Anda di halaman 1dari 18

Kontra Indikasi Pencabutan Gigi Hubungannya Dengan Penyakit

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang
alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan
teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari
perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan
mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi.
Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep, pembuangan
tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari
tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan penjahitan. 1
Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada
beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau
merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada keadaan lain, kontraindikasi ekstraksi
gigi sangat berperan penting untuk tidak dilakukan ekstraksi gigi sampai masalahnya
dapat diatasi. Kontra indikasi pencabutan gigi atau tindakan bedah lainnya
disebabkan oleh faktor lokal atau sistemik. Dikatakan menjadi kontra indikasi
pencabutan gigi bila dokter gigi / dokter spesialis akan memberi izin atau menanti
keadaan umum penderita dapat menerima suatu tindakan bedah tanpa menyebabkan
komplikasi yang membahayakan bagi jiwa penderita.1
Kontra Indikasi Sistemik
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan
pertimbangan khusus untuk dilakukan pencabutan gigi. Bukan kontra indikasi mutlak
dari pencabutan gigi. Faktor-faktor ini meliputi pasien-pasien yang memiliki riwayat

penyakit khusus. Dengan kondisi riwayat penyakit tersebut, pencabutan gigi bisa
dilakukan dengan persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan dokter
ahli dan penyakit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting
untuk menghindari terjadinya komplikasi sebelum pencabutan, saat pencabutan,
maupun setelah pencabutan gigi.2
Berikut ini penyakit yang dapat menjadi kontra indikasi dan hubungannya
dengan pencabutan gigi, yaitu:
1. Diabetes Mellitus ( penyakit kencing manis / gula )
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh rusaknya
sel-sel beta langerhans yg terdapat di organ pankreas sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan hormon insulin dalam tubuh yang berakibat kadar gula dalam
darah menjadi tinggi. Insulin dibutuhkan tubuh untuk membantu metabolisme gula
darah hingga menjadi energi atau disimpan di hati dan otot sebagai cadangan energi.
Jika kadar insulin dalam tubuh sedikit atau tidak ada, maka metabolisme gula darah
menjadi energi akan terhambat,akibatnya kadar gula darah yang seharusnya diubah
menjadi energi dalam tubuh menjadi meningkat. Seseorang dikatakan menderita
penyakit diabetes melitus jika kadar gula darahnya pada saat puasa melebihi 70-110
mg/dl,atau pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari 180mg/dl. Terkadang
seseorang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit Diabetes Melitus.
Kemungkinan

karena

tidak

ada

gejala

yang

dirasakan

spesifik

oleh

penderita,sehingga pemeriksaan kadar glukosa tidak pernah dilakukan.3


Tanda-tanda yang sering terjadi pada seseorang yang menderita Diabetes
Melitus adalah (a) Sering merasa haus, (b) Sering buang air kecil pada malam hari,

(c) Sering merasa lapar, (d) Berat badan yang turun drastis secara cepat, (e) Sebagian
besar gigi terasa goyang, (f) Pandangan menjadi kabur. 3
Biasanya pada penderita diabetes melitus,akan lebih rentan terserang
infeksi dikarenakan kadar gula dalam darahnya yang tinggi sehingga menjadi media
yang baik untuk tumbuhnya bakteri. Berdasarkan alasan itulah mengapa penderita
diabetes melitus disarankan untuk menunda pencabutan gigi apabila kadar gula darah
dalam tubuhnya masih tinggi atau belum terkontrol.2
Akibat yang ditimbulkan bila pencabutan gigi dilakukan pada saat kadar
gula darah tinggi antara lain :
(1) Terjadinya infeksi pasca pencabutan pada daerah bekas pencabutan.
(2) Terjadinya sepsis atau peningkatan jumlah bakteri dalam darah.
(3) Terjadinya perdarahan yang terus menerus akibat infeksi pasca
pencabutan.4
Oleh karena alasan tersebut di atas, maka biasanya dokter gigi menunda
pencabutan gigi pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol. Saran bagi
penderita diabetes :
1. Periksakan kadar gula darah secara teratur setiap 1 bulan sekali.
2. Menjaga asupan karbohidrat dan diet lainnya agar tidak mempengaruhi kadar gula
darah.
3. Menjaga kebugaran tubuh dengan olah raga yang teratur.
4. Menjaga kebersihan badan termasuk gigi dan mulut agar terhindar dari penyakit
infeksi.
TIPS khusus menjaga kesehatan gigi dan mulut bagi penderita diabetes
melitus :

(1) Selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi minimal 2 kali
sehari pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur.
(2) Bersihkan karang gigi setiap 6 bulan sekali.
(3) Berkumurlah dengan larutan antiseptik bila perlu.
(4) Dianjurkan untuk segera menambal gigi yang berlubang,mencabut sisa2 akar gigi
agar tidak menimbulkan infeksi.
(5) Konsultasikanlah dengan dokter spesialis penyakit dalam apabila ada gigi yang
memerlukan

pencabutan,

sehingga

dokter

spesialis

penyakit

dalam

akan

merekomendasikan surat rujukan ke dokter gigi apabila kondisi gula darah sedang
terkontrol. Hal ini juga akan menghemat waktu karena dengan berdasarkan konsul
dari dokter spesialis tersebut,dokter gigi akan merasa aman melakukan pencabutan
walaupun si pasien seorang penderita diabetes melitus.
Diabetes dan Infeksi Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak
memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien
dengan diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat
dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik
profilaksis. Pasien dengan riwayat kehilangan berat badan yang penyebabnya tidak
diketahui, yang terjadi bersamaan dengan kegagalan penyembuhan infeksi dengan
terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita diabetes.
Malfungsi utama dari diabetes melitus adalah penurunan absolute atau
relative kadar insulin yang mengakibatkan kegagalan metabolisme glukosa. Penderita
diabetes melitus digolongkan menjadi:
1) Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM, tipe 1, juvenile,ketotik, britlle).
Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimun pada orang yang
predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur di bawah 40
tahun. 3

2) Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewasa stabil).
Diturunkan melalui gen dominan dan biasanya dikaitkan dengan kegemukan. Lebih
sering terjadi pada umur di atas 40 tahun.3
Pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan
menggunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau
hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat pemberian
insulin seperti biasanya sebelum dilakukan pembedahan; dan makan karbohidrat
dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik untuk pasien ini adalah pagi hari
sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, yang sering
disebabkan oleh karena sulit mendapatkan insulin, harus dijadikan terkontorl lebih
dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan rujukan dan
kemungkinan pasien harus rawat inap. Diabetes dan Infeksi Diabetes yang terkontrol
dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga
mulut. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan
lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian
antibiotik profilaksis. Responnya terhadap infeksi tersebut diduga keras akibat
defisiensi leukosit polimorfonuklear dan menurunnya atau terganggunya fagositosis,
diapedisis, dan khemotaksis karena hiperglikemi. Sebaliknya, infeksi orofasial
menyebabkan kendala dalam pengaturan dan pengontrolan diabetes, misalnya
meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat kehilangan berat badan yang
penyebabnya

tidak

diketahui,

yang

terjadi

bersamaan

dengan

kegagalan

penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita
diabetes. Keadaan Darurat pada Diabetes Diabetes kedaruratan, syok insulin

(hipoglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia) lebih sering terjadi pada diabetes


tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah hipoglikemia, yang dapat timbul sangat
cepat apabila terjadi kegagalan menutupi kebutuhan akan insulin dengan asupan
karbohidrat yang cukup. Sedangkan ketoasidosis biasanya berkembang setelah
beberapa hari. Pasien yang menderita hipoglikemia menunjukkan tanda-tanda pucat,
berkeringat, tremor, gelisah, dan lemah. Dengan pemberian glukosa secara oral (1020 gram), kondisi tersebut akan dengan mudah membaik. Kegagalan untuk merawat
kondisi ini akan mengakibatkan kekejangan, koma, dan mungkin menyebabkan
kematian. Untuk mengatasi ketoasidosis diperlukan pemberian insulin dan cairan. Hal
tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit (pasien rawat inap).4
2. Kehamilan
Kehamilan bukan kontraindikasi terhadap pembersihan karang gigi
ataupun cabut gigi, karena tidak ada hubungan antara kehamilan dengan pembekuan
darah. Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregnancy
gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama kehamilan. Yang perlu
diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi (tekanan darah tinggi) dan
diabetes mellitus (kadar gula yang tinggi) yang meskipun sifatnya hanya temporer,
akan lenyap setelah melahirkan, namun cukup dapat menimbulkan masalah saat
dilakukan tindakan perawatan gigi yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh
darah.5
Jadi, bila ada pasien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk scaling
kalkulus atau ekstraksi, sebaiknya di-refer dulu untuk pemeriksaan darah lengkap,
laju endap darah, dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan

apapun, pasien dilakukan tensi dulu. Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi
(dimana hal itu tidak bisa dihindari lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery
akut lainnya seperti abses) bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila
pada 3 bulan pertama. rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma,
fraktur). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotik, (ada daftarnya mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide, dormicum itu
tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau scalling pada ibu hamil,
waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, karena bisa bikin kompresi
vena cafa inferior. Kalau memang riskan, dan perawatan gigi-mulut tidak dapat
ditunda sampai post-partus, maka sebaiknya tindakan dilakukan di kamar operasi
dengan bekerja sama dengan tim code blue, atau tim resusitasi.2
Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang sehat bisa dilakukan dengan baik
dan aman di praktek, klinik biasa, atau rumah sakit. Kesulitan yang sering timbul
pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologisnya yang biasanya
tegang. Seandainya status umum pasien yang kurang jelas sebaiknya di konsulkan
dulu ke dokter kandungannya.2
Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama, karena
keadaan umum ibu hamil pada trimester pertama sering sangat lemah dan dalam masa
pembentukan janin. 2
3. Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum menangani pasien ketika berada di praktek, klinik, ataupun
rumah sakit seorang dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan pasien baik
melalui rekam medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika ditemukan

pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi, sukar tidur dan
vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita penyakit jantung. Oleh
karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti dan akurat, misalnya
pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung diagnosa
sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang tepat dan tidak menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan.1
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan
darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong
sehingga terjadi perdarahan.3
Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi.
Kontra indikasi eksodonsi di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan
eksodonsi pada pasien ini, namun dalam penangannannya perlu konsultasi pada para
ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan berkonsultasi, kita bisa
mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis mengenai waktu yang tepat
bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa terjadi komplikasi yang
membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan sebelum
atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya saja penderita jantung lemah harus diberi
penicillin sebelum dan sesudah eksodonsi dilakukan.1
4. Kelainan Darah
a. Purpura hemoragik
Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca pencabutan
giginya, atau pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan
darah yaitu waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi
protrombin.1

Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari dalam
gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena fragilitas
kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pada pasien tersebut dalam
keadaan kurang, sehingga menuju kearah keadaan mudah terjadi pendarahan petechie
dan ecchimosis.1
Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia,
atau pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah
yaitu waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protrombin.1

b. Leukemia
Pada leukemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan
prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah infeksi dan terjadi
perdarahan.6
c. Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah sehingga
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang. Penderita leukemia
memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari normal dalam darah sehingga mudah
mengalami perdarahan. Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya
kerusakan mekanisme pertahanan seluler.6
d. Hemofilia
Agar tidak terjadi komplikasi pasca pencabutan gigi perlu ditanyakan adakah
kelainan perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah yangg
tidak normal pada penderita. Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang
bersifat herediter dan hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita mendapatkan

luka, maka darahnya tidak dapat membeku. Hal ini disebabkan oleh trombosit tidak
dapat pecah kalau berhubungan dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia
dalam serum, sehingga darah akan terus mengalir.2
Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh
darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan
darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit,
faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada
vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan
aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya
membentuk deposisi fibrin.2
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi faktor VIII.
Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada
von Willebrand disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini
jarang ditemukan. Agar tidak terjadi komplikasi pasca eksodonsia perlu ditanyakan
adakah kelainan perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah
yang tidak normal pada penderita.2
e. Trombositopenia
Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari
normal sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui bahwa trombosit
penting artinya dalam pembekuan darah.6
5. Hipertensi
Pada penyakit darah tinggi, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah
pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga
terjadi perdarahan terus menerus. Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung

vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah


meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila
kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat
tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi.1
Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obatobat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan
lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan.1
6. Jaundice
Tanda-tanda Jaundice adalah kulit berwarna kekuning-kuningan disebut
bronzed skin, conjuntiva berwarna kekuning-kuningan, membrana mukosa berwarna
kuning, juga terlihat pada cairan tubuh ( bila pigmen yang menyebabakan warna
menjadi kuning ).7
Tindakan pencabutan gigi pada penderita ini dapat menyebabkan
prolonged hemorrahage yaitu perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga bila
penderita akan menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada dokter
ahli yang merawatnya atau sebelum pencabutan gigi lakukan premediksi dahulu
dengan vitamin K.1
7. AIDS
Lesi oral sering muncul sebagai tanda awal infeksi HIV. Tanpa
pemeriksaan secara hati-hati, sering lesi oral tersebut tidak terpikirkan, karena lesi
oral sering tidak terasa nyeri. Pada penderita AIDS terjadi penghancuran limfosit
sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang.7
Pada tindakan eksodonsi dimana tindakan tersebut melakukan perlukaan
pada jaringan mulut, maka akan lebih mudah mengalami infeksi yang lebih parah.
Bila pasien sudah terinfeksi dan memerlukan premedikasi, maka upayakan untuk

mendapatkan perawatan medis dulu. Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung cabut
gigi. Dengan demikian, apabila dokter gigi sudah menemui gejala penyakit
mematikan ini pada pasiennya, maka dokter bisa langsung memperoteksi diri sesuai
standar universal precautaion (waspada unievrsal). Perlindungan ini bisa memakai
sarung tangan, masker, kacamata, penutup wajah, bahkan juga sepatu. Karena hingga
kini belum ditemukan vaksin HIV.1
Macam-macam manifestasi infeksi HIV pada mulut dapat berupa infeksi
jamur, infeksi bakteri, infeksi virus dan neoplasma. Pada tindakan pencabutan gigi
dimana tindakan tersebut melakukan perlukaan pada jaringan mulut, maka akan lebih
mudah mengalami infeksi yang lebih parah.Bila pasien sudah terinfeksi dan
memerlukan premedikasi, maka upayakan untuk mendapatkan perawatan medis dulu.
Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung cabut gigi.2
8. Nefritis
Pencabutan gigi yang meliputi beberapa gigi pada penderita nefritis, dapat
berakibat

keadaan

nefritis

bertambah

buruk.

Sebaiknya

penderita

nefritis

berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli sebelum melakukan pencabutan gigi.

9.

Malignansi Oral ( Keganasan )


Di daerah perawatan malignasi suatu rahang melalui radiasi sel jaringan

mempunyai aktivitas yang rendah sehingga daya resisten kurang terhadap suatu
infeksi.

Eksodonsia

yang

dilakukan

di daerah

ini

banyak

yang

diikuti

osteoradionekrosis rahang ( Archer, 1966 ). Apabila perawatan radiasi memang


terpaksa harus dikerjakan sehubungan dengan malignansi tersebut maka sebaiknya
semua gigi pada daerah yang akan terkena radiasi dicabut sebelum dilakukan radiasi.

Bahkan banyak yang berpendapat bahwa semua gigi yang masih ada di daerah itu,
dibuang bersih dahulu sebelum penderita menerima radiasi yang berat. Tujuan utama
adalah mencabut gigi-gigi dan melakukan alveolektomi seluruh processus alveolaris
sejauh sepertiga dekat apeks lubang alveolus.
Mukoperiosteal flap dibuka lebar pada daerah yang akan dikerjakan
operasi dan kemudian direfleksikan ke arah lipatan mukobukal atau lipatam labial.
Semua tulang labial atau bukal diambil dengan menggunakan chisel dan mallet.
Pengambilan tulang tersebut meliputi daerah akar dan interseptal, dan kemudian gigigigi dicabut. Dengan memakai bone rongers, chisel, bone burs yang besar , kikir
bulat. Semua tulang alveolus yang tinggal dan tulang kortikal bagian lingual diambil
dengan meninggalkan sepertiga dari tulang apeks alveolus. Kemudian flaps yang
berlebihan digunting agar masing-masing ujung flaps dapat bertemu dengan baik,
tanpa terdapat teganagan. Penyembuhan biasanya cepat dan perawatan radiasi dapat
dimulai dalam waktu seminggu.
10. Hipersensitivitas
Bagi pasien dengan alergi pada beberapa jenis obat, dapat mengakibatkan
shock anafilaksis apabila diberi obat-obatan pemicu alergi tersebut. Oleh karena itu,
seorang dokter gigi perlu melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan
dan menghindari obat-obatan pemicu alergi.
11. Toxic Goiter
Ciri-ciri pasien tersebut adalah tremor, emosi tidak stabil, tachycardia dan
palpitasi , keringat keluar berlebihan, glandula tiroidea membesar secara difus
(kadang tidak ada), exophthalmos (bola mata melotot), berat badan susut, rata-rata

basal metabolic naik, kenaikan pada tekanan pulsus, gangguan menstruasi (pada
wanita), nafsu makan berlebih.
Tindakan bedah mulut, termasuk mencabut gigi, dapat mengakibatkan
krisis tiroid, tanda-tandanya yaitu setengah sadar, sangat gelisah ,tidak terkontrol
meskipun telah diberi obat penenang. Pada penderita toxic goiter jangan dilakukan
tindakan bedah mulut, termasuk tindakan pencabutan gigi, karena dapat
menyababkan krisis tiroid dan kegagalan jantung.
Kontra Indikasi Lokal
Kontraindikasi pencabutan gigi yang bersifat setempat umumnya
menyangkut suatu infeksi akut jaringan di sekitar gigi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan
jika inflamasinya sudah sembuh.

1. Infeksi gingival akut


Infeksi gingival akut biasa juga disebut dengan acute necrotizing ulcerative
gingivitis (ANUG) atau fusospirochetal gingivitis. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi bakteri fusospirochaetal atau streptococcus.
Ciri-ciri penderita infeksi gingival akut adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

memiliki OH yang jelek


perdarahan pada gusi
radang pada gusi
sakit
nafas tidak sedap (adanya akumulasi plak).

2. Infeksi perikoronal akut

Infeksi yang terjadi pada jaringan lunak di sekitar mahkota gigi molar yang
terpendam (gigi impaksi). Perikoronitis dapat terjadi ketika gigi molar 3 bererupsi
sebagian (hanya muncul sedikit pada permukaan gusi). Keadaan ini menyebabkan
bakteri dapat masuk ke sekitar gigi dan menyebabkan infeksi. Pada perikoronitis,
makanan / plak dapat tersangkut di bawah flap gusi di sekitar gigi sehingga dapat
mengiritasi gusi, pembengkakan dan infeksi dapat meluas di sekitar pipi, leher, dan
rahang. Selain itu, faktor-faktor yang juga menyebabkan infeksi adalah trauma dari
gigi di sebelahnya, merokok dan infeksi saluran pernapasan bagian atas.
3. Sinusitis maksilaris akut
Sinus adalah rongga berisi udara yang terdapat di sekitar rongga hidung.
Sinusitis (infeksi sinus) terjadi jika membran mukosa saluran pernapasan atas
(hidung, kerongkongan, sinus) mengalami pembengkakan. Pembengkakan tersebut
menyumbat saluran sinus yang bermuara ke rongga hidung. Akibatnya cairan mukus
tidak dapat keluar secara normal. Menumpuknya mukus di dalam sinus menjadi
faktor yang mendorong terjadinya infeksi sinus.
Gejala sinusitis akut : nyeri / sakit di sekitar wajah, hidung tersumbat,
kesulitan ketika bernapas melalui hidung, kurang peka terhadap bau dan rasa, eritem
di sekitar lokasi sinus, jika menunduk ke depan nyeri berdenyut akan terasa di sekitar
wajah.
Alasan melarang eksodonsi dengan keadaan seperti tersebut diatas adalah
bahwa infeksi akut yang berada di sekitar gigi, akan menyebar melalui aliran darah ke
seluruh tubuh dan terjadi keadaan septikemia.

Septikemia adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan
tanda-tanda respon sistemik, septikimia juga biasa diartikan dengan infeksi berat pada
darah. Infeksi dalam rongga mulut bila tidak ditangani secara adekuat dapat menjadi
suatu induksi untuk terjadinya sepsis.
Bila pasien telah mengalami sepsis dan tidak segera ditangani maka keadaan
sepsis ini akan berlanjut menjadi syok septic dan dapat mengakibatkan kematian
pasien. Tanda-tanda respon sistemik sepsis :
a) Takhipne (respirasi > 20 kali/menit
b)Takhikardi (denyut nadi > 90 kali/menit)
c) Hipertermi (suhu badan rektal > 38,3).
Sedangkan syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh
tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh
sepsis. Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik
(Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi
sistemik yang bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan
sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)

Temperatur > 38
Denyut jantung > 90 kali /menit
Respirasi > 20 kali/menit
Jumlah leukosit > 12.000/mm3.

Kesimpulan
Secara umum ekstraksi gigi tidak dapat dilakukan apabila pasien tidak
menghendaki giginya dicabut. Perlunya komunikasi yang baik antara dokter dengan
pasien akan menciptakan suatu kerja sama yang baik, dimana pasien akan memahami

mengapa harus dilakukannya suatu tindakan dan dokter dapat melakukan tindakan
tersebut sesuai dengan prosedurnya. Selain penolakan secara langsung dari pasien
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi gigi, seperti penyakit
sistemik dibawah ini.
Kontaindikasi sistemik
a. Kelainan jantung
b. Kelainan darah. Pasien yang mengidap penyakit penyakit darah seperti
leukemia, haemoragic purpura, hemofilia. Pasien yang mengidap anemia.
c. Diabetes mellitus tidak terkontrol. Sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
d. Penyakit ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal ( nephritis ) pada kasus ini bila
dilakukan ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut.
e. Penyakit hepar (hepatitis).
f. Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama tubuh
sangat rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan memakan
waktu yang lama.
g. Alergi pada anastesi local
h. Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah menurun
sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.
i. Toxic goiter
j. Kehamilan. terpaksa dilakukan, dianjurkan dilakukan pada trimester ke dua
karena obat-obatan pada saat itu mempunyai efek rendah terhadap janin.
k. Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil karena
dapat berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi
l. Terapi dengan antikoagulan.
Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus
kontraindikasi pada pemberian adrenalin.
Kontraindikasi lokal

a. Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih dahulu keradangannya


harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Jadi tidak boleh
langsung dicabut.
b. Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3 RB
erupsi terlebih dahulu
c. Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan
pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu.
Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus
diatasi terlebih dahulu.
d. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi,
endodontik dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Howe, Geoffrey L. Pencabutan Gigi Geligi Ed 2. Jakarta: EGC. 1999
2. Dostalova, Tatjana. Dentistry and Oral Disease. Praha: Grada Publishing. 2010
3. Sudoyo. W. Aru, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Ed 5 Jilid 3. Jakarta: Interna
Publishing. 2009
4. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta: EGC. 1996
5. Benson.C.Ralph. Obstetri dan Ginekologi , Edisi 9, Jakrta : EGC. 2008
6. Sudoyo. W. Aru, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Ed 5 Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing. 2009
7. Sudoyo. W. Aru, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Ed 5 Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing. 2009

Anda mungkin juga menyukai