Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan
untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun
pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan trandisional
Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan
sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat
dijadikan makanan ternak ruminansia (domba dan kambing) pada saat musim
kemarau karena tidak/kurang tersedianya rumput. Secara tradisional, air umbi
batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus
besar sedangkan air batang pisang dapat digunakan sebagai obat diabetes dan
penawar racun (Ngraho, 2008).
Varietas-varietas pisang di seluruh dunia yang ditanam dapat dibagi dalam
empat golongan besar (Ngraho, 2008), yaitu:
a. Pisang yang dimakan buahnya setelah ranum, misalnya Pisang Ambon, Pisang
Susu, Pisang Raja, Pisang Cavendish, Pisang Barangan dan Pisang Mas.
b. Pisang yang dimakan setelah direbus atau digoreng, misalnya Pisang Nangka,
Pisang Tanduk dan Pisang Kepok.
c. Pisang yang berbiji biasanya dimanfaatkan daunnya, misalnya Pisang Klutuk.
d. Pisang yang diambil seratnya, misalnya Pisang Manila.
Produksi pisang di Indonesia cukup besar. Indonesia termasuk penghasil
pisang terbesar di Asia karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh
Indonesia. Buah pisang juga merupakan buah dengan jumlah produksi paling
banyak di Indonesia jika dibandingkan dengan produksi buah lainnya (Ngraho,
2008).
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut
karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat
diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu
alternatif dari pemanfaatan pisang yaitu dapat diolah menjadi pati. Sifat fisika dan
kimia tepung pisang dari beberapa varietas, yaitu: tepung pisang kepok bewarna
putih, tepung pisang nangka bewarna putih coklat, tepung pisang ambon bewarna
putih abu-abu, tepung pisang raja bulu bewarna putih kecoklatan, tepung pisang
ketan bewarna putih abu-abu dan tepung pisang siem bewarna kuning kecoklatan
dengan komposisi kimia rata-rata tepung pisang, yaitu kadar air 6,24% - 8,39%
dan kadar karbohidrat 70,10% - 78,88% (Prabawati, dkk., 2008).
Pada dasarnya semua varietas pisang dapat diolah menjadi pati. Namun,
tidak semua varietas pisang menghasilkan pati dengan mutu yang baik. Buah
pisang kepok menghasilkan pati yang bermutu baik dengan warna lebih putih jika
dibandingkan dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan
pati bewarna coklat kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 1999; Prabawati, dkk
2008). Jenis pati yang demikian tidak menarik walaupun aroma pisangnya lebih
kuat dibandingkan pati yang terbuat dari pisang kepok (Satuhu dan Supriyadi,
1999).
Pisang kepok termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning yang
menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10 -16 sisir dengan berat 14
22 kg. Setiap sisir terdapat 20 buah. Kandungan nutrisi tiap 100 gram daging
buah pisang mengandung zat gizi sebagai berikut : kalori 79 kkal, karbohidrat
21,2 gram, protein 1,1 gram, lemak 0,2 gram, air 75,5 gram, vitamin A 0,022
gram, vitamin C 0,0094 gram, tiamin 0,001 gram, dan riboflavin 0,002 gram.
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca. L.
Nama Lokal
: Pisang Kepok
2.2 Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya,
serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi
yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi
tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan
-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)D-glukosa (Winarno, 2002).
Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai
beberapa sumber pati lainnya yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan
lain-lain. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut butir pati. Bentuk dan ukuran butir pati merupakan
karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Dalam
keadaan murni butir pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa,
dan secara mikroskopik butir pati dibentuk oleh molekul-molekul yang
membentuk lapisan tipis yang terusun terpusat. Butir pati bervariasi dalam bentuk
dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, polihedral atau poligonal. Demikian
juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron tergantung
sumber patinya. Selain ukuran butir pati, karakteristik lain adalah bentuk,
keseragaman butir pati, lokasi hilum, serta permukaan butir patinya. Ukuran dan
morfologi butir pati bergantung pada jenis tumbuhan penghasil pati (Anonim,
2006; Elida, 1994). Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu
amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Umumnya
pati mengandung 15 30% amilosa, 70 85% amilopektin dan 5 10% material
antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung
sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati
biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang
dan pati umbi (Anonim, 2006).
Kandungan pati pada setiap tumbuhan berbeda, tergantung pada masingmasing spesiesnya, bahkan kandungan pati dapat bervariasi pada bagian yang
berbeda dari tumbuhan yang sama (Lehninger, 1982).
Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan confectionery
memiliki persentase paling besar yaitu 29 %, pada industri makanan dan pada
industri kertas masing-masing sebanyak 28 %, pada industri farmasi dan bahan
kimia 10 %, pada industri non pangan 4% dan sebagai makanan ternak sebanyak 1
%. Untuk memperoleh sifat-sifat yang digunakan pada aplikasi tertentu pada
industri tertentu sering dilakukan modifikasi pati (Belitz dan Grosch, 1987).
alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi dengan sifat-sifat yang diinginkan
atau sesuai dengan kebutuhan (Anonim, 2006).
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat
suatu reaksi kimia atau dengan menggangu struktur asalnya. Dibidang pangan pati
termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonaise, saus
kental, jeli, produk-produk konfeksioneri (permen coklat dan lain lain), pengganti
gum arab dan lain lain, sedangkan dibidang non pangan digunakan pada industri
kertas, tekstil, bahan bangunan, dan bahan pencampur (insektisida dan fungisida,
sabun detergen dan sabun batangan).
Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati
adalah modifikasi pati dengan hidrolisis, modifikasi pati secara kimia dan
modifikasi pati secara fisika. Setiap metode modifikasi pati menghasilkan pati
termodifikasi dengan sifat yang berbeda-beda (Anonim, 2006).
Prinsip dasar untuk memperoleh produk pati termodifikasi (Anonim, 2006)
yaitu:
a. Starch Acetate diperoleh dengan cara menambahkan gugus karboksil ke rantai
starch.
b. Thin Boilling Starch, diperoleh dengan cara mengasamkan suspensi pati pada
pH tertentu dan memanaskannya pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat
konversi atau modifikasi yang diinginkan. Kemudian dilakukan penetralan,
penyaringan, pencucian dan pengeringan.
c. Pati teroksidasi, diperoleh dengan cara mengoksidasi pati dengan senyawasenyawa pengoksidasi (oksidan) dengan bantuan katalis yang umumnya adalah
logam berat atau garam dari logam berat yang dilakukan pada pH tertentu,
pada suhu dan pada waktu reaksi yang sesuai.
d. Pregelatinized Starch, pati ini diperoleh dengan cara memasak pati pada suhu
pemasakan, kemudian mengeringkannya dengan menggunakan rol-rol (drum
drying) yang dipanaskan. Pada proses ini terjadi kerusakan butir pati tetapi
amilosa dan amilopektinnya tidak terdegradasi. Pregelatinisasi pati mempunyai
sifat umum yaitu terdispersi dalam air dingin. Parameter pengeringan seperti
rol dan gap antar rol dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik dari pati
dihasilkan.
e. Dekstrin, dibuat dari pati melalui proses enzimatik atau proses asam yang
disertai dengan pemanasan. Sifat-sifat yang penting dari dekstrin ialah
kelarutan dalam air dingin yang lebih tinggi dari pati dan memiliki kadar gula
yang rendah.
f. Siklodekstrin (CD), merupakan produk pati modifikasi yang mengandung 6
12 unit glukosa yang berbentuk siklis (ring). CD dibuat dari pati dengan
bantuan enzim cyclomaltodextrin glucanotransferase (CG Tase).
sakarifikasi,
memakai
cellulose
sebagai
katalisnya.
Sementara
untuk
pati, terdapat tiga tahapan dalam mengkonversi pati yaitu tahap gelatinisasi,
likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan tahap pembentukan
suspensi kental dari butir pati, tahap likuifikasi yaitu hidrolisis pati parsial yang
ditandai dengan menurunnya viskositas, sedangkan sakarifikasi merupakan proses
lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Shi, et. al., 2000).
2.4 Maltodekstrin
Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati dengan
menggunakan asam maupun enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa,
oligosakarida, dan dekstrin (Deman, 1993). Produk hasil hidrolisis enzimatis pati
mempunyai karakteristik yaitu tidak higroskopis, meningkatkan viskositas
produk, mempunyai daya rekat, dan ada yang dapat larut dalam air seperti laktosa
(Anonim, 2006).
Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang
tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari campuran gulagula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil,
oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah
kecil oligosakarida berantai panjang (Luthana, 2008).
Maltodekstrin merupakan salah satu turunan pati yang dihasilkan dari
proses hidrolisis parsial oleh enzim -amilase yang memiliki nilai Dextrose
Equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin memiliki mouthfeel yang lembut
dan mudah dicerna. Harga DE (Dextrose Euquivalent) hanya memberi gambaran
tentang kandungan gula pereduksi. Pada hidrolisis sempurna (pati seluruhnya
dikonversikan menjadi dekstrosa) nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang sama
diabsorpsi baik di daerah bukal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun
ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari
metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila
sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet
konvensional (Fu, et al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT
merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi
secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008).
ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan
menelan (disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang
sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air
minum mungkin sulit diperoleh (Verma dan Garg, 2001). Di samping berbagai
kelebihan ODT seperti yang telah disebutkan di atas, sediaan ODT juga memiliki
kekurangan yaitu keterbatasan jumlah obat yang dapat diformulasi dalam setiap
unit dosisnya. Selain itu, terkait sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile),
diperlukan pengemasan khusus dan ini tentu akan menambah biaya produksi.
2.6 Metoklopramida
Metoklopramida hidroklorida merupakan serbuk kristalin berwarna putih
atau praktis putih, tak berbau atau praktis tak berbau. Sangat mudah larut dalam
air, larut dalam alkohol, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut
dalam eter (Ditjen POM, 1995). Metoklopramida pertama kali dideskripsikan
oleh Justin-Besanon Dr.Louis dan C. Laville pada tahun 1964. Metoklopramida
adalah suatu derivat prokainamid yang merupakan antagonis reseptor dopamin
D2, reseptor 5HT3, pelepas asetilkolin dan inhibitor kolinesterase. Struktur kimia
Metoklopramida ditunjukkan pada Gambar 2.3.