Anda di halaman 1dari 3

Pengaruh Musim (Hujan dan Kemarau) terhadap Kualitas Udara Ambien

Indonesia sebagai wilayah tropis memiliki dua musim yang disebabkan


oleh hembusan angin muson yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim
kemarau di Indonesia terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Musin kemarau
disebabkan oleh hembusan angin muson timur yang bertiup dari Benua Australia
yang tidak membawa uap air karena sebagian Australia merupakan wilayah gurun
sehingga Indonesia mengalami musim kemarau. Pada musim kemarau matahari
bersinar lebih lama dan sangat terik karena tidak terhalang oleh awan sehingga
suhu udara dan kelembaban udara absolute (Ah) naik sedangkan kelembaban
udara relatif (Rh) turun. Partikel debu pada musim kemarau lebih banyak diudara
karena suhu pada siang harinya tinggi.
Musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Desember, Januari dan
Februari. Musim hujan disebabkan oleh hembusan Angin Muson Barat yang
bertiup dari Benua Asia yang banyak membawa uap air, sehingga di sebagian
besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Pada musim hujan kecepatan
angin relatif lebih tinggi dan gelombang laut menjadi tinggi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, udara ambien merupakan udara bebas di
permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi
Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Baku mutu udara ambien
merupakan ukuran batas atau kadar zat, energi, komponen unsur pencemar yang
seharusnya ada dalam udara ambien.
Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau
suhu udara lebih tinggi dan debu semakin meningkat. Pada wilayah tertentu
dengan hutan yang lebat seperti Kalimantan Barat, musim kemarau dapat
menyebabkan kebakaran hutan dengan kabut asap yang mencemari udara ambien.
Pencemaran udara ambien ini tinggi karena suhu udara pada musim kemarau
tinggi. Pada musim penghujan, terjadi penurunan konsentrasi particular di udara
akibat adanya proses pencucian (Ruslinda 2010). Hal ini terjadi karena debu dan
partikel-partikel di udara ambien ikut terbawa oleh air hujan jatuh ke permukaan

bumi. Akibatnya pada musim penghujan udara ambien lebih bersih daripada
musim kemarau.
Suhu tinggi dengan polusi memberikan dampak negatif bagi pernafasan
makhluk hidup, terutama manusia. Polusi yang berinteraksi dengan panas dan
cahaya matahari akan mempercepatan peningkatan gas CO2. Pada daerah kering,
suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kebakaran yang menambah polusi
udara (Adityawarman 2007). Menurut Ruslinda et al. (2010), saat suhu tubuh
tinggi, keringat akan banyak keluar dan meyebabkan pernapasan menjadi lebih
cepat. Oleh karena itu partikel debu semakin banyak terhirup oleh manusia pada
musim kemarau.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 1999 nilai baku
debu pada udara ambien yaitu 230 g/Nm 3 dalam waktu 24 jam. Menurut Yogi
(2012) kecepatan angin kemungkinan mempengaruhi banyaknya partikel debu
yang masuk. Hal ini juga didukung oleh Gindo dan Hari

(2003) yaitu

meningkatnya kadar debu yang ada disuatu lingkungan kemungkinan dipengaruhi


oleh kecepatan angin.
DAFTAR PUSTAKA
Adityawarman, Yoshida. 2007. Analisa Penyebaran Polutan di Atas Cekungan
Bandung dengan Menggunakan Model Kualitas Udara. Skripsi. Program
studi Meteorologi. FITB ITB. Bandung
Setiawan, Yogi. 2012. Kajian Pencemaran Udara di Kawasan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Gindo, A., dan Hari, B.2003. Pengukuran Partikel Udara Ambien (TSP,
PM10, PM2,5) Disekitar Calon Lokasi PLTN. Semenanjung Lemahabang.
Ruslinda et al. 2010. Karteristik Fisik dan Kimia Partikulat di Udara Ambien
Daerah Urban dan Non Urban Kota Padang. Paper. Padang: Universitas
Andalas.

Anda mungkin juga menyukai