Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari
populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain dibutuhkan
untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen,
juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa
DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga
untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe
perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal
dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun
pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka
dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan. Zat
besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir
seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu
sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe
yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan
Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada : Hemoglobin 66 %, Mioglobin 3 %,
Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,
suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% Pada transferin 0,1 %. Besi
non esensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %. Makanan sumber zat besi yang paling
baik berupa heme-iron adalah hati hewani, kuning telur, pada daging, ayam dan ikan.
Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buahbuahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah.
Kebutuhan Zat Besi yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor umur,

jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan,
walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula. Kebutuhan zat besi
bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. 1
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan
daya tahan tubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan
tingkah laku. Oleh karena itu masalah ini memerlukan cara penanganan dan pencegahan
yang tepat. Pada penderita dapat ditemukan gejala seperti pucat menahun tanpa disertai
perdarahan maupun organomali. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia
mikrositer hipokrom, sedangkan jumlah leukosit, trombosit dan hitung jenis normal.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan kadar besi dalam serum. Pemberian preparat
besi selama 3-5 bulan ditujukan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
persediaan besi di dalam tubuh ke keadaan normal. Mencari dan mengatasi penyebab
merupakan hal yang penting untuk mencegah kekambuhan. Antisipasi harus di lakukan
sejak pasien dalam stadium I (stadium deplesi besi) dan stadium II (stadium kekurangan
besi). Dianjurkan pula untuk memberikan preparat besi pada individu dengan risiko
tinggi untuk terjadinya ADB antara lain untuk individu dari keluarga dengan sosial
ekonomi rendah. 1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi
(Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.1
B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai
pada anak usia sekolah dan anak praremaja. 30 % dari populasi dunia mengalami
anemia akibat defisiensi besi. Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia
sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6%, remaja perempuan
hampir mencapai 20%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui
kekurangan besi, dan 2% menderita anemia. Sedangkan pada anak lakilaki sekitar 50%
cadangan besinya berkurang saat pubertas.
Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang
lebih rendah.
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan
anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1% . Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, hampir separuh (40-45 persen) dari
balita di Indonesia mengalami Anemia Defisiensi Besi. 1

C. ETIOLOGI
Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.1,3
Kekurangan besi dapat disebabkan:1
1) Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis .
Pertumbuhan: Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun
pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada
periode ini insiden ADB neningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya
meningkat 3 kali dan masaa Hb dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat
dibanding saar lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada

umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin

dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.


Menstruasi Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan

adalah kehilangan darah lewat menstruasi.


2) Kurangnya besi yang diserap.
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat. Seorang bayi pada 1 tahun
pertama kehidupannya membutuhkan, makanan yang banyak mengandung
besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi selama 1
tahun

pertama

(0,5

mg/hari)

yang

terutama

digunakan

untuk

pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang merderita


kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang
terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula.

Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI

diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat

diabsorpsi.
Malabsorpsi besi Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.
pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering
disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal
ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih
cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme

dan non heme.


3) Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penring terjadinya
ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi.
Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga
kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi. Perdarahan daprat berupa perdarahan salurran cerna,
milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil
salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inlflamasi non steroid) dan
infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) yang
menyerang usus halus bagian proksimal dan meughisap darah dari pembuluh
darah submukosa usus.
4) Hemoglobinuria

Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglabinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin
rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
5) Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk menderita ADB.
6) Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan
ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24
jam.

Penyebab Anemia Defisiensi Besi Menurut Umur:


1. Bayi di bawah umur 1 tahun
- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir
kembar.
2. Anak berumur 1-2 tahun
- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu)
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Malabsorbsi
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
3. Anak berumur 2-5 tahun
- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
4. Anak berumur 5 tahun masa remaja
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
dan poliposis.
5. Usia remaja dewasa
Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

D. PATOFISIOLOGI
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian
menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu: 1,4

1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedagkan pemeriksaan lain
uutuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi
serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yaug menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

E. TANDA DAN GEJALA


Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik. Diagnosis
biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu penurunan kadar
feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum. Pada ADB gejala klinis terjadi
secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam otot jantung menyebabkan terjadinya
gangguan kontraktilitas otot organ tersebut. Pasien ADB akan menunjukkan peninggian
ekskresi norepinefrin; biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi
triodotiroksin. Penemuan ini dapat menerangkan terjadinya iritabilitas, daya persepsi
dan perhatian yang berkurang, sehingga menurunkan prestasi belajar kasus ADB. Anak
yang menderita ADB lebih mudah terserang infeksi karena defisiensi besi dapat
menyebabkan gangguan fungsi neutrofil dan berkurangnya sel limfosit T yang penting
untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Perilaku yang aneh berupa pika, yaitu gemar
makan atau mengunyah benda tertentu antara lain kertas, kotoran, alat tulis, pasta gigi,
es dan lain-lain, timbul sebagai akibat adanya rasa kurang nyaman di mulut. Rasa
6

kurang nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada
mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula
pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk
kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat
pada 5,5% kasus ADB. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat
menyebabkan gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada
keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada 75%
kasus ADB. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal.1,2
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan
laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb
6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya
ringan saja. Bila kadar Hb turun < 5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai
tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung
dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak
mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB
sering tidak sesuai dengan kadar Hb.1

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC
-

rendah.
Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis (dapat

ditemukan sel pensil, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen)


RDW >17%
Kadar besi serum yang rendah, TIBC meningkat, saturasi transferin (ST) < 16%
menunjukkan supali besi tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7%

diagnosis ADB dapat ditegakkan.


Serum ferritin <12 ug/mL dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi.
Untuk mengetahui kecukupan besi ke eritroid sumsum tulang dapat diketahui
dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP).

Bila

penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin di


dalam sel. Nilai FEP > 100 ug/dl menunjukkan anemia defisiensi besi (ADB).
7

Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah

yang tidak adekuat


Terapi besi (therapeutic trial): respons pemberian preparat besi dengan dosis 3
mg/kgBB/hari.1,3

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala
klinis yang sering tidak khas.1
Diagnosis Menurut WHO:1
1.
2.
3.
4.

Kadar Hb kurang dari normal


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%)
Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N: 80-180 ug/dl)
Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%)

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat
respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah,
praktis sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB.
Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi
peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan
menderita ADB.1

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran
anemia hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan
laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia
karena penyakit kronis. Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB.
Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan
melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan
mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar
dengarrpenurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara
membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya < 13 menunjukkan talasemia
8

minor, sedangkan bila >

13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan,

peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.


Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom normositik, tetapi juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia
pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh
transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau
meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP
meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin/transferrin receptor (TfR) sangat
berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakiikronis. Pada anemia
karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak
terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR sensitif
dalam mendeteksi ADB.1

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 8085% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan
tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral
lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secar parenteral. Pemberian
secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau
kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan
pencernaan. 1
1. Pemberian preparat besi
a. Pemberian preparat besi Peroral. Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih
baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat,
fumarat dan suksinant. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya
yung lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat
diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
9

elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental


yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi elemental
sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping
pada saluran pencemaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih
cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua
waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna.
Untuk mengarasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan
atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 4050%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting
karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita.
Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada
penderita teratasi.1
b. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.
Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50
mg besi/ml.1
Dosis dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) : BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
2. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu
secepatnya,

malah

akan

membahayakan

karena

dapat

menyebabkan

hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan


dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia
berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB
persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik seperti furosemid. 5
J. PENCEGAHAN
- Pemberian ASI eksklusif
- Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun

10

Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang


kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan

padat (usia 4-6 bulan)


Memberikan suplementasi Fe pada bayi kurang bulan
Pemberian PASI (susu formula) yang mengandung besi. 1,3

Rekomendasi Pemberian Suplemen Besi:5

a. Suplementasi untuk bayi prematur/bayi berat lahir rendah (BBLR)


Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan kelompok risiko tinggi mengalami
defisiensi besi (DB).
Menurut World Health Organization (WHO), suplementasi besi dapat diberikan
secara massal, mulai usia 2-23 bulan dengan dosis tunggal 2 mg/kgBB/hari.
Bayi
dengan berat lahir rendah memiliki risiko 10 kali lipat lebih tinggi mengalami
defisiensi besi. Pada dua tahun pertama kehidupannya, saat terjadi pacu tumbuh,
kebutuhan besi akan meningkat. Bayi prematur perlu mendapat suplementasi
besi sekurangkurangnya 2 mg/kg/hari sampai usia 12 bulan. Suplementasi
sebaiknya dimulai sejak usia 1 bulan dan diteruskan sampai bayi mendapat susu
formula yang difortifikasi atau mendapat makanan padat yang mengandung
cukup besi. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika
merekomendasikan bayi-bayi yang lahir prematur atau BBLR diberikan
suplementasi besi 2-4 mg/kg/hari (maksimum 15mg/hari) sejak usia 1 bulan,
diteruskan sampai usia 12 bulan. Pada bayi berat lahir sangat rendah (BBSLR),
direkomendasikan suplementasi besi diberikan lebih awal.
b. Suplementasi untuk bayi cukup bulan
Pada bayi cukup bulan dan anak usia di bawah 2 tahun, suplementasi besi
diberikan jika prevalens ADB tinggi (di atas 40%) atau tidak mendapat makanan
dengan fortifikasi. Suplementasi ini diberikan mulai usia 6-23 bulan dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari. Hal tersebut atas pertimbangan bahwa prevalens DB pada
bayi yang mendapat ASI usia 0-6 bulan hanya 6%, namun meningkat pada usia
9-12 bulan yaitu sekitar 65%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan

11

dan kemudian tidak mendapat besi secara adekuat dari makanan, dianjurkan
pemberian suplementasi besi dengan dosis 1 mg/kg/hari. Untuk mencegah
terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan, pada bayi yang
mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi besi sejak usia 4 atau 6 bulan.
The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian
suplementasi besi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif mulai usia 4 bulan
dengan dosis 1 mg/kg/hari dilanjutkan sampai bayi mendapat makanan
tambahan yang mengandung cukup besi. Bayi yang mendapat ASI parsial
(>50% asupannya adalah ASI) atau tidak mendapat ASI serta tidak mendapatkan
makanan tambahan yang mengandung besi, suplementasi besi juga diberikan
mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/kg/hari.5
c. Suplementasi untuk balita dan anak usia sekolah
Pada anak usia balita dan usia sekolah, suplementasi besi tanpa skrining
diberikan jika prevalens ADB lebih dari 40%.1 Suplementasi besi dapat
diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3
bulan.5
d. Suplementasi untuk remaja
Suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan dengan dosis 60
mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60 mg/hari,
secara intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja perempuan
ternyata terbukti dapat meningkatkan feritin serum dan free erythrocyte
protoporphyrin (FEP). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan
AAP merekomendasikan suplementasi besi pada remaja lelaki hanya bila
terdapat riwayat ADB sebelumnya, tetapi mengingat prevalens DB yang masih
tinggi di Indonesia sebaiknya suplementasi besi pada remaja lelaki tetap
diberikan.

Penambahan

asam

folat

pada

remaja

perempuan

dengan

pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect pada bayi yang akan
dilahirkan dikemudian hari.5

12

The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika


menganjurkan melakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)
setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada
usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2-5
tahun. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi seperti
bayi dengan kondisi prematur, berat lahir rendah, riwayat mendapat perawatan
lama di unit neonatologi, dan anak dengan riwayat perdarahan, infeksi kronis,
etnik tertentu dengan prevalens anemia yang tinggi, mendapat asi ekslusif tanpa
suplementasi, mendapat susu sapi segar pada usia dini, dan faktor risiko sosial
lain. Pada bayi prematur atau dengan berat lahir rendah yang tidak mendapat
formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan.5
Pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dan remaja lelaki, CDC hanya
merekomendasikan pemeriksaan Hb dan Ht pada individu yang memiliki
riwayat
13

ADB. Pada usia remaja, uji tapis dapat dilakukan satu kali antara usia 11-21
tahun. Uji tapis dapat diulang setiap 5-10 tahun, kecuali pada remaja perempuan
yang telah menstruasi dan mempunyai risiko tinggi, uji tapis dapat diulang
setahun sekali. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalens anemia
yang tinggi dan mempunyai kemungkinan etiologi yang beragam. Oleh karena
itu, jika dari hasil pemantauan ditemukan anemia, maka perlu dicari
penyebabnya.5

K. PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi
klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan
dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:1,6
-

Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

menetap
Disertai penyakit yang mempengaiuhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena

defisiensi vitamin B12, asam folat).


Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

14

BAB III
KESIMPULAN
1. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan daya tahan tubuh,
tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah
laku.
2. Diagnosis Menurut WHO: Kadar Hb kurang dari normal, Konsentrasi Hb
eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%), Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N: 80-180
ug/dl), Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%).
3. Penatalaksanaan ADB dapat dilakukan dengan Pemberian preparat besi peroral
ataupun parenteral. Dan transfusi darah pada anemia yang sangat berat.
4. Prognosis baik bila penyebabnya serta penyebab anemianya hanya karena
kekurangan besi saja dan diketahui kemudian dilakukan penanganan yang

15

adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Permono, H.B. dkk. Buku Ajar Hemato-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2012.
2. Albert, Daniel. Dkk. Sari Pati Pediatri: Diagnosis Pengobatan dan Pencegahan
Anemia Defisiensi Besi. 2007. Diakses 26 januari 2015 dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-7.pdf

16

3. Pudjiadi,Antonius H. dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak


Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
4. Sylvia A.P. Patofisiologi Kedokteran: Anemia Defisiensi Besi. Edisi 4.
EGC;2011
5. Gatot, Djadiman. dkk. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Suplementasi Besi Untuk Anak.2013. Diakses 26 Januari 2015 dari
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_Suplemen-ZatBesi.pdf
6. Sjakti, A. Hikari. Anemia Defisiensi Besi Pada Anak. 2014. Diakses 26 Januari
2015 dari http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/anemiadefisiensi-besi-pada-anak.html

17

Anda mungkin juga menyukai