Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA KLINIK
Urinalisis 1

Kelompok : B
Ogirlna Awaeh

(2443013096 )

Filania S. Kanja

(2443013133)

Ayu Elvina H

(2443013137)

Agata Amaslia Aden

(24430131)

Claudya T. Gandeware(2443013)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


FAKULTAS FARMASI
2015

A. TUJUAN
Untuk mengetahui secara fisik keadaan urine sampel
B. DASAR TEORI
Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.
Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml
per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli
ginjal yang akhirnya terbentuk satu mili liter urin per menit (R. Wirawan, 1983).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk
mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainankelainan diberbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks
adrenal, uterus dan lain-lain. Selama ini dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap.
Yang dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin
rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah
samar dan nitrit. Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan volume, warna,
kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Bau urin normal disebabkan oleh asam
organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan
seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada
ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya
terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari
semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih. Pemeriksaan
mikroskopik yaitu pemeriksaan sedimen urin. Sedangkan pemeriksaan kimia urine
meliputi pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan
nitrit (Sauerbrey, 1959).
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urin yang normal memiliki ciri-ciri antara lain warnanya kuning atau kuing
gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1,001-1,035,
bila agak lama berbau seperti amoniak (Sacher & Pherson, 2002).
Unsur-unsur normal dalam urin misalnya adanya urea yang lebih dari 25-30
gram dalam urin. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme protein pada

mamalia. Ekskresi urea meningkat bila katabolisme protein meningkat, seperti pada
demam, diabetes, atau aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat
penurunan produksi urea misalnya pada stadium akhir penyakit hati yang fatal atau
pada asidosis karena sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke
pembentukan amoniak (Widman ,1995).
Urin dibentuk dengan tahap sebagai berikut, glomerulus membolehkan semua
zat yang harus disekresi berlalu dan mencegah hilangnya protein dan sel-sel. Tubulus
mereabsorbsi zat larut yang dapat dipertahankan; mengatur kadar natrium, kalium,
dan bikarbonat; dan mengekskresi atau menahan ion

+
H

sesuai dengan kebutuhan.

Ductus coligens, dibantu oleh keadaan hipertonik dalam medula, mengatur banyaknya
air yang harus ditahan atau dikeluarkan. Test untuk fungsi ginjal dapat dibagi atas
pemeriksaan urin (urinalisis), pemeriksaan darah untuk mengukur kadar zat-zat yang
dipengaruhi oleh fungsi ginjal, dan penetapan nilai-nilai dinamik seperti aliran darah,
pembentukan urin, dan ekskresi zat-zat (Sacher & Pherson, 2002).
Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi
dari vagina, perineum, dan urethra dari wanita dan dari urethra pria dapat
mengacaukan hasil pemeriksaan urin. Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme
masuk ke dalam sistem urin dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu,
pasien perlu membuang beberapa mililiter pertama urin sebelum mulai menampung
urin. Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Urin pertama pagi
hari adalah yang paling bagus. Urin satu malam mencerminkan periode tanpa asupan
cairan yang lama,

sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.

Pemeriksaan terhadap spesimen urin dilakukan dalam waktu satu jam setelah buang
air kecil. Penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urin dapat mengurangi validitas
hasil. Dampak dari penundaan pemeriksaan antara lain: unsur-unsur dalam sedimen
mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut dapat
mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain, bilirubin
dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terkena sinar matahari, bakteri
berkembang biak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik dan pH,
glukosa mungkin turun, dan badan keton menghilang (Sacher & Pherson, 2002).
Reaksi urin biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila
masukan protein tinggi, urin menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari

hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urin
menjadi alkali karena perubahan urea menjadi amoniak dan kehilangan CO 2 di udara.
Urin menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Pigmen utama pada
urin adalah urokhrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Widman, 1995).
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui
ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Ningsih,
2012).

Karakteristik Urin
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna
kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. pH urin berkisar antara 4,8 7,5
dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi
lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002 1,035 g/ml
(Uliyah, 2008).
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin
terkandung bermacam macam zat, antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti
urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan warna kuning
pada urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4) zat zat yang berlebihan dikomsumsi,
misalnya vitamin C, dan obat obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi
sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003).
Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin mengandung
protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus. Jika urin
mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula dengan sempurna.
Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar gula
dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga tubulus ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua gula yang ada pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi
diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena produksi
hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit kencing manis
(diabetes melitus). Zat warna makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering

memberi warna pada urin. Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras
sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau
terlalu banyak mengkonsumsi obat obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000).
Pemeriksaan Urin
Menurut Wulangi (1990), menyatakan bahwa analisa urin itu penting, karena banyak
penyakit dan gangguan metabolisme dapat diketahui dari perubahan yang terjadi didalam
urin. Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat adalah
glukosa, aseton, albumin, darah dan nanah (Wulangi, 1990).
Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui adanya
kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi
di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi
adanya kehamilan (Medika, 2012).
Bahan urin yang biasa di periksa di laboratorium dibedakan berdasarkan
pengumpulannya yaitu : urin sewaktu, urin pagi, urin puasa, urin postprandial (urin setelah
makan) dan urin 24 jam (untuk dihitung volumenya). Tiap-tiap jenis sampel urin
mempunyai kelebihan masing-masing untuk pemeriksaan yang berbeda misalnya urin pagi
sangat baik untuk memeriksa sedimen (endapan) urin dan urin postprandial baik untuk
pemeriksaan glukosa urin. Jadi sebaiknya sebelum kita melakukan pemeriksaan urin
sebaiknya meminta keterangan dari petugas laboratorium tentang bahan urin yang mana
yang diperlukan untuk pemeriksaan (Djojodibroto, 2001).
Pemeriksaan urin terbagi menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan kimiawi dan
pemeriksaan sedimen. Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang diperiksa
adalah pH urin / keasaman, berat jenis, nitrit, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen, dll.
Jenis zat kimia yang diperiksa merupakan penanda keadaan dari organ-organ tubuh yang
hendak didiagnosa. Seperti penyakit kuning yang disebabkan oleh bilirubin darah yang
tinggi biasanya menghasilkan urin yang mengandung kadar bilirubin diatas normal. Begitu
pula zat kimia lainnya yang dihubungkan dengan keadaan organ tubuh yang berbeda
(Djojodibroto, 2001).
Dalam pemeriksaan sedimen yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme yang berupa
kristal, granula termasuk juga bakteri. Dengan pemeriksaan sedimen maka keberadaan
suatu benda normal ataupun tidak normal yang terdapat dalam urin kita akan dapat

menunjukkan keadaan organ tubuh. Dalam urin yang ditemukan jumlah eritrosit jauh
diatas angka normal bisa menunjukkan terjadinya perdarahan di saluran kemih bagian
bawah. Begitu juga dengan ditemukannya kristal-kristal abnormal dapat diprediksi jika
seseorang beresiko terkena batu ginjal, karena kristal-kristal dalam urin merupakan
pemicu utama terjadinya endapan kristal dalam saluran kemih terutama ginjal yang jika
dibiarkan berlanjut akan membentuk batu ginjal (Djojodibroto, 2001).

C. ALAT DAN BAHAN :


ALAT :
1. Urometer
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Pot sampel urin
5. Pipet tetes
6. Kertas saring

BAHAN :
1. Urin
2. Akuadest

D. SKEMA KERJA :
Prosedur Pengukuran BJ urin dengan Urometer (Urinemeter)

Urometer dikalibrasi
dengan Akuadest
sampai penuh,
dengan gelas ukur

Urin
Di isi Urin sampai
penuh di dalam gelas
ukur

Catat hasil
pembacaan pada
miniskus Urometer

Apabila kondisi urin berbuih,


hilangkan buih dengan
menambahkan 1 tetes Eter
Atau mengisap buih dengan
kertas saring

Urometer dimasukkan ke dalam


gelas ukur yang berisi urin.
Putar Urometer pada sumbunya,
dan usahakan urometer tidak
menyentuh dinding dan dasar
gelas ukur

Baca hasil miniskus


urometer. Hasil
pembacaan dikoreksi
terhadap Hasil
kalibrasi dengan
akuadest

Prosedur Pengukuran BJ urin dengan Carik Celup

SKEMA KERJA :

Masukkan
alat carik
celup ke
dalam
beaker
glass yang
sudah
berisi urin
E. HASIL PRAKTIKUM

Tunggu
sampai 60
detik

Periksa hasil
pengamatan
sesuai indikator
yang sudah
tercantum
dalam label
yang ada di
botol

Parameter
Warna
Bau
Buih
Berat Jenis (Urometer)
Kekeruhan
Carik Celup

Kelompok B
Kuning muda
Tidak keras
Putih
(cepat menghilang)
1,009
Jernih

Normal
Kuning muda
Tidak keras
Putih
(cepat menghilang)
1,000
Jernih

Normal
Negatif
Normal
Normal
6
1,020
Negatif
Negatif
Negatif
25

Normal
Negatif
Negatif
Normal
5
1,000
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Glukosa
Protein
Bilirubin
Urobilinogen
pH
Berat jenis
Darah
Keton
Nitrit
Leukosit

Perhitungan BJ menggunakan berat jenis


1. Faktor Koreksi
Faktor koreksi
= 1,003 1,000
= 0,003
Faktor koreksi didapat dari urometer saat dikalibrasi dengan aquades.
2. Koreksi Suhu
Koreksi suhu

= Suhu ruangan Suhu urometer x 0,001


3
= 26C - 20C x 0,001
3
= 0,002

3. Berat Jenis Urin


BJ urin
= BJ yang teramati Faktor Koreksi + Koreksi Suhu
= 1,010 (-0,003) + 0,002
= 1,009
F. PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan fisis, dari sampel didapat wana urin sampel ialah kuning,
bau tidak keras, berbuih putih tetapi mudah hilang, dan tidak menunjukkan adanya
kekeruhan (jernih). Dari pengukuran BJ dengan menggunakan urometer, didapat BJ
urin 1,009.
Pada pemeriksaan menggunakan carik celup,
Glukosa

Didapat hasil yang normal. Pada umumnya, dalam urin terdapat glukosa
tetapi glukosa yang ada dalam urin terdapat sangat sedikit. Glukosa yang ada

dalam urin biasanya kurang dari 130 mg/24 jam.


Protein
Didapat hasil negatif. Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring
di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine
biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu
spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan
fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan
daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul

dalam urin.
Bilirubin
Didapat hasil yang negatif. Jika bilirubin terdapat dalam urin, maka bilirubin
yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi).
Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik

hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.


Urobilinogen
Didapat hasil yang normal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar
menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal
yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan
(ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan
parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan
hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun
dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah
(jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang
parah,kolelitiasis,diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat
disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat

mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.


pH
Pada urin sampel, pH yang terukur melalui carik celup ialah 6.
Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :

1. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran


kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan
ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
2. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),

asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis


respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan

ekskresi NH4+), terapi pengasaman.


Berat Jenis
Yang terukur melalui metode carik celup ialah 1,020.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap
wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015
1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal >
1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai 1,026. Defek fungsi dini yang
tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urine. BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan
fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml
dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien
baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena
untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah.
Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat

terlarut non-glukosa.
Darah
Didapat hasil yang negatif. Ini berarti tidak ada darah yang terdapat
dalam urin sampel.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi :
1. Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang
mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang
mengandung peroksidase.
2. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis
tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi
tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.

Keton
Didapat hasil yang negatif.

Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam -hidroksibutirat) diproduksi


untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam
aseotasetat dan asam -hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi
normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks
ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi
maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk
mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda
keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak
seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat
(mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau
protein, febris.

Nitrit
Didapat hasil yang negatif.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1. Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila
pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat
(fenazopiridin).
2. Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat
dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme
bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam
askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau
berat jenis urine tinggi.

Leukosit
Diperoleh hasil 25. Ini berarti, terdapat sel darah putih dalam urin. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi saluran kemih, obstruksi
pada urinari (pembentukan batu pada kantung kemih), infeksi ginjal, anefritis
interstisial (ruang antara tubulus ginjal mengalami peradangan), terdapat
jamur dan bakteri seperti klamidia dll.

G. KESIMPULAN

Urin sampel tergolong urin yang normal.

Terdapat leukosit dalam urin disebabkan karena adanya infeksi bakteri dan
jamur.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
R. Wirawan, S. Immanuel, R. Dharma. 1983. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT.
Kalbe Farma
Sacher, Pherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Cetakan 1. Jakarta: EGC
Widman K. Frances. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Edisi 9. Jakarta : EGC
Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up):
Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Pustaka Populer Obor. Jakarta.
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika.
Jakarta.
Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB Press. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai