Anda di halaman 1dari 7

JADWAL KULIAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

S-1 REGULER
SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2003/2004
Minggu
I

Topik
Pendahuluan

1. Higiene susu

II

III

IV

Substansi
Penjelasan definisi kesehatan
masyarakat veteriner, ruang lingkup
dan keterkaitannya dengan disiplin
ilmu lain
1.1 Fisiologi laktasi
1.1.1. Anatomi kelenjar ambing
1.1.2. Sirkulasi darah dan limfe dalam
ambing
1.1.3. Pembentukan susu
1.1.4. Pengeluaran susu

Pengajar
Setyawan Budiharta

1.2.
1.2.1.
1.2.2.
1.2.3.

Yatri Drastini

Karakter susu
Pengertian susu
Sifat fisik dan kimia
Komposisi susu berbagai
spesies ternak
1.2.1.4. Faktor-faktor yang
mempengaruhi komposisi
susu
1.3.
Pengujian kualitas susu
1.3.1. Pengambilan sampel
1.3.2. Pemeriksaan kualitas susu
(keadaan dan susunan susu)
1.3.3. Pemeriksaan pemalsuan
dan penambahan bahan
pengawet
1.4.
Mikroorganisme dalam susu
1.4.1. Mikroorganisme
1.4.2. Perubahan-perubahan
1.5. Pengamanan dan pembinaan
kualitas susu
1.5.1. Peraturan kesehatan sapi
1.5.2. Peraturan kandang
1.5.3. Peraturan kamar susu
1.5.4. Peraturan kebersihan peralatan
1.5.5. Peraturan tentang halaman
dan pengairan perusahaan
1.5.6. Peraturan kesehatan

Yatri Drastini

Yatri Drastini
Yatri Drastini

Yatri Drastini
Yatri Drastini
Yatri Drastini

Referensi

2. Higiene daging

pegawai
1.5.7. Pengawasan pengujian susu
1.5.8. Pengawasan penanganan,
penyimpanan susu
1.5.9. Pengawasan pengangkutan susu
1.5.10. Pengawasan penjualan susu
2.1.
Pendahuluan
2.1.1. Peran dokter hewan dalam
higiene daging
2.1.2. Rantai penyediaan daging
2.2.

VI

Definisi dan tujuan higiene


daging, serta peraturan yang
terkait
2.2.1. Definisi higiene daging
2.2.2. Tujuan higiene daging
2.2.3. Peraturan yang terkait adalah :
Staatsblad No. 432 Tahun 1912
(tentang campur tangan
pemerintah dalam urusan
kehewanan)
Staatsblad No. 435 Tahun 1912
(pemberantasan penyakit
menular)
Staatsblad No. 614 Tahun 1936
(larangan pemotongan hewan
besar bertanduk yang betina)
Staatsblad No. 671 Tahun 1936
(ordonansi pajak potong)
UU No. 6 Tahun 1967
(Undang-undang Pokok tentang
Peternakan dan Kesehatan
Hewan)
2.3.
Rumah Pemotongan Hewan
2.3.1. SK Mentan No.555/Kpts/
TN.240/9/1986, tentang
Syarat-syarat Rumah
Pemotongan Hewan dan Usaha
Pemotongan Hewan
2.3.2. SNI 01-6159-1999 (Rumah
Pemotongan Hewan)

Setyawan Budiharta

2.4.
Rumah Pemotongan Unggas
2.4.1. SK Mentan No. 557/Kpts/
TN.520/9/1987 tentang

Setyawan Budiharta

Doddi Yudhabuntara

Doddi Yudhabuntara

Syarat-syarat Rumah
Pemotongan Unggas dan
Usaha Pemotongan Unggas
2.4.2. SNI 01-6160-1999 (Rumah
Pemotongan Unggas)
VII

VIII

IX

2.5. Sanitasi Lingkungan Rumah


Potong
2.5.1. UPL dan UKL
2.5.2. Sanitasi dan higiene tempat
pengolahan daging
2.5.3. Sanitasi dan kesehatan
karyawan
2.5.4. Prosedur pengendalian sanitasi
2.5.5. Bahan pembersih dan
desinfektan
2.6.
Administrasi pemotongan dan
peraturan yang terkait
Syarat Pemotongan Hewan
Potong)
2.6.1. Retribusi
2.6.2. Surat jual beli/kepemilikan
2.6.3. Surat kesehatan
2.6.4. Peraturan yang terkait:
Staatsblad 614/1936 (larangan
pemotongan hewan besar
bertanduk yang betina)
SKB Mendagri dan Mentan No.
18/1979 dan No.
05/Ins/UM/1979 (Pelarangan
pemotongan sapi/kerbau betina
yang bunting/produktif)
SK Mentan No. 413/Kpts/TN
310/7/1992 (Pemotongan
Hewan Potong dan Penanganan
Daging serta Hasil Ikutannya)

Doddi Yudhabuntara

2.7.

Setyawan Budiharta

Maksud dan tujuan hewan


diistirahatkan dan efeknya
terhadap kualitas daging
2.7.1. Fungsi peristirahatan hewan
2.8.
Pemeriksaan ante mortem
2.8.1. SK Mentan No. 413/Kpts/TN
310/7/1992 (Pemotongan
Hewan Potong dan Penanganan

Doddi Yudhabuntara
Setyawan Budiharta

Setyawan Budiharta

Daging serta Hasil Ikutannya)


2.8.2. Cara melakukan pemeriksaan
antemortem (pengamatan dan
uji laboratorik)
2.8.3. Penyakit-penyakit yang
mungkin ditemukan
2.8.4. Keputusan pemeriksaan
antemortem
2.9.
Proses pemotongan
2.9.1. Pemotongan hewan ruminansia
secara halal dan higienis
2.9.2. Pemotongan babi secara
higienis
2.9.3. Pemotongan unggas secara
halal

Setyawan Budiharta

2.10. Penyembelihan darurat


2.10.1. Syarat-syarat pemotongan
hewan yang dipotong secara
darurat

2.11. Pemeriksaan postmortem


2.11.1. Pemeriksaan sederhana dan
pemeriksaan mendalam
22.11.2.Perubahan patologik anatomik
yang mungkin dijumpai
2.11.3. Keputusan-keputusan pemeriksaan postmortem
2.12. Anatomi komparativa sapi,
domba/kambing, babi, kuda,
unggas
2.12.1.
2.12.2.
2.12.3.
2.12.4.
2.12.5.
2.12.6.
2.12.7.
2.12.8.
2.12.9.

Struktur rangka
Sistem pencernaan
Sistem respirasi
Sistem sirkulasi
Sistem limfatik
Sistem reproduksi
Sistem ekskresi
Karakteristik daging dan lemak
Perbedaan karkas kuda dan sapi

2.13.

Penentuan umur hewan potong


dan jenis kelamin

Widagdo

2.13.1. Penentuan umur melalui


pemeriksaan gigi
2.13.2. Penentuan jenis kelamin sapi
melalui perbedaan bentuk
karkas
2.14. Struktur dan komposisi otot
2.14.1. Struktur otot
2.14.2. Komposisi otot/daging

XI

2.15.
2.15.1.
2.15.2.
2.15.3.
2.15.4.

Mekanisme kontraksi otot


Saraf dan stimuli
Kontraksi otot rangka
Relaksasi otot rangka
Sumber energi untuk kontraksi
dan fungsinya

2.16.

Perubahan otot menjadi daging


dan proses pelayuan
Homeostasis
Eksanguinasi
Kegagalan sirkulasi ke otot
Penurunan pH postmortem
Produksi dan pembuangan
panas postmortem
Rigormortis
Hubungan antara penurunan pH
dengan perkembangan
rigormortis
Degradasi enzimatik
Perubahan fisik otot

Bambang Sumiarto

Efek pemeliharaan dan kondisi


stress sebelum dipotong
(Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan
postmortem dan kualitas
daging)
Daging DFD
Daging PSE
Porcine Stress Syndrome (PSS)
Mikrobiologi daging
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikro-

Bambang Sumiarto

2.16.1.
2.16.2.
2.16.3.
2.16.4.
2.16.5.
2.16.6.
2.16.7.
2.16.8.
2.16.9.
2.17.

XII

Widagdo

2.17.1.
2.17.2.
2.17.3.
2.18.
2.18.1.

Doddi Yudhabuntara

organisme
2.18.2. Mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan daging
2.19. Pengolahan daging
2.19.1. Penanganan daging sebelum
refrigerasi
2.19.2. Cara penyimpanan dengan
refrigerasi
2.19.3. Pendinginan daging (chilling)
dan beberapa perubahan dalam
penyimpanan suhu rendah
2.19.4. Pembekuan daging (freezing)
2.19.5. Daging kuring (Cured meat)
2.19.6. Pengalengan daging
2.19.7. Pengeringan daging (drying)
2.19.8. Pengasapan daging

XIII

XIV

3. Higiene telur

3.1.

Macam-macam telur

3.2.

Susunan telur

Doddi Yudhabuntara
Bambang Sumiarto

Bambang Sumiarto

Jeanne Indriana

3.3.
Pembentukan telur
3.3.1. Pembentukan kuning telur
3.3.2. Pembentukan bagian telur
lainnya
3.4.
Cacad telur
3.4.1. Cacad pada kulit telur
3.4.2. Cacad pada albumen
kuning telur
3.4.3. Abnormalitas pada telur

dan

3.5.
Kimia telur
3.5.1. Komposisinya telur utuh dan
komposisinya
3.5.2. Unsur-unsur utama anorganik
dalam komponen telur
3.5.3. Kolesterol dalam telur
3.5.4. pH albumen dan kuning telur
3.5.5. Protein-protein
dalam
albumen
3.6.
Mikrobiologi
3.6.1. Tipe bakteri pada kulit telur
3.6.2. Tipe bakteri yang biasa ada
dalam telur busuk

Jeanne Indriana

3.6.3.
3.7.
3.7.1.
3.7.2.
XV

4. Higiene ikan

4.1.
4.2.
4.3.
4.3.1.
4.3.2.

Beberapa penyakit viral dalam


telur
Teknologi telur
Pengolahan telur
Pengawetan telur (pengawetan
telur utuh dan pengawetan telur
tanpa kulit telur)
Ikan sebagai sumber makanan
Klasifikasi hasil perikanan
Struktur ikan
Anatomi ikan
Struktur daging ikan

Widagdo

4.4.
Komposisi kimia ikan
4.5.
Perubahan postmortem ikan
4.5.1. Prerigormortis
4.5.2. Rigormortis
4.5.3. Autolisis
4.6.
4.7.

Mikrobiologi ikan
Kualitas dan kesegaran ikan

Widagdo

Anda mungkin juga menyukai