Anda di halaman 1dari 32

Faktor-faktor Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosioemosi

pada Masa Dewasa Akhir (Lansia)

Disusun oleh:
Kelompok 8
1. Abdul Gafur Mursyad

( 201410230311133 )

2. Anggina Humaera Arsyad

( 201410230311138 )

3. Thatya Sarasmi Astungkara

( 201410230311159 )

4. Aldy Sanza Nasukha

( 201410230311172 )

5. Akhmad Maulani Erwanda

( 201410230311173 )

Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa akhir merupakan periode penutup di mana seseorang individu
telah mencapai kematangan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukkan
kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan berjalannya waktu. Masa ini
dimulai saat seseorang mulai berusia 60 tahun ke atas. Saat seseorang mulai
memasuki masa dewasa akhir, maka akan terlihat gejala penurunan fisik,
psikologis, dan intelektual. Proses inilah yang disebut dengan istilah proses menua
(lansia).
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode-periode usia sebelumnya.
Kita akan mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan fisik yang
terkait dengan penuaan dan penekanan pentingnya perkembangan-perkembangan
baru. Beberapa penurunan dan hilangnya fungsi tubuh dalam hal fisiologis
perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut yang kadangkala dapat
diperbaiki.
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial
dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah kemampuan
kognitif orang dewasa, seperti memori, kreativitas, intelegensi, dan kemampuan
belajar sangat paralel dengan penurunan kemampuan fisik. Pada umumnya orang
percaya bahwa proses belajar, memori, dan intelegensi mengalami pemerosotan
bersamaan dengan terus bertambahnya usia.
Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa
dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa lanjut usia juga kurang mampu
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.
Kecepatan memproses informasi secara perlahan-lahan memang akan mengalami
penurunan pada masa dewasa akhir, namun faktor individual differences juga
berperan dalam hal ini. Denney (1986) menyatakan bahwa kebanyakan tes

kemampuan mengingat dan memecahkan masalah, mengukur bagaimana orangorang dewasa lanjut usia melakukan aktivitas-aktivitas yang abstrak dan
sederhana.
Pada masa lalu, diduga kerusakan mental yang tidak dapat dihindari juga
diikuti oleh kerusakan fisik. Menurunnya kondisi fisik yang menunjang kerusakan
mental telah ditunjukkan dengan fakta bahwa perlakuan terhadap hormon seks
pada wanita berusia lanjut dapat meningkatkan kemampuan berpikir, mempelajari
bahan baru, menghafal, mengingat, dan meningkatkan kemauan untuk
mengeluarkan energi intelektual. Pada pihak lain, beberapa kondisi patologis
seperti tekanan darah tinggi, mengarah pada hilangnya kemampuan intelektual
pada usia lanjut meskipun menurut Wilkie dan Eisdorfer bahwa gangguangangguan semacam itu bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal
(Hurlock, 1980).
Lanjut usia (lansia) adalah sesuatu yang dialami dan tidak dapat dihindari
oleh setiap individu yang dikaruniai Tuhan usia yang panjang. Lansia sendiri
adalah periode pertumbuhan saat organisme telah mencapai kematangan dalam
ukuran dan fungsi. Ada beberapa pendapat mengenai batasan lansia, namun
menurut badan kesehatan dunia (WHO) usia 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lansia (Akhmadi, 2009).
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan lansia baik dari
faktor penghambat maupun faktor pendukungnya, salah satu contohnya yaitu
well-being. Faber dan kawan-kawan (2001) mendefinisikan bahwa well-being
merupakan pencapaian manakala seseorang mampu menggunakan fungsi dalam
dirinya secara optimal yang meliputi fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Pada
makalah ini kami akan membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, maupun sosioemosi pada lansia baik
dari segi faktor pendukung maupun faktor penghambat. Namun semua penjelasan
dalam makalah ini didasari oleh jurnal-jurnal yang telah kami baca dan analisis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penyusun menemukan masalahmasalah yang perlu untuk dirumuskan, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan fisik pada lansia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada
lansia?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi pada
lansia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penyusun menemukan tujuan
dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
fisik pada lansia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
kognitif pada lansia.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
sosioemosi pada lansia.

BAB II
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif, dan
Sosioemosi pada Lansia
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1. Faktor-faktor Pendukung
a. Menurut penelitian Widyantoro, Rosdiana, dan Fasitasari (2012)
dalam Hubungan antara Senam Lansia dan Range of Motion (ROM)
Lutut pada Lansia menyatakan bahwa senam lansia berhubungan
terhadap ROM lutut pada lansia. Lansia yang melakukan senam lansia
menunjukkan ROM yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Hal itu
terbukti bahwa lansia yang melakukan senam lansia dapat
meningkatkan otot dan berpengaruh meningkatkan keseimbangan,
kekuatan, daya tahan, dan kelenturan sendi, sehingga dapat
memperbaiki sistem muskuloskeletal yang menurun. Muskuloskeletal
adalah sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka
tubuh, termasuk sendi, ligamen, tendon, dan saraf.
b. Menurut penelitian Ibrahim (2010) dalam Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Lansia menyatakan bahwa kiat sehat di
usia senja, yaitu dengan strategi yang dapat kita lakukan sebagai
berikut: hindari stress, cukup istirahat, rekreasi dan olahraga, makan
cukup gizi dan berimbang, mempertahankan berat badan ideal, hindari
merokok dan alkohol, hindari polutan, relaksasi, meditasi, visualisasi,
konsumsi vitamin/mineral, dan omega 3, serta omega 6.
2. Faktor-faktor Penghambat
a. Menurut penelitian Ibrahim (2010) dalam Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kesehatan Lansia menyatakan untuk mengetahui
bahwa lansia termasuk pasien geriatrik/psikogeriatrik ditentukan oleh
ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia, (2) adanya akumulasi
dari penyakit-penyakit degeneratif, dan (3) lanjut usia secara
psikososial dinyatakan krisis (menarik diri, ketergantungan, dan
kerusakan psikologis yang progresif dan mendadak). Psikogeriatrik

atau psikiatri geriatrik adalah cabang ilmu kedokteran yang


memperhatikan pencegahan, diagnosisi, dan terapi gangguan fisik dan
psikologik atau psikiatrik pada lanjut usia.
b. Menurut penelitian Suyanta dan Ekowarni (2012) dalam Pengalaman
Emosi dan Mekanisme Koping Lansia yang Mengalami Penyakit
Kronis menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengalaman emosi dan mekanisme koping meliputi kurangnya
pengetahuan

subyek

mengenai

penyakit,

jenis

penyakit

dan

pengalaman sakit yang pernah dialami subyek sebelumnya, dorongan


kebutuhan, keinginan dan pikiran-pikiran yang dialami subyek ketika
sakit, dan ada tidaknya dukungan atau perhatian keluarga selama sakit.
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta
respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sedangkan
menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan
atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
1. Faktor-faktor Pendukung
Menurut penelitian Bonar (2011) dalam Emotional Intelegence dan
Psychological Well-Being pada Manusia Lanjut Usia Anggota
Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dengan arah positif antara
emotional intelegence dengan psychological well-being pada lansia.
Artinya, bahwa semakin tinggi tingkat emotional intelegence
seseorang, maka semakin baik pula nilai atau skor psychological wellbeing orang tersebut. Goleman (1996) mendefinisikan bahwa
kecerdasan emosional (emotional intelegence) sebagai satu tipe
kecerdasan sosial yang meliputi kemampuan untuk mengontrol dan
memonitor emosi sendiri dan emosi orang lain, membedakan
keduanya, dan menggunakan informasi untuk memandu pemikiran
dan tindakan sendiri. Kecerdasan emosional kini dianggap esensial

bagi kesuksesan hidup. Shek (1992) mendefinisikan psychological


well-being sebagai keadaan seseorang yang sehat secara mental yang
memiliki sejumlah kualitas kesehatan mental yang positif, seperti
penyesuaian aktif terhadap lingkungan dan kesatuan kepribadian.
2. Faktor-faktor Penghambat
Menurut penelitian Suyanta dan Ekowarni (2012) dalam Pengalaman
Emosi dan Mekanisme Koping Lansia yang Mengalami Penyakit
Kronis menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengalaman emosi dan mekanisme koping meliputi kurangnya
pengetahuan

subyek

mengenai

penyakit,

jenis

penyakit

dan

pengalaman sakit yang pernah dialami subyek sebelumnya, dorongan


kebutuhan, keinginan dan pikiran-pikiran yang dialami subyek ketika
sakit, dan ada tidaknya dukungan atau perhatian keluarga selama sakit.
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta
respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sedangkan
menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan
atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi
1. Faktor-faktor Pendukung
Menurut penelitian Bonar (2011) dalam Emotional Intelegence dan
Psychological Well-being pada Manusia Lanjut Usia Anggota
Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dengan arah positif antara
emotional intelegence dengan psychological well-being pada lansia.
Artinya, bahwa semakin tinggi tingkat emotional intelegence
seseorang, maka semakin baik pula nilai atau skor psychological wellbeing

orang tersebut. Goleman (1996) mendefinisikan bahwa

kecerdasan emosional (emotional intelegence) sebagai satu tipe


kecerdasan sosial yang meliputi kemampuan untuk mengontrol dan
memonitor emosi sendiri dan emosi orang lain, membedakan

keduanya, dan menggunakan informasi untuk memandu pemikiran


dan tindakan sendiri. Kecerdasan emosional kini dianggap esensial
bagi kesuksesan hidup. Shek (1992) mendefinisikan psychological
well-being sebagai keadaan seseorang yang sehat secara mental yang
memiliki sejumlah kualitas kesehatan mental yang positif seperti
penyesuaian aktif terhadap lingkungan dan kesatuan kepribadian.
2. Faktor-faktor Penghambat
Menurut Marini dan Hayati (2010) dalam Pengaruh Dukungan Sosial
Terhadap Kesepian pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan
Habibah menyatakan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan
antara dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia, di mana
terdapat hubungan yang negatif antara dukungan sosial terhadap
kesepian pada lansia. Menurut penelitian Suyanta dan Ekowarni
(2012) dalam Pengalaman Emosi dan Mekanisme Koping Lansia
yang Mengalami Penyakit Kronis menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengalaman emosi dan mekanisme koping
meliputi kurangnya pengetahuan subyek mengenai penyakit, jenis
penyakit dan pengalaman sakit yang pernah dialami subyek
sebelumnya, dan ada tidaknya perhatian keluarga selama sakit.
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta
respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Sedangkan
menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya mengatasi tuntutan internal dan
atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
BAB III
PEMBAHASAN
Ritme dan makna perkembangan manusia secara perlahan menuju ke masa
dewasa akhir, ketika masing-masing dari kita berdiri sendiri di pusat Bumi dan
tiba-tiba saja sudah menjelang petang. Kita menanggalkan masa muda dan

dilucuti oleh angin waktu kepada kenyataan. Kita belajar bahwa hidup terus
bergerak maju, tetapi dipahami dengan mundur ke belakang. Kita menelusuri
jejak hubungan antara akhir dan awal hidup dan mencoba mengerti tentang arti
semua pertunjukan ini sebelum ia berakhir. Akhirnya, kita mengerti bahwa kita
adalah hasil kebertahanan kita.
Dengan semakin banyaknya individu yang menjalani hidup lebih sehat dan
penemuan medis yang memperlambat proses penuaan, usia paruh baya tampaknya
mulai lebih lambat dan bertahan lebih lama. Mengalami peningkatan, usia paruh
baya awal (40-54) dibedakan dari usia paruh baya akhir (55-65). Akan tetapi, usia
paruh baya adalah masa menurunnya keterampilan psikis, seperti penurunan berat
badan, menurunnya fungsi penglihatan dan pendengaran, dan penurunan
kardiovaskuler. Tidur juga menjadi lebih bermasalah. Perubahan seksual terjadi
ketika wanita mengalami menopause, banyak pria paruh baya mulai mengalami
disfungsi ereksi, dan pasangan lebih jarang berhubungan seksual.
Kebanyakan individu mencapai puncak keberfungsian kognitif mereka di
masa dewasa menengah. Akan tetapi, beberapa proses kognitif meningkat
sementara yang lainnya mengalami penurunan di usia paruh baya. Sebagai contoh,
kosakata mencapai puncak dan kecepatan pemrosesan memori menurun di usia
paruh baya. Keahlian juga biasanya meningkat pada periode usia dewasa ini.
Untuk banyak orang, paruh baya adalah waktu bagi individu untuk merefleksikan
dan mengevaluasi kerja mereka saat ini dan apa yang mereka rencanakan di masa
depan. Banyak orang dewasa paruh baya semakin menelaah makna hidup.
Masa dewasa akhir adalah masa ketika individu menjadi lebih sadar akan
polaritas tua-muda dalam hidup dan menyisutnya sisa waktu hidup yang mereka
punya. Dan ini adalah waktu ketika individu ingin meneruskan sesuatu yang
bermakna kepada generasi selanjutnya. Konsep krisis paruh baya telah dilebihlebihkan; ketika orang benar-benar mengalami krisis tersebut, konsep itu sering
kali dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa hidup yang negatif. Stabilitas
kepribadian memuncak dan kepuasan pernikahan sering kali meningkat di masa

ini. Banyak orang dewasa paruh baya menjadi kakek-nenek dan generasi paruh
baya memainkan peran utama dalam relasi antargenerasi, terutama wanita paruh
baya yang menghubungkan antargenerasi.
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1. Faktor-faktor Pendukung
a. Kondisi Ekonomi
Suhartini (2004) menyatakan bahwa keuangan lanjut usia cenderung
minim untuk memenuhi kebutuhannya. Jika tidak ditunjang oleh
dukungan finansial dari pihak lain, baik anggota keluarga maupun
orang lain, tidak dapat berharap bahwa orang lanjut usia tersebut akan
hidup dalam kondisi yang cukup baik. Maka dari itu, biasanya lansia
membutuhkan pendapatan dan pengeluaran ekonomi yang lebih besar
dibandingkan dengan orang pada masa lainnya karena untuk
b.

membantu dalam perubahan fisik yang akan dialaminya nanti.


Pertumbuhan dan Perkembangan
Kedaulatan Rakyat (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan seseorang setelah kelahirannya akan terus meningkat
hingga masa remaja, kemudian mengalami stagnasi hingga akhir masa
dewasa akhir, kemudian dari masa dewasa akhir akan mengalami
penurunan hingga masa usia lanjut. Selain itu, pandangan di usia tua
tentang kehidupan saat ini cenderung berubah. Mereka tidak lagi
memikirkan hal-hal seperti yang dipikirkan oleh masa anak-anak,
remaja, bahkan dewasa. Pada tahap ini mereka akan lebih berfikir
tentang hal-hal penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih

2.

tersisa sebelum datangnya kematian.


Faktor-faktor Penghambat
a. Kemunduran Fisik
Afida dan kawan-kawan (2005) menjelaskan bahwa kemunduran ini
cenderung menimbulkan anggapan bahwa orang lanjut usia sudah
tidak produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan
kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi
kurang terlibat. Akibat perubahan fisik yang semakin menua, maka
perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan

dirinya dengan lingkungannya. Dengan begitu, seseorang secara


bertahap mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena
berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga hal ini secara perlahan mulai
mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal, yaitu
kehilangan peran di tengah masyarakat, hambatan kontak fisik, dan
berkurangnya komitmen.
b. Penyesuaian Diri
Prasetyo (1998) mengungkapkan bahwa kekuatan fisik, ketajaman
panca indera, potensi, dan kapasitas intelektual mulai menurun pada
tahap-tahap tertentu, sehingga orang lanjut usia harus menyesuaikan
diri dengan ketidakberdayaannya. Usia ini banyak menimbulkan
masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak
waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau
penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat
orang tidak merasa berdaya.
c. Perubahan Tubuh
Kane (1989) mengemukakan bahwa beberapa perubahan yang terjadi
pada lansia, antara lain penyusutan berat badan dan peningkatan
jumlah masa lemak pada bagian tubuh yang kurus, berkurangnya
jumlah air dalam tubuh, munculnya keriput karena berkurangnya
kekencangan kulit, penurunan kemampuan hati untuk merespon stres,
tulang keropos, sensitivitas mata terhadap warna berkurang karena
perkembangan

lensa

mata,

penurunan

kemampuan

pupil

menyebabkan penglihatan menjadi kabur, persepsi pendengaran


terhadap frekuensi intelektual, dan psikomotor menjadi lambat.
d. Penyakit
Kedaulatan Rakyat (2005) menyatakan bahwa penurunan fungsi organ
tubuh membuat lansia rentan terhadap penyakit rematik, tekanan
darah tinggi, jantung koroner, diabetes melitus, osteoporosis, dan
penyakit lain yang beresiko kematian. Pada masa dewasa akhir,
penurunan indera penglihatan bisa mulai dirasakan dan terjadi mulai

awal masa dewasa tengah. Adaptasi terhadap gelap lebih menjadi


lambat, yang berarti bahwa orang-orang lanjut usia membutuhkan
waktu yang lama untuk memulihkan kembali penglihatan mereka
ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke tempat yang agak
gelap. Penurunan penglihatan ini biasanya dari pengurangan kualitas
dan intensitas cahaya yang mencapai retina.
e. Sintesis Protein
Tortora dan Anagnostakos (1990) menjelaskan bahwa jaringan, seperti
kulit dan kartilago kehilangan elastisitas pada lansia. Contohnya
banyak kolagen dan kartilago, elastin pada kulit kehilangan
fleksibelitasnya, serta menjadi tebal seiring bertambahnya usia.
Bagaimanapun juga, kita mengetahui bahwa ketika sakit jantung tidak
muncul, jumlah darah yang dipompa sama tanpa mempertimbangkan
usia pada masa dewasa. Kenyataannya para ahli penuaan berpendapat
bahwa jantung yang sehat dapat menjadi lebih kuat selama kita menua
dengan kapasitas meningkat, bukan menurun.
f. Sistem Oksigen
Tortora dan Anagnostakos (1990) menunjukkan bahwa teori tentang
adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan
kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dari rigit, serta terjadi
kesalahan genetik. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan
sistem tubuh. Paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada menyusut, dan
diafragma melemah. Meskipun begitu, berita baiknya adalah bahwa
orang dewasa akhir dapat memperbaiki fungsi paru-paru dengan
latihan-latihan yang memperkuat diafragma.
g. Sistem Imun
Goldstein (1989) mengemukakan bahwa kemampuan sistem imun
mengalami kemunduran pada masa penuaan. Mutasi yang terulang
atau

perubahan

protein

pasca

translasi

dapat

menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya

sendiri. Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada


antigen permukaan sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel
asing dan menghancurkan. Perubahan inilah yang menjadi dasar
peristiwa autoimun. Hasilnya dapat berupa reaksi antigen antibodi
yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam dan efek menua
akan menyebabkan reaksi histoin kontabilitas pada banyak jaringan.
Salah satu bukti yang ditemukan adalah bertambahnya prevalensi auto
antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst,
1987).
h. Kesehatan Fisik
Frobes (2008) mengungkapkan bahwa kesepian ternyata bukan hanya
berhubungan dengan kondisi psikologis ataupun emosional, tetapi
juga secara tidak langsung akan dapat mempengaruhi kesehatan secara
fisik. Saat tua, kita kehilangan sejumlah neuron dan unit-unit sel dasar
dari sistem saraf. Setelah itu, hilangnya neuron akan lebih cepat.
Aspek yang signifikan dari proses penuaan adalah bahwa neuronneuron itu tidak mengganti dirinya sendiri. Meskipun demikian, otak
dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya dan hanya
kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk bisa berfungsi di
masa dewasa akhir.
i. Tekanan Darah Tinggi
Cacioppo (2006) menjelaskan bahwa pada sampel populasi pria dan
wanita usia 50-68 tahun sebanyak 229 orang menunjukkan bahwa
kesepian diidentifikasi menjadi salah satu penyebab meningkatnya
tekanan darah (hipertensi) dan dapat menyebabkan morbiditas dan
kematian. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa seseorang yang
mengalami kesepian memiliki tekanan darah yang lebih tinggi sekitar
10-30 mm/hg dibandingkan dengan individu-individu yang memiliki
hubungan akrab dengan orang lain.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
1. Faktor-faktor Pendukung
a. Level Interaksi

Hoyer dan Roodin (2003) menyatakan bahwa subjective well-being


akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya level
interaksi sosial. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lee dan
McCormick (2004) bahwa orang dengan higher levels of quality of
life, life satisfaction, dan subjective well-being akan mengalami
peningkatan level kualitas dan kekayaan kontak sosial, berupa jumlah
b.

teman dan frekuensi interaksi dengan teman.


Pembelajaran
Eddington dan Shuman (2005) mengungkapkan bahwa orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan lebih bahagia dan menikmati
masa hidupnya sekarang karena sering dikaitkan dengan status
pekerjaan (jabatan) dan pendapatan. Orang yang berpendapatan lebih
tinggi akan merasa lebih bahagia daripada orang yang miskin
meskipun dengan korelasi yang rendah. Fasilitas pembelajaran
semakin tahun memang meningkat dan di negara maju, beberapa

c.

lansia masih berusaha untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.


Berolahraga Teratur
Clarkson, Smith, dan Hartley (1989) menunjukkan bahwa gaya hidup
individu juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisiknya. Pada
satu penelitian, ditemukan bahwa ada hubungan antara aktivitas
olahraga dengan kecakapan kognitif pada subyek pria dan wanita
berusia 55-91 tahun. Orang-orang yang giat berolahraga memiliki
kemampuan penalaran, ingatan, dan waktu reaksi lebih baik daripada
mereka yang kurang atau tidak pernah berolahraga. Penelitian Park
(1992) dan Stones dan Kozman (1989) menyetujui bahwa olahraga
merupakan faktor penting untuk meningkatkan fungsi-fungsi kognitif
pada orang dewasa lanjut usia. Yang harus diperhatikan dalam
aktivitas berolahraga pada masa dewasa akhir adalah pemilihan jenis
olahraga yang akan dijalani harus disesuaikan dengan usia subyek,

2.

dalam arti bagaimana kondisi fisik individu tersebut.


Faktor-faktor Penghambat
a. Pemikiran tentang Kematian

Backer (1982) mengemukakan bahwa kematian secara umum


dipandang sebagai hal yang menakutkan karena dianggap sebagai
lawan dari kehidupan dan tampak sebagai kepunahan. Kematian
merupakan pengasingan karena memisahkan individu dari orangorang yang disayanginya. Schwarts dan Paterson (1979) menyatakan
bahwa pada umumnya individu tidak siap menghadapi kematian
karena takut akan pembalasan dari dosa-dosa yang telah mereka buat
(Shihab, 1997), tidak memiliki konsep makna hidup dan mati, dan
tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian atau
mungkin bayangan akan pedih dan sulitnya pengalaman setelah
b.

kematian.
Penurunan Kognitif
Bee (1996) menjelaskan bahwa tahapan usia lanjut dibagi menjadi
late adulthood (65-75 tahun) dan late late adulthood (75 tahunmeninggal) yang mana terjadi penurunan pada aspek kognitif, seperti
ingatan, bahasa, dan logika. Dari hasil penelitian Hultsch, Hammer,
dan Small (1993) menunjukkan bahwa kondisi kesehatan berkorelasi
positif dengan kemampuan intelektual individu. Jadi, beberapa
penurunan kemampuan intelektual yang ditemukan pada orang-orang
dewasa lanjut usia sangat mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang

c.

terkait dengan kesehatan daripada faktor usia semata.


Diabaikan dan Kurang Beraktivitas
Mariani dan Kadir (2007) mengungkapkan bahwa lansia yang
diabaikan dan kurang beraktivitas dapat menyebabkan sebagian dari
mereka tidak bahagia karena memiliki subjective well-being yang
rendah, sehingga berpotensi mengalami depresi dan generasi sekarang
memiliki kesempatan untuk mendapatkan yang lebih baik daripada
generasi sebelumnya. Hal ini mengakibatkan banyak tenaga dewasa
lanjut usia yang harus tersingkir dari dunia kerja karena tidak mampu

d.

lagi bersaing dengan generasi yang berikutnya.


Menutup Diri
Hurlock (1996) menyatakan bahwa lansia biasanya kurang terbuka
terhadap pengalaman yang baru ditemuinya, sehingga ia merasa tidak

mampu mengembangkan sikap atau perilaku baru. Lansia merasa ada


sebuah stagnansi yang dapat memicu adanya rasa bosan terhadap
rutinitas di dalam kehidupan sehari-hari, seperti pekerjaan dan
memandang hambatan utamanya adalah ketidakmampuan dirinya
untuk mempelajari sesuatu yang baru karena masalah keterbatasan
fisik dan usia. Selain itu juga, lansia memiliki sikap negatif terhadap
penuaan dan beranggapan bahwa mereka sulit untuk dapat diajarkan
hal-hal yang baru dalam kehidupannya. Pendapat klise tentang usia
lanjut mempunyai pengaruh besar terhadap sikap sosial dan karena
kebanyakan pendapat tersebut tidak menyenangkan, maka dapat
menambah ketakutan lansia terhadap usia lanjut dan menimbulkan
sikap diri yang negatif.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi
1. Faktor-faktor Pendukung
a.
Tempat Tinggal
Rogers (1997) mengemukakan bahwa panti werdha adalah suatu
model rumah yang dibangun oleh pemerintah atau badan sosial bagi
lanjut usia. Tempat sesama penghuninya tinggal bersama dan
menikmati fasilitas yang telah disediakan, seperti perawatan,
perhatian, dan kegiatan yang bermanfaat lainnya. Sebagai tambahan,
selama diketahui bahwa kecepatan bergerak menurun secara bertahap
sesuai dengan pertambahan usia, maka tes terhadap kemampuan
mental yang menekankan pada elemen waktu dianggap tidak sesuai
bagi orang dewasa lanjut usia. Karena adanya bukti-bukti yang saling
bertentangan dengan dewasa ini tentang menurunnya kemampuan
b.

mental yang akan diterimanya.


Budaya
Hutapea (2005) mengungkapkan bahwa beberapa penelitian mencari
tahu tentang faktor apa saja yang membuat seseorang lebih lambat
menjadi tua dibandingkan dengan yang lainnya. Ternyata orang-orang
yang paling sehat dan umurnya paling panjang adalah golongan
religius tertentu, kelompok masyarakat pegunungan yang terpencil,

dan orang-orang Bulgaria, serta penduduk Pulau Okinawa yang mana


ternyata pola hidup sehat juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
dan pola tersebut terkadang dibentuk oleh budaya. Pola hidup tersebut
membawa nilai yang sangat positif dalam menciptakan kesehatan di
usia lanjut yang masih produktif, ceria, dan tidak direpotkan oleh
c.

gejala kepikunan.
Dukungan
Kompas (2005) menjelaskan bahwa tanpa adanya dukungan dari
keluarga dan lingkungan untuk mencegah dan menanggulanginya,
stres dan depresi dapat mengganggu kemampuan lansia untuk
beraktivitas

dalam

kehidupannya

sehari-hari,

bahkan

dapat

menyebabkan kematian pada lansia yang kemampuan merespon


stresnya telah menurun. Seperti yang diprediksikan oleh WHO, stres
dan depresi akan menjadi 10 besar penyakit yang menyebabkan
kematian atau menurun drastisnya kualitas kesehatan masyarakat.
2. Faktor-faktor Penghambat
a. Tempat Tinggal
Papalia dan Olds (1986) mengatakan bahwa penempatan orang lanjut
usia di suatu panti maupun lembaga-lembaga sosial, bagaimanapun
juga merupakan penyelesaian yang tidak disukai. Kondisi yang
sedemikian rupa seringkali menimbulkan berbagai macam gangguan
mental, salah satunya adalah depresi. Tempat sesama penghuninya
tinggal bersama dan menikmati fasilitas yang telah disediakan, seperti
perawatan, perhatian, dan kegiatan yang bermanfaat lainnya. Sebagai
tambahan, selama diketahui bahwa kecepatan bergerak menurun
secara bertahap sesuai dengan pertambahan usia, maka tes terhadap
kemampuan mental yang menekankan pada elemen waktu dianggap
b.

tidak sesuai bagi orang dewasa lanjut usia.


Diabaikan
Kane (1989) menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada lansia
membuat mereka tampak tak berdaya, sehingga anggota masyarakat
lainnya mengurangi keterlibatan dan tanggung jawab lansia dalam
kegiatan di lingkungan sosial maupun lingkungan kerja. Perlakuan

tersebut kadang membuat lansia berpikir bahwa dirinya sudah tidak


diperlukan lagi. Hal itu dapat menyebabkan munculnya beberapa
penyakit psikologis, berupa stres dan depresi, serta mengakibatkan
banyak tenaga dewasa lanjut usia yang harus tersingkir dari dunia
kerja karena tidak mampu lagi bersaing dengan generasi yang
c.

berikutnya.
Rasa Takut
Siswati dan Haditono (1999) mengungkapkan bahwa seperti yang
telah diketahui, masa usia lanjut merupakan proses akhir dalam tahap
pertumbuhan manusia yang berakhir dengan kematian. Hal ini kadang
menyebabkan lansia takut dalam menjalani masa usia lanjutnya.
Selain itu juga, lansia memiliki sikap negatif terhadap penuaan dan
beranggapan bahwa mereka sulit untuk dapat diajarkan hal-hal yang
baru dalam kehidupannya. Pendapat klise tentang usia lanjut
mempunyai pengaruh besar terhadap sikap sosial dan karena
kebanyakan pendapat tersebut tidak menyenangkan, maka dapat
menambah ketakutan lansia terhadap usia lanjut dan menimbulkan

d.

sikap diri yang negatif.


Masa Kehilangan
Kane (1989) menyatakan bahwa kondisi-kondisi fisik lansia pada
masa usia lanjut, serta pandangan umum yang membuat lansia tampak
lemah, tidak berguna, dan tidak diperlukan lagi menyebabkan
kegelisahan dan anggapan masa usia lanjut sebagai masa yang tidak
menyenangkan. Masa usia lanjut adalah masa kehilangan pada peran
sosial dan kehilangan teman dan saudara karena kematian atau karena
mobilitas. Selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi fisik, lansia

e.

mengalami kecemasan akan datangnya kematian.


Masalah Psikologis
Ikhsan (2010) mengemukakan bahwa pada umumnya masalah
kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lansia
karena: (1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena
anak-anak sudah dewasa dan bersekolah tinggi, sehingga tidak
memerlukan penanganan yang terlampau rumit; (2) berkurangnya

teman/relasi

akibat

kurangnya

aktivitas

di

luar

rumah;

(3)

berkurangnya aktivitas, sehingga waktu luang bertambah banyak; (4)


meninggalnya pasangan hidup; (5) anak-anak yang meninggalkan
rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau untuk
bekerja; dan (6) anak-anak telah dewasa dan membentuk keluarga
sendiri. Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian
lebih cepat bagi orang lansia. Hasil penelitian yang dilakukan
Miedema dan Tatemichi (2003) menunjukkan bahwa jenis kelamin
menentukan tingkat kesepian. Hasil penelitian tersebut menyebutkan
bahwa ada kecenderungan laki-laki lebih mudah mengalami kesepian
dibandingkan dengan wanita.
Manusia adalah makhluk sosial dan konkrit yang memiliki potensial.
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena tidak dapat hidup tanpa orang
lain. Manusia juga merupakan makhluk konkrit yang potensial dan dapat
mengembangkan dirinya baik secara fisik maupun secara psikis karena didalam
diri manusia tersimpan kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan secara
terus-menerus. Perkembangan kemampuan manusia pun akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia karena perkembangan manusia seperti kurva yang naik
kemudian turun.
Semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi perubahan-perubahan baik
secara fisik, pola pikir, daya ingat, kemampuan, dan masih banyak lagi. Dengan
bertambahnya usia seseorang, ia akan mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial pada masa dewasa akhir (tua) menurun, baik
secara kualitas maupun secara kuantitas. Selain itu, pandangan di usia tua tentang
kehidupan saat ini cenderung berubah. Mereka tidak lagi memikirkan hal-hal
seperti yang dipikirkan oleh masa anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Pada tahap
ini mereka akan lebih berfikir tentang hal-hal penting untuk dilakukan dalam
waktu yang masih tersisa sebelum datangnya kematian.

Tahap dewasa dalam psikologi perkembangan dibagi menjadi tiga masa,


yaitu masa dewasa awal (early adulthood), masa dewasa menengah (middle
adulthood), dan masa dewasa akhir (late adulthood). Masa dewasa akhir adalah
periode penutup dalam rentang kehidupan manusia. Terdapat beberapa pendapat
mengenai definisi atau pengertian dari para ahli tentang masa dewasa akhir
(lansia), yaitu:
1.

Menurut Neugarten (1968) dan Chalhoun (1995), masa tua adalah suatu masa
di mana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.

2.

Menurut Constantinides (1994), pada masa lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.

3.

Menurut Erikson (1968), masa dewasa akhir memasuki tahap integrity vs


despair, yaitu kemampuan perkembangan lansia dalam mengatasi masalah
psikososialnya.
Integritas (integrity) penting dalam menghadapi kehidupan dengan puas dan

bahagia. Hal ini berdampak pada hubungan sosial dan produktifitasnya yang puas.
Lawannya adalah keputusasaan (despair), yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu
singkat. Beberapa cara menghadapi krisis di masa dewasa akhir adalah tetap
produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan fisik yang semakin menua, maka perubahan ini akan
sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya.
Dengan begitu, seseorang secara bertahap mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan inilah yang
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Sehingga hal ini secara perlahan mulai mengakibatkan terjadinya
kehilangan dalam berbagai hal, yaitu kehilangan peran di tengah masyarakat,
hambatan kontak fisik, dan berkurangnya komitmen.
Perubahan-perubahan fisik pada lansia juga memiliki dua faktor dalam
perkembangannya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Pada makalah
yang pernah kami kerjakan, terdapat 5 faktor dalam perkembangan fisik pada

lansia, yaitu otak dan sistem saraf, perkembangan sensori, sistem peredaran darah,
sistem pernafasan, dan seksualitas. Berikut ini adalah penjelasannya.
a. Otak dan Sistem Saraf
Saat tua, kita kehilangan sejumlah neuron dan unit-unit sel dasar dari sistem
saraf. Beberapa peneliti memperkirakan kehilangan neuron mungkin sampai 50%
selama tahun-tahun dewasa. Walaupun penelitian lain percaya bahwa kehilangan
itu lebih sedikit dan penyelidikan yang tepat terhadap penelitian hilangnya neuron
belum dibuat di dalam otak.
Barangkali penyelidikan yang lebih masuk akal adalah bahwa 5-10% dari
neuron kita akan berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu,
hilangnya neuron akan lebih cepat. Aspek yang signifikan dari proses penuaan
adalah bahwa neuron-neuron itu tidak mengganti dirinya sendiri. Meskipun
demikian, otak dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya dan hanya
kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk bisa berfungsi di masa
dewasa akhir.
b. Perkembangan Sensori
Perubahan sensori fisik pada masa dewasa akhir melibatkan indera
penglihatan, pendengaran, perasa, pembau, dan peraba. Pada masa dewasa akhir,
penurunan indera penglihatan bisa mulai dirasakan dan terjadi mulai awal masa
dewasa tengah. Adaptasi terhadap gelap lebih menjadi lambat, yang berarti bahwa
orang-orang lanjut usia membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
kembali penglihatan mereka ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke
tempat yang agak gelap. Penurunan penglihatan ini biasanya dari pengurangan
kualitas dan intensitas cahaya yang mencapai retina. Di puncak usia tua,
perubahan ini mungkin disertai oleh perubahan-perubahan kemunduran dalam
retina yang menyebabkan beberapa kesulitan dalam penglihatan.
Meskipun pendengaran dapat dimulai pada masa dewasa tengah, hal itu
biasanya tidak banyak membawa kesulitan sampai masa dewasa akhir. Pada saat
itu, banyak sekali alat bantu pendengaran yang bisa dipakai untuk bantuan
pendengaran. Tuli biasanya disebabkan oleh kemunduran selaput telinga, saraf
penerima-penerima suara didalam telinga. Selain berkurangnya penglihatan dan

pendengaran,orang pada masa dewasa akhir juga mengalami penurunan dalam


kepekaan rasa dan bau. Kepekaan terhadap rasa pahit dan asam bertahan lebih
lama dibandingkan dengan rasa manis dan asin.
c. Sistem Peredaran Darah
Tidak lama berselang, terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung dengan seiringnya pertambahan usia sekalipun pada orang dewasa yang
sehat. Bagaimanapun juga, kita mengetahui bahwa ketika sakit jantung tidak
muncul, jumlah darah yang dipompa sama tanpa mempertimbangkan usia pada
masa dewasa. Kenyataannya para ahli penuaan berpendapat bahwa jantung yang
sehat dapat menjadi lebih kuat selama kita menua dengan kapasitas meningkat,
bukan menurun.
d. Sistem Pernapasan
Kapasitas akan menurun pada usia 20-80 tahun sekalipun tanpa penyakit.
Paru-paru kehilangan elastisitasnya, dada menyusut, dan diafragma melemah.
Meskipun begitu, berita baiknya adalah bahwa orang dewasa akhir dapat
memperbaiki fungsi paru-paru dengan latihan-latihan yang memperkuat
diafragma.
e. Seksualitas
Penuaan menyebabkan beberapa perubahan penurunan dalam hal seksualitas
manusia, lebih banyak terjadi pada laki laki daripada perempuan. Orgasme
menjadi lebih jarang pada laki laki yang terjadi dalam setiap 2-3 kali hubungan
seksual, bukan setiap kali. Rangsangan yang lebih langsung biasanya dibutuhkan
untuk ereksi. Sekalipun hubungan seksual terganggu oleh kelemahan, relasi
lainnya harus dipertahankan diantara kedekatan sensualitas dan nilai sebagai
seorang pria maupun wanita.
Dari kelima faktor di atas, yang merupakan faktor pendukung hanya
terdapat pada otak. Sekilas saat kita membacanya, otak merupakan faktor
penghambat pada perkembangan dewasa akhir. Namun, terdapat pengalamanpengalaman yang tersimpan pada otak tersebut dan menjadi motivasi para lansia

untuk menjalani kehidupan mereka agar lebih integritas. Pengalaman-pengalaman


inilah yang merupakan faktor pendukung dalam perkembangan para lansia.
Terdapat banyak sekali faktor penghambat pada masa dewasa akhir, karena
pada masa dewasa akhir inilah segala penurunan kondisi tubuh terjadi. Mulai dari
sel-sel dalam tubuh, sistem saraf, perkembangan sensori (mencakup indera
pendengaran, penglihatan, peraba, pembau dan penciuman), sistem peredaran
darah, sistem pernafasan, seksualitas, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan jurnal yang telah kami baca, terdapat faktor lain yang menjadi
pendukung dan penghambat dalam perkembangan para lansia. Salah satu
contohnya adalah keuangan. Kondisi ekonomi para lansia merupakan faktor
pendukung sekaligus faktor penghambat perkembangannya, di mana jika kondisi
keuangan para lansia cukup besar, maka para dapat melakukan pola hidup sehat
berupa olahraga, makanan sehat dan bergizi, dan lain-lain. Sedangkan jika kondisi
ekonomi para lansia kecil, maka akan sulit bagi mereka untuk memperoleh pola
makan yang sehat dan memenuhi segala kebutuhan mereka, sehingga berbagai
gangguan dan penyakit bisa saja langsung menyerang lansia.
Perubahan-perubahan kognitif pada lansia juga memiliki dua faktor dalam
perkembangannya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Pada makalah
yang pernah kami kerjakan, terdapat 3 faktor dalam perkembangan kognitif pada
lansia, yaitu pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan. Berikut ini adalah
penjelasannya.
a. Pendidikan
Fasilitas pendidikan semakin tahun memang semakin meningkat, sehingga
generasi sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih baik daripada generasi sebelumnya. Pengalaman-pengalaman di dunia
pendidikan, ternyata berkorelasi positif dengan hasil skor pad tes-tes intelegensi
dan tugas-tugas pengolahan informasi atau ingatan (Verhaegen, Marcoen &
Goossens, 1993). Di negara-negara maju, beberapa lansia masih berusaha untuk
mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Alasan-alasan yang dikemukakan antara
lain:
1. ingin memahami sifat dasar penuaan yang dialaminya;

2. ingin mempelajari perubahan sosial dan teknologi yang dirasakan


memengaruhi kehidupannya;
3. ingin menemukan pengetahuan dan mempelajari keterampilan-keterampilan
yang relevan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan masyarakat dan
tuntutan pekerjaan, agar tetap dapat berkarier secara optimal dan mampu
bersaing dengan generasi sesudahnya; dan
4. ingin mengisi waktu luang agar lebih bermanfaat, serta sebagai bekal untuk
mengadakan penyesuaian diri dengan lebih baik pada masa pensiunnya.
b. Pekerjaan
Searah dengan kemajuan teknologi, biasanya orang-orang dewasa lanjut
usia dengan kompetensi yang dimiliki, cenderung bekerja dengan jenis pekerjaan
yang belum mengarah ke orientasi kognitif seperti generasi sesudahnya. Hal ini
mengakibatkan banyak tenaga dewasa lanjut usia yang harus tersingkir dari dunia
kerja karena tidak mampu lagi bersaing dengan generasi yang berikutnya.
c. Kesehatan
Dari hasil penelitian, kondisi kesehatan berkorelasi positif dengan
kemampuan intelektual individu (Hultsch, Hammer & Small, 1993). Seperti hasil
penelitian yang menemukan bahwa hipertensi ternyata berkorelasi dengan
berkurangnya daya guna individu berusia di atas 60 tahun pada tes WAIS (Wilkie
& Eisdorfer, 1971). Semakin tua, semakin banyak masalah kesehatan yang
dihadapi (Siegler & Costa, 1985). Jadi, beberapa penurunan kemampuan
intelektual yang ditemukan pada orang-orang dewasa lanjut usia sangat mungkin
disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait dengan kesehatan daripada faktor usia
semata.
Gaya hidup individu juga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisiknya.
Pada satu penelitian, ditemukan bahwa ada hubungan antara aktifitas olahraga
dengan kecakapan kognitif pada subyek pria dan wanita berusia 55-91 tahun
(Clarkson, Smith & Hartley, 1989). Orang-orang yang giat berolahraga memiliki
kemampuan penalaran, ingatan, dan waktu reaksi lebih baik daripada mereka yang
kurang atau tidak pernah berolahraga.

Penelitian Park (1992) dan Stones dan Kozman (1989) menyetujui bahwa
olahraga merupakan faktor penting untuk meningkatkan fungsi-fungsi kognitif
pada orang dewasa lanjut usia. Yang harus diperhatikan dalam aktivitas
berolahraga pada masa dewasa akhir adalah pemilihan jenis olahraga yang akan
dijalani harus disesuaikan dengan usia subyek, dalam arti bagaimana kondisi fisik
individu tersebut.
Teori-teori sosial mengenai penuaan menurut Santrock (2012) yang
menonjol, yaitu:
1. Teori Pemisahan (Disangagement Theory)
Teori pemisahan menyatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut usia secara
perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry dalam Santrock,
2002). Menurut teori ini, orang-orang dewasa lanjut atau lebih dikenal dengan
masa lansia mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri (selfpreoccupation), mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan
menunjukkan

penurunan

ketertarikan

terhadap

berbagai

persoalan

kemasyarakatan. Jadi, penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan


terhadap dirinya sendiri dianggap mampu meningkatkan kepuasan hidup di
kalangan orang-orang dewasa lanjut usia, rendahnya semangat juang akan
mengiringi aktifitas yang tinggi, dan pemisahan tidak dapat dihindari bahkan
dicari-cari oleh orang usia lanjut. Akan tetapi, serangkaian penelitian gagal
mendukung penelitian ini (Maddox, 1968; Neugarten, Havighurst, & Tobin, 1968;
Reichard, Levson, & Peterson, 1962). Ketika individu terus hidup secara aktif,
energik, dan produktif sebagai orang dewasa lanjut usia, kepuasan hidup mereka
tidak menurun dan sering kali tetap meningkat.
2. Teori Aktifitas (Activity Theory)
Teori aktifitas menyatakan bahwa semakin orang-orang dewasa lanjut usia
aktif dan terlibat dalam sesuatu, semakin kecil kemungkinan mereka merasa
menjadi renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas dengan
kehidupannya. Menurut teori ini, individu-individu seharusnya melanjutkan
peran-peran masa dewasa tengahnya di sepanjang masa dewasa akhir. Jika peranperan itu diambil dari mereka seperti dalam PHK, penting bagi mereka untuk

menemukan peran-peran pengganti yang memelihara keaktifan dan keterlibatan


mereka di dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakatan.
3. Teori Rekonstruksi Gangguan Sosial (Social Breakdwown-Reconstruction
Theory)
Teori

rekonstruksi

gangguan

sosial

menyatakan

bahwa

penuaan

dikembangkan melalui fungsi psikologis negatif yang dibawa oleh pandanganpandangan negatif tentang dunia sosial dari orang-orang dewasa lanjut usia yang
tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka. Rekonstruksi sosial dapat
terjadi dengan mengubah pandangan dunia sosial dari orang-orang pada masa
dewasa akhir dan dengan menyediakan sistem sistem yang mendukung mereka.
Gangguan sosial dimulai dengan pandangan dunia sosial yang negatif dan diakhiri
dengan identifikasi, serta pemberian label seseorang sebagai individu yang tidak
mampu.
Perubahan-perubahan sosioemosi pada lansia juga memiliki dua faktor
dalam perkembangannya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Pada
makalah yang pernah kami kerjakan, terdapat 8 faktor dalam perkembangan
sosioemosi pada lansia, yaitu belajar, kreativitas, memberikan argumen, rasa
humor, mengenang, ingatan, mengingat kembali, dan kekerasan mental. Berikut
ini adalah penjelasannya.
a. Belajar
Orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan
waktu yang lebih banyak untuk dapat mengintegrasikan jawaban mereka, kurang
mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan
pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibandingkan dengan orang
yang lebih muda.
b. Kreativitas
Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi orang
dewasa lanjut usia cenderung berkurang. Dengan demikian, prestasi kreatifitas

dalam menciptakan hal-hal penting dalam orang-orang berusia lanjut secara


umum relatif berkurang dibandingkan dengan mereka yang lebih muda.
c. Memberikan Argumen
Secara umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan,
baik dalam alasan induktif maupun deduktif. Sebagian dari hal ini merupakan
hasil dari sikap yang terlalu hati-hati dalam mengungkapkan alasan yang
gradasinya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia seseorang.
d. Rasa Humor
Pada umumnya, mereka kehilangan rasa humor. Pendapat ini benar karena
dalam kemampuan mereka untuk membaca komik dan hal-hal lain yang
menyenangkan berkurang, dan perhatian terhadap komik yang dapat mereka baca
bertambah dengan bertambahnya usia.
e. Mengenang
Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi pada masa lalu
meningkat. Semakin senang seseorang dalam menjalani masa dewasa akhir,
semakin kecil waktu yang digunakan untuk mengenang masa lalu dan sebaliknya.
f. Ingatan
Orang dewasa lanjut usia pada umumnya cenderung lemah dalam
mengingat hal-hal baru yang baru dipelajari. Sebagian dari ini disebabkan oleh
fakta bahwa mereka tidak selalu termotivasi dengan kuat untuk mengingat-ingat
sesuatu, sebagian disebabkan oleh kurangnya perhatian, dan juga pendengaran
yang kurang jelas.
g. Mengingat Kembali
Banyak dipengaruhi oleh faktor usia dibandingkan dengan pemahaman
terhadap obyek yang ingin diungkapkan kembali. Banyak orang berusia lanjut

yang menggunakan tanda-tanda, terutama simbol visual, suara, dan gerak


(kinestetik) untuk membantu mereka untuk mengingat kembali.
h. Kekerasan Mental
Kekerasan mental sangat tidak universal bagi orang dewasa lanjut usia.
Orang yang pada masa dewasa akhir cenderung semakin tampak terjadi kekerasan
mental seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut,
mereka sudah lambat dan susah untuk belajar daripada yang sudah dikerjakan
sebelumnya.
Tidak ada usia tertentu yang dianggap sebagai awal mula terjadinya
penurunan mental dan tidak ada pola khusus dalam penurunan mental yang
berlaku untuk semua orang. Ketika orang-orang dewasa lanjut mengikuti
pencarian stimulasi mental yang tepat, dan memiliki relasi dan dukungan sosial
yang baik, maka perkembangan masa dewasa akhir mereka akan berhasil.
Penuaan yang berhasil membutuhkan usaha dan keterampilan pemecahan masalah
terjadi.
Ada yang penting untuk diketahui bahwa menurunnya kemampuan mental
yang berhubungan dengan usia lanjut mungkin tidak sepopuler yang diduga orang
atau seperti yang dilaporkan oleh hasil studi terdahulu. Dalam beberapa hal, untuk
penurunan mental yang kelihatan, ternyata menyertai pertambahan usia. Sebagai
tambahan, selama diketahui bahwa kecepatan bergerak menurun secara bertahap
sesuai dengan pertambahan usia, maka tes terhadap kemampuan mental yang
menekankan pada elemen waktu dianggap tidak sesuai bagi orang dewasa lanjut
usia. Karena adanya bukti-bukti yang saling bertentangan dengan dewasa ini
tentang menurunnya kemampuan mental.
Masa dewasa akhir memiliki beberapa faktor-faktor yang mendukung dan
menghambat dalam proses perkembangannya. Faktor-faktor tersebut selalu
berpatokan pada 3 aspek, yaitu fisik, kognitif, dan sosioemosi. Ketiga aspek ini
merupakan acuan dasar dalam perkembangan setiap manusia. Itu sebabnya kita
perlu mengetahui ketiga aspek tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan kita.

BAB IV
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosi pada
masa dewasa akhir (lansia), yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat.
Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan fisik pada masa
dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a. Kondisi Ekonomi
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi perkembangan fisik pada
masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kemunduran Fisik
Penyesuaian Diri
Perubahan Tubuh
Penyakit
Sintesis Protein
Sistem Oksigen
Sistem Imun
Kesehatan Fisik
Tekanan Darah Tinggi
Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada

masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.


a. Level Interaksi
b. Pembelajaran
c. Berolahraga Teratur
Faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada
masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.

Pemikiran tentang Kematian


Penurunan Kognitif
Diabaikan dan Kurang Beraktifitas
Menutup Diri

Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi


pada masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a. Tempat Tinggal
b. Budaya
c. Dukungan
Faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi
pada masa dewasa akhir adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.

Diabaikan
Rasa Takut
Masa Kehilangan
Masalah Psikologis

DAFTAR PUSTAKA
Afida, N.,. Wahyuningsih, S., dkk. (2000). Hubungan Antara Pemenuhan
Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia di Panti
Wredha. Anima Indonesia Psychological Journal. Vol. 15 No. 2. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Dacey, J. S. dan Travers, J. F. (2004). Human Development. North America:
McGraw-Hill.
Goleman, D. (1996). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Hayati, S. dan Martini, L. (2010). Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian
pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah. Medan: Universitas
Sumatra Utara Fakultas Psikologi.
Hutapea, B. (2011). Emosional Intelegence dan Psychological Well-Being Pada
Manusia Lanjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta.
INSAN, Vol. 13, No. 02. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada.
Ibrahim. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia. Vol. 1,
No. 1. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Monks, F. J dkk. (2001). Psikologi Perkembangan. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Papalia dan Olds. (1986). Developmental Psychology. New York: Mc.Graw Hill.
Putra, A. A., Nashori, H. F. dkk. (2012). Terapi Kelompok untuk Mengurangi
Kesepian dan Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi.
JIP (Jurnal Intervensi Psikologi) Vol. 4 No. 1 (1-16). Yogyakarta.
Rogers, D. (1997). The Adult Years: An Introduction to Aging. Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall, Inc..
Santrock. J. W. (2012). Life-Span Development. Perkembangan Masa-Hidup
Edisi 13 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suhartini, R. (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Orang
Lanjut Usia. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga.
Suyanta dan Ekowarni. (2012). Pengalaman Emosi dan Mekanisme Koping
Lansia yang Mengalami Penyakit Kronis. Semarang dan Yogyakarta:
Politeknik Kesehatan Semarang dan Universitas Gadjah Mada.
Widyantoro, A. P., Rosdiana, I., dan Fasitasari, M. (2012). Hubungan antara
Senam Lansia dan Range of Motion (ROM) Lutut pada Lansia. Vol. 4, No. 1.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung.

Anda mungkin juga menyukai