Anda di halaman 1dari 10

Eka Wahyuni

240210130017
IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan sifat-sifat sakarida dan reaksi-reaksi kimia yang spesifik,

karbohidrat dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif (Winarno, 1991).


Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang
dapat digunakan untuk analisis kualitatif (Winarno, 1991).
Praktikum kali ini dilakukan pengujian sifat-sifat karbohidrat untuk
mengetahui sifat monosakarida dan oligosakarida secara kualitatif, uji kemanisan
relatif sakarida, serta identifikasi pati secara mikroskopis. Untuk pengujian sifat
monsakarida dan oligosakarida secara kualitatif, dilakukan dengan tiga metode,
yaitu uji benedict, uji barfoed, dan uji seliwanoff.
1. Uji benedict
Uji Benedict pada karbohidrat atau pada monosakarida bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya kandungan gula pereduksi pada sampel yang diujikan
(Winarno,1991). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan
oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif.

Sampel yang

digunakan adalah fruktosa, maltosa, gluksa, dan sukrosa. Benedict adalah pereaksi
atau reagen yang terbuat dari natrium sitrat, natrium karbonat, dan kupri sulfat.

Gambar 1. Pereaksi Benedict


(Sumber:Anonima, 2011)
Uji Benedict dilakukan dengan memasukkan 1 mL Benedict ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan dua tetes sampel, lalu dipanaskan selama lima
menit. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat laju reaksi. Kemudan diamati
perubahan yang terjadi baik dari warna larutan atau terbentuknya endapan. Jika

Eka Wahyuni
240210130017
terbentuk endapan berwarna hijau, kuning atau merah orange menunjukkan
adanya gula pereduksi. Perubahan warna menjadi merah kekuningan/orange
(glukosa dan fruktosa) menunjukkan kandungan Cu2O rendah, sedangkan
perubahan warna menjadi merah bata menunjukkan kandungan Cu2O yang tinggi.
Didapat hasil pengamatan sebagai berikut:
Reaksi yang terjadi pada pengujian benedict adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Pereaksi Benedict


(Sumber:Anonima, 2011)
Tabel 1. Uji Benedict
Kelompok

Sampel

1
Glukosa
2
Fruktosa
3
Sukrosa
4
Maltosa
5
Laktosa
(Sumber : Data TIP Kelas A1, 2014)

Perubahan
Warna
Merah bata
Merah bata
Merah bata
Merah bata
Merah bata

Endapan
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Dari hasil pengamatan diatas, glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa dan


sukrosa berubah warna menjadi orange (CuO) setelah dipanaskan dan
menghasilkan endapan berwarna merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa pada
semua sampel mengandung gula pereduksi. Menurut literature yang ada, maltosa
termasuk kedalam gula pereduksi, karena memiliki gugus karbonil yang dapat
dioksidasi walaupun bukan merupakan monosakarida.

Eka Wahyuni
240210130017

Gambar 3. Struktur maltosa


(Sumber:Anonimb, 2011)
2. Uji barfoed
Uji ini dilakukan untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida.
Sampel yang digunakan sama dengan sampel pada uji benedict. Hasil positif
monosakarida ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata atau orange pada
campuran sampel dan barfoed setelah dipanaskan selama 10 menit. Endapan
merah bata yang ditimbulkan berdasarkan pada reduksi ion Cu 2+ menjadi Cu+.
Didapat hasil pengamatan sebagai berikut :
Tabel 2. Uji Barfoed
Kelompok
Sampel
Warna awal
1
Glukosa
Biru
2
Fruktosa
Biru
3
Sukrosa
Biru muda
4
Maltosa
Biru bening
5
Laktosa
Biru bening
(Sumber : Data TIP Kelas A1, 2014)

Warna Akhir
Biru
Biru
Biru kehitaman
Kehitaman
Coklat kehitaman

Endapan
Ada, merah
Ada, merah
Ada, hitam
Ada
Ada

Berdasarkan data hasil pengamatan yang terlihat pada tabel di atas, didapat
hasil yang sesuai dengan teori yang ada yakni sampel glukosa dan fruktosa positif
menunjukkan adanya endapan merah bata. Namun pada sampel sukrosa, laktosa
dan maltose menunjukkan hasil negatif, dan sesuai teori yang ada ketiga sampel
tersebut dinyatakan termasuk kedalam disakarida. Oleh karena itu fruktosa dan
glukosa dapat dinyatakan termasuk ke dalam monosakarida.

3. Uji seliwanof

Eka Wahyuni
240210130017
Uji ini dilakukan untuk membedakan adanya ketosa pada monosakarida
atau disakarida dilihat dari perubahan warna larutan. Pereaksi Seliwanoff dibuat
dari campuran resorsinol dan HCl pekat, yang selanjutnya diencerkan dengan
aquades. Jika gula tersebut mempunyai gugus keton, gula tersebut adalah ketosa.
Sebaliknya jika gula mengandung gugus aldehida, gula adalah aldosa. Uji ini
didasarkan bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat terdehidrasi daripada
aldosa. Terbentuknya warna merah setelah sampel dicampurkan dan dipanaskan
menunjukkan adanya ketosa. Dan waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan yakni
hanya 60 detik.
Hasil dari pengamatan Uji Seliwanoff sebagai berikut:
Tabel 3. Uji Seliwanoff
Kelompo
Sampel
Warna awal
k
1
Glukosa
Bening
2
Fruktosa
Bening
3
Sukrosa
Bening
4
Maltosa
Bening
5
Laktosa
Bening kekuningan
(Sumber : Data TIP Kelas A1, 2014)

Warna akhir
Bening
Bening kekuningan
Bening
Bening
Bening kekuningan

Berdasarkan data hasil pengamatan di atas, tampak adanya kesalahan dari


hasil pengujian yang dilakukan, karena pada semua sampel menunjukkan hasil
yang negatif. Sedangkan menurut literature, seharusnya sampel Fruktosa dan
Sukrosa merupakan zat yang mengandung ketosa. Hal seperti ini bisa saja
disebabkan dari faktor lamanya pemanasan kurang sehingga hasilnya pun menjadi
kurang akurat. Dalam praktikum hanya dipanaskan selama 1 menit saja sedangkan
pada literature seharusnya pemanasan mencapai 10 menit.
Meninjau secara teori, menurut Winarno (1991), pereaksi selliwanoff
harus dibuat segera sebelum diuji. Pereaksi ini dibuat dengan mencampur 3,5 ml
resorsinol 0,5% dengan 12 ml HCl pekat, kemudian diencerkan menjadi 35 ml
dengan air suling. Uji ini dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan sampel ke
dalam 5 ml pereaksi kemudian ditempatkan dalam air mendididh selama 10
menit. Warna merah cherry menunjukkan adanya fruktosa dalam sampel.

Eka Wahyuni
240210130017
4. Uji Kemanisan Relatif Sakarida

Percobaan ini dilakukan untuk menguji tingkat kemanisan dari glukosa,


fruktosa, sukrosa, laktosa dan maltosa. Derajat kemanisan suatu sakarida sangat
ditentukan oleh kadar gula dalam setiap sakarida tersebut. Sebagai acuan, sukrosa
diberi nilai 100. Percobaan ini dilakukan dengan mengandalkan daya indera
pengecap dari praktikan. Hasil dari pengamatan kemanisan relatif sakarida sebagai
berikut:
Tabel 4. Kemanisan Relatif
Kelompo
Sampel
Warna awal
k
1
Glukosa
80 %
2
Fruktosa
90 %
3
Sukrosa
100 %
4
Maltosa
20 %
5
Laktosa
10 %
(Sumber : Data Kelompok 4 A, 2014)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sukrosa merupakan yang paling
manis, diikuti fruktosa, kemudian glukosa, maltose dan laktosa yang paling
rendah tingkat kemanisannya. Kemanisan gula yang berbeda-beda disebabkan
oleh susunan atom hidrogen dan oksigen disekitar atom-atom karbon. Selain itu
disebabkan juga karena gula tersebut mempunyai senyawa atom hidrogen dan
oksigen lebih banyak daripada yang punya ikatan lebih rendah, sehingga dapat
dikatakan bahwa kadar "air" dalam gula tingkat tinggi (misalkan sukrosa) lebih
banyak. Hasil pengamatan tidak berbeda jauh dengan literatur. Hasil literatur tidak
didapat dengan mencicipi tetapi dengan alat yang sudah pasti keakuratannya.
5. Gelatinasi Pati
Uji gelatinasi pati ini dilakukan untuk mengetahui pada kadar berapa
sampel mengalami proses gelatinasi.

Sampel yang digunakan yakni tapioka,

namun setiap kelompk melakukan percobaan dengan kadar tapioka yang berbdea,
diantaranya 1%, 3%, 5%, 7% dan 10%. Hasil pengamatan yang didapat adalah
sebagai berikut:

Eka Wahyuni
240210130017
Tabel 5. Gelatinisasi
Sebelum dipanaskan
Kek Kek
Warna
eruh enta
an
lan

Setelah dipanaskan
Enda
pan

Kekent
alan

Endap
an

Bening +
+

+++

Bening +
+

+++

++

++

Bening +
++

++

+++

+++

++

Bening ++
++

+++

+++
++

+++

Bening +
+++

+++++

Kel

Sampel

Tepung
tapioka
1% 53
C

Putih

++

Tepung
tapioka
3% 62
C

Putih

+++

Tepung
tapioka
5% 61
C

Putih
+++

+++

Tepung
tapioka
7% 63
C

Putih
++++

Tepung
tapioka
10% 59
C

Putih
++++

Warna

Keker
uhan

Sumber : pengamatan kelas A1


Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tepung tapioka mengalami proses
gelatinasi pada suhu 53C, pada suhu tersebut dapat dilihat perubahan-perubahan
seperti larutan tepung yang tadinya berwarna keruh, menjadi bening. Hal tersebut
dinamakan translusi. Biasanya translusi diikuti oleh pembengkakan granula, dan
pemecahan granula yang dapat menyebabkan kekentalan pada pati. Pada gambar
hasil pengamatan, dapat dilihat, bahwa terjadi pembengkakan granula-granula pati
dari sebelum dipanaskan, hingga mengalami pemanasan. Pembengkakan granula
pati disebabkan karena air yang terserap ke dalam granula pati tersebut. Air dapat
terserap karena molekul air memiliki energi kinetik yang lebih besar dibandingkan

Eka Wahyuni
240210130017
daya tarik menarik antar molekul pati dalam granula. Suhu dimana granula pati
pecah disebut suhu gelatinasi. Namun Menurut Matz (1984) suhu gelatinisasi
berkisar antara 58,8C - 70C. Hal ini tidak sesuai dengan suhu yang didapat dari
hasil pengamatan, mungkin hal ini dapat terjadi karena pengukuran suhu yang
tidak akurat.

Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan,


suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak
bertambah, bahkan kadang-kadaang turun. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi
tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Suhu gelatinisasi juga dapat
ditentukan dengan polarized microscope.
Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin. Seperti yang
dilakukan pada praktikum kali ini, dari hasil pengamatan terlihat bahwa sebelum
dipanaskan warna suspensi pati dan air dingin terlihat keruh, tidak kental dan
terdapat endapan.
Tahap awal gelatinisasi terjadi saat pati yang bersifat tidak larut dalam air
dingin mulai mengasorbsi air saat dipanaskan pada suhu gelatinisasi (60-85C).
Apabila pemanasan dilanjutkan sampai 10C di atas suhu gelatinisasi maka
granula makin membengkak sehingga sebagian pati berdifusi keluar granula.
Jumlah gugus hidroksil yang sangat banyak dalam molekul pati memudahkan pati
menyerap air juga menyebabkan

sebagian pati berdifusi keluar. Pati yang

berdifusi keluar granula inilah yang meningkatkan viskositas. Sifat fisik yang
terlihat setelah pemanasan dapat dilihat seperti yang didapat pada hasil
pengamatan praktikkan. Suhu pada gelatinasi bergantung pada konsentrasi dari
pati. Makin kental larutan pati maka tercapainya suhu yang diinginkan semakin
lambat dicapai.
Dari data di atas didapati pula bahwa tapioka 10 % lebih cepat bereaksi untuk
mencapai suhu gelatinisasi dibandingkan dengan tapioka 5 %. Seharusnya tapioka 5 %
bisa lebih cepat untuk bereaksi agar mencapai titik gelatinisasi dibandingkan dengan
tapioka 10 %, karena kandungan tapioka 5 % lebih sedikit mengandung pati sehingga
mudah untuk mencapai titik gelatinisasi.

Eka Wahyuni
240210130017

6. Identifikasi Pati Secara Mikroskopis


Tabel 6. Identifikasi Secara Mikroskopis
Ke Sampel
Granula Pati
l
1
Tepung beras

2
3
4

Maizena
Tepung ketan
Tepung pati
kentang

Tepung terigu

Granula Pati + KI

Sumber : pengamatan kelas A1


Praktikum kali ini sampel pati yang digunakan adalah tepung beras, tepung
terigu, tepung maizena, kentang dan tepung ketan. Zat pati sendiri merupakan polimer
dari -D-Glukosa. Tiap jenis tanaman memiliki bentuk dan kisaran ukuran granula pati
yang khas. Sehingga menyebabkan bentuk granula berbeda-beda dan pada hasil

Eka Wahyuni
240210130017
pengamatan juga menunjukan hal yang sama menurut literatur bahwa setiap tepung
mempunyai ukuran granula pati yang berbeda-beda. Granula pati juga diamati dengan
penambahan larutan Kalium Ioida (KI). Fungsi kalium iodida adalah sebagai indikator
adanya pati jika dilihat di bawah mikroskop dan juga agar membantu memperjelas
gambar yang ada pada mikroskop. Setelah dilakukan penambahan KI, pati yang berikatan
dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Hal ini disebabkan oleh struktur
molekul pati yang berbentuk spiral sehingga akan mengikat iodin dan terbentuklah warna
biru. Pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosanya >20 (mis: amilosa).
Bila polimernya <20 (mis: amilopektin) akan menghasilkan warna merah. Sedang
polimer 6, 7, dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang < 5 tidak memberikan warna.

V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada uji benedict semua sampel termasuk ke dalam gula pereduksi.
2. Fruktosa dan glukosa merupakan monosakarida karena menunjukkan hasil
positif terhadap uji barfoed.
3. Semua sampel menunjukkan hasil negatif pada uji Selliwanoff,
berdasarkan teori Fruktosa dan Sukrosa termasuk gula ketosa berdasarkan
uji seliwanoff
4. Sukrosa merupakan yang paling manis, diikuti fruktosa, kemudian
glukosa, maltose dan laktosa yang paling rendah tingkat kemanisannya.
5. Granula pati berbagai sampel memiliki berbagai bentuk granula pati yang
berbeda-beda.
6. Semakin tinggi konsentrasi pati, maka semakin tinggi suhu yang
dibutuhkan agar pati mengental.
7. Suhu gelatinisasi yang didapat pada praktikum ini adalah 530C.
8. Peranan KI pada pengamatan identifikasi pati secara mikroskopis adalah
untuk memperjelas penglihatan di mikroskop.
5.2 Saran
1. Untuk menghindari adanya kegagalan pada praktikum, sebaiknya pereaksi
yang digunakan harus dalam keadaan yang masih baik dengan kata lain
larutan yang digunakan baru dibuat bukan yang telah lama disimpan.
Karena apabila larutan yang digunakan merupakan larutan yang telah lama
disimpan, dikhawatirkan hasil praktikum tidak berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.

Eka Wahyuni
240210130017
2. Alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum diharapkan dapat
terpenuhi proses pembelajaran, serta dapat mengefektifkan waktu. Serta
dapat menghemat penggunaan bahan di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2010. Benedict. Available at : www.google.co.id [diakses tanggal 24


september 2014]
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
DeMan John M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Prof. Dr. Kosasih
Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.
Desroiser,

N.W. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah :


Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta
Lehninger, A.L. 1982 . Dasar-dasar Biokimia . Erlangga . Jakarta .
Underwood, dkk. 2002. Analisis Kimia Kuntitatif. Edisi keenam. Penerjemah Iis
Sopyan. Penerbit PT. Erlangga, Jakarta
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai