangannya, baik itu pada aspek perkembangan motorik kasar,


perkembangan motorik halus, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa,
serta perkembangan emosi dan sosial.
1. Perkembangan Motorik Kasar
Penelitian di Barat didapati sebagian besar balita di Amerika
mengalami perkembangan motorik lebih awal dibandingkan negara Barat
lainnya. Dimana rata-rata anak berjalan tanpa bantuan di usia 11 bulan,
tetapi ada berbagai varisi normal yaitu rentang usia 9 bulan hingga 17
bulan (Adolph dan Berger, 2006; Bayley, 2005).
15 bulan balita dapat berdiri singkat dengan satu kaki dan sudah
mulai bisa memanjat anak tangga tapi belum bisa turun. Pada usia 24
bulan mereka bisa menendang bola atau melempar benda kecil. Pada usia
ini mereka sudah bisa turun tangga. Melalui tahun ketiga, keterampilan
motorik kasar balita terus berkembang karena mereka mendapat lebih
banyak fleksibilitas dan keseimbangan. Mereka menjadi lebih baik dalam
menggunakan informasi visual untuk menyesuaikan mereka berjalan
dalam menanggapi perubahan permukaan sehingga mereka cenderung
kurang tersandung atau terjatuh (Berger et al, 2005).
Sementara itu balita di Afrika cenderung untuk mencapai tonggak
motorik kasar lebih awal dibanding Eropa (Kelly et al, 2006).
Adapaun balita dengan budaya yang masih tradisional cenderung
dibatasi perkembangan motorik kasarnya, dalam artian orang tua atau
keluarga cenderung takut untuk melatih perkembangan motorik kasar anak
sedini mungkin dengan alasan keamanan dan menjauhkan dari bahaya. Hal
ini dikarenakan banyak budaya yang masih tradisional menggunakan api
dari kayu bakar untuk memasak dan menggunakan api unggun untuk
menghangatkan ruangan di malam hari. Kondisi seperti ini membuat orang
tua takut jika balitanya yang sangat aktif dan lalai dari bahaya potensial

30

akan tersandung dan jatuh. Sementara itu, orang tua di negara maju dengan
alasan yang keamanan mereka lebih memilih menghilangkan benda atau
potensi

berbahaya

dibanding

membatasi

perkembangan

si

anak.

(Mc.Kenzie, 2004)

2. Perkembangan Motorik Halus


Keuntungan balita dalam pengembangan motorik halus yang tidak
revolusioner sebagai keuntungan mereka dalam pengembangan motorik
kasar, tetapi mereka pasti besar. Sudah pada 12 bulan mereka telah datang
jauh dalam perjalanan masa, dan dapat menyimpan obyek di satu tangan
saat melakukan tindakan di atasnya dengan yang lain; misalnya, mereka
bisa mengadakan wadah dengan tangan kanan sementara menempatkan
batu ke dalamnya dengan tangan kiri (Kopp, 2003).
Pada 12 bulan sebagian besar telah datang untuk menunjukkan kanan
atau kiri preferensi yang pasti untuk makan sendiri, dan selama 6 bulan
berikutnya mereka mencoba berbagai grip pada sendok mereka sampai
mereka menemukan pegangan mereka akan menggunakan secara
konsisten (McCarty et al ., 2001). Selama tahun pertama masa balita
mereka juga belajar untuk menahan cangkir, coretan dengan pensil atau
krayon, membangun menara 3 sampai 4 blok, dan membalik halaman buku
(Kopp, 2003).
Tahun kedua balita, dari kedua ulang tahun ketiga, ditandai dengan
kemajuan besar yang lebih sedikit dan lebih dengan memperluas kemajuan
dari tahun sebelumnya. Menara blok naik ke 8 sampai 10 blok, mencoretcoret menjadi cukup terampil untuk menarik garis semistraight, dan upaya
untuk menyalin lingkaran dapat menghasilkan sesuatu yang benar-benar
terlihat agak seperti lingkaran (Chen et al., 2010). Balita di tahun ketiga
mereka hidup bahkan dapat mulai menyikat gigi, dengan sedikit bantuan

31

3. Perkembangan kognitif
Meskipun

kebanyakan

studi

perkembangan

kognitif

balita

'membayar sedikit perhatian untuk konteks budaya, dalam beberapa tahun


terakhir pendekatan budaya untuk kognisi telah mendapat perhatian
meningkat dari ulama pembangunan manusia. Pendekatan ini didasarkan
pada ide-ide dari psikolog Rusia Lev Vygotsky (1896-1934). Vygotsky
meninggal karena TBC ketika ia hanya 37, dan butuh puluhan tahun
sebelum ide-idenya tentang perkembangan kognitif yang diterjemahkan
dan diakui oleh para sarjana di luar Rusia. Hanya dalam beberapa dekade
terakhir bahwa karyanya telah banyak berpengaruh di kalangan sarjana
Barat, namun pengaruhnya meningkat sebagai bunga dalam memahami
dasar budaya pembangunan terus tumbuh (Gardiner, 2001; Maynard &
Martini, 2005;. Segall et al, 1999).
Teori Vygotsky sering disebut sebagai teori sosial budaya, karena
dalam pandangannya perkembangan kognitif selalu baik proses sosial
budaya dan (Daniels et al., 2007). Hal ini sosial, karena anak-anak belajar
melalui interaksi dengan orang lain dan membutuhkan bantuan dari orang
lain untuk mempelajari apa yang mereka perlu tahu. Hal ini budaya,
karena apa yang dibutuhkan anak-anak untuk mengetahui ditentukan oleh
budaya mereka tinggal. Vygotsky mengakui bahwa ada perbedaan budaya
yang berbeda pada anak-anak harus mendapatkan pengetahuan-dari
keterampilan pertanian di Asia pedesaan, untuk merawat ternak di Afrika
timur, ke keterampilan penalaran verbal dan ilmiah yang diajarkan di
sekolah-sekolah Barat. Hal ini sangat berbeda dari teori Piaget dijelaskan
sebelumnya, yang menekankan interaksi anak dengan lingkungan fisik dan
pandangan perkembangan kognitif sebagai dasarnya budaya di seluruh
yang sama.

4. Perkembangan Bahasa
Manusia secara biologis dibangun untuk belajar bahasa, tetapi tidak
untuk belajar bahasa tertentu. Ada lebih dari 60.000 bahasa manusia yang

32

berbeda di dunia (Kecil, 2001), namun tidak satupun dari mereka datang
preinscribed pada otak kita. Apapun bahasa yang kita pelajari harus datang
dari lingkungan sosial dan budaya kita. Ini pertama kali ditunjukkan dalam
percobaan aneh yang dilakukan sekitar 800 tahun yang lalu.
Frederick II, Kaisar Romawi Suci (1194-1250), memutuskan ia ingin
mencari tahu apa bahasa bayi akan berbicara "alami," jika mereka
dibiarkan sumber daya mereka sendiri. Dia memilih sekelompok neonatus
di panti asuhan dan menginstruksikan pengasuh mereka tidak pernah
berbicara di hadapan mereka. Bahasa apa yang akan bayi mulai berbicara
secara spontan, mereka sendiri? Apakah akan Latin, bahasa ulama pada
saat itu? Apakah akan Jerman, bahasa Frederick sendiri, atau (Tuhan
melarang) Perancis, bahasa saingan utamanya? Jawabannya ternyata,
seperti yang bisa Anda tebak, tidak ada di atas. Tragisnya, semua bayi
meninggal. Ini adalah ilustrasi pedih bagaimana kita siap untuk bahasa
untuk menjadi bagian dari lingkungan sosial manusia, dan bagaimana
manusia membutuhkan bahasa untuk berkembang dengan baik, bukan
hanya dalam perkembangan bahasa mereka tetapi dalam perkembangan
sosial mereka.

5. Perkembangan emosi dan sosial


Masa balita adalah tahap kehidupan ketika kita pertama kali belajar
bagaimana mengatur emosi kita. Sebagai bagian dari proses ini kita belajar
emosi seperti rasa malu dan rasa bersalah yang mencerminkan respon kita
dengan harapan dan kebutuhan orang lain.
Sebagai balita menjadi lebih-sadar diri, mereka belajar bahwa orangorang dalam hal lingkungan budaya mereka beberapa perilaku yang baik
dan lain-lain sebagai buruk, beberapa yang benar dan beberapa sebagai
salah, dan mereka belajar untuk merasakan emosi negatif ketika mereka
melakukan sesuatu yang didefinisikan sebagai buruk atau yang salah.
Mereka juga mulai belajar bagaimana mengatur emosi mereka.

33

Jika meningkat regulasi emosional dari masa ke toddlerhood,


mengapa toddlerhood yang berhubungan dengan amukan-dan mengapa
usia 2 dikenal dalam beberapa kebudayaan sebagai "berpasangan
mengerikan"? Mungkin itu adalah bahwa untuk balita, kemampuan untuk
meningkatkan regulasi emosional tapi begitu harapan untuk pengendalian
emosi. Akibatnya, ketika mereka memiliki ledakan singkat namun intens
kemarahan, menangis, dan kesusahan yang merupakan mengamuk itu
lebih diperhatikan daripada ledakan lebih sering bayi (Calkins, 2007).
Mungkin juga bahwa balita memiliki rasa yang lebih maju dari diri,
termasuk kemampuan untuk memprotes dengan marah ketika mereka tidak
mendapatkan jalan mereka (Grolnick et al., 2006)
Ada juga harus menjadi penjelasan budaya yang terlibat. Sangat
menarik untuk mengamati bahwa di negara-negara Barat, seperti Amerika
Serikat dan Inggris, itu diterima secara luas bahwa tantrum balita normal
dan bahkan tak terelakkan (Potegal & Davidson, 2003). Satu buku saran
Amerika yang populer bagi orang tua balita menegaskan bahwa
"Mengamuk adalah fakta kehidupan balita, perilaku yang hampir
universal. . . mengubah malaikat kecil menjadi monster kecil "(Murkoff et
al., 2003, hal. 336).
Namun di luar Barat, tantrum balita jarang disebutkan, dan masa
balita tidak dipandang sebagai usia "mengerikan" perilaku. Dalam budaya
Afrika dan Asia, pada saat masa balita tercapai, anak-anak telah belajar
bahwa mereka diharapkan untuk mengendalikan emosi mereka dan
perilaku mereka, dan mereka melaksanakan kontrol yang diperlukan dari
mereka (Holodynski, 2009; Miller & Fung, 2010). Mungkin amukan dan
berpasangan diduga mengerikan tidak bisa dihindari sama sekali, tapi
konsekuensi dari keyakinan budaya Barat dalam nilai ekspresi diri, yang
anak-anak sudah belajar dengan baik oleh balita.

34

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang bersifat kualitatif.
Perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang
disandang oleh organ-organ fisik. Dalam proses perkembangan kebudayaan
mengambil peran yang penting. Kebudayaan diartikan sebagai manifestasi
kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang. Budaya
mempengaruhi perilaku serta perkembangan bayi dan anak oleh pengaruhnya
pada struktur keluarga, harapan orang tua, pengawasan dan praktek
pengasuhan-anak, variasi individu yang mengatur bayi dan anak selama
proses perkembangan, dan rangsangan yang diberikan kepada bayi dan anak
pada berbagai umur

B. Saran
Sebagai calon tenaga kesehatan, pemahaman tentang pengaruh variasi
budaya terhadap perkembangan anak sangatlah penting sehingga mampu
mengaplikasikan dan menganalisis permasalahan perkembangan anak ditinjau
dari sudut pandang pengaruh budaya. Pemahaman yang baik akan berguna
dalam

rangka

evaluasi

penerapkan

pola

pengasuhan

ideal

dalam

meningkatkan perkembangan anak.

35

DAFTAR PUSTAKA

Firdhani Eridha, Inong Retno Gunanti. 2005. Pola Pemberian ASI, MP-ASI dan
Status Gizi Anak Usia 1-2 Tahun Pada Keluarga Etnis Madura Dan Etnis
Arab (Studi di Puskesmas Pegirin dan puskesmas Perak Timur Surabaya).
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
Gunarsa. Singgih D. 2008. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta. BPK
Gunung Mulia.
Gunarsa. Singgih D. 2008b.Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta.
BPK Gunung Mulia.
Jeffrey Jensen Arnett. 2012. Human Development A Cultural Approach. Pearson.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC
Wong Donna L. dkk. 2009. Buku Ajar Keperawata Pediatrik. Jakarta, EGC

36

Anda mungkin juga menyukai