Anda di halaman 1dari 2

Sejak lahirnya PP No.

61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan banyak pihak swasta yang berminat


untuk membangun Pelabuhan-Pelabuhan umum di Indonesia yang tentunya dengan Perjanjian
konsesi dengan Pemerintah. Minat ini distimulasi kembali dengan kemudahan-kemudahan
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah. Ada satu aspek yang penting diketahui perihal
pembangunan pelabuhan umum oleh swasta ini yaitu status tanah atau lahan yang terdapat di
Pelabuhan. Bagaimana status tanah yang dibebaskan dalam rangka Pembangunan Pelabuhan
Umum? Apakah dimiliki oleh Pemerintah atau Pihak Swasta?
Pada dasarnya Status lahan/tanah baik itu daratan maupun perairan dalam Pelabuhan adalah
Tanah yang dikuasai oleh Negara yang mengandung arti sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2
ayat 2 UU No.5/1960 yaitu bahwa Negara mempunyai wewenang atas lahan/tanah tersebut
untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
lahan tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum Antara orang-orang dengan
lahan tersebut;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum Antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai lahan tersebut.
Adapun jika tanah Negara tersebut ingin digunakan oleh Pihak Ketiga maka hak penguasaan
negara atas tanah tersebut wajib dikonversi menjadi Hak Pengelolaan dan Hak Pengelolaan
berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan oleh instansi yang
bersangkutan. Hal ini berarti jika pemegang Hak Pengelolaan atas tanah tersebut tidak lagi
menjalankan urusannya, maka tanah tersebut akan kembali kepada Negara. Penyelenggara
Pelabuhan sendiri diberikan hak untuk mengatur tanah tersebut (Pasal 34 ayat 2 PP No.61/2009
Jo Pasal 75 ayat 5 dan 6 UU No.17/2008).
Berkenaan dengan itu, pada dasarnya Badan Usaha (swasta) tidak diberikan hak untuk
mempunyai hak atas lahan baik daratan maupun perairan di Pelabuhan, seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Dalam proses pembangunan pelabuhan, Badan Usaha hanya diperbolehkan untuk
ikut serta dalam proses Pembangunan namun hal tersebut harus berdasarkan konsesi atau bentuk
lainnya dari Otoritas Pelabuhan. Disamping itu, Badan Usaha juga diberikan hak untuk
melakukan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dengan juga
mendapatkan konsesi terlebih dahulu dari Otoritas Pelabuhan (Pasal 45 ayat 2 PP No.61/2009).

Sementara berdasarkan UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 344 ayat (3), kegiatan
pengusahaan di pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh BUMN akan tetap diselenggarakan
oleh BUMN yang bersangkutan, dalam hal PT Pelindo III.
Oleh karena itu, PT Pelindo III (Persero) tidak dapat melepaskan aset-aset dimaksud karena
masih menggunakan seluruh aset yang ada hingga saat ini serta masih melakukan kegiatan
pengusahaan di pelabuhan dimaksud, terang Mustafa Abubakar dalam rilis yang
diterima kabarbisnis.com, Surabaya, Jumat (8/4/2011).
Mustafa menjelaskan, sesuai dengan UU nomor 17/2008 tentang Pelayaran, penggunaan
konsepsi konsesi ini memiliki arti bagi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) tidak lagi diberikan Hak
Pengelolaan (HPL) atas tanah. Sehingga untuk menetapkan jangka waktu konsesi, maka aset
Pelindo III (Persero) yang ada saat ini akan diaudit dan ditetapkan nilainya oleh pemerintah,
dalam hal ini oleh Kementerian Perhubungan

Anda mungkin juga menyukai