Anda di halaman 1dari 5

PERBAIKAN KETAHANAN TANAMAN PANILI

TERHADAP PENYAKIT LAYU MELALUI


KULTUR IN VITRO
Endang G. Lestari, D. Sukmadjaja, dan I. Mariska
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,
Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111

ABSTRAK
Panili (Vanilla planifolia A.) merupakan salah satu tanaman industri penting sebagai sumber pendapatan petani dan
devisa negara. Produk dari tanaman panili digunakan sebagai penambah aroma pada industri makanan dan minuman.
Masalah utama dalam pengembangan tanaman panili adalah belum tersedianya varietas tahan penyakit busuk
pangkal batang atau layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum, padahal serangan penyakit
ini dapat menyebabkan kerusakan hingga 85%. Dalam upaya mendapatkan tanaman panili yang tahan terhadap
penyakit layu fusarium, telah dilakukan seleksi in vitro, induksi keragaman somaklonal, dan penyelamatan embrio
hasil persilangan antara panili budi daya dan kerabat liarnya. Regenerasi dari biji dan kecambah struktur globular
serta torpil yang diberi perlakuan radiasi mampu menghasilkan somaklon yang beragam penampilan morfologinya.
Inokulasi menggunakan konidia F. oxysporum strain F117-109-GV-02011 dan penanaman di lahan endemis
Sukamulya, Sukabumi menghasilkan 23 galur somaklon yang tahan. Seleksi in vitro menggunakan media MS +
komponen seleksi asam fusarat 1575 mg/l kemudian diulang menggunakan 75 mg/l, menghasilkan biakan yang
tetap hidup. Biakan tersebut selanjutnya diseleksi silang menggunakan media MS + filtrat 50%. Dari perlakuan
tersebut juga diperoleh somaklon yang tahan. Demikian pula persilangan antara V. planifolia dan V. albida
menghasilkan tanaman yang tahan, dan dapat tumbuh baik setelah ditanam di lahan endemis.
Kata kunci: Panili, keragaman somaklonal, seleksi in vitro, penyelamatan embrio

ABSTRACT
Improvement of vanilla from wilt disease through in vitro culture
Vanilla (Vanilla planifolia A.) is one of the important industrial plants as a source of farmers' income and state
earnings. Product of the plant is commonly used as a flavor in food and beverage industry. However, there is no
variety of this plant which is resistant to stem base and wilt disease caused by Fusarium oxysporum. The disease
causes 85% plant damage so it becomes the main problem in vanilla development. In vitro selection, induction of
somaclonal variation, and embryo rescue of crossed product between cultivated and wild species can be applied to
obtain vanilla variety resistant to the disease. Application of radiation treatments to the seed regenerant, globular
and torpil structure have produced several somaclones which had morphological variation. Inoculation using F.
oxysporum conidia strain F117-109-GV-02011 and then planting in disease endemic field of Sukamulya, Sukabumi
produced 23 resistant somaclones. In vitro selection in MS medium enriched with fusaric acid 1575 mg/1 and then
repeated with 75 mg/l obtained resistant clones. Cross selection by using MS medium enriched with 50% filtrate
also produced resistant somaclones. The same results were observed in crossing V. planifolia and V. albida which
resulted resistant plants in endemic field.
Keywords: Vanilla, Fusarium oxysporum, somaclonal variation, embryo rescue

anili (Vanilla planifolia A.) merupakan salah satu tanaman industri


yang banyak memberikan sumbangan
pendapatan bagi petani maupun sumber
devisa. Produk tanaman panili umumnya
digunakan sebagai penambah aroma berbagai jenis makanan dan minuman.
Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

Pengembangan tanaman panili di


Indonesia menghadapi kendala sulitnya
mendapatkan bibit yang tahan terhadap
penyakit serta bermutu tinggi, yaitu
ukuran buah besar dan kadar vanilinnya
tinggi (Sukmadjaja et al. 1995). Salah satu
penyakit penting pada panili adalah

penyakit busuk pangkal batang yang


disebabkan oleh Fusarium oxysporum.
Penyakit tersebut dapat menggagalkan
panen sampai 85% (Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat 1994).
F. oxysporum menyerang berbagai
jenis tanaman, antara lain tomat, kentang,
149

dan tanaman hias seperti lili, tulip, krisan,


gladiol, dan anyelir (Nelson et al. 1981).
F. oxysporum menyerang tanaman melalui
ujung akar lateral atau ujung akar utama,
kemudian bergerak secara interseluler atau
intraseluler dalam jaringan parenkim.
Teknik kultur jaringan telah dapat
diaplikasikan pada panili untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap
penyakit. Teknik yang dapat dikembangkan antara lain adalah melalui induksi
keragaman somaklonal, seleksi in vitro,
dan penyelamatan embrio hasil persilangan antara panili liar dan panili budi
daya.
Tanaman panili yang dikembangkan
saat ini memiliki keragaman genetik yang
sempit, terutama untuk ketahanan terhadap penyakit, karena tanaman tersebut
selalu diperbanyak secara vegetatif
(Tombe et al. 2002). Padahal, keragaman
genetik yang tinggi merupakan salah satu
modal untuk mendapatkan varietas
unggul (Kumar 1995; Ahloowalia dan
Maluszynski 2001).
Peningkatan keragaman genetik
tanaman panili dapat dilakukan dengan
memberikan mutagen baik fisik maupun
kimia. Mutagen fisik yang digunakan
pada umumnya bersifat sebagai radiasi
pengion, seperti sinar x, sinar gamma,
sinar beta, dan partikel akselerator
(Ahloowalia 1997; IAEA 1977; Van Harten
1998). Melalui keragaman somaklonal,
telah diperoleh beberapa tanaman yang
tahan penyakit, antara lain tomat yang
tahan terhadap Phytophthora infestans
F. oxysporum, Streptomyces, PLRV, PVY,
dan PVX (Wenzel et al. 1987), tanaman
abaka (Damayanti 2002) dan pisang
ambon (Mariska et al. 2005).
Selain melalui keragaman somaklonal, dapat pula dikembangkan metode
seleksi in vitro, yaitu dengan mengkulturkan massa sel atau sel pada media
yang mengandung metabolit dari patogen,
yaitu toksin yang telah dimurnikan yang
disebut asam fusarat. Selain itu dapat pula
digunakan filtrat dari F. oxysporum.
Peluang aplikasi teknik tersebut untuk
memperoleh varietas panili yang tahan
terhadap penyakit sangat besar (Van den
Bulk 1991).
Asam fusarat merupakan metabolit
yang dihasilkan oleh jamur Fusarium
hetesporum Nee. Secara kimia asam fusarat
disebut piridin karboktilat (5 butil asam
pikolinat). Asam ini dapat menyebabkan
klorosis pada daun muda, bersifat toksin
yang berperan menghambat oksidasi
150

sitokinin, menghambat proses respirasi


pada mitokondria, menurunkan ATP pada
plasma membran serta mereduksi aktivitas
polifenol oksidasi sehingga menghambat
pertumbuhan dan regenerasi biakan
(Sukmadjaja et al. 2003).
Kecuali asam fusarat, toksin dan
ekstrak F. oxysporum dapat digunakan
sebagai komponen seleksi berdasarkan
kenyataan adanya hubungan antara
toleransi terhadap toksin dan ketahanan
terhadap penyakit (Kosmiatin et al.
2000). Penggunaan kedua macam komponen seleksi tersebut telah dilakukan pada
tomat (Toyoda et al. 1984), alfalfa, seledri,
dan ubi jalar (Van den Bulk 1991; Varga
dan Badea 1992). Hasilnya menunjukkan
bahwa somaklon hasil regenerasi massa
sel yang tahan terhadap toksin juga tahan
terhadap penyakit, dan sifat tersebut
diturunkan pada progeni maupun generan
berikutnya.
Alternatif lain untuk mendapatkan
tanaman yang tahan penyakit adalah
melalui persilangan antarspesies, yaitu
memanfaatkan sumber gen ketahanan
penyakit dari kerabat liarnya antara lain
Vanilla albida. Permasalahan dalam
persilangan konvensional antarspesies
adalah adanya inkompatibilitas seksual
dan sterilitas hibridanya (Louzada dan
Grasser 1996). Kultur in vitro dapat
dimanfaatkan untuk penyelamatan embrio
hasil persilangan seperti yang telah
dilakukan pada anggrek dan padi. Media
tumbuh dalam kultur in vitro berfungsi
sebagai endosperm (Ashmore 1997). Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian telah melakukan penelitian
untuk mendapatkan tanaman panili yang

tahan terhadap F. oxysporum melalui


induksi keragaman somaklonal, seleksi in
vitro, serta penyelamatan embrio hasil
persilangan antara panili budi daya dan
kerabat liarnya.

KERAGAMAN
SOMAKLONAL
Induksi mutasi menggunakan sinar gamma
dilakukan pada eksplan kalus, biji serta
kecambah fase globular dan torpil. Dosis
radiasi untuk kalus sebesar 0; 0,1; 0,3; 0,4
dan 0,7 Gy, untuk biji 0, 10, 20, dan 30 Gy,
serta untuk kecambah struktur globular
dan torpil 0, 1, 3, dan 5 Gy. Eksplan yang
diradiasi kemudian ditanam pada media
regenerasi yaitu media dasar MS + BA 2,50
mg/l. Pertumbuhan biakan dari eksplan
kecambah struktur globular yang telah
diradiasi sangat lambat, terutama pada
eksplan yang diradiasi dengan dosis 3 dan
5 Gy, sehingga tunas yang dihasilkan
sangat rendah (Sukmadjaja et al. 1995).
Plantlet hasil regenerasi dan biakan yang
telah diradiasi kemudian diaklimatisasi di
rumah kaca.

Pertumbuhan Tanaman di
Rumah Kaca dan Uji Resistensi
Tanaman hasil keragaman somaklonal
yang ditanam di dalam pot di rumah kaca
menunjukkan pertumbuhan yang bervariasi, seperti panjang ruas, jumlah ruas,
panjang daun, lebar daun, dan nisbah
lebar terhadap panjang (Tabel 1).
Pengujian ketahanan penyakit di rumah

Tabel 1. Pertumbuhan tanaman panili hasil radiasi pada umur 12 bulan di


rumah kaca .
Asal
eksplan

Dosis
radiasi
(Gy)

Rata-rata
panjang ruas
(cm)

Rata-rata
jumlah
daun

Rata-rata
panjang daun
(cm)

Rata-rata
lebar daun
(cm)

Rata-rata
rasio
L/B

Globular
Globular
Globular
Biji
Biji
Biji
Kontrol

1
3
5
10
20
30

3,54
3,33
3,12
2,45
3
3,35
3,12

16,67
12
11,25
18,29
11,86
11,50
14

5,39
6,60
5,84
6,15
6,65
4,44
7,60

1,94
2,13
1,50
2,09
2,42
1,90
2,66

0,363
0,335
0,269
0,345
0,365
0,332
0,351

Sumber: Sukmadjaja et al. (1996).

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

kaca pada berbagai somaklon dengan


menggunakan konidia F. oxysporum F117-10 (VG1-02100B1) menghasilkan
beberapa soma-klon yang tahan, yaitu
tidak menun-jukkan gejala khas busuk
fusarium. Gejala khas penyakit busuk
fusarium umumnya mulai muncul pada
minggu ke-1 sampai ke-3 setelah
inokulasi, dimulai dengan membusuknya
pangkal batang dan daun menjadi
kekuningan (Sukmadjaja et al.1997).
Hasil tersebut membuktikan bahwa
perlakuan radiasi mampu menghasilkan
somaklon yang tahan terhadap penyakit
layu fusarium. Hasil yang sama dilaporkan
oleh Mariska et al. (2005) pada perlakuan
radiasi terhadap 50 mata tunas dan kalus
pisang ambon hijau dan ambon kuning
sebesar 7,50 dan 10 Gy dilanjutkan
dengan seleksi in vitro menggunakan
asam fusarat 30 dan 40 mg/l terhadap 30
eksplan. Perlakuan tersebut menghasilkan
biakan dengan tingkat regenerasi yang
tinggi dan tahan terhadap komponen
seleksi. Demikian pula hasil penelitian
Husni et al. (1999) pada tanaman lada.

Pertumbuhan Somaklon Hasil


Seleksi di Lahan Endemis
Tanaman yang tahan penyakit dari hasil
uji resistensi menunjukkan pertumbuhan
yang baik di lahan endemis Sukamulya,
Sukabumi. Tanaman yang tetap hidup
sampai 3 tahun menunjukkan tingkat
ketahanan yang tinggi setelah diuji kembali menggunakan konidia F. oxysporum
(Lestari et al. 2001).
Di lahan endemis tersebut, tanaman
kontrol yang tidak menunjukkan gejala
terserang penyakit sekitar 40%, sedangkan tanaman hasil keragaman somaklonal
berkisar 0100%. Somaklon yang tidak
terserang penyakit tersebut berasal dari
eksplan biji yang diradiasi dengan dosis
1 Gy dan eksplan kecambah pada struktur
torpil yang diradiasi dengan dosis 0,30
Gy (Tabel 2).

SELEKSI IN VITRO
Seleksi in vitro pada eksplan kecambah
struktur globular ukuran 1 cm dengan
menggunakan asam fusarat 0, 15, 20, 40,
60, dan 75 mg/l menghasilkan biakan yang
tahan. Demikian pula setelah dilakukan
seleksi kembali dengan asam fusarat
Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

konsentrasi lebih tinggi yaitu 75 mg/l.


Eksplan yang semula diseleksi menggunakan asam fusarat kemudian diseleksi
silang menggunakan filtrat F. oxysporum
menunjukkan pertumbuhan yang sangat
lambat dan regenerasinya memerlukan
waktu yang sangat lama yakni sekitar 18
bulan (Kosmiatin et al. 2000). Hal ini
karena asam fusarat merupakan komponen organik yang bersifat toksik sehingga dapat merusak sel.
Seleksi secara bertingkat dengan
menggunakan asam fusarat konsentrasi
15 mg/1 dilanjutkan dengan 75 mg/l
menghasilkan biakan hidup yang cukup
tinggi (80%) pada media seleksi filtrat F.
oxysporum. Demikian pula pada seleksi
awal menggunakan asam fusarat 45 mg/1
dilanjutkan dengan konsentrasi 75 mg/1
menghasilkan biakan hidup lebih tinggi
yaitu 95,80%. Namun pada seleksi awal
menggunakan asam fusarat 60 mg/1,
biakan yang hidup menurun menjadi
Tabel 2. Tingkat serangan penyakit
layu pada tanaman panili
hasil radiasi pada bulan ke-4
setelah tanam.
Asal
eksplan

Dosis radiasi
(Gy)

Tanaman tidak
terserang (%)

Biji
Biji
Biji
Biji
Torpil
Globular
Globular
Kontrol

1
10
20
30
0,30
1
3

100
3,10
38,10
25
100
7,10
12,50
40

Sumber: Lestari et al. (2001).

91,70% (Tabel 3). Sebaliknya pada seleksi


tahap pertama menggunakan asam fusarat
konsentrasi tinggi yaitu 75 mg/l dan tahap
kedua dengan konsentrasi yang sama,
biakan yang hidup pada media seleksi
silang menggunakan filtrat F. oxysporum
sangat sedikit serta pertumbuhan tunasnya sangat lambat. Hal ini karena konsentrasi asam fusarat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan.
Pada perlakuan tahap pertama tanpa
pemberian komponen seleksi dan seleksi
tahap kedua menggunakan asam fusarat
75 mg/l, eksplan yang diseleksi tidak ada
yang tumbuh pada media yang mengandung filtrat. Hal ini menunjukkan bahwa
asam fusarat konsentrasi tinggi (75 mg/1)
menyebabkan kerusakan pada jaringan
sehingga biakan mati. Dengan demikian
seleksi perlu dilakukan secara bertahap
untuk meningkatkan kemampuan biakan
beradaptasi pada media seleksi. Persentase biakan hidup yang tinggi pada media
seleksi menggunakan filtrat menunjukkan
bahwa biakan tersebut tahan pada media
seleksi menggunakan asam fusarat
(Mariska et al. 2000).
Hasil seleksi silang menggunakan
filtrat F. oxysporum menunjukkan bahwa
makin tinggi konsentrasi asam fusarat
yang digunakan pada seleksi awal, makin
tinggi persentase biakan yang hidup.
Pada seleksi awal menggunakan asam
fusarat 15 mg/l, biakan yang hidup
sebesar 80% dan pada media seleksi asam
fusarat yang lebih tinggi yakni 45 mg/l,
biakan yang hidup meningkat menjadi
95,80% (Kosmiatin et al. 2000). Pengujian
menggunakan konidia F. oxysporum di
rumah kaca pada berbagai galur menun-

Tabel 3. Pertumbuhan tunas panili pada media seleksi silang filtrat Fusarium
oxysporum setelah diseleksi menggunakan asam fusarat.
Seleksi asam fusarat (mg/1)
Tahap ke-1

Tahap ke-2

Seleksi silang
filtrat F. oxysporum (%)

Biakan hidup
(%)

0
0
15
30
45
60
75

0
75
75
75
75
75
75

50
50
50
50
50

16,60

80
*
95,80
91,70
*

Tidak ada yang beregenerasi sejak seleksi awal, * Tunas lambat beregenerasi sehingga
jumlahnya tidak memadai untuk diseleksi.
Sumber: Kosmiatin et a1. (2000).

151

Tabel 4. Persentase hidup bibit panili


hasil seleksi menggunakan F.
oysporum di rumah kaca dan
di lahan endemis.
Tempat pengujian
dan uji resistensi

Tanaman hidup
(%)

Rumah kaca
Kontrol
50% filtrat
50% filtrat dan 15 mg/l
asam fusarat
Lahan endemis
Kontrol
50% filtrat
50% filtrat dan 15 mg/l
asam fusarat

0
95,80
95,80

9
95,97
93,53

Sumber: Mariska et al. (1999).

jukkan bahwa tanaman kontrol (tidak


melalui tahap seleksi) tidak ada yang
menunjukkan gejala tahan terhadap
penyakit (Mariska et al. 1999).
Tanaman hasil seleksi menggunakan
konidia F. oxysporum menunjukkan
tingkat ketahanan yang tinggi pula
setelah ditanam di lahan endemis (Tabel
4). Satu bulan setelah penanaman di lahan
endemis, sebagian besar tanaman bukan
hasil seleksi (tanaman kontrol) mati; dari
pertanaman yang ada hanya 9% yang
tidak terserang. Pada tanaman hasil seleksi, persentase hidup mencapai 93,11
94,37% (Mariska et al. 1999). Korelasi
antara ketahanan dalam kultur in vitro
dengan ketahanan di lapang juga didapatkan pada tanaman pisang (Lestari et al.,
2006) dan abaka (Damayanti 2002).
Penelitian Wang dan Miller (1988) dengan
metode yang sama mampu meningkatkan
ketahanan tanaman 10100 kali dibandingkan tanaman induknya.

PENYELAMATAN EMBRIO
HASIL PERSILANGAN
PANILI BUDI DAYA DAN
KERABAT LIARNYA
Embrio hasil persilangan antara panili budi
daya dan panili liar yang dilakukan di
Sukabumi, Ciamis, dan Garut berhasil
diregenerasikan pada media 1/2 MS + BA
1 mg/l (Mariska et al. 1997). Pada media
tersebut, tingkat perkecambahan mencapai 100% untuk eksplan biji hibrida umur
12 minggu setelah polinasi. Makin tua
umur biji (lebih dari 16 minggu) makin kecil
keberhasilan perkecambahan. Eksplan biji
hibrida umur 8 minggu hanya mampu
membentuk kalus. Keberhasilan pembentukan kecambah menunjukkan bahwa
kultur in vitro sangat efektif untuk
menyelamatkan embrio panili hasil persilangan antarspesies.
Pengujian ketahanan penyakit
menggunakan suspensi konidia F. oxysporum. sp. vanillae F117-101VOC0201B1
dengan kerapatan 104/ml pada tanaman
hasil persilangan menghasilkan galurgalur yang tahan penyakit (Tabel 5)
(Mariska et al. 1999). Pengujian ketahanan
di rumah kaca pada dua populasi tanaman
hasil persilangan, yaitu M1 dan M3,
memperoleh tanaman yang tidak terserang masing-masing 40% dan 57,10%.
Tanaman tersebut setelah ditanam di
lahan endemis Sukamulya dapat tumbuh
baik dengan tanaman yang hidup
mencapai 82,35%. Tanaman hasil persilangan antara panili budi daya dan panili
budi daya tidak ada yang hidup di lahan
endemis. Hal ini menunjukkan bahwa sifat
ketahanan yang ada pada panili liar dapat
dipindahkan ke panili budi daya. Kelemahan metode tersebut antara lain adalah

Tabel 5. Pengujian ketahanan penyakit pada tanaman panili hasil persilangan di rumah kaca
dan di lahan endemis.
Tempat pengujian
dan asal bibit
Rumah kaca
M1
M3
Lahan endemis
Tanaman kontrol (budi
daya dan budi daya)
Hibrida F1

Tanaman hidup
(%)
40
57,10
0
82,35

M1 = populasi pertama, M3 = populasi kedua.


Sumber: Mariska et al. (1999).

memerlukan pengetahuan dan pengalaman


yang luas mengenai teknik kultur jaringan
serta metode yang efektif.

KESIMPULAN
Serangan penyakit layu fusarium pada
tanaman panili sangat merugikan karena
dapat menurunkan produksi hingga 85%.
Penggunaan teknik bioteknologi seperti
induksi mutasi menggunakan sinar gamma
dikombinasikan dengan kultur in vitro,
seleksi in vitro menggunakan media
seleksi asam fusarat dan filtrat, dan
persilangan antara panili budi daya dan
panili liar dapat menghasilkan tanaman
yang tahan penyakit layu berdasarkan uji
resistensi menggunakan konidia F.
oxysporum dan penanaman di lahan
endemis. Penggunaan tanaman yang
tahan secara ekonomi akan menguntungkan karena dapat menekan tingkat
serangan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Ahloowalia, B.S. 1997. Improvement of horticultural plants through in vitro culture and
induced mutations. In A. Altman and M. Ziv
(Eds.). In vitro Culture and Breeding. Acta
Hort. p. 545549.
Ahloowalia, B.S and M. Maluszynski. 2001.
Induced mutations - a new paradigm in plant
breeding. Euphytica 118: 167173.
Ashmore, B.E. 1997. Status report on the
development and application of in vitro
technique for the conservation use of plant
genetic resources. International Plant
Genetic Resources Institute, Rome. 67 pp.

152

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.


1994. Strategi dan program pengembangan
panili di Indonesia. Prosiding Temu Tugas
Pemantapan Budidaya dan Pengelolaan
Panili di Lampung. Kerja Sama Balittro dan
Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. hlm.
1521.
Damayanti, F. 2002. Seleksi in vitro untuk
ketahanan terhadap penyakit layu fusarium
pada tanaman abaka (Musa textilis Nee.).
Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 47 hlm.
Husni, A., I. Mariska, D. Manohara, K. Mulya,
R. Purnamaningsih, S. Rahayu, dan E.G.

Lestari. 1999. Seleksi in vitro untuk meningkatkan sifat ketahanan lada terhadap penyakit busuk pangkal batang. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan, Bogor.
IAEA. 1977. Manual on mutation. Viability and
population structure. Acta Agric. cand. IV.
p. 601632.
Kosmiatin, M., 1. Mariska, A. Husni, Y. Rusyadi,
Hobir, dan M. Tombe. 2000. Seleksi silang
ketahanan tunas in vitro panili terhadap asam
fusarat dan ekstrak Fusarium oxysporum.
Jurnal Bioteknologi Pertanian 5(2): 7783.

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

Kumar, A. 1995. Somaclonal variation. Cell and


Molecular Genetics Dept., Scottsh Crop
Research Institute, Invergowrie, Dunde, UK.
p. 197212.
Lestari, E.G., D. Sukmadjaja, I. Mariska, Hobir,
M. Tombe, M. Kosmiatin, Y. Rusyadi, dan
S. Rahayu. 2001. Perbanyakan in vitro dan
pengujian lanjutan pada nomor-nomor
harapan panili dan lada yang tahan penyakit.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan
dan Bioteknologi Tanaman. hlm. 101118.
Lestari, E.G., I. Mariska, I. Roostika, dan M.
Kosmiatin. 2006. Induksi mutasi dan seleksi
in vitro menggunakan asam fusarat untuk
ketahanan penyakit layu pada pisang ambon
hijau. Berita Biologi 8(1): 2735.
Louzada, E.S. and J.W. Grasser. 1996. Somatic
hibridization of citrus with sexuality
incompatible wild relatives. Florida Agric.
Exp. Sta. J. hlm. 427437.
Mariska, I., Hobir, A. Husni, M. Kosmiatin, dan
Y. Rusyadi. 1997. Kultur in vitro biji hasil
persilangan panili budidaya dengan panili liar.
Prosiding Simposium Nasional dan Kongres
III PERIPI, Universitas Padjadjaran.
Mariska, I., Hobir, M. Tombe, A. Husni, M.
Kosmiatin, dan I. Roostika. 1999. Regenerasi
kalus panili yang tahan fusaric acid dan
pengujian bibit hasil seleksi in vitro. Laporan
Hasil Penelitian, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
Mariska, I., A. Husni, E. Gati, M. Kosmiatin, D.
Sukmadjaya, Y. Rosyadi, M. Tombe, dan
Hobir. 2000. Seleksi in vitro untuk mendapatkan sifat ketahanan terhadap Fusarium

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

oxysporum pada sp. vanilae pada tanaman


panili. Balai Peneitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor. 22 hlm.
Mariska, I., E.G. Lestari, M. Kosmiatin, dan I.
Roostika. 2005. Seleksi in vitro untuk
mendapatkan tanaman pisang ambon yang
tahan terhadap penyakit layu Fusarium.
Laporan Rusnas Buah Tropika. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian dan
Institut Pertanian Bogor.
Nelson, P.E. 1981. Life cycle and epidemiology
of Fusarium oxysporum. In M.E. Mace, A.A.
Bell, and C.H. Beckman (Eds.). Fungae, Wilt
Disease of Plants. Academic Press, New York.
Sukmadjaja, D., I. Mariska, A. Husni, E.G. Lestari,
S. Fatimah, D. Surahman, dan Sutrisno. 1995.
Variasi somaklonal pada tanaman panili.
Laporan Teknis, Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor.
Sukmadjaja, D., I. Mariska, A. Husni, E.G. Lestari,
S. Fatimah, S. Rahayu, dan M. Tombe. 1996.
Peningkatan keragaman genetik melalui
variasi somaklonal pada tanaman vanili.
Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
Sukmadjaja, D., I. Mariska, Hobir, M. Tombe,
E.G. Lestari, A. Husni, dan S. Rahayu. 1997.
Variasi somaklonal panili dengan perlakuan
radiasi dan kolkhisin. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
Sukmadjaja, D., I. Mariska, E.G. Lestari, M.
Tombe, dan M. Kosmiatin. 2003. Pengujian
plantlet abaka hasil seleksi terhadap F.

oxysporum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman.


Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.
Tombe, M., H.P. Endang, dan D. Manohara.
2002. Status teknologi produksi panili. Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri 8 (1): 815.
Toyoda, H., N. Tanaka, and T. Hirai. 1984.
Effect of the culture filtrate of Fusarium
oxysporum f sp. lycorpesicon on tomato
callus growth and the selection of resistant
callus cells to the filtrate. Ann. Phytopathol.
Soc. Japan 50: 5362.
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding.
Theory and Practical Applications. Cambridge University Press. 353 pp.
Van den Bulk, R.W. 1991. Application of cell
and tissue culture and in vitro selection for
disease resistance breeding - a review.
Euphytica 56: 269285.
Varga, P. and E.M. Bedea. 1992. In vitro plant
regeneration methods in alfalfa breeding.
Euphytica 59: 119123.
Wang, Y.Z and J.D. Miller. 1988. Effect of
Fusarium graminearum metabolits on wheat
tissues in relation to fusarium heal blight
resistances. J. Phytopathol. 112: 118 125.
Wenzel, G., M. Belik, S. Deimling, S.C. Debnath,
B. Foroughi-Wehr, and R. Schucman. 1987.
Breeding for disease resistant crop plants by
cell culture technique. p. 343358. In C.E.
Green, D.A. Somers, W.P. Hackett, and D.B.
Biesboer (Eds.). Plant Tisue and Cell Culture.
Alan R Liss Int., New York.

153

Anda mungkin juga menyukai