Dermatitis Seboroik Bismillah Reza
Dermatitis Seboroik Bismillah Reza
DERMATITIS SEBOROIK
Oleh :
Reza Kurniawan
092011101078
Pembimbing:
dr. Rosmarini, M.Sc, Sp.KK
BAB 1. PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis
termasuk dalam golongan dermatosis eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan
adanya eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya
mempunyai lesi yang simetris, bersifat kronik dan rekuren.
Area Seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea
(kelenjar minyak) yaitu: daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran
telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan
nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah preseternum, daerah interskapula, areolla
mammae), dan daerah lipatan (ketiak, lipatan dibawah mammae, umbilicus, lipatan
paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).
Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga termasuk
dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis seboroik masih
belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada Odha, orang
dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis. Faktor predisposisinya ialah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum diketahui.
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal dari ide
bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun (flanel),
wol, atau pakaian dalam sintetik.
1.3. ETIOLOGI
Penyebab pasti Dermatitis Seboroik belum diketahui, walaupun banyak
faktor dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada
yang berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil
ini disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia
enam bulan.
Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa diantaranya
yaitu:
a. Glandula sebasea
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keadaan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif saat bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama
9-12 tahunakibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti.
b. Jamur Pityrosporum ovale
Penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale),
jamur lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik.
Pityrosporum ovale merupakan flora normal pada kulit orang dewasa, namun
jarang pada anak-anak. Pada anak yang mengalami dermatitis seboroik,
Pityrosporum ovale jumlahnya meningkat pada beberapa bagian tubuh.
c. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
paraffin meningkat dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun.
d. Iklim
e. Genetik status seboroik (seborohoic state) yang diturunkan
f. Lingkungan
h. Neurologik (stress).
1.4 PATOFISIOLOGI
bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang
pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.
Pemeriksaan histo PA
Pada Dermatitis seboroik didapatkan gambaran dermatitis kronis dan
spongiosis yang lebuh jelas
klinis, umur, dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan dermatitis
seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopi dan tinea kapitis pada anak-anak.
1. Psoriasis
Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara,
dan tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya
di kulit kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka, umbilicus, daerah
ekstensor terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan dan telapak kaki.
2. Dermatitis atopik bentuk infantil (dapat menyerupai dermatitis seboroik
muka)
Dermatitis atopi adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda
dengan DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu pada
dermatitis atopic dapat terjadi likenifikasi.
3. Tinea capitis
Tampak eritem dengan tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah dan rasa gatal
juga nyeri. Pada tinea kapitis juga dapat ditemukan hifa pada pemeriksaan
sitologik dengan potassium hydroksida (KOH).
1. Tindakan Umum. Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung
kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres
emosional dan makanan berlemak, tidur cukup.
2. Pengobatan topikal. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 23 kali scalp
dikeramasi selama 515 menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun).
Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat
lain yang dapat dipakai untuk DS ialah:
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 25% atau krim pragmatar
- Resorsin 13%
- Sulfur praesipitatum 420%, dapat digabung dengan asam salisilat 36%
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi
yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.
3. Pengobatan sistemik.
a. Kortikosteroid: digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 2030
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
disertai infeksi sekunderi diberi antibiotik.
b.
c. Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band
UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali
seminggu semalam 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami
perbaikan.
8
d. Bila pada sediaan langsung terdapat P ovale yang banyak, dapat diberika
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
1.10. PROGNOSIS
Baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan. Namun pada sebagian
kasus yang mempunyai faktor kontitusi, penyakit ini agak sukar untuk
disembuhkan, meskipun terkontrol.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. J
Umur
: 31 thn
3.2.
Alamat
: Sumberjambe-Jember
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Status
: Menikah
ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: -
3.3.
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Satus gizi
: Baik
Vital Sign
TD
: 120/90 mmHg
Nadi
: 72x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu
: 36,5 C
11
3.4.
Berat Badan
: 58 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Thorax
Abdomen
KGB
o Scalp : kulit kepala tampak makula eritema, batas tidak tegas, tepi ireguler,
pada lesi tampak skuama halus dan skuama kasar, krusta kekuningan dan
agak berminyak. (pitiriais sika dan pitiriasis steatoides).
12
Lokasi
13
Lokasi
o Regio facialis : pada lipatan nasolabial dan pada atas alis terdapat eritem
dan skuama halus.
3.5.
LABORATORIUM
-
3.6.
RESUME
Pasien perempuan 31 tahun, Menikah, datang ke poli kulit dan kelamin
RSD. Dr.Soebandi dengan keluhan merasa gatal pada daerah kepala,
belakang telinga. Rasa gatal ini sudah dirasakan pasien sejak 1 minggu
sebelum datang ke RSD.dr.Soebandi. Pasien mengaku pada awalnya hanya
timbul bercak kemerahan pada bagian kepala dan terasa sangat gatal
terutama bila timbul keringat disertai rambut rontok. Pasien mengaku tidak
ada riwayat kontak dengan bahan yang kosmetik, sabun pembersih
ataupun shampo. Pasien juga mengaku tidak punya alergi dengan obat
ataupun bahan makanan apapun. Pasien sering mengalami kejadian seperti
ini terutama pada rambut, menurut pasien keluhan ini sering muncul jika
14
3.7.
DIAGNOSA BANDING
3.8.
Dermatitis Seboroik
Psoriasis
Tinea Kapitis
DIAGNOSA KERJA
3.9.
Dermatitis Seboroik
PENATALAKSANAAN
Umum :
Penjelasan
tentang
kekambuhan
disembuhkan
15
dan
penyakit
ini
sukar
patuh pengobatan
Khusus
1. Topical
3.10.
PEMERIKSAAN ANJURAN
3.11.
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan KOH 10%
PROGNOSA
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad funcionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam
: dubia ad bonam
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penerbit:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 189203.
2. Jansen, GPT. 2003. Seborrheic Dermatitis. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 6th edition. Chapter 124. McGraw-Hill Professional.
3. Manriquez J.J dan Uribe P. 2007. Seborrheic Dermatitis. America Family
Physician. 1375-1376.
4. Siregar, RS. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit: Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. Hal: 119121.
5. Selden, Samuel. 2007. Seborrheic Dermatitis. www.emedicine.com.mht
6. Stefanaki I. dan Katsambas A., 2010. Theurapeutic Update on Seborrheic
Dermatitis. Skin Therapy Letter Volume 15 Number 5.
7. Shimizu Hiroshi. 2007. Eczema and Dermatitis in Shimizus Textbook of
Dermatology. Hokkaido. P:101-102
8. Holden C.A dan Berth-Jones J.,2004. Eczema, Lichenification, Pririgo and
Erythroderma. Rooks Textboook of Dermatology 7th. Chapter 17.
9. Mansjoer A dkk. 2000.Dermatitis Seboroik. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga Jilid ke dua. Penerbit Media Aesculapius., Jakarta. Hal 122-123.
10. Marwali Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit: Hipokrates, Jakarta.
Hal: 1416.
17