Anda di halaman 1dari 2

PENINGGALAN SOSIAL BUDAYA

1.PRASASTI CIARUTEUN
Penemuan Prasasti Ciaruteun pertama kali dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch
Genootschap van Kunsten en Weten-schappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun
1863. Lokasi ditemukannya Prasasti Ciaruteun ini merupakan suatu bukit yang diapit oleh
tiga sungai: Sungai Cisadane, Sungai Cianten, dan Sungai Ciaruteun.
Prasasti Ciaruteun sekarang berada di desa Ciaruteun Hilir, kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Tersimpan dibawah sebuah naungan yang dibuat oleh Direktorat
Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan pada tahun 1981. Rupanya akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti
ini ikut terhanyut beberapa meter ke hilir dan celakanya bagian yang bertulisan posisinya
berada di bawah. Tahun 1903 prasasti ini berhasil dipindahkan lagi ke tempatnya semula.
Lalu pada tahun 1981 agar tidak terulang lagi terseret banjir Prasati Ciaruten ditempatkan di
lokasinya sekarang.
Prasasti Ciaruteun berupa batu gelondong besar berukuran variasi panjang lebar tinggi
sekitar 150 cm. Beratnya mencapai 8 ton. Batu Prasasti Ciaruteun bergores aksara Pallawa
yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang teridiri
dari empat baris; bunyinya:
vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva
padadvayam
2.PRASASTI BATU TULIS
Prasasti Batutulis terletak di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor
Selatan, Kota Bogor. Kompleks Prasasti Batutulis memiliki luas 17 x 15 meter. Prasasti
Batutulis dianggap terletak di situs ibu kota Pajajaran dan masih in situ, yakni masih terletak
di lokasi aslinya dan menjadi nama desa lokasi situs ini. Batu Prasasti dan benda-benda lain
peninggalan Kerajaan Sunda terdapat dalam komplek ini. Pada batu ini berukir kalimatkalimat dalam bahasa dan aksara Sunda Kuno.
ISI PRASASTI

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,

diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana

di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang
ratu dewata

pun ya nu nyusuk na pakwan

diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang
niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang

ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang
talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi

3. CANDI CANGKUANG

Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah
Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali
ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Candi Cangkuang terdapat di sebuah pulau kecil yang bentuknya memanjang dari barat ke
timur dengan luas 16,5 ha. Pulau kecil ini terdapat di tengah danau Cangkuang pada
koordinat 10654'36,79" Bujur Timur dan 706'09" Lintang Selatan. Di Wikimapia [1]. Selain
pulau yang memiliki candi, di danau ini terdapat pula dua pulau lainnya dengan ukuran yang
lebih kecil.
Lokasi danau Cangkuang ini topografinya terdapat pada satu lembah yang subur kira-kira
600-an m l.b.l. yang dikelilingi pegunungan: Gunung Haruman (1.218 m l.b.l.) di sebelah
timur - utara, Pasir Kadaleman (681 m l.b.l.) di timur selatan, Pasir Gadung (1.841 m l.b.l.) di
sebelah selatan, Gunung Guntur (2.849 m l.b.l.) di sebelah barat-selatan, Gunung Malang
(1.329 m l.b.l.) di sebelah barat, Gunung Mandalawangi di sebelah barat-utara, serta Gunung
Kaledong (1.249 m l.b.l.) di sebelah utara.
4. ARCA ROROJONGGRANG
Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah puteri dari Raja Boko yang berkuasa di daerah
Prambanan. Kecantikan dan keanggunan Roro Jonggrang membuat seorang pria dari daerah
Pengging yang bernama Bandung Bondowoso ingin memperistrinya. Tapi sebenarnya, Roro
Jonggrang tidak mencintai Bandung Bondowoso. Sebagai strategi menolak pinangan
tersebut, Roro Jonggrang mengeluarkan syarat agar dibuatkan 1000 candi dalam waktu satu
malam.
Bandung
Bondowoso
pun
menyanggupinya.
Sebelum melaksanakan pekerjaannya, dia bersemedi untuk mendapat kekuatan dan bantuan
dari para jin. Menjelang petang, pembangunan seribu candi mulai dilaksanakan, dan
menjelang matahari terbit, pembangunan itu hampir selesai. Melihat hal ini, Roro Jonggrang
pun cemas, dan berusaha mencegah kerja tersebut. Roro Jonggrang kemudian memanggil
semua putri desa untuk membakar jerami dan memukul lesung (alat penumbuk padi
tradisional di Jawa), supaya terkesan hari menjelang fajar. Jin-jin yang melihat hari telah
menjelang fajar mulai meninggalkan pekerjaannya. Setelah dihitung, ternyata pekerjaan yang
tersisa hanyalah sebuah arca saja yang tinggal 1 yang belum di selesaikannya
Bandung Bondowoso pun mengetahui kecurangan Roro Jonggrang. Dengan perasaan marah
dan kecewa, ia mendatangi Roro Jonggrang. Tapi Roro Jonggrang tetap bersikukuh minta
digenapi menjadi 1000 candi. Hal ini menimbulkan kemarahan Bandung Bondowoso.
"Kurang satu, tambahnya engkau sendiri". Setelah Bandung Bondowoso mengeluarkan katakata itu, Roro Jonggrang pun langsung berubah menjadi arca, untuk melengkapi sebuah arca
yang belum terselesaikan. Dan arca ini bisa kita lihat di bilik sebelah utara candi utama.

Anda mungkin juga menyukai