Anda di halaman 1dari 19

TUBERKULOSIS PADA ANAK DAN

PENATALAKSAANNYA

Oeh:
M. Agung Maulana Syani
07.030.002

Pembimbing:
Dr. Rachmat Hadi S, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


BAPELKES RSD JOMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2008

PENDAHULUAN
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB)? Penyakit ini kian populer
setelah dalam beberapa waktu belakangan ini muncul di layar kaca dengan slogan baru
yang disandangnya, TB: Bukan Batuk Biasa. Beberapa awam mungkin lebih
mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru.
Tak disangka, TB ternyata adalah penyakit usang yang sudah ditemukan sejak
jaman Mesir kuno. Meski usang, tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka
bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal
24 Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware terhadap
penyakit ini.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis
dari semua data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit,
lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan
dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka kematian dan
demografi.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-anak pun
terancam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000
anak menderita TB dan 100.000 di antaranya meninggal dunia.
Masalah lain yang cukup banyak terjadi di Indonesia adalah kesalahan diagnosis
baik oleh dokter umum maupun dokter spesialis anak, sehingga pengobatan diberikan
pada anak yang tidak menderita TBC atau sebaliknya, anak penderita TBC tidak
mendapatkan penanganan yang semestinya. Pemberian OAT pada anak yang tidak
menderita TBC selain akan memicu pengeluaran yang tidak diperlukan, juga membuat
berkurangnya persediaan obat untuk penderita TBC yang benar-benar memerlukannya.
Selain itu, sebagian besar dokter spesialis anak belum terhubungkan dengan program
DOTS (Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) yang berkualitas.

Di sinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus merangkak tidak disertai
dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini mungkin.
Dari uraian diatas didapatkan suatu masalah yaitu bagaimanakah mengenali lebih
jauh karakteristik dari TBC, sehingga tidak terjadi kesalahan diagnosis baik oleh dokter
umum maupun dokter spesialis anak.
Maksud dari penulisan refrat ini, untuk memberi tambahan pengetahuan kepada
para dokter muda pada khususnya dan tenaga kesehatan pada umumnya, agar kelak kita
dapat mendiagnosa secara dini dan memberikan informasi yang benar kepada pasien jika
kita menjumpai kasus serupa, disamping itu juga untuk melengkapi syarat kelulusan
kepanitraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSD Jombang.

PEMBAHASAN
DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akbat infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini bersifat sistemik sehingga dapat mengenai semua oran tubuh dengan lokasi
terbanyak do paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. (Mansjoer :2000)
Kuman TB merupakan kuman berbentuk batang, dan mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil
tahan asam (BTA). Kuman TB dapat mati dengan sinar matahari langsung, namun juga
dapat bertahan hidup ditempat gelap dan lembab. Didalam tubuh, kuman kuman dapat
dormant (tidur) lama selama beberapa tahun. Masa inkubasinya adalah 2-12 minggu.
(Mansjoer :2000)
Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaan antara infeksi TB dengan sakit TB.
Infeksi TB relatif lebih mudah diketahui, yaitu dengan berbagai peranngkat diagnostik
infeksi TB misalnya uji tuberkulin. Seseorang (dewasa ataupun anak) yang positif
terinfeksi TB (uji tuberkulin +) belum tentu menderita sakit TB. Pasien sakit TB perlu
mendapat terapi OAT, namun seseorang yang mengalami infeksi TB tanpa sakit TB, tidak
perlu endapatkan terapi OAT. Untuk kelompok resiko tinggi, pasien dengan infeksi TB
tanpa sakit TB, perlu mendapat profilaksis. (IDAI : 2007)

PATOGENESIS
Inhalasi basil TB

Alveolus

Basil TB berkembanga biak

Fagositosis oleh makrofag

Destruksi basil TB

Destruksi makrofag

Resolusi

Pembentukan tuberkel

Kalsifikasi

pengkejuan
n

Kompleks Ghon

Kelenjar limphe

Penyebaran
hematogen

Pecah

Lesi sekunder paru

Lesi di Hepar, lien,


ginjal, tulang, otak, dll.

Sumber bagan, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga

TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan
faktor agen (jumlah, virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam
yang tidak tinggi (subfebris), berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3
kali seminggu. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan gangguan tumbuh
kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, tidak

terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya
terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi,
berarti limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk.
Batuk kronik pada anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Selain itu kadang terdapat
pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. Diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. (Andra : 2007)
Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai gejala nonspesifik.
Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus infeksi lain.
Maka dari itu, keberadaan infeksi lain perlu dipikirkan agar anak tidak overtreated.
Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit
(skrofuloderma); TB tulang dan sendi yang ditandai dengan adanya gibbus dan pasien
tampak pincang, TB otak dan saraf / meningitisdengan gejala iritabel, kaku kuduk,
muntah, dan kesadaran menurun, TB mata dapat berupa konjunctivitis, fliktenularis,
tuberkel koroid, dan organ lain. (IDAI : 2007)
Oleh karena gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan
organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain, maka ada yang menyebut TB
sebagai the great immitator. (Andra : 2007)

DIAGNOSA
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TBC dari bahan yang
diambil dari penderita, misalnya: dahak, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal
ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas
gambaran klinis, gambaran foto rntgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu, terdapat
beberapa tanda dan gejala yang penting untuk diperhatikan. Seorang anak harus dicurigai
menderita tuberkulosis jika:

mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA positif,

terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari),

terdapat gejala umum TBC


Diagnosis TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis,

uji tuberkulin serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi.

Uji tuberkulin (tes Mantoux) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak.
Sebanyak 0,1 ml tuberkulin jenis PPD-RT 23 2 TU atau PPD-S 5 TU disuntikan
intrakutan di bagian volar lengan bawah. Setelah 48-72 jam, daerah suntikan dibaca dan
dilaporkan diameter indurasi yang terjadi dalam satuan milimeter. Perlu diperhatikan
bahwa diameter yang diukur adalah diameter indurasi bukan diameter eritema! Untuk
meminimalkan kesalahan pengukuran, lakukan palpasi secara halus pada daerah indurasi,
lalu tentukan tepinya. (Andra : 2007)
Indurasi transfersal diukur dan dilaprokan dalam mm berapapun ukurannya,
termasuk pencantuman 0 mm jika tidak ada indurasi sama sekali. Indurasi 10 mm keatas
dinyatakan positif. Indurasi , 5 mm dinyatakan negatif, sedangkan indursi 5-9 mm
meragukan dan memerlukan pengulangan tes, dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Uji
tuberkulin positif menunjukan adanya infeksi TB dan kemungkinan TB aktif (sakit TB)
pada anak, reaksi uji tuberkulin positif biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun
walau pasien sudah sembuh, sehingga uji tuberkulin (mantoux) tidak digunakan untuk
memantau pengobatan TB. (IDAI :2004)
Hasil uji tuberkulin dapat dipengaruhi oleh status BCG anak. Pengaruh BCG
terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah
penyuntikan. Jadi, ketika membaca uji tuberkulin pada anak di atas 5 tahun, status BCG
dapat dihiraukan. (Andra : 2007)
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah hitung sel darah, laju
endap darah, urinalisis, enzim hati dalam serum (SGOT/SGPT). Asam urat sebaiknya
diperiksa apabila akan diberikan pirazinamid dan penglihatan harus diperiksa bila
diberikan ethambutol. Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pada TB milier atau bila ada
tanda-tanda kecurigaan TB milier atau meningitis TB. (Depkes : 2007)
Foto rontgen harus diambil dari 2 sisi yaitu AP dan lateral. Gambaran yang umum
terlihat adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakea. Dapat juga ditemukan kolaps
atau konsolidasi dengan hiperinflasi lokal yang terjadi akibat obstruksi bronkus parsial.
Diagnosis banding pembesaran kelenjar hilus/paratrakea pada anak adalah infeksi
Mycoplasma, atau keganasan (limfoma sel T dan neuroblastoma). Hasil foto rontgen
sebaiknya diinterpretasikan oleh radiolog yang kompeten dan berpengalaman. Pada

beberapa kasus, interpretasi foto rontgen sulit dilakukan sehingga CT-Scan mungkin
diperlukan. (IDAI : 2004)
Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum untuk
mencari basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dari mycobacterium
tuberculosis dari biakan, hasil positif dari biakan merupakan diagnosa pasi TB. Hasil
biakan atau BTA negatif tidak menyingkirkan diagnosa TB. (Andra : 2007)
Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsik kelenjuar, kulit, atau jaringan lain
yang dicurigai terkena infeksi TB.
Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan meningitis TB. Pungsi lumbal
juga harus dilakukan pad TB milier untuk mengetahui ada tidaknya meningits TB. Foto
tulang dan pungsi pleura.
WHO membuat kriteria anak yang diduga (suspected) menderita TB, bila:
1.

Sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau dikonfirmasi
menderita TB paru;

2.

Tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping cough);

3.

Mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon
dengan antibiotik saluran nafas;

4.

Terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan ascites;

5.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit, dan
berbatas tegas;

6.

Mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit sistim saraf


pusat. (Depkes : 2007)
Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi
digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat
anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan

lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya. (Depkes : 2007)
Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
PARAMETER
JUMLAH
0
1
2
3
Kontak TB

Tidak jelas

Uji
tuberkulin

Negatif

Berat
badan/
keadaan gizi

Demam
tanpa
sebab jelas
Batuk
Pembesaran
kelenjar
limfe
koli, aksila,
inguinal
Pembengka
kan
tulang/sendi
panggul,
lutut,
falang
Foto toraks
toraks
Jumlah

Bawah
garis
merah
(KMS)
atau BB/U
<80%
2 minggu
3 minggu
1 cm,
jumlah >1,
tidak nyeri
Ada
pembengka
kan

Normal/
tidak jelas

(sumber IDAI : 2007)

Kesan TB

Laporan
BTA positif
keluarga,
BTA
negatif
atau
tidak tahu,
BTA tidak
jelas
Positif (
10
mm, atau
5
mm pada
keadaan
imunosupr
esi)
Klinis gizi
buruk
(BB/U
<60%)

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik


lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberkulosis.

Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.

Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1.

2.

Tanda bahaya:

Kejang, kaku kuduk

Penurunan kesadaran

kegawatan lain, misalnya sesak napas


Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi

pleura
3.

Gibbus, koksitis (Depkes : 2007)


Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar
Skor >6

Beri OAT
selama 2 bulan dan

Respons (+)

Respons (-)

Terapi TB
diteruskan

Teruskan terapi TB
sambil
mencari penyebabnya

(Depkes : 2007)

PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Pengobatan TB dapat berupa medikamentosa,
bedah, supportif. (Mansjoer : 2000)
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran
radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan. (Andra :
2007)

Medikamentosa
Terapi TB terdiri dari 2 fase, yaitu fase intensif dan dengan panduan 3-5 OAT
selama 2 bulan awal, dan fase lanjutan dengan pandua 2 OAT (INH dan Rifampisin)
hingga 6-12 bulan. Pada anak OAT diberikan secara ruti setiap haribaik pada fase intensif
ataupun fase lanjutan. Terapi OAT untuk TB paru ialah INH, rifampisin, dan pirasinamid,
selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan INH dan rifampisinhingga genap 6 bulan terapi
(2HRZ-4HR). Untuk TB paru berat (milier dan derstroyed lung) dan TB extra paru
digunakan 4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan dengan INH dan rifampisin

hingga genap 9-12 bulan teraqpi. Untuk TB kelenjar superfisial, terapi ama dengan TB
paru. (IDAI : 2007)
Untuk TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednison 1-2 mg/
kg BB/ hr selam 2 monggu, kemudian dosis diturunkan bertahap
(tappering off) selam 2 minggu, sehingga total waktu pemberian
adalah 1 bulan. (IDAI : 2007)

Dosis Obat Anti tuberkulosis Lini Pertama


OBAT

DOSIS HARIAN

DOSIS MAX

EFEK SAMPING

Isoniazid

(MG/KGBB/HARI)
5-15*

(MG/HR)
300

Hepatitis, neuritis perifer,

600

hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit,

Rifampisin**

10-20

hepatitis,

trombositopenia,

peningkatan
cairan
Pirazinamid
Etambutol

15-30
15-20

enzim

tubuh

hati,

berwarna

2000

orange kemerahan
Toksisitas hepar, artralgia,

1250

gastrointestinal
Neuritis optik,

ketajaman

mata berkurang, buta warna


merah
hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin
15-40
1000
Ototoksik, nefrotoksik
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabitias rifampisin

hijau,

Dosis OAT Kombipak (dalam bentuk blister) pada anak


JENIS OBAT
Isoniasid
Rifampicin
Pirasinamid

BB

BB

BB

< 10 KG
50 mg
75 mg
150 mg

10 - 19 KG
100 mg
150 mg
300 mg

20 - 32 KG
200 mg
300 mg
600 mg
(Depkes : 2007)

Dosis OAT KDT (kombinasi dosis tetap) pada anak


BERAT BADAN (KG)
5-9
10-19
20-32

2 BULAN TIAP HARI

4 BULAN TIAP HARI

RHZ (75/50/150)
1 tablet
2 tablet
4 tablet

RH (75/50)
1 tablet
2 tablet
4 tablet
(Depkes : 2007)

Keterangan:

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.

.
Berbicara mengenai minum OAT, tidak hanya sekedar minum
tetapi juga patuh. Kepatuhan minum OAT meliputi benar obat (right
drugs), benar dosis (right doses), dan benar waktu pemberian (right
intervals) tertuang dalam program Direct Observed Therapy (DOT)
menjadi bagian yang sangat krusial. Orang tua atau pengasuh anak
dapat

dijadikan

Pengawas

Minum

Obat

(PMO)

yang

bertugas

mengawasi anak agar tidak lupa minum OAT. Dilaporkan pada tahun
1999, sekitar 82,9% anak menjalankan program DOT, dan 94,8%
diantaranya

menunaikannya

sampai

tuntas.

DOT

juga

berhasil

mengurangi risiko terjadinya TB resisten terhadap OAT. (Andra : 2007)

Bedah
Tindakan bedah diperllukan pada TB paru berat dengan
destroyed lung untuk lobektomi atau pneumektomi. TB tulang seperti
spondilitis TB, koksitis TB, atau gonitis TB, memerlukan koreksi
ortopedik. Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT minimal
2 bulan, kecuali jika terjadi kompresi mwedulla spinalis atau abses para
vertebra yang memerluka tindakan bedah lebih awal. (IDAI : 2007)

Supportif
Asupan

gizi

yang

adekuat

sangat

penting

untuk

keberhasilan terapi Tb, jika ada penyakit lain yang juga perlu
mendapat tatalaksana ayang memadai. Fisioterapidilakukan pada
kasus paska bedah. (IDAI : 2007)

KEMOPROFILAKSIS
Seorang anak dapat terinfeksi kuman TB tetapi belum tentu
bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tahan tubuh anak
menurun atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak
yang semula hanya terinfeksi menjadi sakit TB.
Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak. Kemoprofilaksis
primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis pada
anak, dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal.
(Andra : 2007)
Profilaksis primer diberikan selama kontak masih ada, minimal 3
bulan. Pada akhir bulan ketiga dilakukan uji tuberkulin ulang, jika
hasilnya negatif dan konntak tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika
terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, dilakukan evaluasi apakah
hanya terinfeksi atau sakit TB. Terapi dilanjutkan sesuai kelasnya.

Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi


sehingga anak tidak sakit yang ditandai dengan uji tuberkulin positif
tetapi gejala klinis dan radiologis normal. Yang diberikan adalah
isoniazid

10

mg/kgBB/hari

selama

6-12

bulan.

Kelompok

anak

terinfeksi TB yang berisiko tinggi menderita TB adalah:


1.

usia <5 tahun

2.

menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)

3.

mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid,

dll)
4.

usia pubertas

5.

infeksi paru TB, konversi uji tuberkuiln dalam kurang dari 12

bulan.

Klasifikasi Kelas TB pada Anak


KELAS
0
1
2
3

KONTAK
+
+
+

INFEKSI
+
+

SAKIT
+

TATALAKSANA
Profilaksis 1
Profilaksis 2
Terapi TB

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Respons klinis yang baik terhadap terapi mempunyai nilai
diagbostik, respon yang baik dapat dinilai dari perbaikan semua
keluhan awal. Nafsu makan yang membaik, berat badan yang
meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam, batu lama, tidak

mudah kit lagi. Respons yang nyata biasanya terjadi pad 2 bulan awal
(fase intensif).
Evaluasi radiologis dilakukan pada akhir pengobatan, kecuali jika
ada perburukan klinis. Jika memburuk, evaluasi kepatuhan minum obat
dan fikirkan kemungkinan kuman TB resisten obat. Terapi TB dimulai
lagi dari awal dengan panduan 4 OAT.
Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak, jika dosis dan cara
pemberiannya benar. Efek samping yang kadang muncul adalah,
hepatotoksisitas dengan gejala ikterus yang bisa diksertai dengan
keluhan gastrointestinal yang lainnya.keluhan ini biasanya muncul
pada fase intensif. Pada pasien yang dicurigai adany keluhan fungsi
hepar, maka pemeriksaan transaminase serumdilakukan sebelum
pemberian Oat dan dipantau minimal 2 minggu dalam fase intensif.
(IDAI : 2007)
Jika timbul ikterik terpi OAT dihentikandan dilakukan uji fungsi
hati ( bilirubin da transaminase). Bila ikterus telah enghilandan kadar
transaminase , 3x batas atas normal, panduan OAT dapat diberikan
dengan dosis terendah. Yang perlu diingat, reaksi hepatotoksisitas
biasanya muncul karena kombinasi dengan berbagai obat lain ang
bersifat hepatotoksik. (IDAI : 2007)

Tumbuh kembang
Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan yang nyata.
Data berat badan dicatat tiap bulan dan dimasukan dalam grafik
tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama mengalami
terapi. Walaupun berat badan belum mencapai ideal, namun pola
grafik menunjukan peningkatan respons pengobatan sudah dinilai baik.

Pedoman untuk orang tua pasien

1. pengobatan TB beralngsung lama, minimal 6 bulan, dan tidak


boleh terputus sehingga pasien harus kontrol teratur ttiap
bulan.
2. obat rifampisin, dapat menyebabkan cairan tubuh ( air seni,
air mata, keringat, ludah) berwarna merah.
3. secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan perut
kosong, yaitu 1 jam sebelum makan, atau 2 jam setelah
makan.

Khusus

untuk

rifampisinharus

diminum

dalam

keadaan perut kosong.


4. bila timbul keluhan kuning pada mata, mual dan muntah,
segera periksa ke dokter walau belum waktunya.
5. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
6. Terapi TB terdiri dari 2 fase, yaitu fase intensif dan dengan panduan 3-5 OAT
selama 2 bulan awal, dan fase lanjutan dengan pandua 2 OAT (INH dan
Rifampisin) hingga 6-12 bulan.

RINGKASAN

1. Tuberculosis (TB) adalah penyakit akbat infeksi Mycobacterium tuberculosis.


Penyakit ini bersifat sistemik sehingga dapat mengenai semua oran tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
2. Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaan antara infeksi TB dengan sakit TB
3. Gejala-gejala penyakit TB dikelompokan menjadi gejala spesifik dan gejala
nonspesifik.
4. Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TBC dari bahan yang
diambil dari penderita
5. Diagnosis TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis,
uji tuberkulin serta pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi
6. Ada 2 macam kemoprofilaksis TB pada anak. Kemoprofilaksis
primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberkulosis
pada anak, dengan memberikan isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari,
dosis tunggal.
7. Respons klinis yang baik terhadap terapi mempunyai nilai
diagbostik, respon yang baik dapat dinilai dari perbaikan semua
keluhan awal. Nafsu makan yang membaik, berat badan yang
meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam, batu lama,
tidak mudah kit lagi. Respons yang nyata biasanya terjadi pad 2
bulan

awal

(fase

intensif).

Walaupun

berat

badan

belum

mencapai ideal, namun pola grafik menunjukan peningkatan


respons pengobatan sudah dinilai baik.

Kepustakaan
Andra. 2008. TB pada Anak : The Great Immitator.
http://www.farmacia.com/ diakses pada tanggal 16 agustus 2008.
DEPKES RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Edisi ke-2. DEPKES RI. Jakarta
IDAI. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Badan
penerbit IDAI.
Mansjoer,Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga.
Media aesculapius. FKUI. Jakata.

Anda mungkin juga menyukai