Anda di halaman 1dari 3

Sejak abad ke 9 Kota Barus terkenal sebagai penghasil bahan baku kamfer, bahkan hingga semua

saudagar dari seluruh penjuru dunia berlayar ke Barus untuk membeli kayu penghasil kamfer ini. Cladius
Prolomeus, seorang gubernur kerajaan yunani yang berpusat di Iskandariyah Mesir, membuat sebuah peta
dan menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera ada barousai yang dikenal sebagai penghasil wewangian
dari kapur.Namun, dewasa ini kapur barus tidak lagi diproduksi memakai bahan baku kayu pohon kamfer,
tetapi dibuat secara sintesis dari minyak terpentin. Karena pohon kamfer mulai langka di hutan-hutan
wilayah Barus. Ini membuat Kota Barus sama saja seperti kota kecamatan lain di daerah pinggiran yang
hampir tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya mulai banyak meninggalkan desa untuk
mencari pekerjaan atau pendidikan di luar daerah. Kenapa disebut kapur barus? Ini dikarenakan Kapur
barus atau yang disebut juga dengan kamfer (atau camphor dalam bahasa Inggris) dahulu kala dibuat dari
potongan kayu batang pohon Cinnamomum camphora yang banyak tumbuh di kawasan Barus. Dimana
potongan-potongan kecil kayu ini direbus dan melalui proses penyulingan dan penghabluran diperoleh
kristal kamfer sebagai bahan baku untuk diproses di pabrik. Jadi tidak mengherankan kalau akhirnya
kamfer ini dalam bahasa Melayu dinamakan kapur barus. Istilah camphor pun sebetulnya juga berasal dari
bahasa Sanskertakarpoor atau bahasa Arab kafur yang dalam bahasa kita diserap menjadi kapur.
Sumber Kapur Barus
Perlu diketahui bahwa pohon Kamfer (Cinnamomum camphora) termasuk dalam
suku Lauraceae selain dari kayu manis (Cinnamomu iners). Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran tinggi,
pegunungan, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
memiliki bau khas kulit manis
berkelamin ganda (diaceous)

pohon, tinggi lebih dri 40 meter

kulit batang coklat, dan memiliki retakan vertical

bunga majemuk berwarna kuning agak putih

buah hijau, setelah tua menjadi biru

Tumbuhan ini mengandung zat naftalena yang merupakan salah satu senyawa aromatik.
Dimana sebutir kapur barus biasanya mengandung 250-500 mg naphthalene. Selain tumbuhan
Cinnamomum camphora Pohon Kapur atau Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman
penghasil kapur barus atau kamper. Untuk mendapatkan kristal kapur barus dari Pohon Kapur dimulai
dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang pohon Kapur (Dryobalanops aromatica).
Potongan-potongan batang pohon Kapur kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus
yang terdapat di dalam batangnya. Karena penebangan yang membabi buta saat ini pohon Kapur menjadi
pohon yang langka. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered
atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.
Selain menghasilkan kamper, Pohon Kapur juga dapat dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan,
perkapalan, dinding, dan lantai karena memiliki kualitas kayu yang cukup baik. Naftalena adalah
hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan
berbentuk dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam
bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari
destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasiminyak bumi. Senyawa ini bersifat volatil, mudah
menguapwalau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudahterbakar. Naftalena paling
banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena

merupakan suatu bahan keras yang putih dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar
fosil seperti batu bara dan minyak.

Sifat Fisik
Physical State: Crystalline powder
Appearance: white
Odor: Distinctive mothball-like.
pH: Not available.
Vapor Pressure: 0.054 mm Hg @20C
Vapor Density: 4.42 (air=1)
Evaporation Rate:<1.0 (butyl acetate=1)
Viscosity: Not available.
Boiling Point: 218 deg C
Freezing/Melting Point:80 - 82 deg C
Autoignition Temperature: 979 deg F ( 526.11 deg C)
Flash Point: 174 deg F ( 78.89 deg C)
Decomposition Temperature:540 deg C
NFPA Rating: (estimated) Health: 2; Flammability: 2; Reactivity: 0
Explosion Limits, Lower:0.90 vol %
Upper: 5.90 vol %
Solubility: insoluble
Specific Gravity/Density:0.9970g/cm3
Molecular Formula:C10H8
Molecular Weight:128.17

Sifat kimia
Hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan
berbentuk dua cincin benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam
bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling banyak dihasilkan dari
destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa fraksionasi minyak bumi.
Kegunaan
Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari berbagai reaksi kimia industri, seperti reaksi
sulfonasi, polimerisasi, dan neutralisasi. Selain itu, naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper, dsb),
surfaktan, dsb
Sublimasi menggunakan naftalen kotor
Sublimasi adalah perubahan wujud dari padat ke gas tanpa mencair terlebih dahulu . Pada proses
sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim, langsung terjadi perubahan dari padat menjadi
uap tanpa fasa cair dahulu. Kemudian uap senyawa tersebut, bila didinginkan akan langsung berubah
menjadi fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan akan lebih murni daripada senyawa padat
semula, karena pada waktu dipanaskan hanya senyawa tersebut yang menyublim sedangkan pengotornya
tetap tertinggal dalam cawan
Prosedur :
1.

Masukkan satu sendok teh naftalen kotor kedalam cawan


penguapan,tutup cawan dengan
sepotong kertas isap yang sudah dilubangi jarum

2.

Letakkan corong diatas cawan dengan posisi terbalik dan tutuplah


ujung tangkai corng dengan
kapas / tissue
2

3.
4.

Panaskan cawan dengan nyala api yang kecil


Perhatikan uap yang naik melalui lubang-lubang pada kertas isap dan pembentukan kristal-kristal
pada corong

Anda mungkin juga menyukai