Anda di halaman 1dari 3

Terdapat sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan, khususnya

pembuatan sosis ayam. Perusahaan ini mengolah bahan mentah berupa daging ayam menjadi
daging ayam olahan, yaitu daging yang digiling lalu dicampur dengan tepung atau bahan
makanan lain dalam jumlah yang diizinkan lalu dimasukkan ke dalam selongsong sosis yang
terbuat dari selulosa. Menurut SNI 01-3020-1995, standar sosis yang baik harus mengandung
tidak kurang dari 75% daging ayam.
Pabrik sosis ayam ini memiliki kapasitas produksi 2000 pack sosis yang berisi 15
selongsong sosis per pack-nya. Proses pembuatan sosis terdiri atas proses penggilingan daging,
pencampuran daging dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya, filling adonan ke dalam
selongsong, perebusan, lalu dilanjutkan dengan pengasapan. Selanjutnya, selongsong-selongsong
sosis yang masih bersambungan dipotong menggunakan mesin cutter.
Sebelum melalui tahapan-tahapan produksi, daging ayam yang masih utuh disimpan di
dalam ruang pendingin selama kurang dari 24 jam. Apabila terjadi penumpukan di dalam ruang
pendingin, proses produksi akan dihentikan. Dalam satu hari produksi, terdapat 3 shift kerja yaitu
shift 1 dari pukul 07.00-15.00, shift 2 dari pukul 15.00-23.00, dan shift 3 dari pukul 23.00-07.00.
Pada tiap shift, terjadi pengolahan 1000 kg ayam untuk membuat 2000 pack sosis atau 30.000
selongsong sosis.
1. Penentuan Masalah
Pada bulan-bulan sebelumya, pabrik sosis tersebut dapat mengolah 78 ton ayam menjadi
sosis yang berjumlah sesuai dengan kapasitas produksinya. Namun, pada bulan
September, produktivitas pabrik terlihat menurun sebanyak 15%, sehingga pabrik
tersebut hanya mampu mengolah daging sebanyak 66 ton saja per bulannya.
2. Hipotesis
Dugaan yang muncul adalah kurangnya skill beberapa pekerja baru yang mulai bekerja
pada awal bulan September. Berawal dari ini, muncul dugaan baru bahwa terjadi
penumpukan bahan baku di ruang penyimpanan yang menyebabkan terhentinya produksi
sehingga menurunkan laju produksi.

3. Pengumpulan Data
Untuk mengetahui tingkat produktivitas per hari, perlu adanya pengambilan data
jumlah bahan yang diproduksi selama satu bulan. Berikut merupakan data produksi bahan
baku pada bulan September:
Hari ke

Jumlah Bahan Diproduksi

1-7
8-13
14-19
20-26
Total

(ton)
16,55
15,67
15,8
18,28
66,3

Tampak pada tabel di atas bahwa pada bulan September, pabrik tersebut hanya
mampu mengolah 66,3 ton. Produktivitas pabrik tersebut turun sebanyak 15% dari
jumlah yang dianggap optimal setiap bulannya, yakni 78 ton. Karena muncul hipotesis
mengenai kurangnya skill tenaga kerja, maka perlu dilakukan analisis terhadap
performansi beberapa pekerja baru yang dianggap sebagai biangnya.
Pada beberapa proses pengolahan daging, tiap jenis mesin yang digunakan
dioperasikan oleh satu orang operator per mesinnya. Beberapa proses pengolahan yang
memerlukan operator adalah mesin penggiling, mixer, stuffer, dan boiler sekaligus
smokehouse.

Empat

pekerja baru

pada

shift

yang

berbeda

bertugas

untuk

mengoperasikan keempat mesin tersebut. Dilakukan pengamatan dan pengambilan data


performansi kerja terhadap pekerja pada saat melakukan tugasnya. Berikut merupakan
data hasil pengamatan:
Pekerja
Pekerja 1 (penggilingan)
Pekerja 2 (mixing)
Pekerja 3 (stuffing)
Pekerja 4 (cooking)
Rata-rata

Akurasi Kerja
0.72
0.68
0.84
0.76
0.75

Dari data di atas, terlihat bahwa akurasi kerja para pekerja terbilang masih cukup
rendah untuk mengoperasikan mesin yang bekerja secara otomatis. Tugas pekerja-pekerja

tersebut pada masing-masing mesin hanya melakukan pengaturan kecepatan dan


memindahkan bahan olahan sebelum maupun setelah diproses oleh mesin.
Pekerja 1 bertugas untuk mengukur berat daging ayam utuh lalu memasukkannya
ke dalam mincer machine. Pada tahap ini, kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah
pada saat penimbangan bahan mentah berupa daging ayam tersebut. Terlihat pada tabel di
atas bahwa Pekerja 2, yaitu operator pada proses pencampuran daging giling dengan
tepung, glukosa, dan bahan tambahan lainnya memiliki tingkat akurasi yang paling
rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya akurasi penakaran pada saat akan
memasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam mesin pencampur, sehingga jumlah bahan
yang diproduksi menjadi fluktuatif atau tidak akurat. Berdasarkan observasi terhadap
pekerja tersebut, Pekerja 2 terlihat ragu-ragu pada saat memasukkan bahan ke dalam
mixer karena kurang yakin dengan hasil pengukuran jumlah bahan pada timbangan atau
alat ukur lainnya. Pekerja 3 bertugas untuk memantau dan mengatur kecepatan
pemasukan adonan sosis ke dalam selongsong selulosa, sehingga pada tahap ini
kemungkinan terjadinya kesalahan lebih kecil. Sementara itu, Pekerja 4 bertugas untuk
mengatur suhu dan waktu pada saat perebusan dan pengasapan sosis-sosis dalam
selongsong.
4. Perumusan Kesimpulan
Pada bahasan sebelumnya, jelas tampak bahwa skill para pekerja masih cukup
rendah. Sehingga, perlu dilakukan improvisasi keahlian para pekerja dalam melakukan
pekerjaannya supaya tingkat produktivitas perusahaan kembali optimal. Improvisasi
dapat dilakukan dengan memberikan training atau pelatihan kepada seluruh pekerja,
khususnya para pekerja baru. Diharapkan dari pemberian pelatihan tersebut, pekerja
dapat meningkatkan keahliannya serta lebih mantap atau tidak ragu dalam bekerja dan
mengurangi kesalahan-kesalahan prosedur kerja.

Anda mungkin juga menyukai