PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat
besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari
populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi. Zat besi selain dibutuhkan
untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen,
juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa
DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga
untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe
perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal
dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun
pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka
dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan. Zat
besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir
seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu
sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe
yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan
Fe yang nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada : Hemoglobin 66 %, Mioglobin 3 %,
Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,
suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% Pada transferin 0,1 %. Besi
non esensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %. Makanan sumber zat besi yang paling
baik berupa heme-iron adalah hati hewani, kuning telur, pada daging, ayam dan ikan.
Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buahbuahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah.
Kebutuhan Zat Besi yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor umur,
jenis kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan,
walaupun keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula. Kebutuhan zat besi
bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh pertumbuhannya. 1
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan
daya tahan tubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan
tingkah laku. Oleh karena itu masalah ini memerlukan cara penanganan dan pencegahan
yang tepat. Pada penderita dapat ditemukan gejala seperti pucat menahun tanpa disertai
perdarahan maupun organomali. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia
mikrositer hipokrom, sedangkan jumlah leukosit, trombosit dan hitung jenis normal.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan kadar besi dalam serum. Pemberian preparat
besi selama 3-5 bulan ditujukan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
persediaan besi di dalam tubuh ke keadaan normal. Mencari dan mengatasi penyebab
merupakan hal yang penting untuk mencegah kekambuhan. Antisipasi harus di lakukan
sejak pasien dalam stadium I (stadium deplesi besi) dan stadium II (stadium kekurangan
besi). Dianjurkan pula untuk memberikan preparat besi pada individu dengan risiko
tinggi untuk terjadinya ADB antara lain untuk individu dari keluarga dengan sosial
ekonomi rendah. 1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi
(Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.1
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai
pada anak usia sekolah dan anak praremaja. 30 % dari populasi dunia mengalami
anemia akibat defisiensi besi. Angka kejadian anemia defisiensi besi pada anak usia
sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6%, remaja perempuan
hampir mencapai 20%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui
kekurangan besi, dan 2% menderita anemia. Sedangkan pada anak lakilaki sekitar 50%
cadangan besinya berkurang saat pubertas.
Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang
lebih rendah.
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia. Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan
47,2% anak usia sekolah menderita ADB. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan
anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1% . Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, hampir separuh (40-45 persen) dari
balita di Indonesia mengalami Anemia Defisiensi Besi. 1
C. ETIOLOGI
Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.1,3
Kekurangan besi dapat disebabkan:1
1) Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis .
Pertumbuhan: Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun
pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada
periode ini insiden ADB neningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya
meningkat 3 kali dan masaa Hb dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat
dibanding saar lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada
umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin
pertama
(0,5
mg/hari)
yang
terutama
digunakan
untuk
diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat
diabsorpsi.
Malabsorpsi besi Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang
mukosa ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional.
pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering
disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal
ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih
cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan.
Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglabinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin
rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
5) Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk menderita ADB.
6) Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan
ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24
jam.
D. PATOFISIOLOGI
Seorang anak yang mula-mula berada di dalam keseimbangan besi kemudian
menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan melalui 3 stadium yaitu: 1,4
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedagkan pemeriksaan lain
uutuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi
serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yaug menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
kurang nyaman ini disebabkan karena enzim sitokrom oksidase yang terdapat pada
mukosa mulut yang mengandung besi berkurang. Dampak kekurangan besi tampak pula
pada kuku berupa permukaan yang kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk
kuku seperti sendok (spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat
pada 5,5% kasus ADB. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat
menyebabkan gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami atropi. Pada
keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang rata karena hilangnya
papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis dan ditemui gastritis pada 75%
kasus ADB. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal.1,2
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan
laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb
6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya
ringan saja. Bila kadar Hb turun < 5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai
tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung
dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak
mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB
sering tidak sesuai dengan kadar Hb.1
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC
-
rendah.
Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis (dapat
Bila
Nilai retikulosit: normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah merah
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala
klinis yang sering tidak khas.1
Diagnosis Menurut WHO:1
1.
2.
3.
4.
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat
respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah,
praktis sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB.
Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi
peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan
menderita ADB.1
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran
anemia hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan
laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia
karena penyakit kronis. Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB.
Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan
melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan
mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar
dengarrpenurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara
membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya < 13 menunjukkan talasemia
8
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 8085% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan
tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral
lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secar parenteral. Pemberian
secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau
kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan
pencernaan. 1
1. Pemberian preparat besi
a. Pemberian preparat besi Peroral. Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih
baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat,
fumarat dan suksinant. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya
yung lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat
diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
9
malah
akan
membahayakan
karena
dapat
menyebabkan
10
11
dan kemudian tidak mendapat besi secara adekuat dari makanan, dianjurkan
pemberian suplementasi besi dengan dosis 1 mg/kg/hari. Untuk mencegah
terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan, pada bayi yang
mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi besi sejak usia 4 atau 6 bulan.
The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian
suplementasi besi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif mulai usia 4 bulan
dengan dosis 1 mg/kg/hari dilanjutkan sampai bayi mendapat makanan
tambahan yang mengandung cukup besi. Bayi yang mendapat ASI parsial
(>50% asupannya adalah ASI) atau tidak mendapat ASI serta tidak mendapatkan
makanan tambahan yang mengandung besi, suplementasi besi juga diberikan
mulai usia 4 bulan dengan dosis 1 mg/kg/hari.5
c. Suplementasi untuk balita dan anak usia sekolah
Pada anak usia balita dan usia sekolah, suplementasi besi tanpa skrining
diberikan jika prevalens ADB lebih dari 40%.1 Suplementasi besi dapat
diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3
bulan.5
d. Suplementasi untuk remaja
Suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan dengan dosis 60
mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60 mg/hari,
secara intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja perempuan
ternyata terbukti dapat meningkatkan feritin serum dan free erythrocyte
protoporphyrin (FEP). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan
AAP merekomendasikan suplementasi besi pada remaja lelaki hanya bila
terdapat riwayat ADB sebelumnya, tetapi mengingat prevalens DB yang masih
tinggi di Indonesia sebaiknya suplementasi besi pada remaja lelaki tetap
diberikan.
Penambahan
asam
folat
pada
remaja
perempuan
dengan
pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect pada bayi yang akan
dilahirkan dikemudian hari.5
12
ADB. Pada usia remaja, uji tapis dapat dilakukan satu kali antara usia 11-21
tahun. Uji tapis dapat diulang setiap 5-10 tahun, kecuali pada remaja perempuan
yang telah menstruasi dan mempunyai risiko tinggi, uji tapis dapat diulang
setahun sekali. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalens anemia
yang tinggi dan mempunyai kemungkinan etiologi yang beragam. Oleh karena
itu, jika dari hasil pemantauan ditemukan anemia, maka perlu dicari
penyebabnya.5
K. PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi
klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan
dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:1,6
-
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
Disertai penyakit yang mempengaiuhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena
14
BAB III
KESIMPULAN
1. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi
antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan daya tahan tubuh,
tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah
laku.
2. Diagnosis Menurut WHO: Kadar Hb kurang dari normal, Konsentrasi Hb
eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%), Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N: 80-180
ug/dl), Saturasi transferin < 15% (N: 20-50%).
3. Penatalaksanaan ADB dapat dilakukan dengan Pemberian preparat besi peroral
ataupun parenteral. Dan transfusi darah pada anemia yang sangat berat.
4. Prognosis baik bila penyebabnya serta penyebab anemianya hanya karena
kekurangan besi saja dan diketahui kemudian dilakukan penanganan yang
15
adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono, H.B. dkk. Buku Ajar Hemato-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2012.
2. Albert, Daniel. Dkk. Sari Pati Pediatri: Diagnosis Pengobatan dan Pencegahan
Anemia Defisiensi Besi. 2007. Diakses 26 januari 2015 dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/4-2-7.pdf
16
17