Oleh :
Selfa Septiani Aulia (10610009)
Masalah Perencanaan
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer
Universitas Komputer Indonesia
2014
Introduction/ Pendahuluan
Studi terdahulu tentang urbanisasi di Asia Tenggara pada umumnya dan di
No
Suburban/ Pinggiran Kota
Kegiatan industri, khususnya manufaktur, menyumbang 79,73% dari PDRB Kabupaten Bekasi (2009)
Untuk investor swasta, Kabupaten Bekasi dianggap lokasi yang paling sesuai untuk kawasan industri swasta
(Shahab, 2010) karena memiliki akses langsung ke Jakarta dan relatif dekat dengan pusat kota dan Pelabuhan
Tanjung Priok serta ketersediaan sumberdaya air yang cukup
Kawasan industri di kabupaten Bekasi sebagian besar terkonsentrasi di Cikarang, bagian tengah sub-region
dan ada tujuh kawasan industri di Cikarang dengan luas total 14.620 ha dan sebagian besar didirikan pada
tahun 1989
Ada tiga kawasan industri yang tidak hanya dikembangkan sebagai kawasan industri, tetapi juga terintegrasi
perumahan dan fungsi perkotaan lainnya, yaitu Jababeka, Lippo Cikarang dan Deltamas
Jababeka adalah kawasan industri terbesar yang berada di Cikarang dan Asia Tenggara, dengan luas
perencanaan sebesar 5.600 ha
Jababeka saat ini memiliki lebih dari 1200 tenant dengan lebih dari 300.000 pekerja. Penyewa/ tenant
setidaknya berasal dari 25 negara (Provinsi Jawa Barat, 2009)
Jababeka dikembangkan oleh PT Jababeka tbk dan pada tahun 1996 mengembangkan kota mandiri
Jababeka memiliki kegiatan usaha Movieland (36 ha), Medical City (74 ha), Kota Cyber (240 ha) dan dry
port internasional (75-150 ha)
Jababeka juga dilengkapi dengan fasilitas kota besar, yaitu 300.000 rumah, 8 hotel dan apartemen, 16
universtitas dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, rumah sakit internasional, 24 mal dan pusat
perbelanjaan, taman golf internasional dan taman botani dan dihuni lebih dari 958.000 orang dan 2.450
ekspatriat termasuk didalamnya
industri. Kelompok kedua adalah 12 kecamatan yang berfungsi sebagai hinterland kawasan
industri dan kelompok ketiga adalah enam kecamatan yang cenderung terisolasi, karena
kebanyakan warga bekerja sebagai petani
Kesenjangan pendapatan yang jelas antara kelompok-kelompok tersebut dapat dilihat. Tiga
kecamatan industri Cikarang memiliki pendapatan lebih dari 100 juta rupiah per kapita dan
kecamatan yang menjadi hinterland dan pedesaan hanya memiliki pendapatan seperlima
dan sepersepuluh dari angka teresebut
Dari sudut pandang neoklasik, konsentrasi besar industri di satu lokasi dapat menciptakan
Pada akhir abad ke-20 daerah urbanisasi Asia Timur ditandai dengan munculnya desakota, yaitu
berbeda zona antara kota dan pedalaman pedesaan
Desakota merupakan transformasi bertahap yang dari sebelumnya merupakan daerah pertanian
menjadi daerah yang terbangun. Desakota merupakan bagian dari wilayah metropolitan yang paling
dinamis dan berkembang kebetulan di sepanjang koridor utama antara kota (McGee, Ginsburg,
Koppel, & McGee, 1991)
Pola spasial yang berada di JMR menandakan tahap awal yang disebut dengan istilah barat sebagai
post-suburbia, yang melibatkan dekonsentrasi industri hi-tech dan perusahaan-perusahaan
multinasional, yang mengkonversi lahan di pedesaan menjadi kawasan industri yang direncanakan
pinggiran kota
Beberapa kawasan industri di pinggiran kota yang ditemukan di Cikarang dan Bekasi berubah menjadi
pusat-pusat perkotaan baru yang dilengkapi dengan komersial utama, rekreasi dan fasilitas budaya
dengan rasa Barat yang kuat
Pada awalnya transformasi pasca-pinggiran kota di JMR merupakan implikasi spasial ekonomi
regional restrukturisasi dari pertanian ke sektor manufaktur dan di masa depan dominasi sektor
manufaktur secara bertahap akan diikuti oleh sektor jasa (proyek ambisius di luar pengembangan
tanah dan properti bisnis seperti Movieland, Kota Medikal dan Kota Cyber di cikarang)
Kelangsungan pertumbuhan dan integrasi dengan kapitalisme global, ditambah dengan desentralisasi
atribut pemerintahan, telah membuat pembangunan pasca-pinggiran menjadi sebuah fenomena yang
tak terelakkan dalam JMR
Transformasi pasca-pinggiran kota sebagian besar memberikan kontribusi terhadap perbaikan kinerja
ekonomi JMR. Namun, tedapat beberapa isu-isu keberlanjutan yang juga muncul dalam transformasi
ini, yaitu ketidakseimbangan regional, mismatch infrastruktur, fragmentasi fisik, segregasi sosial, dan
degradasi lingkungan
Isu-isu ini menyiratkan butuhnya akan instrumen kebijakan yang lebih inovatif, yaitu perencanaan
yang lebih baik, koordinasi di tingkat daerah, dan meningkatkan kapasitas untuk pemerintah lokal