Tugas 2
Tugas 2
Disusun oleh:
Kelompok 8
1. Abdul Gafur Mursyad
( 201410230311133 )
( 201410230311138 )
( 201410230311159 )
( 201410230311172 )
( 201410230311173 )
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa akhir merupakan periode penutup di mana seseorang individu
telah mencapai kematangan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukkan
kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan berjalannya waktu. Masa ini
dimulai saat seseorang mulai berusia 60 tahun ke atas. Saat seseorang mulai
memasuki masa dewasa akhir, maka akan terlihat gejala penurunan fisik,
psikologis, dan intelektual. Proses inilah yang disebut dengan istilah proses menua
(lansia).
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode-periode usia sebelumnya.
Kita akan mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan fisik yang
terkait dengan penuaan dan penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan
baru. Beberapa penurunan dan hilangnya fungsi tubuh dalam hal fisiologis
perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut yang kadangkala dapat
diperbaiki.
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial
dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah kemampuan
kognitif orang dewasa, seperti memori, kreativitas, intelegensi, dan kemampuan
belajar sangat paralel dengan penurunan kemampuan fisik. Pada umumnya orang
percaya bahwa proses belajar, memori, dan intelegensi mengalami pemerosotan
bersamaan dengan terus bertambahnya usia.
Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa
dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa lanjut usia juga kurang mampu
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.
Kecepatan memproses informasi secara perlahan-lahan memang akan mengalami
penurunan pada masa dewasa akhir, namun faktor individual differences juga
berperan dalam hal ini. Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes
kemampuan mengingat dan memecahkan masalah, mengukur bagaimana orangorang dewasa lanjut usia melakukan aktivitas-aktivitas yang abstrak dan
sederhana.
Pada masa lalu, diduga kerusakan mental yang tidak dapat dihindari juga
diikuti oleh kerusakan fisik. Menurunnya kondisi fisik yang menunjang kerusakan
mental telah ditunjukkan dengan fakta bahwa perlakuan terhadap hormon seks
pada wanita berusia lanjut dapat meningkatkan kemampuan berpikir, mempelajari
bahan baru, menghafal, mengingat, dan meningkatkan kemauan untuk
mengeluarkan energi intelektual. Pada pihak lain, beberapa kondisi patologis
seperti tekanan darah tinggi, mengarah pada hilangnya kemampuan intelektual
pada usia lanjut meskipun menurut Wilkie dan Eisdorfer bahwa gangguangangguan semacam itu bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal
(Hurlock, 1980).
Lanjut usia (lansia) adalah sesuatu yang dialami dan tidak dapat dihindari
oleh setiap individu yang dikaruniai Tuhan usia yang panjang. Lansia sendiri
adalah periode pertumbuhan saat organisme telah mencapai kematangan dalam
ukuran dan fungsi. Ada beberapa pendapat mengenai batasan lansia, namun
menurut badan kesehatan dunia (WHO) usia 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lansia (Akhmadi, 2009).
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan lansia baik dari
faktor penghambat maupun faktor pendukungnya, salah satu contohnya yaitu
well-being. Faber dan kawan-kawan (2001) mendefinisikan bahwa well-being
merupakan pencapaian manakala seseorang mampu menggunakan fungsi dalam
dirinya secara optimal yang meliputi fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Pada
makalah ini kami akan membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, maupun sosioemosi pada lansia baik
dari segi faktor pendukung maupun faktor penghambat. Namun semua penjelasan
dalam makalah ini didasari oleh jurnal-jurnal yang telah kami baca dan analisis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penyusun menemukan masalahmasalah yang perlu untuk dirumuskan, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan fisik pada lansia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada
lansia?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi pada
lansia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penyusun menemukan tujuan
dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
fisik pada lansia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
kognitif pada lansia.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
sosioemosi pada lansia.
BAB II
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan
Sosioemosi pada Lansia
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1. Faktor-faktor Pendukung
a. Menurut penelitian Widyantoro, Rosdiana, dan Fasitasari (2012)
dalam Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM)
Lutut pada Lansia menyatakan bahwa senam lansia berhubungan
terhadap ROM lutut pada lansia. Lansia yang melakukan senam lansia
menunjukkan ROM yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Hal itu
terbukti bahwa lansia yang melakukan senam lansia dapat
meningkatkan otot dan berpengaruh meningkatkan keseimbangan,
kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi, sehingga dapat
memperbaiki sistem muskuloskeletal yang menurun. Muskuloskeletal
adalah sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka
tubuh, termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
b. Menurut penelitian Ibrahim (2010) dalam Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Lansia menyatakan bahwa kiat sehat di
usia senja, yaitu dengan strategi yang dapat kita lakukan sebagai
berikut: hindari stress, cukup istirahat, rekreasi dan olahraga, makan
cukup gizi dan berimbang, mempertahankan berat badan ideal, hindari
merokok dan alkohol, hindari polutan, relaksasi, meditasi, visualisasi,
konsumsi vitamin/mineral, dan omega 3, serta omega 6.
2. Faktor-faktor Penghambat
a. Menurut penelitian Ibrahim (2010) dalam Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Lansia menyatakan untuk mengetahui
bahwa lansia termasuk pasien geriatrik/psikogeriatrik ditentukan oleh
ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia, (2) adanya akumulasi
dari penyakit-penyakit degeneratif, dan (3) lanjut usia secara
psikososial dinyatakan krisis (menarik diri, ketergantungan, dan
kerusakan psikologis yang progresif dan mendadak). Psikogeriatrik
subyek
mengenai
penyakit,
jenis
penyakit
dan
subyek
mengenai
penyakit,
jenis
penyakit
dan
dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar bahwa hidup terus
bergerak maju, tetapi dipahami dengan mundur ke belakang. Kita menelusuri
jejak hubungan antara akhir dan awal hidup dan mencoba mengerti tentang arti
semua pertunjukan ini sebelum ia berakhir. Akhirnya, kita mengerti bahwa kita
adalah hasil kebertahanan kita.
Dengan semakin banyaknya individu yang menjalani hidup lebih sehat dan
penemuan medis yang memperlambat proses penuaan, usia paruh baya tampaknya
mulai lebih lambat dan bertahan lebih lama. Mengalami peningkatan, usia paruh
baya awal (40-54) dibedakan dari usia paruh baya akhir (55-65). Akan tetapi, usia
paruh baya adalah masa menurunnya keterampilan psikis, seperti penurunan berat
badan, menurunnya fungsi penglihatan dan pendengaran, dan penurunan
kardiovaskuler. Tidur juga menjadi lebih bermasalah. Perubahan seksual terjadi
ketika wanita mengalami menopause, banyak pria paruh baya mulai mengalami
disfungsi ereksi, dan pasangan lebih jarang berhubungan seksual.
Kebanyakan individu mencapai puncak keberfungsian kognitif mereka di
masa dewasa menengah. Akan tetapi, beberapa proses kognitif meningkat
sementara yang lainnya mengalami penurunan di usia paruh baya. Sebagai contoh,
kosakata mencapai puncak dan kecepatan pemrosesan memori menurun di usia
paruh baya. Keahlian juga biasanya meningkat pada periode usia dewasa ini.
Untuk banyak orang, paruh baya adalah waktu bagi individu untuk merefleksikan
dan mengevaluasi kerja mereka saat ini dan apa yang mereka rencanakan di masa
depan. Banyak orang dewasa paruh baya semakin menelaah makna hidup.
Masa dewasa akhir adalah masa ketika individu menjadi lebih sadar akan
polaritas tua-muda dalam hidup dan menyisutnya sisa waktu hidup yang mereka
punya. Dan ini adalah waktu ketika individu ingin meneruskan sesuatu yang
bermakna kepada generasi selanjutnya. Konsep krisis paruh baya telah dilebihlebihkan; ketika orang benar-benar mengalami krisis tersebut, konsep itu sering
kali dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa hidup yang negatif. Stabilitas
kepribadian memuncak dan kepuasan pernikahan sering kali meningkat di masa
ini. Banyak orang dewasa paruh baya menjadi kakek-nenek dan generasi paruh
baya memainkan peran utama dalam relasi antargenerasi, terutama wanita paruh
baya yang menghubungkan antargenerasi.
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1. Faktor-faktor Pendukung
a. Kondisi Ekonomi
Suhartini (2004) menyatakan bahwa keuangan lanjut usia cenderung
minim untuk memenuhi kebutuhannya. Jika tidak ditunjang oleh
dukungan finansial dari pihak lain, baik anggota keluarga maupun
orang lain, tidak dapat berharap bahwa orang lanjut usia tersebut akan
hidup dalam kondisi yang cukup baik. Maka dari itu, biasanya lansia
membutuhkan pendapatan dan pengeluaran ekonomi yang lebih besar
dibandingkan dengan orang pada masa lainnya karena untuk
b.
2.
lensa
mata,
penurunan
kemampuan
pupil
perubahan
protein
pasca
translasi
dapat
menyebabkan
c.
2.
kematian.
Penurunan Kognitif
Bee (1996) menjelaskan bahwa tahapan usia lanjut dibagi menjadi
late adulthood (65-75 tahun) dan late late adulthood (75 tahunmeninggal) yang mana terjadi penurunan pada aspek kognitif, seperti
ingatan, bahasa, dan logika. Dari hasil penelitian Hultsch, Hammer,
dan Small (1993) menunjukkan bahwa kondisi kesehatan berkorelasi
positif dengan kemampuan intelektual individu. Jadi, beberapa
penurunan kemampuan intelektual yang ditemukan pada orang-orang
dewasa lanjut usia sangat mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang
c.
d.
gejala kepikunan.
Dukungan
Kompas (2005) menjelaskan bahwa tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan lingkungan untuk mencegah dan menanggulanginya,
stres dan depresi dapat mengganggu kemampuan lansia untuk
beraktivitas
dalam
kehidupannya
sehari-hari,
bahkan
dapat
berikutnya.
Rasa Takut
Siswati dan Haditono (1999) mengungkapkan bahwa seperti yang
telah diketahui, masa usia lanjut merupakan proses akhir dalam tahap
pertumbuhan manusia yang berakhir dengan kematian. Hal ini kadang
menyebabkan lansia takut dalam menjalani masa usia lanjutnya.
Selain itu juga, lansia memiliki sikap negatif terhadap penuaan dan
beranggapan bahwa mereka sulit untuk dapat diajarkan hal-hal yang
baru dalam kehidupannya. Pendapat klise tentang usia lanjut
mempunyai pengaruh besar terhadap sikap sosial dan karena
kebanyakan pendapat tersebut tidak menyenangkan, maka dapat
menambah ketakutan lansia terhadap usia lanjut dan menimbulkan
d.
e.
teman/relasi
akibat
kurangnya
aktivitas
di
luar
rumah;
(3)
Menurut Neugarten (1968) dan Chalhoun (1995), masa tua adalah suatu masa
di mana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
2.
Menurut Constantinides (1994), pada masa lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
3.
bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial dan produktifitasnya yang puas.
Lawannya adalah keputusasaan (despair), yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu
singkat. Beberapa cara menghadapi krisis di masa dewasa akhir adalah tetap
produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua, maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya.
Dengan begitu, seseorang secara bertahap mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Sehingga hal ini secara perlahan mulai mengakibatkan terjadinya
kehilangan dalam berbagai hal, yaitu kehilangan peran di tengah masyarakat,
hambatan kontak fisik, dan berkurangnya komitmen.
Perubahan-perubahan fisik pada lansia juga memiliki dua faktor dalam
perkembangannya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Pada makalah
yang pernah kami kerjakan, terdapat 5 faktor dalam perkembangan fisik pada
lansia, yaitu otak dan sistem saraf, perkembangan sensori, sistem peredaran darah,
sistem pernafasan, dan seksualitas. Berikut ini adalah penjelasannya.
a. Otak dan Sistem Saraf
Saat tua, kita kehilangan sejumlah neuron dan unit-unit sel dasar dari sistem
saraf. Beberapa peneliti memperkirakan kehilangan neuron mungkin sampai 50%
selama tahun-tahun dewasa. Walaupun penelitian lain percaya bahwa kehilangan
itu lebih sedikit dan penyelidikan yang tepat terhadap penelitian hilangnya neuron
belum dibuat di dalam otak.
Barangkali penyelidikan yang lebih masuk akal adalah bahwa 5-10% dari
neuron kita akan berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu,
hilangnya neuron akan lebih cepat. Aspek yang signifikan dari proses penuaan
adalah bahwa neuron-neuron itu tidak mengganti dirinya sendiri. Meskipun
demikian, otak dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya dan hanya
kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk bisa berfungsi di masa
dewasa akhir.
b. Perkembangan Sensori
Perubahan sensori fisik pada masa dewasa akhir melibatkan indera
penglihatan, pendengaran, perasa, pembau, dan peraba. Pada masa dewasa akhir,
penurunan indera penglihatan bisa mulai dirasakan dan terjadi mulai awal masa
dewasa tengah. Adaptasi terhadap gelap lebih menjadi lambat, yang berarti bahwa
orang-orang lanjut usia membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
kembali penglihatan mereka ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke
tempat yang agak gelap. Penurunan penglihatan ini biasanya dari pengurangan
kualitas dan intensitas cahaya yang mencapai retina. Di puncak usia tua,
perubahan ini mungkin disertai oleh perubahan-perubahan kemunduran dalam
retina yang menyebabkan beberapa kesulitan dalam penglihatan.
Meskipun pendengaran dapat dimulai pada masa dewasa tengah, hal itu
biasanya tidak banyak membawa kesulitan sampai masa dewasa akhir. Pada saat
itu, banyak sekali alat bantu pendengaran yang bisa dipakai untuk bantuan
pendengaran. Tuli biasanya disebabkan oleh kemunduran selaput telinga, saraf
penerima-penerima suara didalam telinga. Selain berkurangnya penglihatan dan
Penelitian Park (1992) dan Stones dan Kozman (1989) menyetujui bahwa
olahraga merupakan faktor penting untuk meningkatkan fungsi-fungsi kognitif
pada orang dewasa lanjut usia. Yang harus diperhatikan dalam aktivitas
berolahraga pada masa dewasa akhir adalah pemilihan jenis olahraga yang akan
dijalani harus disesuaikan dengan usia subyek, dalam arti bagaimana kondisi fisik
individu tersebut.
Teori-teori sosial mengenai penuaan menurut Santrock (2012) yang
menonjol, yaitu:
1. Teori Pemisahan (Disangagement Theory)
Teori pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut usia secara
perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry dalam Santrock,
2002). Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan
masa lansia mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (selfpreoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan
menunjukkan
penurunan
ketertarikan
terhadap
berbagai
persoalan
rekonstruksi
gangguan
sosial
menyatakan
bahwa
penuaan
dikembangkan melalui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh pandanganpandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang dewasa lanjut usia yang
tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial dapat
terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang pada masa
dewasa akhir dan dengan menyediakan sistem sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri
dengan identifikasi, serta pemberian label seseorang sebagai individu yang tidak
mampu.
Perubahan-perubahan sosioemosi pada lansia juga memiliki dua faktor
dalam perkembangannya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Pada
makalah yang pernah kami kerjakan, terdapat 8 faktor dalam perkembangan
sosioemosi pada lansia, yaitu belajar, kreativitas, memberikan argumen, rasa
humor, mengenang, ingatan, mengingat kembali, dan kekerasan mental. Berikut
ini adalah penjelasannya.
a. Belajar
Orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan
waktu yang lebih banyak untuk dapat mengintegrasikan jawaban mereka, kurang
mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan
pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibandingkan dengan orang
yang lebih muda.
b. Kreativitas
Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi orang
dewasa lanjut usia cenderung berkurang. Dengan demikian, prestasi kreatifitas
BAB IV
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosi pada
masa dewasa akhir (lansia), yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.
Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan fisik pada masa
dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a. Kondisi Ekonomi
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi perkembangan fisik pada
masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kemunduran Fisik
Penyesuaian Diri
Perubahan Tubuh
Penyakit
Sintesis Protein
Sistem Oksigen
Sistem Imun
Kesehatan Fisik
Tekanan Darah Tinggi
Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada
Diabaikan
Rasa Takut
Masa Kehilangan
Masalah Psikologis
DAFTAR PUSTAKA
Afida, N.,. Wahyuningsih, S., dkk. (2000). Hubungan Antara Pemenuhan
Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia di Panti
Wredha. Anima Indonesia Psychological Journal. Vol. 15 No. 2. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Dacey, J. S. dan Travers, J. F. (2004). Human Development. North America:
McGraw-Hill.
Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Hayati, S. dan Martini, L. (2010). Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian
pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah. Medan: Universitas
Sumatra Utara Fakultas Psikologi.
Hutapea, B. (2011). Emosional Intelegence dan Psychological Well-Being Pada
Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta.
INSAN, Vol. 13, No. 02. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada.
Ibrahim. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia. Vol. 1,
No. 1. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Monks, F. J dkk. (2001). Psikologi Perkembangan. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Papalia dan Olds. (1986). Developmental Psychology. New York: Mc.Graw Hill.
Putra, A. A., Nashori, H. F. dkk. (2012). Terapi Kelompok untuk Mengurangi
Kesepian dan Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi.
JIP (Jurnal Intervensi Psikologi) Vol. 4 No. 1 (1-16). Yogyakarta.
Rogers, D. (1997). The Adult Years: An Introduction to Aging. Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall, Inc..
Santrock. J. W. (2012). Life-Span Development. Perkembangan Masa-Hidup
Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suhartini, R. (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Orang
Lanjut Usia. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga.
Suyanta dan Ekowarni. (2012). Pengalaman Emosi dan Mekanisme Koping
Lansia yang Mengalami Penyakit Kronis. Semarang dan Yogyakarta:
Politeknik Kesehatan Semarang dan Universitas Gadjah Mada.
Widyantoro, A. P., Rosdiana, I., dan Fasitasari, M. (2012). Hubungan antara
Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada Lansia. Vol. 4, No. 1.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung.