Latar Belakang
Fenomena Earmarked Tax di Indonesia secara umum
Fenomena earmarking memang sudah bukan merupakan fenomena yang asing
lagi, hal ini ditunjukkan karena beberapa Negara di dunia sudah memakai system
tersebut, baik Negara maju maupun berkembang. Resistensi yang tinggi dari
pembayar pajak serta akuntabilitas yang diinginkan oleh para pembayar pajak tersebut
terkait bagaimana uang pajak mereka dibelanjakan merupakan alasan mengapa
earmarking dinilai beberapa politisi sebagai system yang baik dalam memperbaiki
dan meningkatkan efisiensi anggaran. (Bird dan Jun, 2005, h.15-17)
Negara-negara seperti Amerika, Jepang, Korea, Afrika Selatan, Rusia, dan
Georgina pada tahun 1960-an sudah memakai system earmarking. Begitu juga pada
Negara seperti Guatemana, El Savador, Yordania, Lebanon, dan Pakistan sudah
memakai system tersebut pada tahun 1980-an. Negara-negara tersebut masing-masing
mempunyai tujuan tersendiri dalam melaksanakan system tersebut, tetapi pada
dasarnya Deeran (1965) dalam Mcleary (1991) menjelaskan tentang keuntungan
penerapan earmarking system, yaitu earmarking akan sesuai dengan prinsip manfaat
pada perpajakan, earmarking memberikan jaminan minimum pembiayaan public dan
tidak dipengaruhi campur tangan dari birokrasi pemerintah maupun legislative, dan
earmarking dapat mendorong peningkatan penerimaan pajak yang baru. Sedangkan
kerugian yang di timbulkan dari earmarking ada beberapa hal, yaitu earmarking akan
membawa pada kesalahan alokasi sumberdaya (penerimaan), earmarking akan
membawa efektivitas atas pemantauan anggaran, dan earmarking akan membuat
anggaran tidak fleksibel.
Jenis Pajak
Persentase
Pajak Kendaraan Minimal
Peruntukan
10%, Dialokasikan untuk
Bermotor
yang pembangunan
termasuk
dibagihasilkan
dan/atau
kepada
pemeliharaan jalan
kabupaten/kota
serta
peningkatan
Pajak Rokok
transportasi umum
Baik bagi provinsi Untuk
mendanai
maupun
bagian pelayanan
kabupaten/kota,
kesehatan
dan
penegakan hokum
oleh aparat yang
Pajak
Penerangan Sebagian
Jalan
berwenang
Dialokasikan untuk
penyediaan
penerangan jalan
Pada table diatas terlihat bahwa pengaturan earmarking tax yang tercantum
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur mengenai hasil penerimaan
atas ketiga jenis pajak tersebut dialokasikan untuk pembiayaan pelayanan public yang
berkaitan dengan masing-masing jenis pajak tersebut.
Pajak penerangan jalan secara umum
350000
300000
250000
PAD
Pajak Daerah
200000
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan
Kekayaan daerah yang
Dipisahkan
150000
100000
50000
0
2009.0
2010.0
2011.0
2012.0
2013.0
Berdasarkan table tersebut dapat terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota
Surakarta didominasi oleh sector pajak daerah. Pajak Daerah menguasai lebih dari
setengah dari total Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta dalam kurun tahun 20092013. Hal ini merupakan prestasi bagi Kota Surakarta itu sendiri karena dinilai baik
dalam mengelola sumber Pendapatan Asli Daerah nya khususnya yang bersumber dari
pajak daerah.
Pajak daerah yang dipungut oleh Kota Surakarta menurut Peraturan Daerah
Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 terdiri dari:
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Parkir
Pajak Air Tanah
Pajak Sarang Burung Walet
Gambar 1.2 APBD Kota Surakarta per Jenis Pajak Daerah 2009-2013
(dalam Juta Rupiah)
35000
30000
25000
Pajak Penerangan Jalan
20000
Pajak Restoran
Pajak Hotel
Pajak Hiburan
15000
Pajak Reklame
Pajak Parkir
10000
5000
0
2009.0
2010.0
2011.0
2012.0
2013.0
Berdasarkan table tersebut terlihat dari tahun 2009 hingga tahun 2013,
anggaran yang ditetapkan untuk penerimaan pajak penerangan jalan di Kota Surakarta
selalu meningkat dan selalu ada di peringkat teratas apabila disandingkan dengan
jenis pajak daerah lainnya. Hal ini menunjukkan optimisme yang tinggi dari
Pemerintah Kota Surakarta atas kontribusi dari sector pajak tersebut.
Optimisme yang tinggi dari Pemerintah Kota Surakarta pada sector Pajak
Penerangan Jalan setiap tahunnya harusnya diikuti dengan konsep earmarking tax
yang baik pula, karena seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 4 Tahun 2011 Pasal 32 Nomor 2 disebutkan bahwa sebagian dari penerimaan
pajak penerangan jalan dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan. Bapak
Kuncoro, Bagian Anggaran Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset
(DPPKA) Kota Surakarta mengatakan, PLN sebagai pemungut pajak penerangan
jalan melalui tagihan rekening masyarakat Kota Surakarta rutin menyetorkan pajak
penerangan jalan yang mereka pungut ke kas daerah Surakarta. Besarannya tidak
selalu sama , tetapi rata-rata PLN dapat menyetorkan pajak penerangan jalan sebesar
4,3 Miliar setiap bulannya, penerimaan pajak penerangan jalan di Kota Surakarta
setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 48 Miliar rupiah.
Dengan perolehan Pajak Penerangan Jalan yang cukup tinggi, Kota Surakarta
sudah sewajarnya memerhatikan dan memperbaiki kualitas Penyediaan Penerangan
Jalan Umum di Kota Surakarta. Karena seiring kemajuan ekonomi yang cukup pesat
banyak sector-sektor bisnis baik yang dikelola oleh daerah maupun swasta yang
membutuhkan penerangan jalan yang layak dalam operasionalnya. Tidak hanya itu,
terkait keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam mengendarai kendaraannya
selama melintas di ruas jalan-jalan di Kota Surakarta juga harus diperhatikan karena
apabila penerangan jalan umum kurang memadai akibatnya bisa terjadi kecelakaan.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 sebagian dari penerimaan
pajak penerangan jalan dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan. Dengan
komposisi penerimaan sebesar 4,3 Miliar rata-rata setiap bulannya, harusnya
pemerintah kota Surakarta tidak perlu kebingungan dalam membayar tagihan Pajak
Penerangan Jalan yang diberikan oleh PLN.
Penunggakan belanja listrik sebesar 1.3 Miliar tersebut mengakibatkan
penambahan anggaran pada APBD tahun berikutnya yaitu pada APBD tahun 2015.
Hal itu dapat menyebabka
Berdasarkan fenomena tersebut muncul beberapa pertanyaan mengenai
bagaimana proses penentuan besaran alokasi dalam kebijakan pengalokasian pajak
penerangan jalan di Kota Surakarta mengingat pajak penerangan jalan merupakan
salah satu sektor pajak daerah yang diandalkan oleh Pemerintah Kota Surakarta serta
factor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan besaran alokasi dalam kebijakan
earmarked pajak penerangan jalan di Kota Surakarta. Seharusnya dengan besaran
penerimaan pajak penerangan jalan yang sudah cukup memadai serta didukung
dengan aturan mengenai earmarked tax yang dijelaskan di Undang-Undang serta
Peraturan Daerah , hal-hal seperti penunggakan belanja listrik dan pemadaman listrik
di Kota Surakarta tidak patut untuk terjadi.
I.2
Rumusan Masalah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
menyebutkan bahwa hasil penerimaan pajak penerangan jalan sebagian dialokasikan
untuk penyediaan penerangan jalan, meskipun dalam peraturan tersebut tidak
disebutkan besaran presentase secara pasti. Penerimaan pajak penerangan jalan di
Kota Surakarta juga tidak sedikit, hampir dua kali lipat dari pencadangan awal
Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik di Kota
Surakarta (APBD Kota Surakarta 2014). Dalam implementasinya, pada tahun 2014
Kota Surakarta malah menunggak tagihan rekening listrik dari PLN sebesar 1,3 Miliar
per Desember 2014 . Hal tersebut terlihat aneh karena pendapatan pajak penerangan
jalan di Kota Surakarta terbilang tinggi dalam komposisi pajak daerah bagi Kota
Surakarta. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengevaluasi kebijakan alokasi anggaran Pajak Penerangan Jalan
(earmarked tax) untuk Penyediaan Penerangan Jalan Umum di Kota
Surakarta.
I.4
Signifikansi Penelitian
1. Signifikansi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang perpajakan khususnya dalam bidang Pajak Daerah
mengenai evaluasi kebijakan earmarking Pajak Penerangan Jalan untuk
Penyediaan Penerangan Jalan Umum di Kota Surakarta. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berkontribusi dalam bentuk sumbangan pemikiran di bidang
perpajakan terutama di bidang Pajak Daerah, khususnya mengenai Pajak
Penerangan Jalan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi atau sumber informasi bagi penulis lainnya yang melakukan
penelitian serupa.
2. Signifikansi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bentuk masukan bagi
pemerintah Kota Surakarta dan instansi-instansi terkait dalam pembuatan
kebijakan terkait Pajak Penerangan Jalan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat dalam rangka menciptakan dinamika yang balance antara
pemerintah dan masyarakat, dimana pemerintah dapat memberikan pelayanan
publik lebih baik dan masyarakat dapat memantau penggunaan anggaran oleh
pemerintah yang diterima dari Pajak Daerah.
I.5
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam
bab yang masing-masing bab terbagi menjadi beberapa sub-bab agar dapat mencapai
suatu pembahasan atas pokok permasalahan yang lebih mendalam dan mudah diikuti.
Garis besar penulisan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan menggambarkan mengenai latar
belakang masalah, pokok permasalahan dan tujuan penelitian,
signifikansi penelitian baik dari sisi akademis maupun praktis,
serta sistematika penulisan yang menjelaskan susunan masingmasing bab pada penelitian ini.
BAB II
KERANGKA TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian serta penelitianpenelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini yang
dapat digunakan sebagai kerangka pemikiran.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai pendekatan penelitian, jenis atau
tipe penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
narasumber, site penelitian, batasan penelitian, dan keterbatasan
penelitian.
BAB IV
BAB V
EVALUASI
PENERANGAN
KEBIJAKAN
JALAN
EARMARKING
UNTUK
PAJAK
PENYEDIAAN