Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimal. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain
mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak
(kandang), dan sebagainya.3
Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar terwujudnya kesehatan yang optimal
bagi manusia yang hidup di dalamnya.Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya
Paradigma Sehat. Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih
ditekankan pada upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui
Klinik Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif
dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program pemberantasan
penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung.3

B. Pembuangan Tinja
Yang dimaksud tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh
dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan karbon dioksida (CO2) sebagai
hasil dari proses pernapasan.3
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman,
masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk
sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran
penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat
melalui berbagai macam jalan atau cara antara lain lewat air, tangan, lalat, dan tanah.
Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri,
kolera, cacingan (cacing gelang, kremi, pita, dan tambang) serta schistosomiasis.
5

1. Pengelolaan pembuangan tinja


Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu harus di suatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mencemari air
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran
tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding

dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari

lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.


Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut.

Gambar 1. Jarak

Jamban dengan sumber air

bersih

b. Tidak mencemari tanah permukaan

Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat

sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.


Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

c. Bebas dari serangga

Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah.
Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
6

Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat menjadi

sarang kecoa atau serangga lainnya.


Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.

d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai

digunakan.
Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup

rapat oleh air.


Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk

membuang bau dari dalam lubang kotoran.


Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara teratur.

e. Aman digunakan oleh pemakainya


Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang
terdapat di daerah setempat.
f.

Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran.


Jangan membuang sampah, rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena

dapat menyumbat saluran.


Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban

akan cepat penuh.


Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.

g. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

Jamban harus berdinding dan berpintu.


Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.

Tabel 1. Kriteria tingkat jamban yang dapat mencemari lingkungan

NO
DIAGNOSA
1 Apakah penampungan akhir kotoran/jamban berjarak kurang dari 10
meter dengan sumber air?

Nilai Ya = 3,

Tidak = 0
7

Apakah penutup sumur resapan jamban (penampungan akhir


kotoran)

tidak

kedap

air?

Nilai Ya = 3, Tidak = 0
Apakah konstruksi jamban memungkinkan binatang penyebar

penyakit menjamah kotoran dalam jamban?

Nilai

Ya = 3, Tidak = 0
Apakah jamban menimbulkan bau?

Nilai Ya = 1,

Tidak = 0
Apakah jamban tidak selalu terjaga kebersihannya?

Nilai Ya = 2,

Tidak = 0
Tingkat resiko untuk mencemari lingungan:
Nilai Ya =

0-2

Ringan (R)

Nilai Ya =

3-4

Sedang (S)

Nilai Ya =

5-8

Tinggi (T)

Nilai Ya =

9-11

Amat Tinggi (AT)

2. Bangunan jamban (latrine / water closet)


Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari :
a.

Rumah kakus : Syarat syarat rumah kakus antara lain; Sirkulasi udara cukup,
Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar, Bangunan dapat
meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan),
Kemudahan akses di malam hari, Ketersediaan fasilitas penampungan air dan
tempat sabun untuk cuci tangan.

b. Lantai kakus : Sebaiknya diplester agar mudah dibersihkan.


c.

Slab : Berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat
berpijak. Pada jamban cemplung, slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan
pada kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan
oleh keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat
dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang
digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu
dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.

d. Closet

: Lubang tempat faeces masuk.

e.

Pit

: Sumur penampung faeces / cubluk.

f.

Bidang resapan.
8

Gambar 2. Bidang Resapan

3.

Jenis jenis jamban keluarga


a. Jamban cemplung (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan tapi kurang sempurna,
misalnya tanpa rumah jamban. Pada jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban
dan tidak boleh terlalu dalam sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah
dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 3 meter saja. Jarak dari
sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.3

Gambar 3.

Jamban

Cemplung

Cara dan
syarat

beberapa
pembuatan

jamban galian (cemplungan) adalah:4,5


Jauh dari tempat kediaman/perumahan
Lubang digali sedalam 2-3 m dengan garis tengah 80 cm.
Dalamnya tergantung keadaan tanah, permukaan air tanah dan lama
penggunaan
Letaknya diusahakan pada tanah yang agak longgar tapi kokoh hingga tidak
memerlukan dinding penahan
Pada lubang bagian atas perlu diberi dinding dan pondasi penguat
9

Bila tanahnya terlalu longgar dan mudah runtuh, lubang bagian dalam perlu
diberi penahan atau penguat dari beton, batu-batu, kaleng atau drum, anyaman
bambu atau bahan lainnya.
Pondasi disekitar atas lubang dibuat dari beton, batu bata bersemen, atau balok
kayu.
Di sekitar lantai dan pondasi ditimbun tanah agar jamban tetap kering.
Ditutup yang layak dan memenuhi syarat kesehatan.
b. Jamban cemplung berventilasi (Ventilation Improved Pit Latrine)
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni
menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat
dengan bambu.

Gambar 4. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine)

c. Watersealed laterine (angsa trine)


Jamban tanki septik/leher angsa: Adalah jamban berbentuk leher angsa sehingga akan
selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat bau busuk dari cubluk sehingga tidak
tercium di ruangan rumah kakus. Bila dipakai, faecesnya tertampung sebentar dan bila
disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat
penampungannya (pit). Penampungannya berupa tangki septik kedap air yang
berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang
dilengkapi dengan resapannya. Kakus ini yang terbaik dan dianjurkan dalam
kesehatan lingkungan.

10

Gambar 5. Jamban leher angsa

Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab
itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki
sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami
dekomposisi.
Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja
akan mengalami 2 proses, yakni :
a. Proses kimiawi
Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %) zat-zat padat
akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur
bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang
menutup permukaan air dalam tanki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi
mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan
bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan
berfungsi pada proses berikutnya.
a. Proses biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif
anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain
terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge sehingga
memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak
mengandung bagian-bagian tinja. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar
melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.
Penggunaan Jamban :

Siramkan air pada mangkokan leher angsa supaya tidak lengket


Jongkok atau duduk diatas kloset untuk melaksanakan hajat.
Setelah selesai guyur dengan air secukupnya sampai kotoran bersih

Keuntungan dari jamban ini antara lain :


11

Menghindarkan atau mengurangi gangguan lalat atau serangga dan binatang

lain.
Mengurangi timbul dan tersebarnya bau
Dapat dipakai dengan aman oleh anak-anak
Kebersihan mudah dijaga
Dapat dipasang di luar maupun di dalam rumah
Mudah dibuat dan hemat

Kelemahan jamban leher angsa :

Memerlukan cara penggunaan dan pemeliharaan yg lebih baik,teliti dan teratur

Leher angsa dapat rusak atau pecah, memerlukan perbaikan, perlu waktu,
biaya dan tenaga

Leher angsa dapat tersumbat

Kotoran tidak langsung jatuh ke dalam tempat pengumpul, tetapi harus


didorong dengan guyuran air tersendiri

4. Jamban keluarga di pedesaan


Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada
dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
a. Jamban tanpa leher angsa. Terdapat 2 jenis antara lain :

Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah.


Jamban empang, bila kotoran dialirkan ke empang atau kolam.

b. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :


1.

2.

Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung
diatas lubang galian penampungan kotoran
Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang galian
penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi dibangun terpisah
dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke dalam lubang galian

penampungan kotoran.3,5
Pemilihan jenis jamban :
1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air
2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air dan
daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu
lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban (satu
lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).

12

3. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya ditinggikan


kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. Setiap anggota rumah tangga
harus menggunakan jamban untuk buang airbesar/buang air kecil.
Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
1. Keadaan daerah datar atau lereng; Bila daerahnya berlereng, kakus atau
jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak
mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15
meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur.
2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering
digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban
(diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada
waktu banjir.
3. Mudah dan tidaknya memperoleh air
C. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik
dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal,5 yaitu:
Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan masyarakat


memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga

D. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :

Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering. 1x seminggu bersihkan lantai

dan tempat jongkok dengan air dan sabun, sapu lidi dan sikat ijuk.
Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih
Tidak ada genangan air di sekitar jamban
Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat dan kecoa
Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban
Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki.3

E. Syarat Jamban Sehat


13

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada
tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Tidak mencemari air.
Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang
kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat
atau diplester.
Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang kurangnya 10 meter.
Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari
lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang,
danau, sungai dan laut.
2. Tidak mencemari tanah permukaan.
Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat
sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.
Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga.
Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap
minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah.
Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi
sarang nyamuk.
Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah celah yang dapat
menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.
Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan.
Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap
selesai digunakan.
Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air.
Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran.
Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara teratur.
5. Aman digunakan oleh pemakainya.

14

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang
kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan
penguat lain yang terdapat di daerah setempat.
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya.
Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran.
Jangan membuang sampah, rokok atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran.
Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban
akan cepat penuh.
Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa
berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.
Jamban harus berdinding dan berpintu.
Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
Indikator penilaian jamban sehat :
NO
DIAGNOSA
1 Apakah penampungan akhir kotoran/jamban berjarak kurang dari 10
meter dengan sumber air?
2

Nilai Ya = 3, Tidak = 0
Apakah penutup sumur resapan jamban (penampungan akhir
kotoran) tidak kedap air?

Nilai Ya = 3, Tidak = 0
Apakah konstruksi jamban memungkinkan binatang penyebar
penyakit menjamah kotoran dalam jamban?

Nilai Ya = 3, Tidak = 0
Apakah jamban menimbulkan bau?

Nilai Ya = 1, Tidak = 0
Apakah jamban tidak selalu terjaga kebersihannya?
Nilai Ya = 2, Tidak = 0
Tabel 2. Kriteria tingkat jamban yang dapat mencemari lingkungan

Tingkat resiko untuk mencemari lingungan:


Nilai Ya =

0-2

Ringan (R)

Nilai Ya =

3-4

Sedang (S)

Nilai Ya =

5-8

Tinggi (T)

Nilai Ya =

9-11

Amat Tinggi (AT)


15

F. Peran Puskesmas Terhadap Ketersediaan Jamban Sehat6


Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum,
higinitas dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) 2006 2010 menunjukkan 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan
sanitasi total.
Perlunya strategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
berangkat dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan sektoral dan subsidi perangkat
keras selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan
peningkatan akses sanitasi, sehingga diperlukan strategi yang baru dengan melibatkan
lintas sektor sesuai dengan tugas dan pokok dan fungsi masing masing dengan
leading sector Departemen Kesehatan karena STBM ini menekankan kepada 5 (lima)
perubahan perilaku higienis, yaitu :
1. Tidak BAB sembarangan
2. Mencuci tangan dengan sabun
3. Mengelola air minum dan makanan yang aman
4. Mengelola sampah dengan benar
5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
Peran Puskesmas disini adalah :
1. Berkoordinasi dengan berbagai lapisan masyarakat (perangkat desa atau dusun)
2.
3.
4.
5.

dan memberi dukungan pemicu STBM


Memelihara database status kesehatan tetap ter-update secara berkala
Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal
Mendukung program STBM dari segi kesehatan
Bersama sama membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal dari

kader desa untuk memfasilitasi gerakan masyarakat


6. Mengajukan proposal kepada kabupaten untuk kemudian dilanjutkan ke
pemerintah mengenai desa PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat)
Petugas sanitarian bertugas untuk mengubah, mengendalikan, atau
menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang memberikan pengaruh buruk
terhadap kesehatan masyarakat, termasuk mengenai jamban sehat.

Fungsi:
16

Penyuluhan terhadap masyarakat tentang penggunaan air bersih,


jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan dan pekarangan

Membantu masyarakat dalam pembuatan sumur, perlindunganmata air,


penampung air hujan, dan sarana air bersih lainnya

Pengawasan hygienitas, perusahan dan tempat-tempat minum

Melakukan pencatatan dan pelaporan

Aktif memperkuat kerjasama lintas sektoral

Ikut serta dalam puskesling dan kegiatan terpaut yang terkait dengan
hidup sehat

Memberikan penyuluhan kesehatan

Pengawasan dan penyehatan perumahan

Pengawasan pembuangan sampah

Pengawasan makanan dan minuman

G. Urutan Dalam Siklus Pemecahan Masalah

17

1. Identifikasi Masalah

6. Monitoring
dan evaluasi

2. Penentuan
Penyebab Masalah

5. Penyusunan
rencana penerapan

3. Menentukan
alternatif
pemecahan
masalah

4. Penetapan
pemecahan
masalah terpilih

Gambar 5. Kerangka Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah sebaiknya dilakukan berurutan sesuai dengan siklus berikut ini 7 :
1.

Identifikasi masalah dan analisis


Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk
mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan pendekatan masalah.
Dari pendekatan sistem ini dapat ditelusuri hal hal yang mungkin menyebabkan
munculnya permasalahan. Adapun sistem yang diutarakan disini adalah sistem
terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut :

18

Gambar 6. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem


Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan
dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut.
Berdasarkan pendekatan sistem, masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat. Untuk membantu menemukan kemungkinan penyebab
masalah dapat dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada
kerangka pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar dibawah ini :

Gambar 7. Diagram fish bone


19

2.

3.

Penentuan penyebab masalah


Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab sebab yang
didukung oleh data atau konfirmasi dan survei lapangan.
Menentukan alternatif penyebab masalah
Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang
sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif

4.

pemecahan masalah.
Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan
pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan metode

5.

kriteria matriks untuk menentukan / memilih pemecahan terbaik.


Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan of Action)

6.

atau rencana kegiatan.


Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah
yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah
itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan

H. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH8


Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks dengan
rumus :
MxIxV
C
Penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Efektivitas Program
Pedoman untuk mengukur efektivitas program :
a. Magnitude (M)
: Besarnya penyebab masalah yang dapat diselesaikan.
Makin besar (banyak) penyebab masalah yang dapat diselesaikan dengan
pemecahan masalah maka semakin efektif.
b. Importancy (I)
: Pentingnya cara penyelesaian masalah
c. Vulnerability (V)
: Sensitifitas cara penyelesaian masalah.
Kriteria M, I dan V masing masing diberi skor 1 5.
Bila magnitude makin besar maka nilainya juga makin besar, mendekati 5. Begitu
juga dalam melakukan penilaian pada kriteria I dan V.
20

2. Efisiensi Program
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (cost). Kriteria cost (c)
diberi nilai 1 5. Bila cost-nya makin kecil maka nilainya mendekati 1.
Tabel 3. Kriteria Matriks

MAGNITUDE
1 = Tidak magnitude
2 = Kurang magnitude
3 = Cukup magnitude
4 = Magnitude
5 = Sangat magnitude

IMPORTANCY
1 = Tidak penting
2 = Kurang penting
3 = Cukup penting
4 = Penting
5 = Sangat penting

VULNERABILITY
1 = Tidak sensitif
2 = Kurang sensitif
3 = Cukup sensitif
4 = Sensitif
5 = Sangat sensitif

COST
1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup murah
4 = Mahal
5 = Sangat mahal

II.9. PEMBUATAN PLAN OF ACTION DAN GANN CHART8


Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka selanjutnya dilakukan
pembuatan Plan of Action (POA) serta Gann chart. Hal ini bertujuan untuk menentukan
perencanaan kegiatan.

21

Anda mungkin juga menyukai