Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Surveilans
Istilah Surveilan telah lama dipakai dalam epidemiologi,
awalnya surveilan diartikan sebagai suatu macam observasi dari
seseorang atau beberapa orang yang disangka menderita suatu penyakit
menular dengan cara mengadakan berupa pengawasan medis, tanpa
mengawasi beberapa kebebasan bergerak dari orang yang bersangkutan.
Observasi tersebut terutama dilakukan pada penderita penyakit menular
yang berbahaya seperti kolera, pes, cacar, sifilis. Lamanya observasi sama
dengan masa tunas penyakit yang bersangkutan. Maksud dari pengawasan
seperti ini sebenarnya ialah supaya dengan segera dapat meberikan
pengobatan dan isolasi terhadap penyakit yang timbul pada kasus yang
dicurigai tersebut.
Arti surveilan berkembang dan lebih luas jangkauannya. Istilah
surveilan mulai pada tahun 1950 dipakai dalam hubungan suatu
penyakit seluruhnya dan bukan pada penderita saja. Pada waktu mulai
dijalankan program pemberantasan penyakit seperti penyakit malaria,
cacar, dan penyakit urban yellow fever maka cara untuk mengetahui dari
program tersebut dengan melihat penurunan jumlah peristiwa atau
kejadian penyakit dimana peristiwa tersebut terjadi. Kegiatan surveilan
memerlukan ilmu epidemiologi, maka kemudian disebut epidemiologi
surveilan.
Dengan demikian, surveilan epidemiologi mencakup keterangan
mengenai penderita, tempat, waktu, keadaan vektor dan faktor lain yang
ada hubungannya dengan penyakit. Perlu keterangan yang banyak tentang
hal kejadian penyakit karena disebabkan adanya perubahan potegenesis
dari suatu penyakit menular.

1. Pengertian Surveilan

Surveilan epidemiologi adalah rangkaian kegiatan yang sistematik


dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis dan interpretasi data
kesehatan dalam proses untuk menjelaskan dan memantau suatu peristiwa
kesehatan.
2. Tujuan Surveilan Epidemiologi
a. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemik.
b. Identifikasi, investigasi dan penanggulangan kejadian luar biasa.
c. Identifikasi kelompok penduduk tertentu dengan resiko tinggi.
d. Penetuan penyakit dan perioritas penanggulangannya.
e. Memonitor, mengevaluasi dan meperbaiki program pencegahan dan
pengendalian penyakit.
f. Sumber informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan,
perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.
g. Monitoring kecendrungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak
penyakit di masa mendatang.
h. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan inverstigasu lebih lanjut.
3. Ruang Lingkup Surveilan Epidemiologi
Surveilan epidemiologis secara garis besar dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
a. Surveilan pasif
Surveilan pasif adalah pengumpulan data yang diperoleh
dari laporan bulanan sarana layanan kesehatan di daerah.
Data yang diperoleh dapat memberikan gambaran distribusi
geografis tentang berbagai penyakit menular dan berbagai
perubahan yang terjadi serta kebutuhan tentang penelitian sebagai
tindak lanjut.
Surveilan pasif disebut juga pengumpulan keterangan
tentang kejadian penyakit dalam masyarakat yang dilakukan oleh
unit surveilan mulai dari tingkat Puskesmas sampai ke tingkat
nasional. Data yang terkumpul dari program ini dianalisis dan
disebarluaskan serta dilakukan pengamatan khusus bila ada
kejadian yang bersifat luar biasa.
b. Surveilan aktif
Surveilan aktif adalah pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung untuk mepelajari penyakit tertentu dalam waktu

yang relatif singkat (seminggu sekali atau 2 minggu sekali) yang


dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencatat ada atau tidaknya
kasus baru penyakit tertentu.
Surveilan aktif merupakan pengumpulan data terhadap satu
atau lebih penyakit tertentu pada suatu masa waktu tertentu yang
dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan yang telah
ditugaskan untuk hal tersebut. Petugas kesehatan yang telah ditunjuk
dalam masa interval tertentu, secara teratur (biasanya mingguan)
mengumpulkan keterangan tentang ada atau tidak adanya kasus baru
penyakit tersebut (yang berada di bawah surveilan) serta mencatat
data yang telah ditentukan (biasanya dengan menggunakan formulir
khusu yang telah tersedia) serta data tambahan lainnya yang
dianggap perlu.
Pencatatan meliputi variabel demografis seperti : umur, jenis
kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi, saat timbulnya gejala, pola
makan, tempat kejadian yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan
pencacatan ini tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.
Surveilan aktif dilakukan apabila :
a. Ditemukan kasus baru
b. Penelitian tentang cara penyebaran yang baru suatu
penyakit tertentu
c. Resiko tinggi terjadinya penyakit musiman
d. Penyakit tertentu yang timbul di daerah baru atau akan
menimbulkan pengaruh pada kelompok penduduk tertentu
atau penyakit dengan insidensi yang rendah mendadak
terjadi peningkatan.
4. Kegiatan Surveilan Epidemiologi
Bentuk kegiatan epidemiologi dapat bersifat rutin dan bersifat
khusus. Bentuk yang bersifat rutin mencakup :
1. Laporan rutin penyakit tertentu, baik penyakit menular maupun
penyakit tidak menular atau berbagai penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan secara umum.

2. Pelaksanaan dan pencatatan jenis penyakit yang wajib dilaporkan


termasuk penyakit menular tertentu/penyakit karantina serta berbagai
penyakit yang dianggap mempunyai potensi wabah.
Bentuk kegiatan bersifat khusus mencakup;
1) Pencacatan dan pelaporan penyakit tertentu dalam masyarakat
yang biasanya terbatas pada berbagai kejadian yang mungkin
mempunyai dampak yang berat atau mempunyai potensi
wabah.
2) Surveilan ekologi dan lingkungan yakni surveilan yang khusus
dilakukan terhadap berbagai jenis vektor penyakit menular,
pengamatan terhadap pencemaran lingkungan, tanah, air dan
udara serta pengamatan terhadap beradanya bahan berbahaya
lain dari suatu lingkungan.
3) Pengamatan dan pengawasan pemakaian zat tertentu, seperti
insektisida, vaksin dan sebagainya.
4) Pencatatan dan pelaporan peristiwa vital yang meliputi
kelahiran, perwakilan, perceraian dan kematian.

5. Komponen Surveilan Epidemiologi


a. Pengumpulan pencatatan kejadian (data) yang dapat dipercaya.
b. Pengolahan data untuk memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik.
e. Hasil evaluasi terhadap sistem surveilan.
6. Macam-macam Surveilan Epidemiologi
Surveilan beralasan untuk dilakukan jika terdapat kondisi-kondisi berikut:
a. Beban penyakit tinggi, sehingga merupakan masalah penting kesehatan
masyarakat.
b. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
c. Data yang relevan mudah diperoleh.
d. Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan
(pertibangan efisien).
Terdapat 4 (empat kegiatan pokok/utama dalam melakukan
pengamatan/surveilan epidemiologi, sebagai berikut:

1. Pengumpulan data
2. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan isidensi
terhadap masyarakat yang ducurigai (popukation at risk) melalui
kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi
berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan seperti
Rumah Sakit, Puskesmas, atau laporan dari petugas surveilan di
lapangan dan laporan dari masyarakat sertab petugas kesehatan lain
(passive surveillance).
Unsur yang diamati untuk pengumpulan data adalah 10 Elemen
langmuir, yaitu:
a. Data Mortalitas
b. Data Morbiditas
c. Data Pemeriksaan Laboratorium
d. Laporan Penyakit
e. Penyelidikan Peristiwa Penyakit
f. Laporan wabah
g. Survey Penyakit, Vektor dan Reservoir
h. Penggunaan Obat, Vaksin dam Serum
i. Demografi dan Lingkungan
3. Pengolahan data
4. Pengolahan data biasanya dilakukan secara manual atau dengan
komputerarisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang
dimiliki.
5. Analisis data dan interpretasi data.
6. Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Analisis deskriptif
b. Analisis deskripsif dilakukan berdasarkan variabel orang, tempat
dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang
penyakit yang sedang diamati. Visualisasi dalam bentuk Grafik,
Tabel, diagram yang disertai Uraian/penjelasan.
c. Analisa analitik
d. Analisa analitik dilakukan dengan cara uji komparasi, kolerasi,
dan regresi. Uji komparasi untuk membandingkan kejadian
penyakit pada kondisi yang berbeda. Uji kolerasi untuk
mebuktikan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel
lainnya. Uji regresi untuk membuktikan pengaruh satu variabel
(kondisi) terhadap kejadian penyakit.

Kunci

keberhasilan:

Data

lengkap,

Cepat,

Tahu

cara

memanfaatkannya. Tahap-tahap meliputi :


1)
2)
3)
4)
7.

Coding, membuat kode-kode dari data yang ada.


Editing, melengkapi dan memperjelas tulisan.
Entry, memasukkan dalam program pengolahan data.
Pengolahan secara deskriptif, Analitik.
Penyebaran Informasi
a. Sasaranya adalah instansi terkait, baik secara vertikal maupun
horizontal.
b. Tujuan: untuk meperoleh kesempahaman dan feedback dalam
perumusan kebijakan.
c. Manfaat: mendapatkan respon dari isntansi terkait sebagai
feedback, tindak lanjut dan kesepahaman.
d. Metode: tertulis dan deseminasi laporan, verbal dalam rapat, media
cetak dan elektronik.

7. Kegunaan Sistem Surveilan Epidemiologi


a. Mendeteksi kecendrungan (trend) perubahan kebijakan penyakit tertentu.
b. Mendeteksi kejadian luar biasa.
c. Memberikan perkiraan tentang besarnya morbiditas dan mortalitas
sehubungan dengan masalah kesehatan yang menjalani surveilan
tertentu.
d. Memasang dan mendorong diadakannya penelitian epidemiologis
tentang adanya kemungkinan pencegahan dan penanggulangannya.
e. Mengidentifikasi faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian penyakit.
f. Memperhitungkan terjadinya kemungkinan tentang adanya pengaruh
atau efek upaya penanggulangan kejadian penyakit/gangguan kesehatan.
g. Memberikan perbaikan dibidang klinik bagi pelaksana pelayanan
kesehatan.
8. Surveilan Menjadi Sangan Penting
a. Beban penyakit tinggi, sehingga menjadi masalah penting dalam
kesehatan masyarakat.
b. Terdapat tindakan kesehatan masyrakat yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut.
c. Data relevan mudah diperoleh.
d. Hasil yang diperoleh sepadan

dengan

upaya

yang

dilakukan

(pertimbangan efisien).

9. Manajemen Surveilan
a. Kegiatan inti meliputi:
1. surveilan kesmas: deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data,
konfirmasi epidemiologi maupun laboratories, umpan balik.
2. Tindakan kesmas: respon segera, respon terencana.
b. Kegiatan pendukung meliputi: pelatihan, supervisi, penyediaan SDM
dan laboratorium, manajemen sumber daya dan komunikasi.
10. Kriteria Surveilan
a. Simplicty
1. Struktur yang sederhana dan mudah dioperasikan tetapi tetap dapat
mencapai objektif.
2. Pihak yang terlibat dalam system bersedia memberikan data dan
memonitor sistem.
3. Data yang relevan untuk surveilan harus dapat diperoleh dengan mudah,
format yang tidak berguna dibuang saja.
b. Flexibility/acceptability
1. Dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan

informasi

yang

dibutuhkan atau keadaan lapangan.


2. Dapat diterapkan terhadap keadaan penyakit dan kesehatan yang baru,
perubahan definisi kasus dan sumber laporan.
3. Menjaga penerimaan dan komitmen pihak yang terlibat dalam sistem
surveilan.
c. Sensitifity/akurat
1. Mampu mendeteksi semua insiden penyakit dan bukan penyakit yang
sesungguhnya dalam populasi.
2. Mampu meramalkan kecendrungan akan terjadi atau tidaknya insidensi
penyakit yang akan datang.
3. Akurasi dipengaruhi oleh infrastruktur laboratorium dan kemampuan
petugas.
d. Representativeness
1. Dapat menguraikan dengan tepat kejadian peristiwa kesehatan
sepanjang waktu.
2. Memperhatikan keterwakilan dan kelengkapan data surveilan.
e. Timeliness
1. Ketetapan waktu sangat penting
Cara meningkatkan ketetapan waktu:
7

1)
2)
3)
4)

Analisis dilakukan sedekat mungkin dengan pelapor data primer.


Lembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu.
Ikut sertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan.
Lakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat

berdasarkan hasil analisis dan penentuan prioritas.


5) Implementasikan system umpan balik yang teratur dan segera.
2. Informasi yang diperoleh dengan cepat memungkinkan tindakan
segera untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.
11. Jenis Data yang Dikumpulkan dalam Surveilan
a. Kejadian penyakit dan kesehatan :
1. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
2. Penyakit menular yang penyebarannya melalui kontak langsung tanpa
vektor perantara.
3. Penyakit yang dikelompokkan

sebagai

penyakit

yang

dapat

menimbulkan wabah.
4. Penyakit yaang bersumber dari binatang.
5. Penyakit kronik.
6. Mortalitas lahir mati, kematian bayi, kematian ibu.
7. Kesehatan ibu dan anak serta gizi.
b. Data Perilaku
1. Hubungan dengan pelayanan gizi:
1) Presentase balita yang mendapat vitamin A dosis tinggi.
2) Presentase ibu hamil dan ibu pasca melahirkan yang mendapatkan
vitamin A dosis tinggi.
3) Presentasi ibu hamil yang mendapatkan 90 tablet besi.
4) Presentasi ibu hamil yang mendapatkan 30 tablet besi.
5) Presentasi bayi dan anak berdasarkan berat badan.
6) Presentase wanita usia subur yang diukur lingkar lengan atasnya.
2. Hubungan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak:
1) Presentase ibu hamil yang pertama kali melakukan kunjungan
antenatal.
2) Presentase wanita hamil yang melakukan kunjungan antenatal yang
keempat selama trimester terakhir kehamilan.
3) Presentase kehamilan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.
3. Hubungan dengan pelayanan imunisasi:
1) Presentase bayi usia 2-11 bulan yang mendapat vaksinasi DPT 1.
2) Presentase bayi usia 9-11 bulan yang mendapat vaksinasi campak.
3) Presentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat vaksinasi hepatitis.
4) Presentase wanita hamil yang mendapat suntikan TT1.
5) Presentase wanita hamil yang mendapat suntikan TT2.
6) Presentase wanita usia subur yang mendapat suntikan TT.
4. Hubungan dengan penyakit-penyakit menular.
8

1) Jumlah kasus diare yang mendapat oralit.


2) Jumlah pasien TB dengan sputum positif yang diobati.
3) Jumlah pasien TB dengan masa pengobatan penuh.
4) Jumlah pasien TB yang disembuhkan.
5) Jumlah pasien kusta yang didata dan diobati.
5. Data Lingkungan:
1) Presentase orang yang mencuci tangan sebelum makan.
2) Presentase anak sekolah yang mencuci tangan mereka setelah buang
air besar.
3) Presentase rumah tangga yang membuang sampah mereka di tempat
sampah tertutup.
4) Presentase rumah tangga yang memasak air minumnya.
5) Presentase rumha tangga yang BAB di jamban (milik pribadi,

c.

umum).
6) Presentase rumah tangga yang mendapatkan air bersih/PAM.
Sasaran Surveilan Epidemiologi
1. Individu
Pengamatan dilakukan terhadap individu yang terinfeksi dan
mempunyai potensi untuk menularkan penyakit. Pengamatan tersebut
dilakukan sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun
lingkungannya. Pengamatan individu ini dalam pelaksanaan dilakukan
pengelompokan/identifikasi mana yang merupakan penderita, karier, dam
orang dengan resiko tinggi.
Surveilan epidemiologis pada individu dimaksudkan untuk
mengetahui:
a) Contact person.
b) Terjadinya infeksi lebih lanjut.
c) Pengobatan/keteraturan pengobatan yang dilakukan.
d) Pengamatan lanjutan.
2. Populasi Lokal/Kelompok Individ
Populasi lokal adalah kelompok penduduk yang terbatas pada
masyarakat dengan risiko terkena penyakit (populatio at risk). Sasaran
pegamatan populasi lokal dilakukan pada:
a) Individu yang kontak dengan pendrita atau karier.
Misalnya:
1) Epidemik morbilli: pengamatan dilakukan terhadapa anak-anak
yang rentan dann kontak dengan penderita atau karier.

2) Parotitis: pengamatan dilakukan terhadap anak-anak yang rentan


dengan penderita 2 hari sebelum timbul pembengkakan kelenjar
liur.
b) Pejamu yang rentan.
Misalnya:
1) Bayi
2) Anak yang belum dapat imunisasi atau belum pernah
menderita penyakit yang dapat menimbulkan kekebalan,
seperti: morbilli, tetanus, pertusis dan varisela.
c) Orang yang menderita penyakit yang mudah selapse.
d) Kelompok individu yang mempunyai peluang untuk kontak
dengan penderita.
Misalnya: dokter, perawat dan petugas laboratorium.
3. Populasi Nasional
Pengamatan populasi nasional adalah pengamatan yang
dilakukan terhadap semua penduduk secara nasional. Hal
tersebut

dilakukan

setelah

program

pemberantasan

dilaksanakan. Misalnya pengamatan penyakit malaria setelah


dilakukan pemberantasan penyakit secara nasional.
4. Populasi Internasional
Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang
dilakukan oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang
ditujukan pada penyakit yangmudah menimbulkan epidemik
atau pandemic, seperti: pes, cacar, kolera, influenza. Tujuan
kegiatan tersebut adalah untuk saling memberikan informasi
tentang epidemik yang timbul di suatu negara, agar negara lain
yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.
Undang-undang karantina yang merupakan undang-undang
yang berlaku secara internasional dibuat untuk menjamin
kelancaran upaya tersebut. Tujuan undang-undang karantina
adalah untuk mengadakan pengawasan terhadap segala sesuatu
yang datang dari negara yang terkena wabah agar tidak
menjalar ke negara lain.
B. Srveilan Penyakit Katarak
10

1. Pengertian
Katarak adalah perubahan pada lensa mata yang sebelumnya
jerni dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan
penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh cahaya sulit merncapai retina dan akan menghasilkan bayangan
yang kabur pada retina.
Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mate
bervariasi. Seseorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian
tengah lensa matanya. Klatarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga
penglihatan penderti terganggu secara berangsur-angsur. Katarak
senderi tidak mengakibatkan kebutaan permanen apabila diatasi, dalam
hal ini dengan operasi.
2. Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2000):
a. Usia lanjut dan proses penuaan.
b. Congenital atau bisa diturunkan.
c. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan,
seperti merokok atau bahan beracun lainnya.
d. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya

diabetes)

dan

obat-obat

tertentu

(misalnya

kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain,
seperti:
a. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera
pada mata.
b. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata,
atau diabetes melitus.
c. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
d. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka
panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.

11

e. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik


(Admin,2009).
(http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35543-Kep
%20Sensori%20dan%20Persepsi-Askep%20Katarak.html)
3. Gejala
Lesma mata terletak di bagian depan di dalam mata. Lensa
akan memsatkan sinar pada selapt jalar (retina) mata yang terletak di
bagian balakang bola mata. Sinar melalui lensa akan menghasilkan
bayangan pada retina. Tergantng pada besan dan letak kekerhannya,
penderita menyadati atau tidak bahwa telah terjadi kekeruhan pada
lensa matanya. Pada permulaan katarak, akan memerlkan penggantian
kaca mata yang lebih sering. Apabila katarak menjadi lebih memburuk,
kaca mata yang tebalpun tidak mampu menolong. Katarak yang terjadi
pada bagian tepi lensa mata, tajam penglihatan tidak akan mengalami
perubahan. Namun, jika letak kekruhan di tengah mentupi pupil, akan
menggangu sinar yang mask sehingga terjadi penurunan tajam
penglihatan. Tandanya mudah di kenali, yaitu jika menggendari
kendaraan malam hari penglihatan akan silau terhadap sinar yang
datang.
Salah satu gejala yang mudah dikenali, penglihan untuk bila
lampu penerangannya terlalu kuat sehingga lebih suka membaca
ditempat yang penerangannya kurang. Gejala lain, penderita akan
mengeluh penglihatannya seperti terhalang tabir asap. Tabir asam ini
akan semakin lama di rasakan semakin tebal. Katarak yang terus
berkembang, di rasakan bahwa, penglihatan akan semakin berasap,
berkabut, bahkan matahari seaakan kelihatan di balik kabut tebal.
Pada umunya terutama semakin majunya ilmu kedokteran saat
ini. Walaupun jarang terjadi katarak dapat juga menimbulkan kebutaan.
Mengapa, lensa yang keruh dapat menghalangi pemeriksaan dokter
untuk bagian dalam mata yang lain seperti misalnya keadaan
perubahan pada retina atau kersakan saraf mata yang meneruskan
perintah dari mata ke otak sehingga menyebabkan kebutaan pada mata.

12

5. Patofisiologi
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour
aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih
tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous
humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian
anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif NaK ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh
Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan
HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk
biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation
reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi
fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah
mineral. Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya
bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi sentral pada
kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di
korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi
pada beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan
kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri
hebat dan sering terjadi pada kedua mata.
6. Patogenesis
1. Konsep Penuaan
Lensamatamempunyaibagianyangdisebutpembungkus
lensaataukapsullensa,kortekslensayangterletakantaranukleus
lensaatauintilensadengankapsul lensa.Padaanakdanremaja
nukleusbersifatlembeksedangpadaorangtuanukleusinimenjadi
keras.Denganmenjadituanyaseseorang,makalensamataakan

13

kekuranganairdanmenjadilebihpadat.Lensaakanmenjadikeras
pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan
benda dekat berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai
berkurangkebeningannya,keadaaniniakan berkembangdengan
bertambahberatnyakatarak
2. Teori Radikal Bebas
Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang
masih diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi
dari protein lensa adalah salah satu faktor penting. Seratserat
protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri
bersifatbening.Kebeninganlensasecarakeseluruhanbergantung
padakeseragamanpenampangdariseratseratinisertaketeraturan
dan kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak,
keseragaman struktur ini menghilang dan seratserat bukannya
meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya
terpencar dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan
penglihatanyangparah(Youngson,2005).
Kerusakanproteinakibatelektronnyadiambilolehradikal
bebas dapat mengakibatkan selsel jaringan dimana protein
tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada
lensamatasehinggamenyebabkankatarak(Kumalaningsih,2006).
Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia
mungkindisebabkan olehkerusakanradikalbebasmemangtidak
langsung, tetapi sangat kuat dan terutama didasarkan pada
perbedaan antara kadar antioksidan di dalam tubuh penderita
katarakdibandingkandenganmerekayangmemilikilensabening.
3. SinarUltraviolet
Banyakilmuanyangsekaranginimencurigaibahwasalah
satusumberradikalbebaspenyebabkatarakadalahsinarultraviolet
yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sinar matahari.
Memangsudahdiketahuibahwaradiasiultraviolet menghasilkan
radikalbebasdidalamjaringan.Jaringandipermukaanmatayang
14

transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka


yangmempunyairiwayatterpajansinarmatahariuntukwaktulama
dapatmempercepatterjadinyakatarak.
4. Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat
oksidasipadaprotein lensa.Rokokkayaakanradikalbebasdan
substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu bahwa radikal
bebasdariasaprokokdapatmerusakprotein.Dilihatdari semua
ini,tidaklahmengherankanbahwaperokoklebihrentanterhadap
katarakdibandingdenganyangbukanperoko.
7. Pengobatan
Upaya pengobatan katarak yang paling efektif adalah dengan
operasi pengangkatan lensa yang keruh dan di ganti dengan lensa
buatan yang disebut sebagai keratoplasty. Disamping mempergukan
lensa buatan lensa buatan tersebt dapat juga dengan memakai kacamata
khusus yang telah diatur ketebalannya. Pada saat operasi katarak,
dokter akan membukadaerah depan mata dengan bantuan mikroskop
untuk mengangkat lensa yang keruh untuk digantikan dengan lensa
buatan. Operasi tidak menimbulkan rasa sakit karena pasien akan
diberi anstesi lokal berupa tetes mata.
Setelah operasi, mata yang dioperasi akan ditttp dengan kasa
selama 2-4 hari pada awalnya penglihatan memeng belum sejelas
seperti yang di harapkan, tetapi makin hari akan bertambah jelas.
Beberapa minggu setelah operasi dilakukan, pasien dapat diberi resep
untuk kacamata khusus yang membant agar mempnyai penglihatan
yang tepat setelah pengangkatan lensa. Selama masa pasca operasi di
harapkan pasien agar selalu menjaga kesehatan dan kebersihan mata
agar tidak terjadi infeksi yang tidak di harapkan dan akan menggangu
penyembuhan.
8. Pencegahan
Pencegahan dini harus dilakukan, sebelu katarak timbul, atau
berlanjut menjadi berat. Beberapa hal tentang kewaspadaan ini adalah:
15

a. Apabila pekerja sehari-hari beresiko terpajan panas, misalnya


pekerjaan

meneglas

ata

semacam-nya,

perlu

melakukan

pemeriksaan mata secara berkala ke dokter ahli mata.


b. Apabila menderita penyakit diabetes mellitus, apalagi yang kadar
gula darahnya

sudah cukup tinggi, kemungkinan terjadi

komplikasi katarak sangat besar sehingga perl pemeriksaan mata


secara teratur pula, di sampi melakukan koreksi terhadap penyakit
diabetes mellitusnya.
c. Apabila sering bekerja berjalan atau mengendarai kendaraan yang
memungkinkan terpajan sinar matahari, harus menghindari sinar
masuk secara langsung, atau menggunakan alat pelindung dirin
yang sesuai.
d. Apabila adanya selaput tipis yang menghalangi pandangan atau
merasa sangat silau jika berada di bawah cahaya terang.
e. Apabila penglihatan berkurang atau berkabut secara perlahanlahan dan tidak dapat di bantu dengan menggunakan kacamata,
sebaiknya diperiksakan ke dokter ahli mata. Jangan menunggu
penglihatan sampai memburuk, bahkan lensa mata sampai
memutih seperti mutiara.

16

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Pelaksanaan Surveilans
Surveilans di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Makassar
berjalan dengan baik. Kegiatan surveilans pertama dilakukan dengan cara
pengumpulan data, pengolahan data, serta melaporkan penyakit.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan buku register

17

Anda mungkin juga menyukai