Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoetik yang


ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal
atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel
darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga
ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial
seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah
keganasan darah dengan karakteristik terjadinya akumulasi yang cepat dari sel blas
mieloid di sumsum tulang ataupun darah perifer. LMA tanpa penanganan akan
menyebabkan perburukan yang cepat dan biasanya prognosisnya buruk.1,2
Insiden leukemia mieloid akut (LMA) adalah + 3,7 per 100.000
orang per tahun, dan kejadian yang disesuaikan menurut umur
lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita (4.6 berbanding
3.0). Insiden LMA meningkat sesuai umur, yaitu 1,9 pada individu
<65 tahun dan 18,6 pada mereka yang berusia >65. Sebuah
peningkatan yang signifikan pada insiden LMA telah terjadi selama
10 tahun terakhir. Etiologinya meliputi hereditas, radiasi dan
paparan pekerjaan serta obat-obatan dan virus.3

Kejadian leukemia akut di Kanada adalah 2,9 pada laki-laki dan 2,3 pada
perempuan per 100.000 penduduk. Pada orang dewasa, LMA merupakan 90% persen
dari leukemia akut. Kejadian berkaitan dengan usia, jarang pada usia kurang dari 40
tahun (<1 dalam 100.000) dan meningkat menjadi 16 kasus per 100.000 pada usia 75
tahun. Rata-rata kejadian pada usia 65 tahun.4
Penyebab pasti dari LMA sampai saat ini belum diketahui. Genetik, obat,
lingkungan, dan faktor lain yang bersifat leukemogenik terutama tampak pada orang
dengan LMA. Faktor risiko berkaitan dengan pajanan benzene, radiasi ion, dan
pajanan kemoterapi sitotoksik (biasanya golongan alkylating agent yang digunakan
pada terapi kanker, penyakit jaringan ikat atau gangguan autoimun).4
Terapi standar dari LMA adalah regimen kemoterapi tujuh tiga,
yaitu

kemoterapi

induksi

dengan

regimen

sitarabin

dan

daunorubisin. Sekitar 30-40 % pasien mengalami remisi komplit


dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan sebagai
obat tunggal, sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi
komplit dicapai oleh lebih dari 60 % pasien. Bila terdapat residual
disease pada hari ke 28 perlu dipertimbangkan adanya gagal terapi
primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain.3
Terapi LMA pada dekade terakhir ini berkembang dengan pesat, seperti
transplantasi hematopoetik stem sel autolog dan terapi suportif. Terapi baru seperti
all-trans retinoic acid (ATRA), dan menggunakan Cytarabin dosis tinggi sebagai

terapi konsolidasi. Oleh karena itu angka harapan hidup penderita LMA semakin
meningkat.5
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus pasien dengan nama An. S (12
tahun) yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis Leukemia
Mieloblastik Akut (LMA).

Anda mungkin juga menyukai